Anda di halaman 1dari 23

NAMA : MUH.

FARKHAN

NIM : 220203502020

PRODI : PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF S1 (02)

MATA KULIAH : PENGANTAR PENDIDIKAN

TUGAS UAS

1. RANGKUM SELURUH MATERI YANG TELAH DIPRESENTASIKAN/DISKUSI

1. RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 1 “FILOSOFI PENDIDIKAN”

a. Pengertian Filosofi Pendidikan

Pengertian Filosofi Pendidikan Filososfi pendidikan merupakan suatu landasan dalam


pendidikan mengenai asumsi-asumsi yang didasarkan pada filsafat yang dijadikan titik tolak
dalam pendidikan. filosofi pendidikan disini menurut hemat penulis merupakan sebuah
pemikiran yang sangat mendasar mengenai hakikat dari pendidikan baik dari segi sebab
akibatnya, pelaksanaannya, niilainya, maupun tujuannya. Filosofi Pendidikan sebagai
philosohycal approach to education merupakan suatu bentuk applied philosophy yang bersayap
tioritis dan praktis. • Teoritis tentang norma-norma hidup, • Praktis berhubungan dengan
tindakan atas norma-norma ( Burhanuddin, 2011:66 ). Filosofi Pendidikan ialah hasil
pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal Pendidikan
(Sutisna oteng 1990). Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang filosofi Pendidikan
diantaranya sebagai berikut:

1. Al-syaibany Filosofi Pendidikan adalah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.

2. John dewey Filosofi Pendidikan merupakan sesuatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (
emosional), menuju tabiat manusia.
3. Imam barnadid Filosofi Pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filosofi pendidikan merupakan
aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
4. Brubachen Filosofi Pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor kuda,
dan filosofi dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filosofi
Pendidikan berdiri secara bebas memperoleh keuntungan karena mempunyai kaitan dengan
filsafat umum.

5. Randal current Filosofi Pendidikan adalah penerapan serangkaian keyakinan-keyakinan


filosofi dalam praktik pendidikan.

b. Dasar Filosofi Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan
bersama secara bebas dan maksimal. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey
berpendapat bahwa dalam proses belajar peserta didik harus diberikan kebebasan
mengeluarkan pendapat. Peserta didik harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang
diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar peserta didik senantiasa
merasa haus akan pengetahuan, karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak
terdapat macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan
mengandung cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki
semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan
kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan perubahan
sosial.Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan itu sendiri. Pendidikan
dan pembelajaran membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang
lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-
fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan..

Dasar filsafat/Filosofi pendidikan terdiri atas :

1. Esensialisme Esensialisme nampaknya bukan sebuah madhab filsafat tertentu, melainkan


mereka yang bersepakat tentang prinsip- prinsip dasar yang berhubungan dengan pendidikan,
yang antara lain: a. Belajar melibatkan kerja keras, disiplin dan terkadang menimbulkan
keengganan.
b. Inisiatif harus ditekankan kepada guru.

c. Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan.
d. Sekolah harus mempertahankan metode- metode tradisional yang berkaitan dengan disiplin
mental.

e. Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteraan umum.

2. Progresivisme Paham ini berdasar pada falsafah naturalisme romantik dari Ressou dan
pragmatisme John Dewey. Pandangan Ressou tentang hakikat manusia dan ajaran minat dan
kebebasan dalam teori pengetahuan menjadi dasar dari aliran ini. Naturalisme berpendapat
bahwa manusia dilahirkan dalam kebaikan alam ke tengah masyarakat yang tidak baik.
Walaupun masyarakat tidak harus dihilangkan, dengan alasan kontrak sosial, tetapi sedapat
mungkin keadaan alamiah itu harus dipelihara di dalam persekutuan sosial yang terdapat
kebebasan dan persamaan. Kemudian pragmatisme menambahkan bahwa hidup akan
senantiasa berubah. Dalam proses pembaharuan itulah letak pentingnya pendidikan yang
memiliki tujuan tertentu. Dalam merumuskan tujuan progresivisme mengemukakan tiga
kriteria, yakni:

1. Tujuan pendidikan harus bersumber kepada situasi kehidupan yang berlangsung,

2. Tujuan pendidikan harus fleksibel, dan

3. Tujuan pendidikan harus mencerminkan aktivitas bebas. Perlu dicatat pula bahwa dalam
paham ini tujuan bersifat temporal, yang berarti jika suatu tujuan sudah tercapai maka
hasilnya dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Menurut aliran ini, tujuan
pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik bagi individu dan masyarakat.
Kehidupan terbaik bagi individu adalah kehidupan yang intelegen, bebas dan memiliki
kontrol terhadap pengalamannya.Sedangkan yang terbaik bagi masyarakat adalah kehidupan
demokratis, dan tidak ada stratifikasi sosial, kesamaan kesempatan merupakan jaminan bagi
setiap orang untuk ambil bagian dalam setiap kegiatan sosial.
c. Filosofi Pendidikan dari Segi Ontologi,Epistimologi,dan Aksiologi

Memahami filosofi pendidikan akan lebik efektif jika pembahasan filosofi pendidikan juga
ditinjau dari segi ontologi pendidikan, epistimologi pendidikan dan aksiologi pendidikan.

1. Ontologi Pendidikan Ontologi merupakan bagian adari komponen filsafat yang


membahas tentang dasar atau hakikat dari suatu objek. maka dari itu, ontologi
pendidikan merupakan pembahasan mengenai hakikat, kenyataan dan sebab-akibat dari
pendidikan. pendidikan merupakan suatu usaha sadar untuk menciptakan generasi yang
cerdas, berbudi pekerti, dan memiliki pengetahuan yang luas. maka dari itu, hemat
penulis tentang hakikat pendidikan ini adalah sebagai berikut: pendidikan merupakan
usaha sadar untuk menjadi manusia seutuhnya, artinya manusia yang bisa
memanusiakan manusia. pendidikan merupakan proses timbal balik dari seorang
pendidik dan peserta pendidik dengan harapan bisa menciptakan generasi yang
gemilang.
2. Epistimologi Pendidikan Dalam studi filsafat, epistimologi merupakan proses berpikir
guna mengkajisecara mendalam mengenai asal-usul, struktur dan metode. pendapat lain
mengatakan bahwa epistimologi ini kajiannya lebih pada metode, sarana, teknik dan
cara yang digunakan. oleh karena itu, epistimologi pendidikan sewajarnya bisa
menyatakan bahwa asal-usul pendidikan bukanlah dari manusia, melainkan dari Tuhan
yang maha Esa. seperti halnya dalam islam, yang menyatakan bahwa ilmu itu
merupakan pemberian tuhan, sedangkan manusia adalah penerima ilmu. lalu proses
manusia memperoleh ilmu itu ada 2 macam, ada yang langsung dari tuhan (proses
ilahiyah) dan melalui pemikiran manusia itu sendiri (proses insaniyah).
d. Pentingnya Filosofi Pendidikan
Perlunya filosofi pendidikan ini, karena filosofi pendidikan bisa dijadikan sebagai
suatu pendekatan guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
pendidikan, karena filososfi pendidikan disini merupakan pemikiran paling dasar
mengenai pendidikan.Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan sangatlah luas,
mendalam dan kompleks, karena masalahmasalah tersebut muncul karena beragamnya
tujuan hidup dari manusia.
e. Filosofi Pendidikan Sebagai Sistem
Sistem filosofi pendidikan adalah kata sistem barasal dari bahasa Yunani yaitu systema
yang berarti “cara, strategi”. Dalam bahasa Inggris system berarti “system, susunan,
jaringan, cara”. System juga diartikan “suatu strategi, cara berpikir atau model
berpikir”.Sedangkan pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang
secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa
kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai
kedewasaan(HadiwijonoHarun,1980:45). Pendidikan nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab.
Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kehidupan bangsa mencakup seluruh
bangsa; warga Negara tua-muda, kaya-miskin, di kota–di desa, tanpa memandang latar
belakang dan cerdas dalam hidup dan kehidupan,kognitif, piskomotor, dan afektif,
totalitas dan pendidikan.

f. Substansi Filosofi Pendidikan


Dalam dunia pendidikan, filosofi pendidikan adalah bagian dari fundasifundasi
pendidikan.Yang berarti bahwa filosofi pendidikan perlu mengetengahkan
konsepkonsep dasar pendidikan.Di Indonesia sendiri Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dan undang-undang pendidikan merupakan dasar atau landasan utama
terhadap pelaksanaan pendidikan. Hal ini yang menjadikan Pancasila, atau khususnya
Filosofi Pancasila mempunyai kedudukan sentral dalam wawasan kependidikan, dan
nilai-nilai serta norma-norma Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 itu
melingkupi pendidikan secara keseluruhan, baik itu mengenai teori maupun mengenai
praktek.
Dengan berpijak pada pandangan tentang kedudukan filosofi dan filosofi pendidikan
Pancasila sebagai filosofi terbuka, maka sikap konvergensi atau elektif inkorpatif
terhadap filosofi atau filosofi pendidikan yang berasal dari luar perlu dikembangkan.
Dengan mempelajari filosofi dan filosofi pendidikandari luar pad hakekatnya adalah
upaya untuk memperkaya atau meperkuat substansi dari pada filosofi pendidikan telah
berada pada peringkat lanjut. Roh dan Jiwa Undang-Undang Dasar 1945 harus
mendaqsari landasan praksis dan praktik pendidikan. Dalam pembukaan
UndangUndang Dasar 1945 telah dijelaskan nyata arah dan tujuan pendidikan yakni :
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Harapan ini didukung oleh batang tubuh dan
pasalpasal Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah akan
melaksanakan pendidikan bermutu bagi setiap warga negara dan setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan minimal sampai pada tingkat pendidikan dasar.
Tujuaan pendidikan semakin diperjelas dan dipertegas substansi dan arahnyayakni
menjadikan manusia yang cerdas, berbudi luhur berakhlak mulia dan lainnya.

2. RANGKUMAN MATERI KELOMPOK II “SEJARAH PENDIDIKAN DI


INDONESIA”

A. Pendidikan Indonesia di Masa Kerajaan


Pendidikan di masa kerajaan dimulai dari kerajaan Sriwijaya. Pada kerajaan Mataram
kuno terkenal atau berpusat di Jawa Tengah dan aktivitas pendidikannya yaitu;
menterjemahkan buku-buku agama Budha, menterjemahkan buku-buku lain ke bahasa
Jawa kuno seperti Ramayana dan perguruan tinggi di masa kerajaanMataram kuno
sudah meliputi Fakultas Agama, Fakultas Sastra, Fakultas Bangunan atau Teknik
Bangunan. Selain kerajaan Mataram, juga ada kerajaan Hindu-Buddha dan kerajaan
Islam.
a. Pendidikan di indonesia pada masa kerajaan Hindu-Budha
Perkembangan pendidikan di Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan
Budha pada abad ke-5 masehi. Dari perkembangan sejak zaman itu telah diperoleh
gambaran bahwa pendidikan telah berlangsung sesuai dengan tuntutan zaman yang
berbeda-beda dengan penyesuaian pada ideologi, tujuan serta sistem
pelaksanaannya. Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia akrab diawali dari
kemunculan beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutai
dengan rajanya Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kudungga. Di Jawa
Barat muncul Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Pada
masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal
Alexandria – Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou dan demikian
pula dalam epik Ramayana eksistensinya dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa.
Ptolomeus juga sempat menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat
Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien (pengembara asal China) dalam perjalanannya
dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana
(Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika Lee Kam Hing kemudian
menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di Indonesia sejak
periode permulaan. Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama.
b. Pendidikan di Indonesia pada masa kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu
sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat
Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal
ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari
Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam
kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu
raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya
terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon
gaharu, bumbu- bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya
hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan
tuhantuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang
sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda
persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang
hukumhukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman,
yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama
'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya
Palembang yang masih menganut Budha
B. Pendidikan Indonesia Pada Masa Penjajah Bangsa Barat
Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia dengan tujuan
perdagangan dan berusaha menyebarkan agama katolik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pendatang Portugis ini mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan
pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus mempermudah penyebaran agama
katolik. Masuknya masa pendudukan Belanda membuat kegiatan belajar mengajar
di sekolah milik pendatang Portugis menjadi terhenti.
Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu menyebarkan agama Protestan
kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda melanjutkan
apa yang dirintis oleh bangsa Portugis dengan mengaktifkan kembali beberapa
sekolah berbasis keagamaan dan membangun sekolah baru di beberapa wilayah.
Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya,
beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru.
Memasuki tahun 1627, telah terdapat 16 sekolah yang memberikan pendidikan
kepada sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas pendidikan
di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617. Berbeda
dengan Ambon, tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari sekolah ini yang
dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan bekerja di berbagai
kantor administratif milik Belanda.
Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal, Belanda
menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan
ini membuat Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap
ibukota karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan.
Ketika era tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah
Belanda mulai menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian
berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat.
C. Pendidikan Indonesia Pada Masa Jepang
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia, Jepang mengadakan
perubahan-perubahan yang besar dengan menghapus berbagai jenis pendidikan
rendah berdasarkan golongan-golongan penduduk itu, yang ada hanya satu jenis
sekolah rendah untuk sekolah lapisan masyarakat yang disebut “Syoo-gekkoo”
(sekolah rendah) lama belajarnya 6 tahun. Selanjutnya, ada “TYUU Gakkoo”
(sekolah menengah pertama) 3 tahun “Kootoo gakkoo”. Sedang sekolah pendidikan
gurunya ialah Kyoin Yoogoi sho (sekolah guru B) lamanya 4 tahun dan si han
Gakkoo (sekolah guru atas). Pendidikan ala Jepang mempunyai prograsivitas dan
lebih dinamis,tetapi dinamika dan progresivitas itu lebih ditekankan pada physical
training, bukan mental disiplin. Demokratisasi pendidikan pada masa penjajahan
Jepang juga mempunyai tujuan politis, dan tidak bersifat dinamis. Pendidikan pada
zaman Jepang, tujuan pendidikan bukan untuk memajukan bangsa Indonesia, tetapi
mendidik anak-anak untuk dapat menunjang kepentingan perang Jepang melawan
sekutu.

❖ Kelemahan pendidikan zaman Jepang


- Kerja bakti; kinrohosi, cari iles-iles : nama jarak cari besi tua
- Bahasa Inggris dilarang : pengetahuan sempit
- Latihan kemiliteran/ baris-berbaris : kyoren

❖ Keuntungan pendidikan zaman Jepang


- Sekolah rakyat 6 tahun
- Bahasa Indonesia : bahasa pengantar
- Senam pagi : taiso
D. Pendidikan Indonesia Pada Masa Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor
pengajaran yang terkenal dengan nama Jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan
bagian dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan
Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang
baru dibentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri
pendidikan dan pengajaran mulai 19 Agustus sampai 14 November 1945, kemudian
diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan
12 Maret 1946. Tidak lama kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia diganti oleh Mohamad
Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan
yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak banyak yang dapat diperbuat oleh
para menteri tersebut.
a. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia
mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi,
tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan
amat menekankan penanaman jiwa patriotisme. Hal ini dapat dipahami, karena
pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajah yang berlangsung
ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah
Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patriotisme melalui pendidikan
dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yang baru
diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan
nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa
patriotisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan
dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah
membentuk manusia yang cukup dan warga negara yang demokratis secara
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Kurikulum
sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk:
• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• meningkatkan pendidikan watak,
• memberikan perhatian terhadap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.
b. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya
melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem
dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat
(SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga
tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP)
sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik pertama
(STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang, sekolah kepandayan
putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru
B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama
keguruan.

E. Pendidikan Indonesia pada tahun 1994-2015


Pada tanggal 2 Mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat
SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei
1984, Indonesia juga memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD,
bersamaan dengan peresmian berdirinya Universitas Terbuka. Wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2 tujuan utama yang berkaitan satu sama
lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua untuk meningkatkan
mutu sumber daya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib
belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun
ditingkatkan menjadi 9 tahun.

Sasaran-sasaran wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah,


pertama, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) tingkat SLTP menjadi
66,19% dari keadaan pada awal pelita V yang mencapai 52,67%. Kedua,
meningkatkan jumlah lulusan SD/MI yang tertampung di SLTP dan MTs
sebesar 5400.000, yaitu dari 2,56 juta pada tahun 1993/1994 menjadi 3,10 juta
pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumlah guru SD yang minimal
berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%.
Tantangan yang dihadapi oleh program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
memang lebih besar jika dibandikan dengan wajib belajar 6 tahun. Alasannya
antara lain: pertama, pada saat dimulainya wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun, baru sekitar separuh dari kelompok umur 13-15 tahun yang
berada di sekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, dan tenaga yang
dimiliki oleh Indonesia untuk melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun tidak lagi sebanyak pada saat dilaksanakan wajib belajar 6 tahun.
Misalnya, pembangunan SD dalam jumlah besar melalui inpres. Ketiga, guna
menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun di SLTP diperlukan sarana, biaya,
dan tenaga yang tidak sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajib
belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan.
Indikatorindikator kuantitatif yang di catat menunjukan bahwa angka partisipasi
meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumlah guru,
dan fasilitas belajar lainnya.

3. RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 3 “Sistem Pendidikan Indonesia”


A. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu
usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses
usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha, hubungan antara ketiga unsur itu dapat
digambarkan sebagai berikut;
a. Tujuan dan prioritas Fungsinya mengarahkan kegiatan system, hal ini
merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan
dan urutan pelaksanaannya. Contohnya ada tujuan pendidikan, yaitu tujuan yang
tercantum pada peraturan perundangan negara, yaitu tujuan pendidikan
nasional, ada tujuan institusional, yaitu tujuan lembaga tingkat pendidikan dan
tujuan program, seperti S1, S2, dan S3. Ada tujuan kurikuler, yaitu tujuan setiap
suatu mata pelajaran/mata kuliah. Tujuan yang terakhir ini dibagi dua pula, yaitu
tujuan pengajaran (instruksional) umum dan tujuan pengajaran (instruksional
khusus).
b. Peserta didik Fungsinya ialah belajar, diharapkan peserta didik mengalami
proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan sistem pendidikan.
Contohnya, berupa umurnya, berapa jumlahnya, bagaimana tingkat
perkembanganya, pembawaanya, motivasinya untuk belajar, dan sosial ekonomi
orang tuanya.
c. Manajemen atau pengelolaan Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan,
dan menilai sistem pendidikan. komponen ini bersumber pada sistem nilai dan
cita - cita yang merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam
pengelolaan sistem pendidikan, contohnya pemimpin yang mengelola sistem
pendidikan itu bersifat otoriter.
d. Struktur dan jadwal waktu Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan,
Contohnya, pembagian waktu, ujian, wisuda, kegiatan perkuliahan, seminar,
kuliah kerja nyata, kegiatan belajar – mengajar, dan program pengalaman
lapangan.
e. Isi dan bahan pengajaran Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya
bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Juga mengarahkan dan
mempolakan kegiatan - kegiatan dalam proses pendidikan contohnya, isi bahan
pelajaran untuk setiap mata pelajaran atau mata kuliah, dan untuk pengalaman
lapangan.
B. Pengertian pendidikan nasional
Menurut Sunarya (1969), pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang
berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya
bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita - cita nasional bangsa tersebut
Sementara itu, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (1976) yang merumuskan
bahwa Pendidikan Nasional adalah suatu usaha untuk membimbing para Warga
Negara Indonesia menjadi pancasila, yang berpribadi, berdasarkan akan ketuhanan
berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan alam sekitar.
Dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan nasiona
pada BAB 1 pasal 2 yang berbunyi: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Dasar ini dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 BAB XIII Pasal 31.
C. Dasar tujuan dan fungsi pendidikan nasional
Pancasila yang tercantum dalam pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 agustus 1945 adalah dasar Negara, kepribadian, tujuan
dan pandangan hidup bangsa. Melalui sistem pendidikan nasional diharapkan setiap
rakyat indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan secara
bersama - sama membangun dan mengembangkan dirinya dan secara bersama -
sama membangun masyarakat. Pendidikan di indonesia mempunyai landasan -
landasan sebagai berikut;
a. Landasan ideal Landasan ideal merupakan landasan yang membentuk manusia
susila yang cakap & warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
tentang kesejahteraan jahteraan masyarakat dan tanah air. Menurut Direktorat
jenderal pendidikan tinggi dalam buku program akta mengajar, V B komponen
bidang studi pendidikan moral Pancasila (1984/1985) yang dikemukakan:
“Sistim pendidikan Nasional Pancasila ialah Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia satu-satunya yang menjamin teramalkan dan terlestarikan Pancasila”.
b. Landasan konstitusional Pendidikan nasional didasarkan atas landasan
konstitusional Undang – Undang Dasar 1945 pada BAB XIII pasal 31 yang
berbunyi; Ayat 1 ; tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran Ayat
2 ; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran
nasional yang diterapkan dengan undang – undang
c. Landasan operasional Landasan operasional bagi pembangunan negara,
termasuk pendidikan adalah ketetapan MPR tentang GBHN. Berikut ini
dikemukakan ketetapan MPR tentang GBHN sejak tahun 1986 - 1988 sebagai
landasan Operasional Pendidikan Nasional dan tujuan pendidikan - Nasional.
C. Tujuan dan fungsi pendidikan nasional
a. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, agar berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berilmu,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
b. Fungsi pendidikan nasional sebagai berikut
o Alat membangun pribadi, pengembangan warga negara, pengembangan
kebudayaan, dan pengembangan bangsa Indonesia.
o Menurut Undang – Undang RI No. 2 Tahun 1989 Bab II pasal 3 “Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional”.
D. Visi dan misi pendidikan nasional
Visi Pendidikan Nasional: terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi Pendidikan Nasional:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh
sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan ilmu pengetahuan. Keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global.
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 4 “PENDIDIKAN KEJURUAN VOKASI”


A. Pengertian pendidikan kejuruan vokasional
Pendidikan kejuruan vokasional tidak sama dengan pendidikan akademik maupun
dengan pelatihan. Pendidikan vokasional merupakan sintesis dari pendidikan
akademik dan pelatihan.yang berorientasi pada pembelajaran teori dan pemahaman
abstrak serta pelatihan yang berorientasi menyiapkan peserta didik untuk dapat
melakukan suatu pekerjaan tertentu. Dalam pendidikan kejuruan terdapat
aspekaspek akademis yang membuat pendidikan kejuruan tidak dapat serta merta
dikatakan sebagai pelatihan dan terdapat aspek-aspek praktis dan yangmembuat
pendidikan kejuruan tidak dapat dikatakan sebagai pendidikan akademik.
Pendidikan kejuruan vokasional muncul sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerjayang tidak dapat dipenuhi baik oleh pendidikan akademik
maupun pelatihan. Duckworth dan Steve (2013) menjelaskan bahwa pelatihan
sering kali dilihat sebagai penyiapan peserta didikuntuk memiliki pengetahuan
prosedural, atau “ tahu-bagaimana (know-how)” agar menjadi kompeten dalam
keterampilan atau prosedur tertentu, sedangkan pendidikan akademik dipandang
sebagai pengembangan sebuah pemahaman tentang teori atau konsep abstrak
atauyang bias disebut dengan pengetahuan proporsional atau “mengetahui-akan
(knowing-of )”. Beberapa pekerjaan memerlukan pengetahuan prosedural sekaligus
pemahaman teorise hingga diperlukan suatu pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang dapatmengausai kedua aspek tersebut. Oleh karena itu, beberapa
program vokasional berusaha mengembangkan pengetahuan deklaratif dan
prosedural, agar peserta didik tidak hanya tahu bagaimana melakukan tugas atau
fungsinya tetapi juga tahu alasan mengapa tugas atau fungsi tersebut dilakukan, apa
yang terpenting dari tugas tersebut dan konsekuensi akibat kesalahan yang
dilakukan.

Pendidikan kejuruan vokasional adalah pendidikan yang menyiapakan peserta


didiknya untuk dapat memahami teori dan mempraktikan teori tersebut. The Edge
Fondation (sebuah badan amal pendidikan independen di Inggris) menjelaskan
bahwa pendidikan vokasional adalah pendidikan yang pembelajarannya
didemonstrasikan melalui penerapan pengetahuan dalam konteks praktis. Senada
dengan pernyataan tersebut Webster (1993) menjelaskan bahwa pendidikan
vokasional kejuruan adalah suatu pendidikan dan pembelajarannya
didemonstrasikan melalui penerapan pengetahuan dalam konteks praktis. Senada
dengan pernyataan tersebut Webster (1993) menjelaskan bahwa pendidikan
vokasional adalah suatu pendidikan dan pelatihan untuk kepentingan jabatan
lapangan kerja yang spesifik seperti bidang indsutri, pertanian atau perdagangan.
Walter(1993) juga mengatakan hal yang sama bahwa pendidikan vokasional
merupakan program pendidikan yang mempersiapkan orang-orang untuk memasuki
dunia kerja, baik yang bersifatformal maupun non formal. Duckworth dan Steve
(2013) memiliki tiga definisi yangmenjelaskan pendidikan vokasional, yaitu (1)
pengembangan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan berkaitan dengan
sebuah konteks kejuruan yang jelas atau lebih spesifik, (2)sebuah kurikulum yang
fokus pada pekerjaan yang membutuhkan penerapan pengetahuan dan pemahaan,
(3) pendidikan dan pelatihan yang mempersiapkan peserta didik untuk menerapkan
pembelajaran mereka ke konteks yang berbasis kerja.
B. Tujuan Pendidikan Vokasional
Pendidikan vokasi (program diploma) bertujuan menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan tenaga ahli
dibidangnya dalam menerapkan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
teknologi dan/atau kesenian. Beban pengajaran pada program pendidikan vokasi
telah disusun lebih mengutamakan beban mata kuliah keterampilan dan keahlian
dibandingkan dengan beban mata kuliah teori.

C. Manfaat Pendidikan Vokasional ❖


Bagi Peserta Didik.
1. Meningkatkan kuallitas diri.
2. Meningkatkan peluang mendapatkan pekerjaan.
3. Meningkatkan peluang berwirausaha.
4. Meningkatkan penghasilan.
5. Persiapan bekal pendidikan lebih lanjut.

❖ Bagi dunia kerja.


a. Memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi.
b. Meringankan biaya usaha.
c. Membantu memajukan dan mengembangkan usaha.

❖ Bagi Negara.
a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b. Meningkatkan produktifitas nasional.
c. Meningkatkan penghasilan negara.
d. Mengurangi pengangguran

D. Pendekatan Pembelajaran Kejuruan Vokasional


Pembelajaran vokasional adalah Pembelajaran kejuruan vokasional tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan yang sama dengan pembelajaran akademik karena
pendidikan vokasional memiliki tujuan yang berbeda dengan pendidikan akdemik.
Pembelajaran vokasional fokus pada dunia kerja yang nyata dan kompetensi
keterampilan praktis yang didukung oleh pengetahuan dan pemahaman. Lucas,
Spencer dan Claxton (2012) mengatakan bahwa tujuan uatama pendidikan
vokasional adalah mengembangkan kompetensi bekerja, kemampuan dan keahlian
untuk melakukan hal-hal yang terampil dengan standar yang ditetapkan di area
vokasional tertentu. Proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan
keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan diploma 1, diploma 2,
diploma 3 dan diploma 4 yang setara dengan program pendidikan akademik strata
1. Oleh karena itu, pembelajaran vokasional memerlukan pendekatan yang khusus.

5. RANGKUMAN MATERI KELOMPOK V “KURIKULUM PENDIDIKAN”


A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah
kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start
sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia pendidikan. Secara terminologi,
istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan
atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli
mengartikan kurikulum itu yaitu:
1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”
2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
3. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur
pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud
kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program
pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
4. John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah
dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini.
Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman,
yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu
atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah
untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau
menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala
pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
6. Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada
posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran
kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus
dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana.
B. Prinsip-prinsip Kurikulum
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi
delapan macam, antara lain:
1. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan Pengembngan kurikulum diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional.
Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan
satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung
aspekaspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya
menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek
tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan
pendidikan nasional.
2. Prinsip Relevansi (Kesesuaian) pengembanga kurikulum yang meliputi tujuan,
isi dan system penyampaian harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan
keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi
dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
3. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas. Pengembangan kurikulum harus
mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan
sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dana
yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung
pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah
juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran
dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga disekolah juga sangat
terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didaya
gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian
juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus
digunakan secara tepat oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya
demi meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.
4. Prinsip Fleksibilitas Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah,
dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan
kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya dalam suatu
kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan pertanian.
Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang
dialaksanakan program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya,
pelaksanaan di desa ditekankan pada program ketrampilan pertanian. Dalam hal
ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan
peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum

C. Fungsi Kurikulum

Fungsi kurikulum menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto


1. kurikulum berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang ingin dicapai.
2. kurikulum juga berpungsi bagi perkembangan siswa karena kurikulum
berperan organisasi belajar ( learning oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.
3. sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman
belajar siswa. 4. sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat
perkembangan siswa dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan sebagai
pengalaman bagi mereka.

Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam
fungsi kurikulum, yaitu :
1. Fungsi Penyesuaian Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki
sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
2. Fungsi Integrasi Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh.
Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh
karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup
dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3. Fungsi Diferensiasi Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap
perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik
maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
4. Fungsi Persiapan Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal,
tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

D. Komponen-komponen Dalam Kurikulum


Nana Syaodih. Sukmadinata mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh
kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem
penyampaian serta evaluasi.
1. Tujuan Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-
kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan
tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi arahan dan fokus
untuk seluruh program pendidikan.
2. Materi atau Pengalaman Belajar Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan
formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar
keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya
pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara
efektif
3. Organisasi Menurut (Taba, 1962: 290), jika kurikulum merupakan suatu
rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan
pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan.
Menurut pendapar Taba ini, materi dan pengalaman belajar dalam kurkulum
diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.
4. Evaluasi Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi
ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses)
maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Menurut (Zais, 1976: 378)
mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang
kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu dari istilah
sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi
dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan
pendidikan secara tepat.

E. Macam-macam Kurikulum
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947.
Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran)
ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947
bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan
kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk
kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi
perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru
diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga
disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya
memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta
garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan
pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah
Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar
pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu
Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan,
Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Agama
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu
mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas
periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan
dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis

Anda mungkin juga menyukai