Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran. Dia dirawat, dilatih, dijaga, dan dididik oleh orang
tua, keluarga dan masyarakatnya menuju tingkat kematangan, sampai kemudian
terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan hidupnya.
Karena manusia pendidikan mutlak ada dan karena pendidikan, manusia
semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi. Di dalam keonteks
pendidikan, manusia adalah makhluk yang selalu mencoba memerankan diri
sebagai subjek dan objek. Sebagai subjek, selalu berusaha mendidik dirinya
(sebagai objek) untuk perbaikan perilakunya.
Jelaslah bahwa pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, baik pendidikan yang berlangsung secara alami oleh orang tua atau
masyarakat terlebih pendidikan tersistem yang diselenggarakan oleh sekolah. Jadi
kesimpulannya adalah manusia memiliki beberapa potensi yang ada pada dirinya,
yaitu potensi intelektual, rasa. karsa, karya dan religi yang bisa dan akan ditumbuh
dan kembangkan melalui proses pendidikan yang baik dan terarah.
Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan. Karena
melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur
dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula
perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan
melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan dianalisis
secara murni. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan manusia
dengan pendidikan itu sendiri
Hampir semua orang dikenali pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Anak-
anak menerima pendidikan dari orang tuanya, dan manakala anak-anak ini sudah
dewasa dan berkeluarga mereka juga akan mendidik anak-anaknya. Begitupula di
sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa dididik oleh dosen dan
para guru. Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia. Tidak ada mahluk lain
yang membutuhkan pendidikan.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sestematik-sistemik selalu bertolak dari
sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah landasan serta mengindahkan
sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena
pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan
masyarakat suatu bangsa tertentu. Kajian berbagai landasan landasan pendidikan
itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan wawasan
dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang
tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan
memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan, baik dalam aspek
konseptual maupun operasional tentang landasan dan asas pendidikan tersebut
selalu diarahkan pula pada upaya dan permasalahan penerapannya.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
adalah :
1.     Apa itu manusia dan pendidikan ?
2.     Apa sajakah landasan ilmiah dan implikasinya ?
3.     Apa sajakah landasan filosofis dan implikasinya ?
4.     Apa itu arti dari keharusan akan pendidikan ?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini
adalah :
1.   Untuk mengetahui apa itu manusia dan pendidikan.
2.   Untuk mengetahui apa sajakah landasan ilmiah dan implikasinya.
3.   Untuk mengetahui apa sajakah landasan foilosofis dan impikasinya.
4.    Untuk mengetahui apa itu keharusan akan pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      MANUSIA DAN PENDIDIKAN


Manusia memiliki berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok,
dll. Semua itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia,
sehingga disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik
secara maksimal atau tidak, dengan baik atau buruk. Semuanya tergantung
manusia itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Kaitanya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius,
manusia dapat menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka
dengan baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting
pendidikan bagi kehidupan mereka.
Dalam hal ini, saya mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan
manusia. Atau, apakah arti penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi
terhadap proses pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan,
sesuai dengan tujuan pendidikan.Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang
diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.
Melihat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan
dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi
manusia, menuju manusia yang lebih baik.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan
kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus
mempersoalkan masalah kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan
terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena
pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang
manusiawi.
Manusia merupakan subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek
pendidikan itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa
teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti
untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti atas
manusia, baik sifat-sifat individualitasnya yang unik, maupun potensi-potensi yang
justru akan dibina, pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik,
pendidikan akan merusak kodrat manusia. Apabila digunakan secara negative.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek:
individualitas, sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku,
sikap) melalui pendidikan yang diarahkan kepada masing-masing esensia itu.
Harga diri, kepercayaan pada diri sendiri (self-respect, self-reliance, self
confidence) rasa tanggung jawab, dan sebagainya juga akan tumbuh dalam
kepribadian manusia melalui proses pendidikan.

B. PANDANGAN FILOSOFIS  TENTANG MANUSIA DAN IMPLIKASI


PENDIDIKANNYA

1. Filsafat Umum/Murni
Filsafat adalah studi tentang kebenaran alam semesta dan isinya. (Beck, 1979:2). 
Berdasarkan telaah filosofis, karakteristik filsafat adalah sebagai berikut:
a.  Kritis, yaitu berpikir mengungkapkan dan memecahkan masalah secara
menyeluruh dan mendalam
b.  Spekulatif (kontemplatif), yaitu berpikir menerobos melampoi fakta atau
data-data yang tersedia dalam rangka menemukan hal yang hakiki.
c.  Fenomenologis, yaitu berpikir berawal dari gejala dan kemudian mencoba
terus menguliti, mengurangi, mereduksi hal-hal yang tak penting, untuk sampai
pada hal yang menjadi hakikat dari gejala
d. Normatif, yaitu berpikir yang tertuju untuk mencari hal-hal yang
seharusnya.
Obyek filsafat adalah pertanyaan umum yang terbuka/abadi, yaitu pertanyaan
yang tidak pernah selesai dijawab sepanjang hidup manusia. Obyek yang menjadi
lingkup pertanyaan filsafat adalah segala sesuatu dalam alam semesta dengan
segala isinya. Adapun cabang filsafat sebagai berikut:
a.  Metafisika yaitu hakikat kenyataan masih terbagi lagi menjadi 4, yaitu:
ontology (hakikat kenyataan alam semesta), teologi (hakikat Tuhan), kosmologi
(hakikat alam) dan humanologi (hakikat manusia).
b.  Epistimologi = hakikat mengetahui dan pengetahuan, sedangkan logika =
menyimpulkan untuk memperoleh pengetahuan.
c.  Aksiologi yaitu hakikat nilai, terbagi menjadi etika (hakikat baik dan
jahat) serta estetika (hakikat indah dan jelek).
Implikasi filsafat murni dalam praktek pendidikan yaitu munculnya konsep-
konsep filsafat ilmu seperti metafisika, epistimologi dan aksiologi yang menjadi
dasar penyelenggaraan pendidikan (landasan filosofis pendidkan). Implikasi
berikutnya berupa munculnya sekolah percobaan seperti:
a.        Kindergarten dari Froebel merupakan penerapan gagasan pendidikan
idealistic
b.       Casa De Bambini merupakan sekolah dari Montessori yang merupakan
penerapan gagasan pendidikan naturalistik
c.        Laboratory school dari J. Dewey merupakan penerapan gagasan
pendidikan pragmatic/eksperimentalistik, dsb.
Implikasi filsafat murni dalam teori pendidikan sebagai berikut:
a.        Munculnya filsafat pendidikan dipelopori oleh Plato
b.       Lahir dan berkembangnya aliran filsafat pendidikan, seperti: idealisme
(pendidikan = pemekaran kemampuan berpikir), realisme (pendidikan =
pemekaran kemampuan berbuat dan berpengalaman), eksperimentalisme
(rekonstruksi pengalaman yang terus menerus sepanjang hidup), eksistensialisme
(pendidikan = perwujudan kebebasan diri sendiri).

       Filsafat Antropologi/Antropologi Filosofis


Filsafat antropologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakikat manusia
sebagai keseluruhan, atau manusia seutuhnya. Pengetahuan filosofis tentang
manusia pada dasarnya dalah refleksi manusia tentang dirinya sendiri dan
manusia dapat merefleksikan tentang dirinya sendiri hanya jika menjadi pribadi
yang mengenal dirinya. Jadi tujuan utama filsafat antropologi adalah
mencerminkan dirinya menjadi seorang pribadi. Objek kajian filsafat antropologi
antara lain: masalah hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia
dan manusia dengan Tuhan.
Karakteristik manusia seutuhnya bahwa satu yang terkandung di dalamnya
banyak aspek (one in many). Manusia seutuhnya adalah animal symbolicum.
Karakteristik lain:
a.        Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
mengkomunikasikan pikirannya (animal sociale)
b.     Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
menyatakan pikiran sebagai milik manusia yang unik (animal rationale)
c.      Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
menalar dan sadari sebagai pribadi yang menalar.
d.     Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
mengkombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
e.      Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol maka
dapat mengadakan perbedaan moral
f.      Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol dapat
menyadari sendiri sebagai pribadi
Implikasi filsafat antropologi dalam praktek pendidikan antara lain sebagai
berikut:
a.        Konsep manusia seutuhnya sebagai dasar tujuan pendidikan
b.     Pendidikan = humanisasi (proses mewujudkan kemanusiaan, atau proses
menuju tercapainya manusia seutuhnya
c.      Tujuan utama dalam hidup mencapai perwujudan diri sendiri secara
kooperatif
Implikasi filsafat antropologi dalam pengembangan teori pendidikan antara lain
sebagai berikut:
a.        Timbul kebutuhan studi filsafat antropologi anak yang tertuju membahas
hakikat anak (anak membawa dosa dari Adam dan hawa di surge; anak dilahirkan
sebagai tabula rasa atau tanpa pembawaan; anak dilahirkan baik; anak dilahirkan
tidak berdaya tapi penuh potensi)
b.     Mendorong lahir dan berkembangnya pedagogik atau ilmu mendidik yang
memadukan aspek faktual dengan aspek normative, yang dipelopori oleh Herbart
(perpaduan antara aspek filosofis yang menentukan tujuan-tujuan pendidikan
dengan aspek psikologis yang menentukan cara-cara atau metode-metode
pendidikan).

D.    KEHARUSAN PENDIDIKAN
Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua
orang tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir
dibiarkan begitu saja oleh ibunya, tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan
mengabaikan kekuasaan Tuhan, kematianlah yang akan menjemputnya pada anak
yang ditelantarkan tersebut.Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut,
misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak berdaya, anak tidak
langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain.
Dengan keterbatasan kemampuan anak menyebabkan ia perlu mendapat
pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir dalam keadaan tidak
berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.
1.       Keharusan Pendidik
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian
di bawah ini:

a.        Anak Dilahirkan dalam Keadaan Tidak Berdaya


Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan. Pada waktu lahir
anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih
memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran
orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya,
dan berdiri sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi
kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan
hidupnya.Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang
dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh
induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu
induknya, walaupun belum memiliki kemampuan melihat secara normal.
Beberapa jenis hewan yang baru keluar dari telurnya langsung bergerak seperti
pada kura-kura, buaya, dan sebagainya. Begitu juga pada binatang lainnya
khususnya binatang menyusui seperti kuda, kambing, kera dan sebagainya.Hal
tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat bantuan orang
lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa
pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia
harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki
bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan
lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin
banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain.Oleh karena itu, anak/bayi manusia
memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi
mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi setahap untuk memperoleh
bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan keterampilan, serta
pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri
yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.Dilihat dari orang tua
pendidikan juga merupakan suatu keharusan. Tanpa ada yang memaksa, dengan
sendirinya orang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebut disebabkan karena
adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap
anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul
dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab menyebabkan orang tua,
bahwa anak itu perlu memperoleh bimbingan agar ia di kemudian hari dapat
berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Anak perlu
mendapat pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan pendidikan
bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan pendidikan yang berlangsung
secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam yang
memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi,
maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian, memperoleh
kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada tanggung jawab moral atas
hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
dapat dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.

b.       Manusia Lahir Tidak Langsung Dewasa


Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti
khusus, memerlukan wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses
pencapaian kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan
manusia modern dewasa ini. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai
kedewasaan secara konvensional, di mana apabila seseorang sudah memiliki
keterampilan unuk hidup, khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat
berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai atau norma-norma hidup
bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat dari segi usia, misalnya
usia 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat melangsungkan hidup
berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntutan kedewasaan lebih kompleks,
sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga
makin kompleksnya sistem nilai.            Untuk mengarungi kehidupan yang
dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal
tersebut dap[at diperoleh dengan pendidikan, di mana orang tua atau generasi tua
akan mewariskan pengetahuan, nialai-nilai, serta keterampilannya kepada anak-
anaknya atau pada generasi berikutnya.Manusia merupakan makhluk yang dapat
dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan
makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya,
lahir tidak langsung dewasa. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi dengan sesamanya.

c.        Manusia sebagai Makhluk Sosial


Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia
seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan
hewan, di mana pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan.
Seekor kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku
kucing, tidak akan berperilaku anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi
dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan
yang satu dengan jenis hewan lainnya.Manusia hidup bersama orang lain, tidak
sendirian. Mereka menentukan berbagai perjanjian agar hidup bersama itu
menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan bagi masyarakat, dan juga
menguntungkan bagi kehidupan individu masing-masing. Manusia sebagai
makhluk sosial, disamping memiliki dorongan untuk hidup secara individual, ia
juga menunjukan gejala-gejala sosial. Ia senang hidup bersama dengan orang
lain.Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia
dapat hidup bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan berbuat di luar
perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berarti bahwa ia tidak
dewasa secara sosial. Walaupun secara biologis ia sudah matang, tetapi untuk
hidup bersama dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.Kalau
manusia bukan makhluk sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan orang
lain, pada hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada
bedanya dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak
dapat dipengaruhi, karena ia telah membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak
perlu lagi belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan
matang untuk mengikuti kehidupan yang polanya sudah ada (terjadi). Dalam
keadaan demikian, pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak diperlukan.

d.       Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri


Pengertian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tiadak ada.
Pengertian sosial harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam
kepribadian sendiri-sendiri. Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama
dengan orang lain. Pergaulan hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi
(individu-individu) satu sama lain. Tidak berarti bahwa individu itu luluh
menyatu dengan yang lain, seperti halnya boneka-boneka yang hanya bergerak
dengan pola yang sama. Manusia memang hidup bersama, namun tetap secara
individu dan individu.Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorangan yang
berbeda, karena itulah pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat
individu itu perlu belajar hidup dengan individu lannya. Pendidikan tidak
mendidik agar setiap orang (individu) dapat berperilaku sebagai individu bersama
dengan individu lainnya.

e.        Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Bertanggung Jawab


Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas
segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali
akibat itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang
lain. Seekor hewan kalau berbuat sesuatu tidak akan mengerti akibat yang timbul
dari tindakan tersebut, karena ia tidak mampu berpikir, dan tindakannya hanya
didasarkan oleh insting belaka.Manusia akan dapat memperhitungkan akibat
tindakannya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia
patut diminta pertanggung jawaban atas segala perbuatannya, karena kita
pradugakan ia akan mengerti apa akibatnya. Pendidikan di samping mengajar
orang agar menjadi tahu, dan terampil, pendidikan juga mengembangkan sikap.
Sikap yang utama adalah sikap tanggung jawab, karena makhluk sosial manapun
memang harus bertanggung jawab.
Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial. Kalau
sikap bertanggung jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka kehidupan
akan kacau, kaerena manusia akan bertindak semaunya, setiap orang hanya akan
menuruti kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama.Pendidikan
itu sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung
jawab terhadap generasi manusia selanjutnya, karena kita tahu bahwa setiap anak
membutuhkan bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab terhadap generasai
berikutnya, mereka akan terlantar. Disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi
kelanjutan kehidupan dan hidup generasi berikutnya.Untuk melaksanakan
pendidikan diperlukan adanya kesediaan anak didik untuk menerima pengaruh.
Pada saat anak masih kecil kesediaan ini belum ada, baru timbul kemudian kalau
anak itu merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dan perlu bantuan orang
lain, sehingga ia perlu belajar dari orang lain. Selama anak belum mau menerima
pengaruh orang lain diluar dirinya, tidak akan muncul ketaatan terhadap pihak
lain yang berusah mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari
kekurangannya, ia akan mau menerima pengaruh dan mau taat, dengan kata lain
ia mau menerima kewibawaan pendidik.

f.        Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan


Apa sebabnya pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh-tumbuhan
sebagai makhluk hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan
ada perilaku yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan dengan
pengertian pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu
disebut “dressur” ( pembiasaan dan dilatih terus menerus).Anak anjing meniru
induknya, dengan jalan bermain-main, dia melepaskan dorongan untuk berkelahi.
Dia berkelahi ( main-main ) dengan induknya, sedangkan induknya sengaja
membuat dirinya seperti bermain berkelahi juga. Kejadian tersebut seolah-olah
pada induk anjing ada keinginan untuk “ mendidik “ anaknya. Dorongan untuk
bermain seperti itu pada anjing-anjing tersebut tidak didasarkan atas kesadaran
bahwa dirinya ( anak anjing ) tidak mampu, yang harus belajar kepada anjing
lain. Bukan itu yang menjadi alasan anak anjing dan induknya bermain, namun
didasarkan dorongan untuk berbuat, bergerak. Pada anjing-anjing tersebut tidak
ada kesengajaan untuk berbuat atas kesadaran atas kekurangan dan ketidak
mampuannya. Misalnya sang induk anjing sadar bahwa anaknya tidak mampu
dan masih banyak kekurangan dalam pengalamannya. Dari anak anjing tidak ada
kesediaan menerima pengaruh dari induknya, tidak ada kewibawaan.Pada
manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki kesadaran akan
kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan berbuat,
akan berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia akan berbuat apa
saja, ia bergerak menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar
anak bisa naik sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang
terjadi anak tidak mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda
tersebut seperti ayahnya mendorong sepeda tadi.Contoh lain anak akan
mengambil benda yang ia temukan disekelilingnya, melihat pisau ( padahal pisau
itu sangat tajam ) ia akan ambil dan digosok-gosokkan seperti menirukan ibunya
mengguanakan pisau tersebut, mungkin juga digosokan ke tangannya. Sang ibu
sangat cemas berkata setengah berteriak, “ Auuu…anakku sayang jangan pake
pisau itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang anak tidak mau melepaskan pisau itu.
Kalau diambil secara paksa ia akan menangis, caranya cari pisau lain atau benda
lain yang menyerupai pisau yang tumpul lalu berikan kepadanya.Anak melihat
orang tuanya waktu mandi menggosok gigi, dengan gesitnya anak mengambil
sikat gigi ibunya dan ingin pakai pastanya. Disinilah si ibu mencoba melatih si
anak untuk menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok
giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang tuanya, ia
memperhatikan orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya sang
anak mengambil sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara
memasukan ke mulutpun belum pas dan benar. Disini sang ibuu melatih anaknya
membetulkan bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana memasukannya
kedalam mulutnya.Dalam kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan
ibunya melarang anaknya menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan
pisau, ibu melatih anaknya menggosok gigi, sang ibu melatih anaknya
menggunakan sendok, itu semuanya belum temasuk pendidikan yang sebenarnya,
karena anak belum memahami, menyadari apa artinya perintah atau kemauan
ayahnya untuk naik sepeda, dan anak juga tidak paham mengapa ibunya
melarang bermain dengan pisau, mengapa harus menggosok gigi dan mengapa
makan haruus pakai sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua anak itu bukan
pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “ dressur “.Jadi
dengan sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain, suka bermain,
bisa menerima pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan
keharusan bagi orang tua ( pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan harus
menjadi contoh bagi anak didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk
mengisi kedewasaan anak kelak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
       Manusia merupakan subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi
objek pendidikan itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek
tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa
mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti
atas manusia, baik sifat-sifat individualitasnya yang unik, maupun potensi-
potensi yang justru akan dibina, pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa
pengertian yang baik, pendidikan akan merusak kodrat manusia. Apabila
digunakan secara negative.
       PANDANGAN ILMIAH TENTANG MANUSIA DAN IMPLIKASI
PENDIDIKANNYA
     Antropologi Biologis/Fisik
     Antropologi Budaya
     Psikologi
     Sosiologi
     Politika
     Ekonomika ( Ilmu Ekonomi )

       PANDANGAN FILOSOFIS  TENTANG MANUSIA DAN IMPLIKASI


PENDIDIKANNYA
2.       Filsafat Umum/Murni
3.       Filsafat Antropologi/Antropologi Filosofis

       Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keharusan mendidik anak


adalah :
1.       Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya
2.       2.Anak lahir tidak langsung dewasa
3.       Manusia sebagai makhluk sosial
4.       Manusia sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri
5.       Manusia sebagai makhluk yang dapat bertanggung jawab
6.       Sifat manusia dan kemungkinan terjadinya pendidikan.
B. Saran
Kami selaku penulis mengharapakan kritik dan saran apabila terdapat kesalahan
kata dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun akan menjadikan
kami lebih baik ke depannya dalam penulisan makalah.harapan kami dengan
ditulisnya makalah ini bisa berguna bagi kita semua untuk menambah ilmu
pengetahuan terutama dibidang pengantar pendidikan.kurang dan lebihnya
tentang makalah ini kami selaku penulis meminta maaf yang sebesar besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Umar Tirta Raharja, Lasulo. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tilaar. A. R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, Dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

http://jembersantri.blogspot.com/2012/10/hakikat-manusia-dan-

pendidikan.html#ixzz2Kk2jYIw0

http://filsafat.kompasiana.com/2014/04/05/hubungan-antara-filsafat-pendidikan-

dan-manusia-646654.html

http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-

kemungkinan.html
DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar .......................................................................................... i

Daftar Isi....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang Masalah ...................................................................... iii

2.Rumusan Masalah ............................................................................... iii

3.Tujuan Penulisan ................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN
A.Konsep-konsep manusia...................................................................... 1

B.Konsep-konsep pendidikan ................................................................. 3

C.Manusia dan Pendidikan ..................................................................... 5
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................9

Anda mungkin juga menyukai