Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN


TENTANG
PARADIGMA PENDIDIKAN: FILSAFAT, TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK
PENDIDIKAN

OLEH:

TRI NURZA RAHMAWATI


19169046/2019

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
PARADIGMA PENDIDIKAN: FILSAFAT, TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK
PENDIDIKAN

A. RINGKASAN
1. Filsafat Pendidikan
a. Pengertian Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang
pendidikan yang berguna untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh orang-
orang yang bekerja dalam bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga
kependidikan.

b. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan


a) Secara makro
b) Secara mikro
c. Manfaat Filsafat Pendidikan
a) Membiasakan kita berpikir kritis dan reflektif
b) Memberikan pengertian yang mendalam akan problema-problema esensial
c) Memberi kesempatan kepada kita membiasakan diri untuk mengadakan
perenungan mendalam
d) Memberi kesempatan pada pendidik untuk meninjau kembali pandangan
filsafat pendidikan
e) Keragaman aliran-aliran filsafat pendidikan dalam pengertian betapa
banyaknya aliran tentang dasar-dasar dan tujuan pendidikan.
d. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
1) Filsafat pendidikan Idealisme
2) Filsafat pendidikan Realisme
3) Filsafat pendidikan Materialisme
4) Filsafat pendidikan Pragmatisme
5) Filsafat pendidikan Eksistensialisme
6) Filsafat pendidikan Progresivisme
7) Filsafat pendidikan Perenialisme
8) Filsafat pendidikan Esensialisme
9) Filsafat pendidikan Rekonstruksionalisme
2. Teori Pendidikan
a) Pengertian Teori Pendidikan

Teori pendidikan dikemukakan oleh Danim (2010: 96) menyatakan bahwa Teori
pendidikan berkaitan dengan cita-cita, tujuan, dan metode pendidikan, serta sesuai
dengan apa yang disebut filsafat pendidikan. Teori ini memiliki “kesepakatan” dengan
pendidikan sebagai fenomena atau secara objektif dapat diamati, yang disebut sebagai
ilmu pendidikan.
b) Manfaat Teori Pendidikan.
c) Pendekatan Dalam Teori Pendidikan
a. Pendekatan sains
b. Pendekatan filosofi
c. Pendekatan religi
d. Pendekatan multidisipllin
3. Praksis pendidikan
a. Pengertian Praktis Pendidikan

Pusat Bahasa (2008: 1098) menyatakan bahwa Praksis adalah praktik (dalam
bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia). lebih lanjut Pusat Bahasa (2008:
1098) menyatakan bahwa Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori. Sedangkan Bagus (2002: 880) menyatakan bahwa Praksis
adalah perbuatan, kegiatan, tindakan, aksi, dan praktek. Kemudian beberapa
pengertian lain menyatakan bahwa praksis biasanya mengacu pada perilaku
manusia yang praktis, termasuk kegiatan etis dan politis.

4. Praktik Pendidikan
Pengertian tentang praktik pendidikan disampaikan oleh Redja M. (dalam
Sadulloh: 2006: 1-2) yang menyatakan bahwa praktik pendidikan adalah seperangkat
kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan
tingkah laku yang diharapkan.
Aspek-Aspek Praktik Pendidikan
 Aspek tujuan
 Aspek proses kegiatan
 Aspek dorongan (motivasi)
B. PEMBAHASAN
1. Filsafat Pendidikan
1) Pengertian Filsafat Pedidikan

Kuswana (2013: 27) menyatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan studi


filosofis mengenai tujuan dan proses dalam mencapai tujuan cita-cita pendidikan. Hal
yang sangat mendasar, seperti pola pengasuhan dalam mendidik, nilai-nilai dan norma
yang dinyatakan melalui proses pendidikan, batas-batas dan legitimasi pendidikan
sebagai disiplin akademis serta hubungan antara teori dengan praktik pendidikan.

Jalaluddin dan Idi (2012: 9) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu
pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan, merumuskan kadiah-kaidah, norma-
norma dan / atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh
manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Usiono (2006: 90-91) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah aplikasi


konsep filsafat atau kaidah filsafat dalam bidang pendidikan. Aplikasi konsep filsafat
tersebut diarahkan untuk menjawab persoalan substansial pendidikan, dan
memecahkan masalah-masalah praktis filosofis pendidikan yang dihadapi oleh para
pendidik dan masyarakat.

Dewey (dalam Arifin: 1996: 2) menyatakan bahwa tugas filsafat dan pendidikan
adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia.

Brubacher (dalam Arifin: 1996: 3) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah


filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena
punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi
ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena
filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.

Barnadib (1982: 20) menyatakan bahwa Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis filosofis
terhadap bidang pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan
adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang pendidikan yang berguna
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh orang-orang yang bekerja dalam
bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga kependidikan.

2) Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Tim Dosen IKIP Malang (dalam Jalaluddin dan Idi: 2012: 12) menyatakan
bahwa secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan
kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek
pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan
meliputi:

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education).


2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the
nature of man).
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama,
dan kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan
politik pendidikan (sistem pendidikan).
6. Merumuskan sistem nilai norma agama atau isi moral pendidikan yang merupakan
tujuan pendidikan.

Jalaluddin dan Idi (2012: 12) menyatakan bahwa Ruang lingkup filsafat
pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu
dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

3) Manfaat Filsafat Pendidikan


Salam (2002: 3) menyatakan bahwa ada beberapa manfaat mempelajari
filsafat pendidikan antara lain:
1) Membiasakan kita berpikir kritis dan reflektif terhadap problema-problema
kehidupan dan penghidupan manusia.
2) Memberikan pengertian yang mendalam akan problema-problema esensial dan
dasar-dasar pertimbangan mana yang harus kita gunakan dalam menyelesaikan
problema pendidikan.
3) Memberi kesempatan kepada kita membiasakan diri untuk mengadakan
perenungan mendalam, atau berteori, betapa pun kurang atau belum sempurnanya
teori tersebut.
4) Memberi kesempatan pada pendidik atau guru untuk meninjau kembali pandangan
filsafat pendidikan yang selama ini diyakininya.
5) Bahwa berdasar kenyataan keragaman aliran-aliran filsafat pendidikan dalam
pengertian betapa banyaknya aliran tentang dasar-dasar dan tujuan pendidikan
yang menuntut kepada kaum pendidik untuk meninjau kembali segala macam
perbedaan itu, secara bebas, kritis, dan reflektif.

4) Aliran-aliran dalam Filsafat Pendidikan


1) Filsafat pendidikan idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh,
bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera
adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap
dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam
aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al
Ghazali.
2) Filsafat pendidikan realisme merupakan filsafat yang memandang realitas
secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas
dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian,
yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak
lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles,
Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke,
Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3) Filsafat pendidikan materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah
materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Demokritus beserta para
pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian- bagian
kecil yang tidak dapat dibagi- bagi lagi (yang disebut atom- atom). Atom-
atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat
melihatnya. Atom- atom itu bergerak, sehingga dengan demikian membentuk
realitas pada panca indra kita. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme:
Demokritos, Ludwig Feurbach.
4) Filsafat pendidikan pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli.
Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang
berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.
Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce,
wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Ketiga filosof tersebut berbeda, baik
dalam metodologi maupun dalam kesimpulannya. Pragmatisme Pierce
dilandasi oleh sains- sains sosial, fisika dan matematika, filsafat Dewey
dilandasi oleh sains- sains sosial dan biologi, sedangkan pragmatism James
adalah personal, psikologis dan mungkin religious.
5) Filsafat pendidikan eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan
kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari
keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau
realitas. Di sisi lain, eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir
mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang pengalaman manusia
dan tindakan kongkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional
untuk hakikat manusia. Secara umum, eksistensial menekankan pilihan kreatif,
subyektivitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren
Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl JasperGabril Marcel, Paul
Tillic.
6) Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau
aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa
pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan
pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini: George
Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C.
Neff.
7) Filsafat pendidikan perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan
yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi
terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme
yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang
situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio
kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan
tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan
teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard
Hutchins dan ortimer Adler.
8) Filsafat pendidikan esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif
yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif
di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah
merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa
tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed
dan Isac L. Kandell.
9) Filsafat pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George
Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru,
masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline
Pratt, George Count, Harold Rugg.
2. Teori Pendidikan
1) Pengertian Teori Pendidikan

Teori pendidikan dikemukakan oleh Danim (2010: 96) menyatakan bahwa


Teori pendidikan berkaitan dengan cita-cita, tujuan, dan metode pendidikan, serta
sesuai dengan apa yang disebut filsafat pendidikan. Teori ini memiliki “kesepakatan”
dengan pendidikan sebagai fenomena atau secara objektif dapat diamati, yang disebut
sebagai ilmu pendidikan.
2) Manfaat Teori Pendidikan
Sadulloh (2006: 2) menyatakan bahwa Pendidikan memerlukan teori, karena
teori pendidikan akan memberikan manfaat sebagai berikut
1) Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah dan
tujuan yang akan dicapai.
2) Teori pendidikan berfungsi untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
praktik pendidikan. Dengan memahami teori, kita akan mengetahui mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.
3) Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai tolok ukur sampai di mana kita telah
berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.
3) Empat Teori Utama Bidang Pendidikan
Danim (2010 : 97) menyatakan bahwa Empat teori utama bidang pendidikan
yaitu teori fungsionalis, teori konflik, teori interaksionis, dan teori
rekonstruksionis.
a) Teori Fungsionalis
Danim (2010 : 97) menyatakan bahwa Teori fungsionalis berfokus pada cara-
cara pendidikan melayani kebutuhan masyarakat secara universal, khususnya peserta
didik atau siswa. Durkheim adalah tokoh fungsionalis pertama yang melihat
pendidikan dalam mewujudkan peran: penyampaian pengetahuan dan keterampilan
dasar ke generasi berikutnya. Titik tekan lain dari fungsionalis adalah peran laten
pendidikan seperti transmisi nilai-nilai inti (core values) dan kontrol sosial. Nilai-
nilai inti dalam pendidikan mencerminkan karakteristik yang utamanya mendukung
dan mendukung sistem ekonomi dan politik.
b) Teori Konflik
Danim (2010: 99) menyatakan bahwa teori konflik melihat tujuan pendidikan
sebagai upaya menjaga kesenjangan sosial dan melestarikan kekuasaan orang-orang
yang mendominasi masyarakat. Teori konflik melihat sistem pendidikan sebagai
mengekalkan status quo dengan cara menumpulkan kelas bawah menjadi pekerja
yang patuh. Danim (2010: 99) menyatakan bahwa teori konflik memposisikan anak
dari kelas pekerja menerima posisi mereka sebagai kelas yang lebih rendah” dari
anggota masyarakat. Teori konflik menyebut peran pendidikan dengan kurikulum
tersembunyi.
c) Teori Interaksionis Simbolis
Danim (2010 : 100) menyatakan bahwa Fokus teori interaksionis simbolis
membatasi analisis pendidikan dengan secara langsung mengamati apa yang
terjadi di dalam kelas. Mereka berfokus pada bagaimana ekspektasi guru
memengaruhi kinerja, persepsi, dan sikap siswa. Rist melakukan penelitian
dengan pendekatan interaksionis simbolis dan mendapatkan hasil yaitu para
siswa yang duduk lebih dekat dengan guru menerima perhatian dan diperlakukan
lebih baik. Semakin jauh tempat duduk siswa dari gurunya, aktivitas yang
dilakukan gurunya menjadi makin lemah pula.
d) Teori Rekonstruksionis
Danim (2010 : 101) menyatakan bahwa Teori rekonstruksionis dikemukakan
oleh Count dan Brameld. Mereka kemudian membentuk rekonstruksionis sosial
sebagai reaksi terhadap realitas Perang Dunia II. Kemudian Count mengakui
bahwa penddikan adalah cara paling tepat untuk mempersiapkan orang
menciptakan tatanan sosial baru. Inilah esensi teori rekonstruksionis sosial.
Danim (2010: 103) menyatakan bahwa Dalam kerangka rekonstruksionis sosial
dan teori kritis, kurikulum berfokus pada pengalaman siswa dan mengambil
tindakan sosial terhadap masalah nyata, seperti kekerasan, kelaparan, terorisme
internasional, inflasi, dan kesenjangan sosial-ekonomi. Strategi untuk menangani
masalah-masalah kontroversial (khususnya di bidang sosial, seni, atau
kerajinan), penyelidikan, dialog, dan berbagai perspektif harus menjadi fokus.
Strategi pembelajaran harus berbasis masyarakat dan mampu membawa dunia ke
dalam kelas.
4) Pendekatan Teori Pendidikan
Pendekatan-pendekatan dalam menyusun teori pendidikan terdiri dari
pendekatan sains, pendekatan filosofi, pendekatan religi, dan pendekatan multi
disiplin.
a) Pendekatan Sains

Sadulloh (2006: 5) menyatakan bahwa pendekatan sains terhadap pendidikan,


yaitu suatu pengkajian dengan menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah,
dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Teori pendidikan dengan
pendekatan sains disebut sains pendidikan. Cara kerja yang dipergunakan
sebagaimana prinsip-prinsip dan metode kerja sains. Sains pendidikan
menghasilkan ilmu pendidikan sebagai terapan dari sains dasarnya.

b) Pendekatan Filosofis

Sadulloh (2006: 8) menyatakan bahwa pendekatan filosofis terhadap


pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pengetahuan atau teori
pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofi disebut filsafat
pendidikan. Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk
membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan, di mana pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia.

c) Pendekatan Religi

Sadulloh (2006: 10-11) menyatakan bahwa pendekatan religi terhadap


pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk
menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat dijadikan landasan
untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan kepercayaan dan
nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan
pendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis
pendidikan. Teori pendidikan dengan pendekatan religi, hanya akan diikuti oleh
kelompoknya, atau para penganutnya yang sudah menyakini dan mengimani
kebenaran ajaran religi tersebut.

d) Pendekatan Multidisiplin

Sadulloh (2006: 11-12) menyatakan bahwa Untuk menghasilkan suatu konsep


yang komprehensif dan menyeluruh dalam mempelajari pendidikan tidak bisa
hanya dengan menggunakan salah satu pendekatan atau disiplin saja. Jadi,
pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang menyeluruh
(pendekatan holistik), pendekatan multidisiplin yang terpadu. Pendekatan filosofi,
pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin pendekatan seni, kita
pergunakan secara terpadu tidak berdiri masing-masing secara terpisah.

3. Praksis Pendidikan

Praksis berhubungan dengan bagaimana mengaplikasikan teori ke dalam praktiknya.


Hubungan antara teori dan praktik lalu dijelaskan oleh Dalton (dalam Danim: 2010: 129)
menyatakan bahwa Keterhubungan antara ilmu atau teori dan seni atau praktik
kependidikan juga dapat dibangun melalui kerangka kebijakan yang mengkodifikasi
pengetahuan kependidikan dan cabang ilmu lain yang dimiliki oleh guru. Standar
profesional yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh guru, pemahaman
dimensi pedagogik dan kepribadian siswa, bagaimanapun telah mengintegral dengan
persyaratan profesionalnya.
 Masalah dalam Praksis Pendidikan

Kebanyakan guru mempraktikkan praktis saja dalam proses pembelajaran, bukan


mempraktikkan teori. Pada umumnya kata O’neill (2001: 38) bahwa Guru berperilaku
berdasarkan kebiasaan, tatacara, atau dorongan hati (impuls) bukan dengan melandaskan
perilaku pada keyakinan-keyakinan intelektual yang matang. Merujuk pada pendapat
O’neill, pembelajaran harus berimplikasi dengan landasan dan teori pembelajaran yang
membangun kegiatan belajar itu terjadi. Apakah itu landasan filosofis, landasan historis,
landasan yuridis, landasan psikologi atau teori-teori belajar, teori sistem dan teori
komunikasi. Ketika pembelajaran berlandaskan pada landasan dan teori pembelajaran
maka pembelajaran dapat diwujudkan sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik
dan psikologis siswa.

4. Praktik pendidikan

Berikut ini akan dijelaskan tentang arti praktik menurut Pusat Bahasa dan Endarmoko
(2008: 1098) menyatakan bahwa Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori. Sedangkan, Endarmoko (2009: 485) menyatakan bahwa Praktik
adalah aksi, aplikasi, implementasi, manifestasi, operasi, pelaksanaan, penerapan,
pengamalan, pengerjaan, dan realisasi. Setelah sudah dijelaskan tentang praktik maka
sekarang akan dijelaskan tentang pendidikan. Berikut ini penjelasan tentang pendidikan
dari beberapa sumber: Ahmadi dan Uhbiyati (200: 70) menyatakan bahwa Pendidikan
pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung
jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari
keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung
terus menerus.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha


sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setelah sudah
disajikan tentang arti praktik dan pendidikan maka akan digabungkan arti praktik dan
pendidikan menjadi praktik pendidikan. Dari penjelasan yang disampaikan oleh beberapa
ahli di atas maka dapat diambil sintesis tentang arti praktik pendidikan yaitu pelaksanaan
secara nyata untuk menjalankan usaha dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Pengertian tentang praktik pendidikan juga disampaikan oleh Redja M. (dalam


Sadulloh: 2006: 1-2) yang menyatakan bahwa praktik pendidikan adalah seperangkat
kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan
tingkah laku yang diharapkan. Praktik pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu;

1) Aspek Tujuan
Tujuan praktik pendidikan adalah membantu pihak lain mengalami perubahan
tingkah laku fundamental yang diharapkan.
2) Aspek Proses Kegiatan
Proses kegiatan seperangkat kegiatan sosial/bersama, usaha menciptakan peristiwa
pendidikan dan mengarahkannya, serta merupakan usaha secara sadar atau tidak
sadar melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan.
3) Aspek Dorongan (Motivasi)
Dorongan atau motivasi untuk melaksanakan praktik pendidikan muncul karena
dirasakan adanya kewajiban untuk menolong orang lain.
Hallam dan Ireson (dalam Danim: 2010: 129) menyatakan bahwa Dalam praktik
pendidikan guru perlu mengembangkan pendekatan mereka sendiri untuk praktik
kependidikan dengan memperhatikan saran-saran berikut:
1) Pertimbangan tujuan pendidikan dan nilai-nilai yang mendukung pengajaran.
2) Pengetahuan tentang teori belajar.
3) Pengetahuan tentang konsep-konsep yang berbeda dari mengajar.
4) Pengetahuan tentang model pengajaran dan pembelajaran dan interaksi
dinamis karakteristik lingkungan belajar, tuntutan tugas, proses pengajaran
dan pembelajaran, dan berbagai jenis pembelajaran.
5) Memahami bagaimana pedagogi dapat dioperasionalkan di dalam kelas.
6) Pengetahuan dan keterampilan untuk mengevaluasi praktik, penelitian, dan
teori yang berkaitan dengan pendidikan.
C. TANGGAPAN

Terdapat empat istilah yang sering dibicarakan, yaitu filsafat, teori, praksis dan
praktik. Dalam pelaksanaan pendidikan pun perlu mempertimbangkan hal-hal yang
berhubungan dengan filsafat, teori dan bagaimana praktekknya. Filsafat merupakan akar
dari semua ilmu, tetapi ilmu bukan turunan filsafat. Ilmu menelusuri filsafat. Teori dapat
lahir dari filsafat karena berpikir mendalam sehingga dapat menemukan teori baru.
Filsafat merupakan hasil pemikiran, hasil pemikiran dapat menjadi teori ketika ditemukan
menggunakan metode ilmiah. Misalnya penemuan hukum-hukum tertentu yang sudah
melewati metode ilmiah dan apabila dibuktikan akan menemukan hasil yang sama.
Kemudian tataran selanjutnya adalah praksis, praksis merupakan penerapan teori ke
dalam praktek. Praksis dapat berupa aturan-aturan atau panduan dalam mempraktekkan
teori.

Akan tetapi praksis pendidikan sering kali dilupakan, seperti yang sudah dijelaskan
bahwa teori lahirnya karena ada filsafat, tetapi teori bukan turunan filsafat. Seperti
pendapat John Dewey, bahwa filsafat merupakan teori umum sebagai landasan dari
semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dengan berpikir mendalam, lahir sebuah
teori tetapi dengan adanya sebuah pemikiran filosof, tidak otomatis melahirkan teori.
Barangkali seperti itulah hubungan antara teori dan filsafat. Hubungan fungsional antara
filsafat dan teori pendidikan adalah filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara
pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika yang dipakai dalam
memecahkan problematikan pendidikan dan menyusun teori pendidikan oleh para ahli.
Kemudian filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut
aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata. Filsafat
dalam hal ini filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah
dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.

Seterusnya dari teori yang ada perlu dilaksanakan dalam sebuah pelaksanaan atau
implementasi, pelaksanaan teori dalam bentuk praktek. Namun yang perlu diingat, dalam
mentransfer teori ke praktek perlu ada yang mengantar atau yang menghubungkan, yaitu
praksis. Praksis mengatur bagaimana pelaksanaan teori pada praktek. Praksisnya adalah
bagaimana cara pelaksanaan strategi belajar menemukan. Atau contoh lain seperti RPP
atau SAP dua hal yang berposisi sebagai praksis dan sebagai praktek. Ketika RPP atau
SAP dirancang dia sebagai praktek dan SAP sebagai praksis. Jadi, pijakan utama bagi
praktik yang bijak dari seorang pendidik memiliki dan memberikan sesuatu kerangka
kerja yang kokoh untuk kontrol rutin.

Namun dalam pendidikan yang dijalani sekarang pendidik banyak mempraktikkan


praktik. Kebanyakan praktik baik itu pendidikan ataupun lainnya semata-mata merupakan
perluasan dari praktik utama. Tidak peduli apakah hasilnya baik atau lebih buruk,
kebanyakan orang mempraktekkan praktis dan bukan mempraktikkan teori. Pada
umumnya orang berperilaku berdasarkan kebiasaan, tatacara atau dorongan hati, bukan
dengan melandaskan perilaku kepada keyakinan-keyakinan intelektual yang serius.
Seluruh praktik pendidikan dapat menjadi subjek bagi analisis intelektual dan bisa
ditafsirkan dalam peristilahan aturan teoretis. Di sisi lain, tidak semua praktik pendidikan
bersifat teoritis dalam arti bahwa mereka didasari oleh pranggapan ideologis yang jelas
ataupun dimotivasi oleh niat ideologis secara sadar.

Filsafat diperlukan dalam menyelesaikan semua masalah pendidikan, karena seperti


yang diketahui bahwa filsafat merupakan berpikir mendalam, memiliki kebijaksanaan,
oleh sebab itu dengan berpikir mendalam dan kembali ke teori-teori pendidikan yang
sudah ada dapat menyelesaikan masalah pendidikan yang dihadapi sekarang.
Mempraktekkan pendidikan tanpa teori menjadikan pelaksanaan pendidikan menjadi
dangkal dan tidak bermakna, namun ketika berlandaskan pada teori dan filsafat semua
kegiatan dapat dimaknai. Aritinya ketika pendidik ditanyai mengapa melakukan suatu
tindakan terhadap peserta didik, dia dapat menjelaskan alasan mengapa melakukan hal
itu. Bukan karena ajang coba-coba (trial and error).

Paradigma dan visi pendidikan yang cocok bagi tantangan zaman sekarang ini yaitu
seperti yang pernah dibahas oleh UNESCO dalam World Education Forum dalam
mempersiapkan pendidikan manusia abad ke-21. Pendidikan hendaknya mengubah
paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses
pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik”.
Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan
sekolah, meminjam istilahnya Ivan Illich, menjadi learning society (masyarakat belajar).
Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), tapi learning (yang
belajar). Paradigma pendidikan versi UNESCO ini sangat jelas berdasarkan pada
paradigma learning, tidak lagi pada teaching agar dapat menghadapi arus informasi dan
kehidupan yang terus menerus berubah.
Merujuk pada pendapat O’neill, pembelajaran harus berimplikasi dengan landasan
dan teori pembelajaran yang membangun kegiatan belajar itu terjadi. Apakah itu landasan
filosofis, landasan historis, landasan yuridis, landasan psikologi atau teori-teori belajar,
teori sistem dan teori komunikasi. Ketika pembelajaran berlandaskan pada landasan dan
teori pembelajaran maka pembelajaran dapat diwujudkan sesuai dengan bakat, minat,
perkembangan fisik dan psikologis siswa. Prayitno (2009) menjelaskan bahwa perlu
pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan berlandaskan teori pendidikan, dalam hal ini
Prayitno menyebut dengan dilandasi ilmu pendidikan. Di sini Prayitno menyebutnya teori
dan praksis bukan teori dan praktek karena pelaksanaan yang baik atau pelaksanaan yang
dilandasi ilmu pendidikan itu adalah praksis, sedangkan praktik pelaksanaan yang
dilakukan tanpa landasan.
Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan tanpa landasan teori menimbulkan
kecelakaan pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memperbaiki mutu pendidikan dan
memberikan nyawa pada pendidikan itu sendiri perlu mengetahui hakikat manusia,
kemanusiaan dan pendidikan. Karena manusia merupakan sasaran, sumber dan sekaligus
pelaku pendidikan, perlu memperhatikan komponen-komponen yang terdapat dalam diri
manusia itu sendiri, yaitu: kefiftrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan
keagamaan. Kemudian komponen tersebut dilengkapi oleh komponen pancasaya, yaitu:
daya taqwa, cipta, karsa, rasa dan karya.
Dalam literatur barat pembahasan tentang pendidikan biasanya dimulai dari
pembahasan materi tentang human learning. Teori dan praksis tentang bagaimana
manusia belajar untuk mencapai atau menguasai sesuatu ini menjadi dasar pemahaman
tentang pendidikan yang selanjutnya dijabarkan ke dalam berbagai pendekatan, metoda,
dan teknik kegiatan belajar dan pembelajaran. Ketika cara pandang ini diadopsi oleh
“agen teori pembelajaran” di tanah air dan selanjutnya ditransfer kepada para (calon)
pendidik di lapangan (terutama guru), maka berbagai pendekatan, metode dan teknik
human learning itu dipratikkan “apa adanya”. Praktik semacam itu sering kali
mengurangi esensi ataupun asas-asas pokok yang seharusnya mendasari kegiatan belajar
yang seharusnya. Dalam hal ini terjadi salah sambung, out of contact, antara berbagai
aspek yang semestinya berkaitan dan saling menunjang dalam proses pembelajaran; atau
terjadi disorientasi antar berbagai aspek pembelajaran. Semuanya itu mendorong
terjadinya berbagai hambatan, ketidakefektifan dan keefisienan, bahkan kecelakaan
pendidikan.
Kaidah-kaidah dasar keilmuan pendidikan serta arahan praksis demi berlangsungnya
upaya pendidikan melibatkan peserta didik, pendidik, lingkungan belajar dan proses
pembelajaran. Kaidah keilmuan pendidikan beserta arahan praksis itu dapat
dimanfaatkan; pertama, menyusun rencana proses pembelajaran beserta praktik
pelaksanaannya, dan kedua, untuk menelaah apakah perencanaan, pelaksanaan dan hasil-
hasil proses pembelajaran yang telah dibuat atau dilaksanakan sesuai dengan kaidah-
kaidah dan arahan praksis keilmuan pendidikan itu. Dengan demikian, kaidah-kaidah
keilmuan dan arah praksis pendidikan yang dimaksudkan itu menjadi “titik berangkat”
bagi perancangan upaya pendidikan serta “titik tuju dan arah kembali” bagi penelusuran
tentang validitas rencana dan atau kegiatan yang akan atau telah diupayakan.

Dalam kehidupan bangsa Indonesia kearifan budaya nasional dapat diangkat menjadi
kaidah penting dalam teori, praksis dan perwujudan proses pembelajaran. Istilah “ing
ngarso sung tulodo, ing madyo bangun karso, tut wuri handayani”

Di dalam situasi pendidikan, sebagai peta konsep yang solid dalam keilmuan
pendidikan, terkandung kaidah-kaidah mendasar tentang teori untuk diturunkan yang
secara langsung memberikan arahan untuk diselenggarakannya praktik pendidikan. Peta
konsep ini dapat dipelajari dan lebih lanjut dilaksanakan dalam wujud praktik pendidikan
dengan kerangka keilmuan. Dengan peta konsep ini praktik pendidikan dapat dirancang,
dan sebaliknya praktik pendidikan dapat dirujuk kembali kesesuaiannya terhadap kaidah-
kaidah keilmuan pendidikan (Prayitno, 2009: 60).

Pedagogik mikro merupakan sosok keilmuan pendidikan yang dapat dijadikan peta
konsep untuk menyusun arahan praksis dan praktik pendidikan, serta dapat digunakan
sebagai acuan untuk mencek apakah rancangan dan praktik pendidikan sesuai dengan
teori-teori yang ada di dalam pedagogik mikro makro tersebut. Pedagogik makro
memperluas kajian tentang kaidah-kaidah keilmuan pendidikan yang lebih menyentuh
aspek-aspek filosofis dan pragmatik upaya pendidikan secara menyeluruh.

Dari kilas balik tentang komponen sosok keilmuan pendidikan, hal itu memberikan
pemahaman bahwa energi pendidik bersumber dari penguasaannya tentang ilmu
pendidikan, dari segi teori dan praksisnya, semuanya itu terarah pada praktik pendidikan.
Tentang pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan pembelajaran,
pendidik wajib menguasai berbagai acuan operasional teknis berlandaskan kajian teori
dan praksis, standar prosedur operasional, serta implementasinya dalam praktik
pembelajaran. Pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu
didukung oleh kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi,
teknologi informasi-komunikasi sebagai “alat” untuk lebih menepatgunakan dan
mendayagunakan pelayanan pendidikan dalam bentuk proses pembelajaran.

Jadi, dalam praktik pendidikan, praksis dapat dimaknai sebagai seperangkat aturan
yang mengatur bagaimana pelaksanaan dari teori pendidikan. Jika digambarkan
urutannya, menjadi dari pemikiran filsafat muncul teori-teori pendidikan. Teori
pendidikan yang akan dipraktikkan diatur oleh praksis pendidikan. Pada penyelenggaraan
pendidikan yang lebih luas dapat berupa aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan pada ruang lingkup yang
lebih terbatas dapat berupa perangkat pembelajaran. Oleh sebab itu, silabus dan RPP
dapat berperan sebagai praksis pendidikan.

Silabus dan RPP bisa berposisi sebagai praksis dan bisa sebagai praktek. Silabus dan
RPP berposisi sebagai praksis ketika merancang silabus dan RPP tersebut. Dan ketika
silabus dan RPP itu diimplementasikan dia menjadi praksis, yang mengatur pelaksanaan
pembelajaran.

.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang
pendidikan yang berguna untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh
orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga
kependidikan.
2. Teori pendidikan adalah suatu pedoman yang dapat dipakai untuk menjalankan
usaha dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
3. Praksis pendidikan adalah penggabungan antara teori dan praktik dalam
pendidikan. Dengan pengabungan tersebut maka hasil pelaksanaan pendidikan
akan lebih berkualitas.
4. Praktik pendidikan yaitu pelaksanaan secara nyata untuk menjalankan usaha
dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
5. Dalam praktik pendidikan, praksis dapat dimaknai sebagai seperangkat aturan
yang mengatur bagaimana pelaksanaan dari teori pendidikan. Jika digambarkan
urutannya, dari pemikiran filsafat muncul teori-teori pendidikan. Teori pendidikan
yang akan dipraktikkan diatur oleh praksis pendidikan. Pada penyelenggaraan
pendidikan yang lebih luas dapat berupa aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan pada ruang
lingkup yang lebih terbatas dapat berupa perangkat pembelajaran. Oleh sebab itu,
silabus dan RPP dapat berperan sebagai praksis pendidikan. Silabus dan RPP bisa
berposisi sebagai praksis dan bisa sebagai praktek. Silabus dan RPP berposisi
sebagai praksis ketika merancang silabus dan RPP tersebut. Dan ketika silabus
dan RPP itu diimplementasikan dia menjadi praksis, yang mengatur pelaksanaan
pembelajaran.
DAFTAR BACAAN

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Barnadib, Sutari Imam. 1994. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset.

Danim, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Cetakan Pertama. Bandung: CV.


Alfabeta.

Endarmoko, Eko. 2009. Tesaurus Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2013. Filsafat: Pendidikan Teknologi, Vokasi, dan Kejuruan.
Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta.

O’neill, William F. 2001. Ideologi-ideologi Pendidikan. Terj: Omi Intan Naomi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.

Sadulloh, Uyoh, dkk. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Cetakan Kesatu. Bandung: Alfabeta.

Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik : Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usiono. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

Zuhairini. 1991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai