Anda di halaman 1dari 6

Nama : Desi Wahyuni

NIM : 19031069

Prodi : Pendidikan Biologi

FILSAFAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN

A. Tujuan Filsafat Pendidikan


1. Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun
diri sendiri
2. Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri
3. Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangna yang sintesis pula sehingga
seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan
4. Hidup seseorang tersebut dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut.
Sebab itu mengetahuai pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti mengetahui dasar-dasar
hidup diri sendiri
5. Bagi seorang pendidik filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang
memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia
seperti misalnya ilmu mendidik
Tujuan filsafat pendidikan juga dapat dilihat dari beberapa aliran filsafat pendidikan yang
dapat mengembangkan pendidikan itu sendiri yaitu :
1. Idealisme
2. Realisme
3. Pragmatisme
4. Humanisme
5. Behaviorisme
6. Konstruktivisme.
Tujuan filsafat pendidikan adalah mengantarkan para calon guru, para kepala sekolah, para
pengawas, para konselor, dan para ahli kurikulum menuju kontak langsung dengan
pertanyaan-pertanyaan besar yang mendasari makna dan tujuan hidup dan pendidikan.
Untuk memahami pertanyaan-pertanyaan itu, para pelajar (pengkaji) harus bergumul
dengan isu-isu, semisal hakikat realitas, makna dan sumber pengetahuan dan struktur nilai.
Filsafat pendidikan tentunya membawa pelajar pada posisi dimana ia dapat secara “cerdas”
menilai (mengevaluasi) tujuan-tujuan akhir alternatif, mengaitkan tujuannya dengan tujuan-
tujuan yang diinginkan, dan menyeleksi metode-metode pengajaran yang sesuai dengan
tujuannya. Kemudian, sebuah tugas utama filsafat pendidika adalah membantu para
pendidik berfikir secara bermakna tentang totalitas pendidikan dan proses hidup sehingga
mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk bisa mengembangkan sebuah program
yang konsistem dan komprehensif yang membekali para pelajar mereka dalam meraih
tujuan yang diinginkan.
B. Tujuan Pendidikan

Mengenai tujuan pendidikan yang baik terdapat beberapa macam ketentuan antara lain :

1. Suatu tujuan pendidikan harus ditegakkan diatas aktifitas dan keperluan sesungguhnya
(termasuk naluri dan kebiasaan tingkah laku yang asli), dari orang-orang tertentu, yang harus
dididik.
2. Suatu tujuan haruslah dapat diterjemahkan menjadi metode untuk bekerja sama dengan
aktifitas anak-anak yang sedang mendalami pendidikan itu. Tujuan itu harus menciptakan
situasi yang diperlukan untuk memberi kebebasan kepada anak-anak itu dan membangkitkan
kemampuan dalam belajar.
3. Para pendidik haruslah berhati-hati dan waspada terhadap tujuan yang menurut perkiraan
bersifat umum karena setiap aktifitas betapapun spesifiknya, jelas masih tetap bersifat
umum dalam hubungannya yang bercabang-cabang dan beraneka ragam itu, sebab dia
secara tidak teratur tetap mengantarkan seseorang kepada maksud yang lain

Jika berbicara tentang pendidikan, akan terkait erat dengan sistem nilai dan norma-norma dalam
suatu konteks kebudayaan. Di dalam tujuan pendidikan, ada beberapa nilai-nilai yang perlu
diperhatikan.

1. Pendidikan harus bersifat otonomi,


2. Pendidikan haruslah bersifat equity (adil).
3. Survival.

Pendidikan secara khusus dapat diartikan sebagai pemberian bimbingan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan atau pendidikan secara luas
sebagai bentuk pemberian tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan
dan perkembangan sampai tercapainya kedewasaan.
Secara umum, manusia dewasa ialah manusia yang dianggap telah mandiri, bertanggung jawab,
telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan, sekaligus berkesanggupan
untuk melaksanakan norma dan moral tersebut

C. TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Tujuan pendidikan nasional tercatat di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, gini nih
bunyinya:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” juga muncul pada UUD 1945 di alinea ke 4,

Pada tujuan ini dijelaskan pula berpendidikan harus dapat mengembangkan sikap dan karakter
seseorang agar dapat menjadi warga yang bertanggung jawab untuk masa depan. Dari sini
sebenarnya terlihat ya, sistem pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada nilai tidak
menjamin berkembangnya potensi di luar nilai akademis.

Standar yang dimaksud bukan berarti standar nilai seperti yang kamu lihat di sekolah ya.
Namun tentang bagaimana seseorang bisa menggunakan critical thinking maupun logika
dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Tujuan-tujuan pendidikan sebenarnya menekankan bagaimana seseorang tahu caranya untuk


berpikir terutama untuk memutuskan hidupnya di kehidupan bermasyarakat di masa depan.
Jadi pendidikan dengan standar nilai akademis terkadang tidak sepenuhnya relevan

D. SISTEMATIKA Filsafat PENDIDIKAN


Filsafat membentuk dan memberikan asumsi-asumsi dasar bagi setiap ilmu pengetahuan, tidak
terkecuali pendidikan. Saat filsafat membahas ilmu alam, maka diperoleh filsafat ilmu alam.
Ketika filsafat mempertanyakan konsep dari hukum, maka terbentuklah filsafat hukum, dan
ketika filsafat mengkaji permasalahan pendidikan, maka terciptalah cabang filsafat ini (Kneller,
1971, hlm.4).
Lalu apa saja yang menjadi landasan atau yang membentuk sistematika filsafat ini? Terdapat tiga
landasan yang membentuk filsafat pendidikan, yakni: landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Berikut adalah pemaparannya.
1. Ontologi Filsafat Pendidikan
Ontologi adalah bagian dari metafisika yang bersifat spekulatif, membahas hakikat “yang
ada” secara universal. Ontologi berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Ontologi mempersoalkan hakikat yang
tidak dapat dijangkau oleh panca indera belaka.
Pernyataan di atas diperkuat oleh pendapat Rukiyati dan Purwastuti (2015, hlm.10),
Sebenarnya, ontologi adalah bagian dari metafisika, sederhananya metafisika dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan
dengan pertanyaan mengenai hakikat “ada” yang terdalam.
Semenjak hadirnya pemikiran empiris (pengetahuan yang harus terbuktikan dan teralami
secara nyata) banyak yang menyepelekan metafisika. Padahal, pemikiran empiris muncul
dari asumsi-asumsi yang dihasilkan oleh ontologi (metafisika).
Einstein menyadari hal ini melalui ucapan ikoniknya yang berkata “imagination is more
important than knowledge”. Meskipun pemikiran empiris adalah kuda pacu yang diandalkan
hari ini, hal tersebut tidak akan tercipta tanpa spekulasi-spekulasi dari pemikiran ontologis.
Lalu di mana posisi ontologi pada filsafat ini? Landasan ontologis memberikan dasar bagi
pendidikan mengenai pemikiran tentang “Yang Ada”, misalnya pemikiran tentang Tuhan,
manusia, dan alam semesta. Corak pendidikan yang akan dilaksanakan sangat dipengaruhi
oleh pandangan tentang “Yang Ada” yang telah ditentukan melalui ontologi.
Contoh praktisnya adalah terciptanya kurikulum pendidikan agama untuk pendidikan
agama. Tercipta kurikulum pendidikan vokasi untuk menyelenggarakan pendidikan
keterampilan. Mengapa? Karena secara ontologis telah diketahui dari awal bahwa pemikiran
filsafat itu tujuan pendidikannya berdasarkan “Yang Ada” untuk agama, atau “Yang Ada”
untuk vokasi
2. Epistemologi Pendidikan
Epistemologi berarti mempersoalkan sumber dan usul pengetahuan dengan meneliti,
mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran
yang dianugerahkan kepada manusia. Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana
proses mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya
(Amka, 2019, hlm.37).
Objek telaahnya sendiri adalah untuk mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakannya dengan lain. Intinya, objek
telaahnya berkenaan dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu mengenai sesuatu hal.
Landasan epistemologis memberikan dasar filsafat bagi teori dan praktik pendidikan dalam
hal cara memperoleh pengetahuan. Pendidikan itu sangat erat kaitannya dengan ilmu
pengetahuan, maka pandangan mengenai sumber dan jenis pengetahuan akan sangat
berpengaruh terhadap kurikulum dan model atau metode pembelajaran (pengajaran).
3. Aksiologi Filsafat Pendidikan
Apa kegunaan ilmu yang dihasilkan dari pendidikan bagi kita? Ilmu pengetahuan memang
telah memberikan manfaat yang besar. Misalnya, bagaimana teori atom dapat digunakan
untuk menciptakan energi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
dibalik itu teori ini pula yang membuat kita mampu untuk menciptakan bom atom yang
menjadi malapetaka bagi dunia.
Pertanyaan ke mana arah pengetahuan dan pendidikan itulah yang menjadi objek
pertanyaan utama aksiologi. Untuk apa pengetahuan itu akan digunakan? Bagaimana
hubungannya dengan etika dan moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai dan berusaha
menggambarkan apa yang dinamakan dengan kebaikan dan perilaku yang baik (Rukiyati &
Purwastuti, 2015, hlm.29). Di dalamnya terdapat etika dan estetika.
Etika adalah kajian filsafat yang mempersoalkan perilaku manusia terhadap nilai dan moral.
Estetika adalah filsafat yang berkaitan dengan kajian keindahan. Keduanya akan berkaitan,
karena sesuatu yang indah cenderung akan terasa lebih beretika, begitu pun sebaliknya.
Setidaknya, begitulah sebelum filsafat seni kembali mempertanyakannya.
Dalam ranah pendidikan, landasan aksiologis memberikan dasar-dasar filsafat dalam hal
nilai dan moral yang melandasi teori pendidikan dan menjadi acuan dalam praktik
pendidikan. Karena, pendidikan tanpa nilai dan moral yang positif, pendidikan justru dapat
memberikan hal yang negatif. Pendidikan haruslah diimbangi dengan adalah adanya
pemberi, penerima, tujuan, dan cara yang baik, dalam konteks yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Amka. 2019. Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Arif Mahmud. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung : Gama Media.

Jalaluddin & Idi. 2015. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat Dan Pendidikan Edisi Revisi. Malang:
Rajawali Press.

Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai