Oleh:
Prasetyo Laksono
NIM:12110194
Prasetyo Laksono
Fakultas Tarbiyah/Sekolah Tinggi Agama
Islam Walisembilan Semarang
e-mail: prasetyolaksono0@gmail.com
Abstrak
2
A. PENDAHULUAN
Realitas perubahan harus didekati secara fleksibel, karena
itu adalah suatu hukum alam dan juga merupakan "realitas supranatural".
Tuhan." Perubahan yang terus berubah akan mengubah cara Anda
memandangnya melihat dunia yang teratur ini sebagai dunia yang utuh
tantangan untuk mencapai ketenangan.
Perubahan ini akan membawa rancangan mekanisme atau
aturan yang terpisah akan menjadi sistem nilai Siapa yang “mulia” dan sekaligus
menjadi kaki tangan setiap individu, keluarga atau masyarakat masyarakat atau
kelompok masyarakat tertentu, atau pada gilirannya negara dan beberapa negara.
Hal ini dikemukakan oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdence, pasangan masa
depan terkemuka dunia, pada 1990-an yang meramalkan bahwa abad ke-21 akan
menjadi era baru (Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, 2004: Pertama). Ini
ternyata prediksi dari dua futuris dunia adalah "fakta tak terbantahkan" bahwa
realitas/waktu telah berubah menjadi era dengan nilai-nilai baru. Sebuah era di
mana berbagi global dalam kehidupan manusia adalah informasi global dan
fenomena ekonomi. Bahkan model hubungan menggantikan hirarki sebagai
modal utama mengatasi semua masalah hidup.
Dunia pendidikan juga tidak akan bisa lepas dari unsur perubahan. Maka
sangat wajar jika dari perspektif filosofis, pembelajaran (learning) oleh Peter M.
Senge (1994: 23) diartikan dengan study and practice constanly. Karena hal
tersebut tidak lepas dari hukum alam yang akan merongrong Pendidikan untuk
menapak tangga yang lebih tinggi dan juga menuntut untuk menempatkan
eksistensinya sesuai dengan tuntutan realitas. Tetapi walaupun dalam realitas
tersebut terus mengalir perubahan-perubahan yang menuntut hal lain pada dunia
pendidikan dan juga pada manusia, tetapi curiosity (sifat ingin tahu) harus tetap
menjadi spirit dalam hidup manusia. Artinya kedinamisan realitas harus
diimbangi dengan gerakan konstruktif-solutif. Meminjam statemen dari Russel
(dalam Abdurrahman Mas‟ud, 2002: 9) bahwa “it is better to be clearly wrong
than vaguely right”, maka sikap seperti itu seharusnya yang dibangun dalam
tatanan kehidupan dalam lingkaran pendidikan dan manusia sendiri untuk
memunculkan suatu sikap optimistik-selektif dan juga untuk menumbuhkan
spirit dalam mencari problem soulving untuk menjawab tuntutan realitas
terhadap pendidikan (way of life long education).
3
Oleh karena itu, harus ada pendekatan filosofis terhadap pendidikan,
karena filsafat pendidikan berusaha menjelaskan keadaan pendidikan agar
menjadi jelas hubungan antara unsur-unsur pokok pendidikan dengan orang
yang mengajarkannya. pengobatan untuk praktek pendidikan. Unsur-unsur dasar
tersebut adalah peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, metode pengajaran,
dan lain-lain. Bidang filsafat pendidikan adalah pergaulan, yaitu pergaulan
antara orang dewasa dan anak-anak.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang berarti ci
nta akan kebijaksanaan. Akar katanya adalah philos (Philia: cinta, kebahag
iaan, suka) dan sophia (pengetahuan, kebijaksanaan dan kebijaksanaan).
Filsafat adalah disiplin pemikiran yang berhubungan dengan pengetahuan
atau kebijaksanaan. Menurut Bertrand Russell juga, “filsafat berada di
antara teologi dan sains, tidak ada tanah manusia”. Dan juga menurut
Hasan Shadini dalam Jalaludin (1997:9), “Filsafat adalah cinta
pengetahuan atau kebenaran, kebijaksanaan dan kebijaksanaan. Sedangkan
menurut Imam Barnadib dalam Jalaludin (1997:9) “Filsafat sebagai
pandangan global dan sistematis. Dengan demikian, filsafat diartikan
sebagai cara berpikir atau pandangan yang sistematik, universal dan
mendasar tentang suatu kebenaran.
5
pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
b) Menurut John Dewey (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang pundamental, baik yang menyangkut daya piker
(intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat
manusia.
c) Menurut Imam Brnadib (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan,
baginya pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis pilosofis
terhadap bidang pendidikan.
d) Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung (1988), Filsafat
pendidikan adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul
dari sifat filsafat seorang pendidik dari penggalaman-
pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari
kajiannya tentang berbagai ilmu yang berhubungan dengan
pendidikan dan berdasar itu pendidik dapat mengtahui sekolah
berkembang.
e) Menurut Zanti Arbi (1998), Filsafat pendidikan didefinisikan
sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang aspek-
aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi
dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan secara praktis.
10
bertawakal kepada Tuhan sehingga memperoleh keselamatan dan
kedamaian.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan,
diantaranya adalah faktor landasan filsafat, terutama dalam hal
menentukan arah dan tujuan pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-
nilai filsafat baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
Ontologis berkenaan dengan pertanyaan mengapa harus ada
pendidikan, bagaimana merancang pendidikan, serta apa yang ingin
dicapai setelah pendidikan dilakukan. Adapun ranah epistemologi
berkenaan dengan proses dan pengetahuan apa yang akan digunakan
dalam proses serta ilmu pengetahuan apa yang akan diperoleh peserta
didik setelah proses ditempuh. Sedangkan aksiologi berkenaan dengan
nilai-nilai kegunaan atau manfaat dari pendidikan tersebut.
Berkenaan dengan landasan-landasan epistemologi, terdapat
berbagai aliran yang dapat digunakan dengan berbagai karakter dan
kekhasannya. Dalam penelitian, telaah difokuskan kepada dua aliran yang
sudah ada sejak lama, yakni aliran progresivisme dan esensialisme.
a) Aliran Progresivisme
Aliran filsafat progresivisme ini senantiasa berusaha
mengembangkan asas kemajuan dalam semua realita, terutama
dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan
hidup manusia. Kemudian, bagi yang menganut aliran ini dalam
bertindak harus praktis, dalam melihat segala sesuatu harus mampu
menemukan manfaat dari segi keunggulannya. Menurut Muis
(2004), Progresivisme disebut instrumentalisme, eksperimental, atau
environmentalisme. Disebut instrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa potensi atau kemampuan intelegensi manusia
sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk
mengembangkan kepribadian. Dinamakan eksperimental atau
empirik karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme
dinamakan juga environmentalisme karena aliran ini menganggap
bahwa lingkungan hidup ini mempengaruhi pembinaan kepribadian
seseorang. (Muis, 2004).
11
Pendapat lain menyatakan bahwa aliran progresivisme sepaham
dengan psikologi pragmatisme yang berpendapat bahwa suatu
keterangan itu benar kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau
suatu keterangan akan dikatakan benar kalau kebenaran itu sesuai
dengan kenyataan. Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan yang meliputi ilmu hayat, antropologi, dan
psikologi. Ilmu hayat berguna bagi manusia untuk mengetahui
semua masalah dirinya secara biologis dan kehidupan. Ilmu
antropologi berguna bagi manusia agar mengenal dirinya, bahwa
manusia memiliki pengalaman dan kemampuan mencipta budaya,
sehingga manusia dapat mencari dan menciptakan hal baru. Adapun
psikologi berguna bagi manusia bahwa dirinya mampu berpikir,
bahkan memikirkan tentang dirinya, tentang lingkungan,
pengalaman masa lalu, harapan di masa depan, sifat-sifat alam, serta
dapat menguasai dan mengatur alam dan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Pandangan dari segi pendidikanya Progresivisme merupakan
teori yang mucul dalam reaksi terhadap pendidikan tradisional yang
selalu menekankan kepada metode formal pengajaran. Pada dasarnya
teori ini menekankan beberapa prinsip, antara lain;
1) Proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik;
2) Peserta didik adalah sesuatu yang aktif, bukan pasif;
3) Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan
pengarah;
4) Sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan
demokratif;
Aktifitas pembelajaran lebih focus pada pemecahan masalah
bukan untuk mengajarkan materi kajian.
b) Aliran Esensialisme
Pada dasarnya, filsafat pendidikan esensialisme bertitik tolak dari
kebenaran yang dianggap telah terbukti selama berabad-abad
lamanya. Jika dilihat dari segi proses perkembangannya,
esensialisme merupakan perpaduan antara ide-ide filsafat idealisme
dan realisme. Aliran tersebut akan tampak lebih mantap dan kaya
12
akan ide-ide, apabila hanya mengambil salah satu dari aliran atau
posisi sepihak. Pertemuan dua aliran tersebut bersifat elektik, yakni
keduanya berposisi sebagai pendukung, tidak ada yang melebur
menjadi satu atau tidak melepaskan identitas dan ciri masing-masing
(Anwar, 2015).
Aliran esensialisme memandang bahwa pendidikan bertumpu
pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk yang dapat
menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah
goyah dan kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil. Maka
dari itu, idealnya pendidikan harus berpijak di atas nilai-nilai yang
sekiranya dapat mendatangkan kestabilan, telah teruji oleh waktu,
tahan lama, serta nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan telah
terseleksi (Anwar,2015). Adapun nilai-nilai yang dianggap dapat
dijadikan pijakan, yaitu nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang korelatif. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada
pertengahan abad kesembilan belas (Barnadib, 1997).
Konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk meneruskan
warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang
terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama.
Budaya tersebut merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh
waktu dalam tempo lama. Selain itu tujuan pendidikan esensialisme
adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun demikian
bukan berarti sekolah lepas tanggung jawab, akan tetapi memberi
kontribusi tentang bagaimana merancang sasaran mata pelajaran
sedemikian rupa, yang pada akhirnya memenuhi kebutuhan peserta
didik untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan.
c) Aliran pragmatisme
Pragmatisme merupakan suatu aliran modern yang mengajarkan
bahwa yang benar membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran
ini bersedia menerima apa saja asalkan praktis. Pengalaman-
pengalaman pribadi, mistik semua bisa diterima sebagai kebenaran
dan dasar tindakan asal membawa akibat yang praktis yang
13
bermanfaat. Dengan demikian dasar pragmatis merupakan manfaat
bagi hidup praktis.
Aliran ini memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap
mengalami perubahan terus menerus. Pragmatis adalah satu aliran
yang lebih mementingkan orientasi kepada pandangan anti posentris
(berpusat pada manusia) kemampuan kreativitas dan pertumbuhan
manusia kearah hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan
kecerdasan dan individual serta perbuatan dalam masyarakat.
C. ANALISIS
Makalah tentang “Pendekatan Filsafat Dalam Pendidikan” membahas
secara mendalam mengenai pendekatan filsafat terhadap Pendidikan, filsafat
sendiri adalah ilmu tentang cara berfikir atau bisa dijelaskan filsafat adalah ilmu
yang membantu kita membuka lebih banyak tentang cara berfikir dalam
kehidupan kita.
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang mempelajari hakikat praktik pendidikan
dalam kaitannya dengan tujuan, konteks, metode, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan
dalam kaitannya dengan analisis kritis terhadap struktur dan teknologi penggunaannya.
Filsafat pendidikan juga merupakan jiwa, jiwa dan kepribadian sistem pendidikan
nasional, sehingga wajar jika sistem pendidikan nasional meresapi, dilandasi dan
mencerminkan jati diri, citra dan jiwa pancasila, cita-cita bangsanya. sasaran.
Ada tiga pendekatan filsafat pendidikan, yaitu generalisasi, normatif, dan kritik
radikal. Dimana pendekatan generalisasi adalah menggabungkan pandangan secara
keseluruhan, membentuk sistem pemikiran tertentu secara keseluruhan. Sementara
pendekatan normatif adalah pendekatan yang memikirkan secara mendalam tentang
standar yang harus dicapai oleh pendidikan, pendekatan krisis radikal adalah
pendekatan ilmiah yang selalu didasarkan pada satu atau lebih asumsi yang
mendasarinya.
Pada dasarnya awal pemikiran filosofis adalah pengetahuan, dimulai dengan
rasa ingin tahu, keraguan, dan filsafat dimulai dengan keduanya. Pengetahuan adalah
bagian dari pengetahuan yang diperoleh untuk dapat mengetahui segala sesuatu dalam
kehidupan. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan, diantaranya
adalah faktor filosofis dasar, terutama dalam aspek penentuan arah dan tujuan
pendidikan yang dikaitkan dengan nilai-nilai filosofis baik secara ontologis, kognitif
maupun sosial teori dan akibat wajar.
15
DAFTAR PUSTAKA
16