Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi mengenai pendidikan telah banyak diungkapkan oleh para ahli, salah satunya
Kneller dalam bukunya yang berjudul Foundation of Education (1967: 63), yang
mengungkapkan bahwa pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis, atau
dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti luasnya pendidikan menunjuk pada suatu
tindakan atau pengelaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan
atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical ability)
individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung seumur hidup. Dalam arti teknis pendidikan
adalah proses dimana masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan
tinggi, atau lembaga-lembaga pendidikan lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan
budaya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi ke generasi.
Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies of Education (1978: 371), mengatakan
pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas
manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-
kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan digunakan oleh
manusia untuk menolong orang lain atau diri sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Selanjutnya menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan diselenggarakan oleh manusia berdasarkan landasan pemikiran filsafat tertentu.
Apa hakekat pendidikan itu, mengapa pendidikan itu dapat dan harus berlangsung atau diberikan
kepada manusia, apa tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan, merupakan contoh bahwa sangat
penting mengkaji mengenai landasan pendidikan itu sendiri
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah :
Apa saja landasan-landasan yang mendasari pendidikan pada umumnya, dan pendidikan
Indonesia pada khususnya?
C. Tujuan
Dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari makalah
ini adalah untuk memahami apa saja landasan-landasan yang mendasari pendidikan pada
umumnya, dan pendidikan Indonesia pada khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan-landasan Pendidikan
Pada kamus besar bahasa Indonesia, pengertian landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau
tumpuan dasar dikenal pula sebagai fondasi. Terdapat beberapa landasan pendidikan yang perlu
diperhatikan dalam pendidikan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan cultural,
landasan historis dan landasanpsikologis, bahkan landasan ilmiah dan teknologis. Di samping itu
ada yang menambahkan landasan yuridis (legalistic), ekonomi, dan juga politik.
1. Landasan Filosofis
Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang
serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu. Filsafat sebagai
kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika
(tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang
“ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintahan).
Landasan filosofis berkaitan dengan kajian mengenai makna-makna terdalam atau hakikat
pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat).
Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos
atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal,
menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan
dunia. Essensialisme, behaviorisme, perenialisme, progresivisme, rekonstruktivisme, dan
humanism merupakan teori-teori pendidikan yang berdasarkan pada aliran filsafat tertentu, yang
akan mempengaruhi konsep dan praktik pendidikan.
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme
dan realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka esensialisme
tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak meleburkan
prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasara tinjauan yang realistic. Matematika
yang sangat diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realism, karena matematika
adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata.
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian
atau ketetapan atau kenikmatan (perenial=konstan), yaitu hal-hal yang ada sepanjang masa
(Imam Barnadib, 1988: 34). Perenialisme mementingkan hal-hal berikut: a) pendidikan yang
abadi, b) inti pendidikan yaitu mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan berfikir, c)
tujuan belajar yaitu untuk mengenal kebenaran abadi dan universal, d) pendidikan merupakan
persiapan bagi hidup yang sebenarnya, e) kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar,
yang mencakup bahasa, matematika, logika, dan IPA dan sejarah.
Progresivisme yaitu perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami perkembangan
apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme atau
gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada
beberapa prinsip. Progresivisme menggunakan prinsip pendidikan sebagai berikut: a) Proses
pendidikan ditemukan dari asal, tujuan, dan maksud yang ada pada siswa termasuk didalamnya
minat siswa. b) Siswa itu aktif bukan pasif, c) Peran guru sebagai penasehat, pemberi petunjuk,
dan mengikuti keinginan siswa, bukan otoriter dan direktur kelas, d) Sekolah merupakan bentuk
kecil dari sebuah masyarakat, e) Aktifitas kelas berpusat pada problem solving bukan
mengajarkan berbagai mata pelajaran, f) Suasana social kelas kooperatif dan demokratis.
Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam
pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa
kini disekolah, tapi haruslah mempelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan.
Dan dalam pengertian lain, Rekonstruksionisme adalah mahzab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
Behaviorisme memiliki beberapa akar atau sumber ideology atau filsafat yaitu realism dan
positivism. Behaviorisme pendidikan memandang perilaku siswa ditentukan oleh sitimulus dan
respon. Tokoh dari konsep ini adakah Pavlov, Skinner, dan Thorndike.
Humanism merupakan kelanjutan dari prinsip progresivisme karna telah menganut banyak
prinsip dari aliran tersebut seperti pendidikan yang berpusat pada siswa, guru tidak otoriter,
focus pada aktivitas dan partisipasi siswa.
2. Landasan Sosiologis
Manusia adalah makhluk social, sebagai makhluk social manusia selalu hidup
berkelompok. Manusia yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama
halnya hewan, tetapi pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada hewan. Pada setiap
kelompok manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Masyarakat atau bangsa Indonesia
memiliki karakteristik tersendiri karena memiliki proses pembentukan yang panjang. Hal-hal
yeng berkaitan dengan perwujudan tata tertib social, perubahan social, interaksi social,
komunikasi, dan sosialisasi, merupakan indicator bahwa pendidikan menggunakan landasan
sosiologis.
3. Landasan Kultural
Setiap manusia selalu menjadi anggota suatu masyarakat dan menjadi pendukung
kebudayaan dalam masyarakat tersebut. Kebudayaan adalah keseluruhan hasil cipta rasa dan
karya manusia. Jelasnya, setiap manusia sebagai anggota masyarakat, pasti memiliki budaya.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sehingga kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembang dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus
dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupan formal. Kebudayaan sebagai gagasan dan
karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, dan dalam
belajar arti luas dapat berwujud (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 1994: 87).
Di Indonesia telah ditegaskan bahwa pendidikan nasional berkakar pada kebudayaan
bangsa Indonesia. Seperti yang dikemukakan Sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa indonesia, dimana kehidupan masyarakat indonesia yang majemuk dan akan
kaya kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin kukuh. Oleh karena itu, kebudayaan
nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis, seiring dengan semakin
kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.
4. Landasan Historis
Kehidupan manusia memiliki sejarah yang sangat panjang, sehingga manusa tidak mampu
untuk melacak titik awal kapan dimulainya kehidupan ini. Sejak manusia hidup, sejak saat itu
pula pendidikan ada, dari pendidikan yang paling sederhana sampai pada pendidikan yang sangat
komples seperti saat ini. Di Indonesia, pendidikan sejak jaman purba, jaman hindu budha,
masuknya pengaruh Islam, penjajahan belanda dan jepang, serta usaha-usaha ke arah pendidikan
nasional seperti saat ini. Jelasnya dalam hal ini adalah pendidikan memiliki perspektif
kesejarahaan.
5. Landasan Psikologis
Kegiatan pendidikan tentunya melibatkan aspek kejiwaan manusia. Pada umunya
pendidikan akan terkait dengan pemahaman dan penghayatan akan perkembangan manusia,
khususnya dalam proses belajar mengajar. Maka, pemahaman peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Beberapa contoh aspek
kejiwaan tersebut antara lain perbedaan karakteristik individu karena perbedaan aspek kejiwaan
manusia, misalnya bakat, minat, kecerdasan, dan lain-lain.
Kebutuhan dasar yang bermacam-macam pada manusia dan perkembangan peserta didik
termasuk perkembangan pribadi peserta didik, perkembangan kognitif, perkembangan moral,
intelegensi, teori belajar, semua hal tersebut berdasarpada teori-teori yang ada pada aspek
psikologis. Seperti di kemukakan Maslow, kategori kebutuhan menjadi enam kategori meliputi
(Umar Tirtarahardja & La Sulo, 1994: 107):
a. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan memmpertahankan hidup (makan, tidur, istrahat dan
sebagainya)
b. Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus nenerus untuk merasa aman dan bebas dari
ketakutan
c. Kebutuhan akan cinta dan pengakuan: kebutuhan rasa kasih sayang dalam kelompok
d. Kebutuhan akan alkuturasi diri: kebutuhan akan potensi potensi yang di miliki
e. Kebutuhan untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan dengan penguasaan
IPTEKS.
6. Landasan Ilmiah, Teknologi dan Seni (IPTEKS)
Pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) memiliki hubungan
yang sangat erat. IPTEKS merupakan salah satu materi pengajaran yang menjadi bagian dari
pendidikan. Sehingga peran pendidikan sebagai pewaris dan pengembangan IPTEKS sangat
penting. IPTEKS merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Bukti historis
menunjukkan bahwa usaha mula bidang keilmuan yang tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba,
dimana banjir tahunan sungai Nil menyebabkan berkembangnya system almanac, geometri dan
kegiatan survey.
Disisi lain, perkembangan pendidikan juga sangat tergantung pada kemajuan IPTEKS,
sehingga tersedia berbagai informasi yang tepat cepat yang menunjang proses pendidikan itu
sendiri. Perlu diperhatikan bahwa seni disini bermanfaat sebagai pembentukan manusia secara
utuh dan harmonis.
7. Landasan Politik
Politik disini diartikan sebagai cita-cita yang harus diperjuangkan. Agar tujuan dan cita-cita
ini dapat dicapai salah satunya dengan pendidikan. Dengan dilakukannya penanaman pengertian
akan kekuasaan, hak dan kewajiban, ideology, serta bebrbagai aturan yang harus ditaati oelhe
seyiap warga negara (William Manca, 2006: 4). Penanaman akan hak dan kewajiban, nilai-nilai
demokrasi merupakan pertanda bahwa dalam pendidikan terdapat landasan politik.
8. Landasan Ekonomi
Dilihat dari kacamata ekonomi, pendidikan dapat dipandang sebagai human investment.
Dengan memiliki pendidikan, maka manusia merupakan modal bagi pembangunan (modal
manusia/human capital). Hal ini karena manusia yang terdidik yang kemudian berfungsi sebagai
tenaga kerja dan memiliki kemampuan teknologis, dapat menunjang laju pertumbuhan ekonomi,
yaitu meningkatnya GNP dan juga pendapatan nasional. Pembangunan disini bermakna sebagai
adanya pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, modernisasi, pertumbuhan dan perubahan
teknologi, intuisi dan nilai, serta terjadinya penurunan pada angka kemiskinan di masyarakat.
Peran pendidikan dalam meningkatkan perekonomian akan berlangsung signifikan apabila
didukung dengan penggunaan teknologi yang memadai. Pendidikan tidak berdiri sendiri,
melainkan tidak dapat dilepaskan dari peran capital, teknologi, informasi, mobilisasi, dan
tabungan individu (William Manca, 2006: 4).
9. Landasan Yuridis (Hukum)
Pendidikan bukan sesuatu yang berjalan dalam ruang hampa, melainkan berada dalam
sebuah lingkungan masyarakat dan budaya tertentu. Indonesia, Malaysia, Singapura, Jepang, dll,
merupakan cintoh dari masyarakat dan budaya tertentu tersebut. Dikarenakan pendidikan
melekat pada masyarakat tertentu, dan tentunya masyarakat menginnginkan pendidikan yang
sesuai dengan latar belakang mereka, agar pendidikan tidak melenceng dari keinginan
masyarakat tersebut, maka perlu diatur sebuah jalur atau regulasi yang berlaku pada masyarakat
tersebut.
Di negara Indonesia, salah satu dari regulasi tersebut adalah Undang-Undang Negara
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, yang kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan
hokum lainnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan sebagainya. Regulasi
tersebut tetap didasarkan pada falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD’45. Hal ini
juga berlaku di negara-negara lain selain Indonesia, sehingga sistem pendidikan di negara
tersebut juga diatur dalam peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negara tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada paparan mengenai landasan landasan pendidikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa landasan pendidikan yang perlu diperhatikan dalam
pendidikan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan cultural, landasan historis dan
landasan psikologis, landasan ilmiah dan teknologi, landasan yuridis (legalistic), landasan
ekonomi, dan juga landasan politik. Berbagai landasan-landasan pendidikan yang telah
dipaparkan tersebut juga menjadi landasan pendidikan baik pada pendidikan dasar, pendidikan
menengah, maupun pendidikan tinggi.

B. Daftar Pustaka
Brubacher, John S. (1978). Modern philosophies of education. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Company Ltd.
Imam Barnadib. (1973). Sistim-sistim filsafat pendidikan. Yogyakarta: FIP-IKIP Yogyakarta.
Kneller, George F. (1967). Foundation of Education. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Tirtarahadja Umar dan La Sulo. (1994). Pengan pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Perguruan Tinggi, Depdikbud.
William Wanca. (2006). Landasan-landasan pendidikan. Makalah. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Anda mungkin juga menyukai