DEFINISI MANUSIA
Manusia adalah makhluk yang unik. Berkat daya psikis cipta, rasa dan
karsanya, manusia bisa tahu bahwa ia menegtahui dan juga ia tahu bahwa ia
dalam keadaan tidak mengetahui. Manusia mengenal duni sekelilingnya dan lenih
daripada itu, mengenal dirinya sendiri. Tetapi, manusia selain bisa jujur juga bisa
berbohong atau berpura-pura.1
Selanjutnya, ia mencoba mengarahkan daya cipta, rasa dan karsa yaitu untuk
memahami eksistensinya: dari mana sesungguhnya segala sesuatu, termasuk
dirinya sendiri berasal mula dan di mana berada serta ke mana tujuan kehidupan
ini. Meskipun manusia “mengerti” asal mula, keberadaan dan tujuan kehidupan,
tetapi ternyata pengertian ini belum terbukti kebenarannya dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Manusia tetap saja dalam keberadaannya yang diliputi
sepenuhnya dengan tanda Tanya (ketidaktahuan). Manusia manusia dalam
eksistensi kehidupannya, bagaikan memahami sebuah buku yang langsung
mengenai isinya. Jadi, tugas manusia adalah menysusn sistematika isi bab
pendahuluan itu dan memberikan kesimpulan sepasti mungkin berdasarkan fakta-
fakta yang tergelar dalam isi buku itu. Keadaan seperti itu, bagaikan ‘menangkap
1
Suparlan Suhartono, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005),
halaman 31-32
seekor kucing hitam di dalam kamr yang gelap gulita’. Manusia hanya meraba-
raba dan menduga-duga saja.
B. DEFINISI NILAI
Dalam perspektif sejarah filsafat, nilai merupakan suatu tema filosofis yang
berumur masih muda. Baru pada akhir abad ke-19 nilai mendapat kedudukan
dalam kajian filsafat akademis secara eksplisit. Menurut Baier nilai sering kali
dirumuskan dalam konsep yang berbeada-beda, hal tersebut disebabkan oleh sudut
pandangnya yang berbeda-beda pula. Menurut Kluchon nilai adalah konsepsi dari
apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
tujuan akhir tindakan. Sementara menurut Bramel mengungkapkan bahwa definisi
memiliki banyak implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dalam
pengertian lebih spesifik andai kata dikaji secara mendalam.
Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa
dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.2 [2]Secara rasional–
filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad
yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya
harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni:
Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita
menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer ke
dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa
pertanyaan itu adalah; 1. Causa eficiens (bagaimana), 2. Causa formalis (menurut
rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis (untuk apa kita
di didik). Menusia sepenuhnya sebagai satu konsepsi modern perlu kita analisis
menurut pendangan sosio-budaya Indonesia .
1. potensi jasmaniah, fisik badan dan panca indra yang sehat (normal)
2. potensi piker (akal, rasio, intelegensi, intelek)
3. potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan
estetis.
4. potensi karsa (kehendak, keinginan, termasuk prakarsa).
5. potensi cipta (daya cipta, kreaktifitas, khayal dan imajenasi).
6. potensi karya (kemauan menghasilkan, kerja, amal, sebagai tindak lanjut 1-5)
7. potensi budi-nurani (kesadaran budi, hati-nurani)
Ketujuh potensi ini merupakan potensi dan watak bawaan yang potensial;
artinya dalam proses berkembang dan tidak. Perkembangan atau aktualitas itu
akan menetukan kualitas pribadi seseorang.
4. Wawasan masa lampau dan masa depan; dengan mengingat masa lampau bias
memberikan kesadaran kesedaran cinta bangsa dan kemerdekaan serta memiliki
motivasi berjuang demi cita-cita nasional.
Keempat wawasan ini akan memberikan aspirasi dan motivasi bagi sikap dan
tindakan seseorang menurut kadar kesedaran wawasannya masing-masing.
Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi
yang sudah ada
1. dasar-dasar filosofis
Ketiga potensi diatas akan menentukan martabat dan kepribadian menusia. Jika
ketiga potensi itu dilaksanakan secara seimbang, maka akan terjadi
kesenambungan.
2. Dasar-Dasar Psikofisis
Dasar-dasar segi sosio budaya bangsa mencakup: Tata nilai warisan budaya
bangsi seperti nilai keutuhan, musyawarah, gotong royong dan tenggang rasa yang
dijadikan sebagai filsafat hidup rakyat. Nilai-nilai filsafat, Negara yakni pancasila
Nilai-nilai budaya nasional, adat istiadat dan lain-lain. Tata kelembagaan dalam
hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik bersifat formal maupun nonformal.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nilai adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan atau tanpa kesadaran,
yang menjadi tolak ukur dalam menghargai suatu perbuatan manusia. Hakikat
Manusia adalah berkeprbadian utuh yang dapat menyelaraskan, menyeimbangkan,
dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu, sosial, religious,
bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk
mengejar kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Pendidikan adalah upaya untuk
mencapai kedewasaan atau menemukan jati dirinya yang berlangsung seumur
hidupnya. Pendidikan manusia seutuhnya merupakan tujuan yang hendak dicapai
dalam konsep Value Education dan General Education yakni: 1) manusia yang
memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta 2) memiliki
kepribadian yang utuh.
3.2 SARAN