Oleh
Oleh
Kelompok 1
Anggota Kelompok 1:
NI GUSTI AYU SRINISARI ( 202309001 )
HILDA YUYUNTI THERESIA SURIANTI (202309002 )
LIRA MELIANI PUTRI SARAGIH ( 202309003 )
LUH PUTU ELIK SRI KARISMA ( 202309004 )
MONARISA BR SIAHAAN ( 202309005 )
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Realitas sebuah perubahan harus disikapi secara flexible, karena itu
merupakan suatu hukum alam dan juga merupakan “realitas keagungan
Tuhan”. Perubahan yang terus bergulir akan mengubah perspektif yang
memandang dunia ini penuh keteraturan menjadi dunia yang penuh tantangan untuk
mencapai ketenangan.
Perubahan tersebut akan membawa rancangan mekanisme atau aturan
tersendiri yang akan menjadi suatu sistem nilai-nilai (systems of values) yang
“luhur” dan juga menjadi pegangan setiap individu, keluarga, atau kelompok
komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara
tertentu. Hal ini pernah disinyalir oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdence,
futurolog suami istri terkemuka dunia, pada era dekade tahun 90- an yang
meramalkan bahwa abad 21 merupakan era baru (Imam Tholkhah dan Ahmad
Barizi, 2004: 1). Ternyata ramalan dua futurolog dunia tersebut menjadi “kebenaran
tak terbantahkan” bahwa perubahan realitas/era telah menjadi era dengan nilai baru.
Suatu era di mana yang menjadi bagian global dalam kehidupan manusia adalah
fenomena ekonomi global dan informasi. Bahkan pola relasi menggantikan hirarki
sebagai modal utama untuk menyelesaikan semua problema kehidupan.
Dunia pendidikan juga tidak akan bisa lepas dari unsur perubahan.
Maka sangat wajar jika dari perspektif filosofis, pembelajaran (learning) oleh Peter
M. Senge (1994: 23) diartikan dengan study and practice constanly. Karena hal
tersebut tidak lepas dari hukum alam yang akan merongrong pendidikan untuk
menapak tangga yang lebih tinggi dan juga menuntut untuk menempatkan
eksistensinya sesuai dengan tuntutan realitas. Tetapi walaupun dalam realitas
tersebut terus mengalir perubahan-perubahan yang menuntut hal lain pada dunia
pendidikan dan juga pada manusia, tetapi curiosity (sifat ingin tahu) harus tetap
menjadi spirit dalam hidup manusia. Artinya kedinamisan realitas
harus diimbangi dengan gerakan konstruktif-solutif. Meminjam statemen dari
2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang berarti sebagai
cinta kearifan. Akar katanya yaitu philos ( Philia : cinta, senang, suka,) dan
sophia (pengetahuan, hikmah, dan bijaksana). Filsafat merupakan sebuah
disiplin berpikir yang terkait dengan pengetahuan ataupun kebijaksanaan.
Menurut Bertrand Russell juga, “Filsafat adalah antara teologi dan ilmu
pengetahuan terletak suatu daerah tak bertuan”. Dan juga menurut Hasan
Shadini dalam Jalaludin (1997:9), “Filsafat adalah cinta kepada ilmu
pengetahuan atau kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Sedangkan menurut
Imam Barnadib dalam Jalaludin (1997:9),”Filsafat sebagai pandangan yang
menyeluruh dan sistematis. Jadi filsafat diartikan sebagai cara berfikir atau
pandangan yang sistematis, menyeluruh, dan mendasar tentang suatu
kebenaran.
2. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang berdiri pada makna dan
hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan ke dalam satu
tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang menunjuk ke dalam
suatu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan. Filsafat dan pendidikan juga
memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirilah filsafat pendidikan
yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalanpersoalan pendidikan
yang bersifat filosofis. Dengan kata lain, kemunculan filsafat pendidikan ini
disebabkan banyaknya perubahan dan permasalahan yang timbul dilapangan
pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh filsafat. Menurut John Dewey,
seorang filsof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan
pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat
dalam pengalaman pendidikan.
4. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung (1988), Filsafat pendidikan adalah teori
atau ideologi pendidikan yang muncul dari sifat filsafat seorang pendidik dari
penggalaman-pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya
tentang berbagai ilmu yang berhubungan dengan pendidikan dan berdasar itu
pendidik dapat mengtahui sekolah berkembang.
2. Pendekatan Normatif
Kesimpulan
Filsafat pendidikan merupakan pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan yang
berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan
analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya. Filsafat pendidikan juga merupakan jiwa, roh, dan
kepribadian sistem kependidikan nasional, karenanya sistem pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari
dan mencerminkan identitas pancasila, citra dan karsa bangsa kita, atau tujuan nasional.
Ada tiga pendekatan filsafat pendidikan yakni pendekatan sinoptik, normatif, dan kritis radikal.
Dimana pendekatan sinoptik adalah memadukan pandangan secara keseluruhan, sehingga membentuk suatu
sistem pemikiran tertentu secara utuh. Sedangkan pendekatan normatif ialah pendekatan yang memikirkan
secara mendalam norma yang seharusnya di capai pendidikan, dan pendekatan krisis radikal adalah
pendekatan ilmiah yang selalu didasarkan pada satu atau beberapa asumsi dasar.
Pada dasarnya awal dari pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal ini dimulai dengan rasa ingin tahu,
rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduaduanya. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
dipelajari untuk bisa mengetahui segala sesuatu di dalam kehidupan. Banyak faktor yang menentukan
keberhasilan pendidikan, diantaranya adalah faktor landasan filsafat, terutama dalam hal menentukan arah dan
tujuan pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-nilai filsafat baik secara ontologis, epistemologis,
maupun aksiologis.
DAFTAR PUSTAKA