Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDEKATAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Oleh:

Prasetyo Laksono
NIM:12110194

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN
SEMARANG
2023
PENDEKATAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN

Prasetyo Laksono
Fakultas Tarbiyah/Sekolah Tinggi Agama
Islam Walisembilan Semarang
e-mail: prasetyolaksono0@gmail.com

Abstrak

Abstrak: Mengenai Pendekatan Filsafat terhadap pendidikan, tentu saja banyak


mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang
kompleks itu, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan
hakekat pendidikan secara lengkap. Batasan tentang Pendekatan Filsafi Terhadap
Pendekatan pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya
kadang berbeda satu dari yang lainnya. Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena
perbedaan orientasinya, konsep dasar yang digunakan, Teknik analisis dalam penulisan
ini adalah Tematik, diaman hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akan banyak
manfat yang didapat apabila memahami tentang landasan filsafi terhadap pendidikan.
Kata kunci: Pendidikanm ; Filsafat; Indonesia.
Absrtack: Regarding the philosophical approach to education, of course it contains
many aspects and is verycomplex in nature. Because of its complex nature, there is no
sufficient limit to explain the nature of education in its entirety. Limitations on the
Philosophical Approach to Educational approaches made by experts vary, and their
content sometimes differs from one another. These differences mayoccur because of
differences in orientation, the basic concepts used, the analytical technique in writing
this is thematic, where the results of the research show that there will be many benefits
if you understand the philosophical foundation of education.
Keywords: Education ; Philosoph ; Indonesia.

2
A. PENDAHULUAN
Realitas perubahan harus didekati secara fleksibel, karena
itu adalah suatu hukum alam dan juga merupakan "realitas supranatural".
Tuhan." Perubahan yang terus berubah akan mengubah cara Anda
memandangnya melihat dunia yang teratur ini sebagai dunia yang utuh
tantangan untuk mencapai ketenangan.
Perubahan ini akan membawa rancangan mekanisme atau
aturan yang terpisah akan menjadi sistem nilai Siapa yang “mulia” dan sekaligus
menjadi kaki tangan setiap individu, keluarga atau masyarakat masyarakat atau
kelompok masyarakat tertentu, atau pada gilirannya negara dan beberapa negara.
Hal ini dikemukakan oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdence, pasangan masa
depan terkemuka dunia, pada 1990-an yang meramalkan bahwa abad ke-21 akan
menjadi era baru (Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, 2004: Pertama). Ini
ternyata prediksi dari dua futuris dunia adalah "fakta tak terbantahkan" bahwa
realitas/waktu telah berubah menjadi era dengan nilai-nilai baru. Sebuah era di
mana berbagi global dalam kehidupan manusia adalah informasi global dan
fenomena ekonomi. Bahkan model hubungan menggantikan hirarki sebagai
modal utama mengatasi semua masalah hidup.
Dunia pendidikan juga tidak akan bisa lepas dari unsur perubahan. Maka
sangat wajar jika dari perspektif filosofis, pembelajaran (learning) oleh Peter M.
Senge (1994: 23) diartikan dengan study and practice constanly. Karena hal
tersebut tidak lepas dari hukum alam yang akan merongrong Pendidikan untuk
menapak tangga yang lebih tinggi dan juga menuntut untuk menempatkan
eksistensinya sesuai dengan tuntutan realitas. Tetapi walaupun dalam realitas
tersebut terus mengalir perubahan-perubahan yang menuntut hal lain pada dunia
pendidikan dan juga pada manusia, tetapi curiosity (sifat ingin tahu) harus tetap
menjadi spirit dalam hidup manusia. Artinya kedinamisan realitas harus
diimbangi dengan gerakan konstruktif-solutif. Meminjam statemen dari Russel
(dalam Abdurrahman Mas‟ud, 2002: 9) bahwa “it is better to be clearly wrong
than vaguely right”, maka sikap seperti itu seharusnya yang dibangun dalam
tatanan kehidupan dalam lingkaran pendidikan dan manusia sendiri untuk
memunculkan suatu sikap optimistik-selektif dan juga untuk menumbuhkan
spirit dalam mencari problem soulving untuk menjawab tuntutan realitas
terhadap pendidikan (way of life long education).
3
Oleh karena itu, harus ada pendekatan filosofis terhadap pendidikan,
karena filsafat pendidikan berusaha menjelaskan keadaan pendidikan agar
menjadi jelas hubungan antara unsur-unsur pokok pendidikan dengan orang
yang mengajarkannya. pengobatan untuk praktek pendidikan. Unsur-unsur dasar
tersebut adalah peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, metode pengajaran,
dan lain-lain. Bidang filsafat pendidikan adalah pergaulan, yaitu pergaulan
antara orang dewasa dan anak-anak.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang berarti ci
nta akan kebijaksanaan. Akar katanya adalah philos (Philia: cinta, kebahag
iaan, suka) dan sophia (pengetahuan, kebijaksanaan dan kebijaksanaan).
Filsafat adalah disiplin pemikiran yang berhubungan dengan pengetahuan
atau kebijaksanaan. Menurut Bertrand Russell juga, “filsafat berada di
antara teologi dan sains, tidak ada tanah manusia”. Dan juga menurut
Hasan Shadini dalam Jalaludin (1997:9), “Filsafat adalah cinta
pengetahuan atau kebenaran, kebijaksanaan dan kebijaksanaan. Sedangkan
menurut Imam Barnadib dalam Jalaludin (1997:9) “Filsafat sebagai
pandangan global dan sistematis. Dengan demikian, filsafat diartikan
sebagai cara berpikir atau pandangan yang sistematik, universal dan
mendasar tentang suatu kebenaran.

2. Pengertian Filsafat Pendidikan


Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang berdiri pada
makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan
ke dalam satu tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang
menunjuk ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan.
Filsafat dan pendidikan juga memiliki hubungan hakiki dan timbal balik,
maka berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis.
Dengan kata lain, kemunculan filsafat pendidikan ini disebabkan
banyaknya perubahan dan permasalahan yang timbul dilapangan
4
pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh filsafat. Menurut John Dewey,
seorang filsof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan
pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang
terdapat dalam pengalaman pendidikan. (Salahudin, A. (2011) Hal 22-23)
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang mempelajari hakikat praktik
pendidikan dalam kaitannya dengan tujuan, konteks, metode, hasil, dan
hakikat ilmu pendidikan dalam kaitannya dengan analisis kritis terhadap
struktur dan teknologi penggunaannya. Filsafat pendidikan juga
merupakan jiwa, semangat dan kepribadian dari sistem pendidikan
nasional, sehingga sistem pendidikan nasional secara alami diilhami,
berdasarkan dan mencerminkan jati diri, citra dan jiwa penuntun bangsa
kita, atau tujuan nasional.
Filsafat pendidikan adalah ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
praktik dan pendidikan. Filsafat pendidikan juga dapat dipahami sebagai
upaya mengembangkan potensi manusia anak didik, baik potensi fisik,
potensi cipta, rasa dan karsa, agar potensi tersebut menjadi kenyataan dan
dapat dicapai secara aktif sepanjang hayatnya. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam kajian masalah pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah suatu sistem yang mengatur dan menetapkan teori dan
praktek penyelenggaraan pendidikan yang dilandasi dan dijiwai oleh
falsafah hidup kebangsaan “Pancasila” yang berbakti kepada kepentingan
bangsa dan negara Indonesia dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia. bangsa dan negara.
Filsafat Pendidikan menurut beberapa ahli, yaitu:

a) Menurut Al-Syaibany (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat


pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Arti
Filsafat Pendidikan dapat nenjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
Filsafat pendidikan juga bias didefinisikan sebagai kaidah
filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan
asfek-asfek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan

5
pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
b) Menurut John Dewey (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang pundamental, baik yang menyangkut daya piker
(intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat
manusia.
c) Menurut Imam Brnadib (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan,
baginya pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis pilosofis
terhadap bidang pendidikan.
d) Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung (1988), Filsafat
pendidikan adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul
dari sifat filsafat seorang pendidik dari penggalaman-
pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari
kajiannya tentang berbagai ilmu yang berhubungan dengan
pendidikan dan berdasar itu pendidik dapat mengtahui sekolah
berkembang.
e) Menurut Zanti Arbi (1998), Filsafat pendidikan didefinisikan
sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang aspek-
aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi
dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan secara praktis.

3. Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan


Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditetapkan suatu
kebijakan ideologis dengan visi tertentu tentang pendidikan. Berkaitan
dengan pendidikan, ada permasalahan pendidikan yang harus dibenahi.
Masalah pendidikan itu kompleks, sehingga tidak cukup mendekatinya
dari sudut pandang ilmiah murni, tetapi mencari solusi filosofis. Oleh
karena itu diperlukan pendekatan filosofis terhadap pendidikan.
6
Menurut Sumardi (2003) filsafat pendidikan tersebut di atas telah
membuahkan dua model besar pendidikan yaitu Pendidikan tradisional
(yang lebih banyak bersumber dari filsafat peren-nialisme, idealisme dan
realisme) dan pendidikan progresif (yang bersumber dari filsafat
experimentalisme dan existensialisme). Pendidikan tradisional merupakan
proses transmisi pengetahuan, fakta/kenyataan yang ditemukan masa lalu.
Anak tidak dilatih untuk menggunakan metode-metode subjektif
menganalisis dunia, tetapi otak mereka diisi dengan pengetahuan untuk
dikembangkan lebih lanjut (S. Gonzales, (1982), Pendidikan Progresif).
Proses pendidikan melibatkan berbagai pihak, paling tidak
pendidik dan peserta didik. Keterlibatan berbagai pihak merupakan modal
keberhasilan. Progresivisme dan esensialisme merupakan aliran filsafat
pendidikan yang dapat diterapkan sebagai landasan epistemologis
pembangunan pendidikan partisipatif karena alasan-alasan sebagai berikut:
a) Menimbang bahwa keduanya tidak menghendaki pengajaran yang
sewenang-wenang, sejak sekolah ini berdiri sampai sekarang.
b) Komponen ini menitikberatkan pada kemajuan ilmu pengetahuan
dan kebudayaan.
c) Pengalaman adalah penggerak kehidupan.
d) Progresivisme tidak hanya mengakui adanya gagasan, teori atau cita-
cita, tetapi yang ada harus memiliki makna progresif atau tujuan
yang baik.
e) Radikalisme dan esensialisme mendorong manusia untuk
menggerakkan jiwanya untuk memupuk kehidupan yang aktif dan
tangguh dalam menghadapi persoalan yang silih berganti.

4. Cara Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan


a) Pendekatan Sinopti
Sejarah pendidikan sebagai ilmu sejarah pendidikan mengkaji
pokok bahasannya dan berusaha memberikan gambaran tentang
peristiwa sejarah pendidikan secara individual. Di sisi lain, filsafat
mendekati masalah pendidikan secara umum atau komprehensif.
Generalization artinya menggabungkan pandangan, yaitu kata sin
artinya bersama atau menggabungkan, dan kata optical artinya
7
penglihatan, vision dan thesa artinya mengatur. Jadi, pengertian
generalisasi adalah menggabungkan pandangan-pandangan secara
umum, membentuk sistem pemikiran tertentu secara umum.
b) Pendekatan Normatif
Pendekatan filosofis pendidikan tidak sedeskriptif sains, tetapi
normatif. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang mencerminkan
standar yang ingin dicapai dari suatu pendidikan, standar disini
disebut sebagai tujuan pendidikan. Jadi filsafat pendidikan
menentukan cara terbaik untuk memecahkan masalah pendidikan,
karena filsafat pendidikan mempelajari apa yang seharusnya terjadi.
c) Pendekatan Kritis Radikal
Perbedaan antara pendekatan ilmiah dan filosofis tidak hanya
terletak pada objek kajiannya tetapi juga pada asumsi yang digunakan.
Pendekatan ilmiah selalu didasarkan pada satu atau lebih asumsi
dasar, sedangkan filsafat mendekati masalah dengan
mempertimbangkan asumsi yang mendasarinya. Pengujian asumsi
dasar ini disebut kritik radikal, di mana instrumen dan kondisi sesuatu
yang diukur harus sama dengan yang dibutuhkan oleh teori dan
praktik pendidikan.

5. Pemikiran awal tentang filsafat dalam Pendidikan


Pada dasarnya awal dari pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal
ini mengenai pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian
dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang dipelajari untuk bisa
mengetahui segala sesuatu di dalam kehidupan. Sering kali seseorang
mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu. Sesuatu yang ingin
diketahui itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ada kalanya, rasa ingin
tahu itu hanya sekedar keingintahuan yang sebentar dan ada kalanya rasa
ingin tau itu menempel permanen hingga rasa ingin tahu tersebut menjadi
terwujud. Di sisi lain, terkadang ada juga seseorang yang ingin mengetahui
suatu hal karena memang benar-benar ingin tahu. Sehingga dia akan
mencari apa yang ingin diketahuinya itu sampai dia mendapatkannya.
Setelah hal yang dicari itu didapatkan, itulah yang dinamakan ilmu
8
pengetahuan. Ada lagi saat-saat ketika seseorang ingin mendapatkan suatu
pengetahuan, orang itu akan menemui keraguan dalam mengambil
keputusan. Rasa ragu-ragu inilah yang nantinya akan menghasilkan suatu
kepastian. Pada saat rasa ingin tahu sesorang muncul dan menemui
keraguan dalam membuat keputusan itulah yang memulai adanya filsafat.
Pemikiran filsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan
apa yang kita belum tahu. Pemikiran filsafat berarti berendah hati bahwa
tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan
tak terbatas ini.
a) Pemikiran filsafat tentang ilmu berarti kita akan berterus terang
kepada diri kita sendiri. Apakah sebenarnya yang saya ketahui
tentang ilmu?
b) Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu?
c) Mengapa sebaiknya atau seharunya mempelajari ilmu?
d) Dengan apa kita bisa mendapatkan ilmu?
Filsafat dan ilmu pada masa itu semata-mata untuk mencari
hakikat alam dan kehidupan manusia, tetapi pertanyaan bermunculan,
seperti untuk apa ilmu? Ke arah mana ilmu ditujukan? Apa wewenang
ilmu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki urgensi pada filosof dan
ilmuan yang ada pada abad ke 20 karena telah melalui dua perang dunia
dan kekhawatiran akan muncul perang dunia yang ketiga, maka ilmu
memiliki keterikatan nilai kepada orang yang menggunakannya
(Suriasumantri, 1985, p. 233). Maka, ilmu yang dulu bebas nilai atau
tidak memihak, berubah menjadi terikat nilai dan etika dari pengguna
ilmu tersebut.
Proses perkembangan ke arah pemikiran filasafat dapat
dibedakan, seperti:
a. Karakteristik Filsafat yang terdiri dari karakter menyeluruh
(tidak puas mengenali ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu
sendiri); karakter mendasar (tidak percaya begitu saja bahwa
ilmu itu benar); dan karakter spekulatif (mencurigai atau
memilih buah pikir yang dapat kita andalkan)
b. Filsafat sebagai peneratas pengetahuan, yang merupakan
9
langkah awal untuk mengetahui segala pengetahuan. Semua
ilmu baik ilmu alam maupun ilmu soaial, bertolak dari
pengembangannya bermula sebagai filsafat. Sekiranya kita
sadar bahwa filsafat adalah marinir bukan pionir karena
bukan pengetahuan yang bersifat merinci.
c. Bidang telaah filsafat, yang menelaah segala masalah yang
mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan
fungsinya sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang
pokok, terjawab masalah yang satu diapun mulai merambah.
d. Cabang Filsafat, yang terdiri dari: Epistimologi (Filsafat
Pengetahuan), Etika (Filsafat Moral), Etestika (Filsafat Seni),
Metafisika, Politik (Filsafat Pemerintahan), Filsafat Agama,
Filsafat Ilmu, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum, Filsafat
Sejarah dan Filsafat Matematika.
e. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat
Ilmu dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-
ilmu sosial, namun tidak terdapat perbedaan yang secara
prinsip antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dimana
keduanya memiliki ciri-ciri keilmuan yang sama.

6. Pentingnya belajar filsafat dan hubunganya dalam dunia Pendidikan


Dapat kita ketahui bahwasanya pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia secara manusiawi agar peserta didik memiliki
nilai kemanusiaan. Pendidikan juga dapat kita artikan sebagai
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok
orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Nilai-nilai kemanusiaan merupakan
intisari dari tujuan pendidikan, baik dalam hal pembentukan kepribadian,
karakteristik keterampilan maupun sikap dan kemampuan untuk patuh
kepada perintah Tuhan, taat beribadah, dan menjalankan Amanahnya
sebagai khalifah di muka bumi dengan sebaikbaiknya. Dengan kata lain,
nilai-nilai kemanusiaan yang diharapkan adalah kesediaan seseorang untuk

10
bertawakal kepada Tuhan sehingga memperoleh keselamatan dan
kedamaian.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan,
diantaranya adalah faktor landasan filsafat, terutama dalam hal
menentukan arah dan tujuan pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-
nilai filsafat baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
Ontologis berkenaan dengan pertanyaan mengapa harus ada
pendidikan, bagaimana merancang pendidikan, serta apa yang ingin
dicapai setelah pendidikan dilakukan. Adapun ranah epistemologi
berkenaan dengan proses dan pengetahuan apa yang akan digunakan
dalam proses serta ilmu pengetahuan apa yang akan diperoleh peserta
didik setelah proses ditempuh. Sedangkan aksiologi berkenaan dengan
nilai-nilai kegunaan atau manfaat dari pendidikan tersebut.
Berkenaan dengan landasan-landasan epistemologi, terdapat
berbagai aliran yang dapat digunakan dengan berbagai karakter dan
kekhasannya. Dalam penelitian, telaah difokuskan kepada dua aliran yang
sudah ada sejak lama, yakni aliran progresivisme dan esensialisme.
a) Aliran Progresivisme
Aliran filsafat progresivisme ini senantiasa berusaha
mengembangkan asas kemajuan dalam semua realita, terutama
dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan
hidup manusia. Kemudian, bagi yang menganut aliran ini dalam
bertindak harus praktis, dalam melihat segala sesuatu harus mampu
menemukan manfaat dari segi keunggulannya. Menurut Muis
(2004), Progresivisme disebut instrumentalisme, eksperimental, atau
environmentalisme. Disebut instrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa potensi atau kemampuan intelegensi manusia
sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk
mengembangkan kepribadian. Dinamakan eksperimental atau
empirik karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme
dinamakan juga environmentalisme karena aliran ini menganggap
bahwa lingkungan hidup ini mempengaruhi pembinaan kepribadian
seseorang. (Muis, 2004).
11
Pendapat lain menyatakan bahwa aliran progresivisme sepaham
dengan psikologi pragmatisme yang berpendapat bahwa suatu
keterangan itu benar kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau
suatu keterangan akan dikatakan benar kalau kebenaran itu sesuai
dengan kenyataan. Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan yang meliputi ilmu hayat, antropologi, dan
psikologi. Ilmu hayat berguna bagi manusia untuk mengetahui
semua masalah dirinya secara biologis dan kehidupan. Ilmu
antropologi berguna bagi manusia agar mengenal dirinya, bahwa
manusia memiliki pengalaman dan kemampuan mencipta budaya,
sehingga manusia dapat mencari dan menciptakan hal baru. Adapun
psikologi berguna bagi manusia bahwa dirinya mampu berpikir,
bahkan memikirkan tentang dirinya, tentang lingkungan,
pengalaman masa lalu, harapan di masa depan, sifat-sifat alam, serta
dapat menguasai dan mengatur alam dan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Pandangan dari segi pendidikanya Progresivisme merupakan
teori yang mucul dalam reaksi terhadap pendidikan tradisional yang
selalu menekankan kepada metode formal pengajaran. Pada dasarnya
teori ini menekankan beberapa prinsip, antara lain;
1) Proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik;
2) Peserta didik adalah sesuatu yang aktif, bukan pasif;
3) Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan
pengarah;
4) Sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan
demokratif;
Aktifitas pembelajaran lebih focus pada pemecahan masalah
bukan untuk mengajarkan materi kajian.
b) Aliran Esensialisme
Pada dasarnya, filsafat pendidikan esensialisme bertitik tolak dari
kebenaran yang dianggap telah terbukti selama berabad-abad
lamanya. Jika dilihat dari segi proses perkembangannya,
esensialisme merupakan perpaduan antara ide-ide filsafat idealisme
dan realisme. Aliran tersebut akan tampak lebih mantap dan kaya
12
akan ide-ide, apabila hanya mengambil salah satu dari aliran atau
posisi sepihak. Pertemuan dua aliran tersebut bersifat elektik, yakni
keduanya berposisi sebagai pendukung, tidak ada yang melebur
menjadi satu atau tidak melepaskan identitas dan ciri masing-masing
(Anwar, 2015).
Aliran esensialisme memandang bahwa pendidikan bertumpu
pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk yang dapat
menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah
goyah dan kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil. Maka
dari itu, idealnya pendidikan harus berpijak di atas nilai-nilai yang
sekiranya dapat mendatangkan kestabilan, telah teruji oleh waktu,
tahan lama, serta nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan telah
terseleksi (Anwar,2015). Adapun nilai-nilai yang dianggap dapat
dijadikan pijakan, yaitu nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang korelatif. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada
pertengahan abad kesembilan belas (Barnadib, 1997).
Konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk meneruskan
warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang
terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama.
Budaya tersebut merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh
waktu dalam tempo lama. Selain itu tujuan pendidikan esensialisme
adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun demikian
bukan berarti sekolah lepas tanggung jawab, akan tetapi memberi
kontribusi tentang bagaimana merancang sasaran mata pelajaran
sedemikian rupa, yang pada akhirnya memenuhi kebutuhan peserta
didik untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan.
c) Aliran pragmatisme
Pragmatisme merupakan suatu aliran modern yang mengajarkan
bahwa yang benar membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran
ini bersedia menerima apa saja asalkan praktis. Pengalaman-
pengalaman pribadi, mistik semua bisa diterima sebagai kebenaran
dan dasar tindakan asal membawa akibat yang praktis yang

13
bermanfaat. Dengan demikian dasar pragmatis merupakan manfaat
bagi hidup praktis.
Aliran ini memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap
mengalami perubahan terus menerus. Pragmatis adalah satu aliran
yang lebih mementingkan orientasi kepada pandangan anti posentris
(berpusat pada manusia) kemampuan kreativitas dan pertumbuhan
manusia kearah hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan
kecerdasan dan individual serta perbuatan dalam masyarakat.

C. ANALISIS
Makalah tentang “Pendekatan Filsafat Dalam Pendidikan” membahas
secara mendalam mengenai pendekatan filsafat terhadap Pendidikan, filsafat
sendiri adalah ilmu tentang cara berfikir atau bisa dijelaskan filsafat adalah ilmu
yang membantu kita membuka lebih banyak tentang cara berfikir dalam
kehidupan kita.

Filsafat sendiri sangat berpengaruh dalam dunia Pendidikan yang dimana


filsfat adalah pusat dari segala ilmu yang ada dan ilmu muncul juga berawal dari
adanya filsafat. Dan filsafat mengajarkan kepada kita untuk selalu berfikir kritis
dalam kehidupan sehingga kita mampu memcahkan masalah dalam kehidupan.

Seperti dalam pembahasan ini kaitan antara filsafat dan Pendidikan


menjadi sangat penting seklai, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu
sistem Pendidikan. Dapat dikatakan bahwa filsafat Pendidikan ialah kegiatan
pemikiran struktur yang mennjadi filsafat sebagai media dalam menyambungkan
proses Pendidikan, Menyusun, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai
dan tujuan yang ingin dicapai. Sehingga terdapat kesatuan yang utuh antara
filsafat dan Pendidikan.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat dan


Pendidikan terdapat duatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan.
Filsafat Pendidikan memiliki peran yang amat penting dalam sistem Pendidikan
karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha
perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem
Pendidikan.

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang mempelajari hakikat praktik pendidikan
dalam kaitannya dengan tujuan, konteks, metode, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan
dalam kaitannya dengan analisis kritis terhadap struktur dan teknologi penggunaannya.
Filsafat pendidikan juga merupakan jiwa, jiwa dan kepribadian sistem pendidikan
nasional, sehingga wajar jika sistem pendidikan nasional meresapi, dilandasi dan
mencerminkan jati diri, citra dan jiwa pancasila, cita-cita bangsanya. sasaran.
Ada tiga pendekatan filsafat pendidikan, yaitu generalisasi, normatif, dan kritik
radikal. Dimana pendekatan generalisasi adalah menggabungkan pandangan secara
keseluruhan, membentuk sistem pemikiran tertentu secara keseluruhan. Sementara
pendekatan normatif adalah pendekatan yang memikirkan secara mendalam tentang
standar yang harus dicapai oleh pendidikan, pendekatan krisis radikal adalah
pendekatan ilmiah yang selalu didasarkan pada satu atau lebih asumsi yang
mendasarinya.
Pada dasarnya awal pemikiran filosofis adalah pengetahuan, dimulai dengan
rasa ingin tahu, keraguan, dan filsafat dimulai dengan keduanya. Pengetahuan adalah
bagian dari pengetahuan yang diperoleh untuk dapat mengetahui segala sesuatu dalam
kehidupan. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan, diantaranya
adalah faktor filosofis dasar, terutama dalam aspek penentuan arah dan tujuan
pendidikan yang dikaitkan dengan nilai-nilai filosofis baik secara ontologis, kognitif
maupun sosial teori dan akibat wajar.

15
DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY Abidin, Z. (2006). Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan


'ARCS'.

Ahmadi, A. (2007). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Anwar, M. (2015). Filsafat Pendidikan. Kencana
Barnabid, I. (1997). Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode.
Dwiloka, B. (2005). Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.
Faiz, A. D. (2018). Etika Bimbingan dan Konseling dalam Pendekatan Filsafat Ilmu.
Indonesian Journal of Educational Counseling, 2(1), 1-12.
Jalaludin. (2012). Filsafat pendidikan : manusia, pendidikan. Jakarta: PT Raja Grapindo
Perseda.
Mas’ud, A. (2002). Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme
Relegius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam.
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditma.
Muis, I. (2004). Pendidikan Partisiptif Menimbang Konsep Fitrah dan Progesivisme
Jhon Dewey.
Salahudin, A. (2011). Filsafat pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Senge, P. M. (1994). The Fifth Discipline.
Sumardi. (2003). Pendidikan Progresif: Paradiguana untuk mengejar ketertinggalan
kwalitas di Indonesia.
Suriasumantri, J. S. (1985). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Suriasumantri, J. S. (1988). Filsafat ilmu. Jakarta: Sinar Harapan.
Tafsir, A. (2004). Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
Pengetahuan.
Yunus, H. A. (2016). Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1).

16

Anda mungkin juga menyukai