Anda di halaman 1dari 8

A.

DEFINISI MANUSIA

Manusia adalah makhluk yang unik. Berkat daya psikis cipta, rasa dan
karsanya, manusia bisa tahu bahwa ia menegtahui dan juga ia tahu bahwa ia
dalam keadaan tidak mengetahui. Manusia mengenal duni sekelilingnya dan lenih
daripada itu, mengenal dirinya sendiri. Tetapi, manusia selain  bisa jujur juga bisa
berbohong atau berpura-pura.1

Daripada makhluk yang lain, dengan daya-daya psikisnya, manusia memiliki


kelebihan, yaitu mampu menghadapi setiap persoalan kehidupannya. Apakah
persoalan yang bersangkutan dengan diri sendiri, orang lain secara individual dan
sosial, dengan alamnya, ataukah dengan sang penciptanya. Dengan potensi akal
pikirannya, manusia mengatasi persoalan kehidupannya secara matematis menurut
asas-asas penalran (logic) deduktif dan induktif. Dengan potensi rasa, manusia
mengatasi persoalan kehidupannya dengan pendekatan estettik menurut asas
perimbangan. Dengan potensi karsa, manusia mengatasi persoalan kehidupannya
melalui pendekatan perilaku menurut asas-asas etika. Melalui tiga cara inilah
manusia menemukan nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Ketiganya
dipedomani untuk dapat berkehidupan secara saleh dan bijaksana.

Selanjutnya, ia mencoba mengarahkan daya cipta, rasa dan karsa yaitu untuk
memahami eksistensinya: dari mana sesungguhnya segala sesuatu, termasuk
dirinya sendiri berasal mula dan di mana berada serta ke mana tujuan kehidupan
ini. Meskipun manusia “mengerti” asal mula, keberadaan dan tujuan kehidupan,
tetapi ternyata pengertian ini belum terbukti kebenarannya dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Manusia tetap saja dalam keberadaannya yang diliputi
sepenuhnya dengan tanda Tanya (ketidaktahuan). Manusia manusia dalam
eksistensi kehidupannya, bagaikan memahami sebuah buku yang langsung
mengenai isinya. Jadi, tugas manusia adalah menysusn sistematika isi bab
pendahuluan itu dan memberikan kesimpulan sepasti mungkin berdasarkan fakta-
fakta yang tergelar dalam isi buku itu. Keadaan seperti itu, bagaikan ‘menangkap

1
Suparlan Suhartono, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005),
halaman 31-32
seekor kucing hitam di dalam kamr yang gelap gulita’. Manusia hanya meraba-
raba dan menduga-duga saja.

B. DEFINISI NILAI

Dalam perspektif sejarah filsafat, nilai merupakan suatu tema filosofis yang
berumur masih muda. Baru pada akhir abad ke-19 nilai mendapat kedudukan
dalam kajian filsafat akademis secara eksplisit. Menurut Baier nilai sering kali
dirumuskan dalam konsep yang berbeada-beda, hal tersebut disebabkan oleh sudut
pandangnya yang berbeda-beda pula. Menurut Kluchon nilai adalah konsepsi dari
apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
tujuan akhir tindakan. Sementara menurut Bramel mengungkapkan bahwa definisi
memiliki banyak implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dalam
pengertian lebih spesifik andai kata dikaji secara mendalam.

C. PENGERTIAN PENDIDIKAN MENUSIA SEUTUHNYA

Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa
dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.2 [2]Secara rasional–
filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad
yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya
harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni:

1. Dimensi dialektikal horisontal , dan


2. Dimensi ketundukan vertikal.

Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya dapat mengembangkan


pemahaman tentang kehidupan yang konkret,  yakni kehidupan manusia dalam
hubunganya dengan alam ataupun lingkungan sosialnya. Dalam dimensi inilah
manusia dituntut untuk mampu mengatasi berbagai tantangan dan kendala dunia
konkretnya , melalui pengembangan teknologi dan sains. Sedangkan dalam
dimensi kedua, yakni ketundukan vertikal, pendidikan sains dan teknologi, selain
menjadi alat untuk memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam  juga
2
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung:Alfabeta cv,2014), halaman 54
menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri kehidupan dalam
mencapai hubungan yang hakiki juga abadi dengan sang khalik . Berarti
bagaimanapun pesatnya perkembangan sains dan teknologi ia harus disertai
dengan pendidikan hati. Singkatnya, manusia seutuhnya adalah yang menjadi
rahmatan lilàlamin. Yang mempunyai kemampuan cipta, rasa, kan karsa, atau
manusia yang kognitif, efektif, dan konatif-psikomotorik pada zamanya. Itulah
blue print manusia masadepan yang memiliki zikir, fikir dan amal saleh.

Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita
menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer ke
dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa
pertanyaan itu adalah; 1. Causa eficiens (bagaimana), 2. Causa formalis (menurut
rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis (untuk apa kita
di didik).  Menusia sepenuhnya sebagai satu konsepsi modern perlu kita analisis
menurut pendangan sosio-budaya Indonesia .

Berdasarkan pikiran dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini


secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:

1. Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang


2. Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek  yang sadar nilai yang
menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya
3. Konsepsi keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang.
Kepribadian manusia lahir batin ialah satu kebutuhan  yang utuh antara
potensi-potensi hereditas (kabawaan) dengan factor-faktor lingkungan
(pendidikan, tata nilai dan antar hubungan).

Potensi manusia secara universal mencakup tujuan potensi:

1. potensi jasmaniah, fisik badan dan panca indra yang sehat (normal)
2. potensi piker (akal, rasio, intelegensi, intelek)
3. potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan
estetis.
4. potensi karsa (kehendak, keinginan, termasuk prakarsa).
5. potensi cipta (daya cipta, kreaktifitas, khayal dan imajenasi).
6. potensi karya (kemauan menghasilkan, kerja, amal, sebagai tindak lanjut 1-5)
7. potensi budi-nurani (kesadaran budi, hati-nurani)

Ketujuh potensi ini merupakan potensi dan watak  bawaan yang potensial;
artinya dalam proses berkembang dan tidak. Perkembangan atau aktualitas itu
akan menetukan kualitas pribadi seseorang.

b. Konsepsi keutuhan wawancara (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar


nilai Manusia sebagai subyek nilai ialah pribadi yang menjunjung nilai; artinya
menghayati, meyakini dan mengamalkan system nilai tertentu, baik secara social
(kemasyarakatan dan kenegaraan), maupun secara pribadi (individual) Manusia
bersikap, berfikir, bertindak dan bertingkah laku dipengaruhi oleh wawasan atau
orientasinya terhadap kehidupan dan nilai-nilai yang ada didalamnya wawasan
dimaksud mencakup:

1. Wawasan dunia dan akhirat. Menusia berkeyakinan bahwa kehidupan didunia


akan berakhir dan akan ada kehidupan diakhirat.

2. Wawasan individualitas dan social, secara keseimbangan.

3.Wawasan individualitas jasmaniah dan rohaniah; memiliki kesadaran tentang


pentingnya kebutuhan  jasmaniah dan rohaniah.

4. Wawasan masa lampau dan masa depan; dengan mengingat masa lampau bias
memberikan kesadaran kesedaran cinta bangsa dan kemerdekaan serta memiliki
motivasi berjuang demi cita-cita nasional.

Keempat wawasan ini akan memberikan aspirasi dan motivasi bagi sikap dan
tindakan seseorang menurut kadar kesedaran wawasannya masing-masing.

2. 4              TUJUAN PENDIDIKAN MANUSIA SEUTUHNYA

Tujuan pendidikan merupakan Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari


filsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun
kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut system nilai dan
norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan
dan religi, filsafat, idiologi, dan sebagainya. Dalam menentukan tujuan
pendidikan ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti yang dikemukakan
oleh Hummel. Pertama, autonomy, yaitu memberikan kesadaran, pengetahuan,
kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang
lebih baik. Kedua equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut
harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan
memberinya pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival yang berarti bahwa
dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi
kepada generasi berikutnya. [3]

  Menurut John Dewey, tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua


kategori, yaitu means dan ends. means merupakan tujuan yang berfungsi sebagai 
alat yang dapat mencapai ends. means adalah tujuan “antara”, sedangkan ends
adalah tujuan “akhir”. dengan kedua katagori  ini, tujuan pendidikan harus
memiliki tiga kriteria, yaitu :

Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi
yang sudah ada

Tujuan itu harus flesikbel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan

Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitas [4]

Setiap  tujuan harus mengandung nilai, yang dirumuskan melalui observasi,


pilihan dan perencanaan, yang dilaksamakan dari waktu kewaktu. apabila tujuan
tidak mengandung nilai, bahkan dapat menghambat pikiran sehat peserta didik.

Pada dasarnya, pendidikan di semua intuisi dan tingkat pendidikan mempunyai


muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan masyarakat menjadi manusia
paripurna yang mandiri dan dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan
lingkunganya. Dalam sistem pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan tersebut
secara eksplisit dapat dilihat pada UU RI nomor 20 tahun dengan UU tersebut.

Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencangkup tiga ranah


perkembangan manusia, yaitu perkembangan afektif, psikomotor, dan kognitif.
Tiga ranah ini harus dikembangkan secara optimal dan integrative. Berimbang
artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang sama,
proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan secara
maksimal sesuai dengan potensinya. Integrative artinya pengembangan ketiga
ranah tersebut dilakukan secara terpadu.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita


mencerdaskan kehidupan bangsa serta sejalan dengan visi pendidikan nasional,
kemendiknas memiliki visi 2025 untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan
kompetitif. Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas koperhensif, yaitu
cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas
kinetis.

2. 5              PENDIDIKAN MANUSIA SEUTUHNYA

Prinsip pendidikan menusia seutuhnya berlangsung seumur hidup didasarkan atas


berbagai landasan yang meliputi :

1.      dasar-dasar filosofis

Filosofis hekekat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integralsegi-


segi(potensi-potensi): (esensial): Manusia sebagai makhluk pribadi
(individualbeing),Manusia sebagai makhluk social (sosialbeing), Menusia sebagai
makhluk susila (moralbeing).

Ketiga potensi diatas akan menentukan martabat dan kepribadian menusia. Jika
ketiga potensi itu dilaksanakan secara seimbang, maka akan terjadi
kesenambungan.

2.      Dasar-Dasar Psikofisis

Merupakan dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas psikofisis


manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara
potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik dari segi pikis, rasa, karsa, cipta, dan
budi nurani.

3.      Dasar-Dasar Sosial Budaya


Meskipun manusia adalah makhluk ciptaan tuhan namun manusia terbina pula
oleh tata nilai sosio-budaya sendiri.Inilah segi-segi buhaya bangsa dan sosio
psikologis manusia yang wajar diperhatikan oleh pendidikan.

Dasar-dasar segi sosio budaya bangsa mencakup: Tata nilai warisan budaya
bangsi seperti nilai keutuhan, musyawarah, gotong royong dan tenggang rasa yang
dijadikan sebagai filsafat hidup rakyat. Nilai-nilai filsafat, Negara yakni pancasila
Nilai-nilai budaya nasional, adat istiadat dan lain-lain. Tata kelembagaan dalam
hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik bersifat formal maupun nonformal.

BAB III

PENUTUP

3.1  KESIMPULAN

       Nilai adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan atau tanpa kesadaran,
yang menjadi tolak ukur dalam menghargai suatu perbuatan manusia. Hakikat
Manusia adalah berkeprbadian utuh yang dapat menyelaraskan, menyeimbangkan,
dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu, sosial, religious,
bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk
mengejar kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Pendidikan adalah upaya untuk
mencapai kedewasaan atau menemukan jati dirinya yang berlangsung seumur
hidupnya. Pendidikan manusia seutuhnya merupakan tujuan yang hendak dicapai
dalam konsep Value Education dan General Education yakni: 1) manusia yang
memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta 2) memiliki
kepribadian yang utuh. 

3.2  SARAN

       Pengelolaan pendidikan harus memperhatikan hakikat manusia sebagai


subjek pendidikan. Kesalahan dalam mengelola pendidikan yang tidak sesuai
dengan dengan hakikat manusia akan membawa kerusakan dan kesia-siaan.
Mengembangkan nilai-nilai baik harus ditingkatkan karena sangat diperlukan
sekali untuk membentuk pendidikan manusia seutuhnya agar mencapai
kedewasaan atau menemukan jati dirinya.
https://syaipulpahmi.wordpress.com/2019/01/10/pengembangan-nilai-untuk-
pendidikan-manusia-seutuhnya/

Anda mungkin juga menyukai