OLEH:
A. RINGKASAN
1. Filsafat Pendidikan
a. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang
pendidikan yang berguna untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh orang-
orang yang bekerja dalam bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga
kependidikan.
Teori pendidikan dikemukakan oleh Danim (2010: 96) menyatakan bahwa Teori
pendidikan berkaitan dengan cita-cita, tujuan, dan metode pendidikan, serta sesuai
dengan apa yang disebut filsafat pendidikan. Teori ini memiliki “kesepakatan” dengan
pendidikan sebagai fenomena atau secara objektif dapat diamati, yang disebut sebagai
ilmu pendidikan.
b) Manfaat Teori Pendidikan.
c) Pendekatan Dalam Teori Pendidikan
a. Pendekatan sains
b. Pendekatan filosofi
c. Pendekatan religi
d. Pendekatan multidisipllin
3. Praksis pendidikan
a. Pengertian Praktis Pendidikan
Pusat Bahasa (2008: 1098) menyatakan bahwa Praksis adalah praktik (dalam
bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia). lebih lanjut Pusat Bahasa (2008:
1098) menyatakan bahwa Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori. Sedangkan Bagus (2002: 880) menyatakan bahwa Praksis
adalah perbuatan, kegiatan, tindakan, aksi, dan praktek. Kemudian beberapa
pengertian lain menyatakan bahwa praksis biasanya mengacu pada perilaku
manusia yang praktis, termasuk kegiatan etis dan politis.
4. Praktik Pendidikan
Pengertian tentang praktik pendidikan disampaikan oleh Redja M. (dalam
Sadulloh: 2006: 1-2) yang menyatakan bahwa praktik pendidikan adalah seperangkat
kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan
tingkah laku yang diharapkan.
Aspek-Aspek Praktik Pendidikan
Aspek tujuan
Aspek proses kegiatan
Aspek dorongan (motivasi)
B. PEMBAHASAN
1. Filsafat Pendidikan
1) Pengertian Filsafat Pedidikan
Jalaluddin dan Idi (2012: 9) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu
pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan, merumuskan kadiah-kaidah, norma-
norma dan / atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh
manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Dewey (dalam Arifin: 1996: 2) menyatakan bahwa tugas filsafat dan pendidikan
adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia.
Barnadib (1982: 20) menyatakan bahwa Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis filosofis
terhadap bidang pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan
adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang pendidikan yang berguna
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh orang-orang yang bekerja dalam
bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga kependidikan.
Tim Dosen IKIP Malang (dalam Jalaluddin dan Idi: 2012: 12) menyatakan
bahwa secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan
kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek
pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan
meliputi:
Jalaluddin dan Idi (2012: 12) menyatakan bahwa Ruang lingkup filsafat
pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu
dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
b) Pendekatan Filosofis
c) Pendekatan Religi
d) Pendekatan Multidisiplin
3. Praksis Pendidikan
4. Praktik pendidikan
Berikut ini akan dijelaskan tentang arti praktik menurut Pusat Bahasa dan Endarmoko
(2008: 1098) menyatakan bahwa Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori. Sedangkan, Endarmoko (2009: 485) menyatakan bahwa Praktik
adalah aksi, aplikasi, implementasi, manifestasi, operasi, pelaksanaan, penerapan,
pengamalan, pengerjaan, dan realisasi. Setelah sudah dijelaskan tentang praktik maka
sekarang akan dijelaskan tentang pendidikan. Berikut ini penjelasan tentang pendidikan
dari beberapa sumber: Ahmadi dan Uhbiyati (200: 70) menyatakan bahwa Pendidikan
pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung
jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari
keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung
terus menerus.
1) Aspek Tujuan
Tujuan praktik pendidikan adalah membantu pihak lain mengalami perubahan
tingkah laku fundamental yang diharapkan.
2) Aspek Proses Kegiatan
Proses kegiatan seperangkat kegiatan sosial/bersama, usaha menciptakan peristiwa
pendidikan dan mengarahkannya, serta merupakan usaha secara sadar atau tidak
sadar melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan.
3) Aspek Dorongan (Motivasi)
Dorongan atau motivasi untuk melaksanakan praktik pendidikan muncul karena
dirasakan adanya kewajiban untuk menolong orang lain.
Hallam dan Ireson (dalam Danim: 2010: 129) menyatakan bahwa Dalam praktik
pendidikan guru perlu mengembangkan pendekatan mereka sendiri untuk praktik
kependidikan dengan memperhatikan saran-saran berikut:
1) Pertimbangan tujuan pendidikan dan nilai-nilai yang mendukung pengajaran.
2) Pengetahuan tentang teori belajar.
3) Pengetahuan tentang konsep-konsep yang berbeda dari mengajar.
4) Pengetahuan tentang model pengajaran dan pembelajaran dan interaksi
dinamis karakteristik lingkungan belajar, tuntutan tugas, proses pengajaran
dan pembelajaran, dan berbagai jenis pembelajaran.
5) Memahami bagaimana pedagogi dapat dioperasionalkan di dalam kelas.
6) Pengetahuan dan keterampilan untuk mengevaluasi praktik, penelitian, dan
teori yang berkaitan dengan pendidikan.
C. TANGGAPAN
Terdapat empat istilah yang sering dibicarakan, yaitu filsafat, teori, praksis dan
praktik. Dalam pelaksanaan pendidikan pun perlu mempertimbangkan hal-hal yang
berhubungan dengan filsafat, teori dan bagaimana praktekknya. Filsafat merupakan akar
dari semua ilmu, tetapi ilmu bukan turunan filsafat. Ilmu menelusuri filsafat. Teori dapat
lahir dari filsafat karena berpikir mendalam sehingga dapat menemukan teori baru.
Filsafat merupakan hasil pemikiran, hasil pemikiran dapat menjadi teori ketika ditemukan
menggunakan metode ilmiah. Misalnya penemuan hukum-hukum tertentu yang sudah
melewati metode ilmiah dan apabila dibuktikan akan menemukan hasil yang sama.
Kemudian tataran selanjutnya adalah praksis, praksis merupakan penerapan teori ke
dalam praktek. Praksis dapat berupa aturan-aturan atau panduan dalam mempraktekkan
teori.
Akan tetapi praksis pendidikan sering kali dilupakan, seperti yang sudah dijelaskan
bahwa teori lahirnya karena ada filsafat, tetapi teori bukan turunan filsafat. Seperti
pendapat John Dewey, bahwa filsafat merupakan teori umum sebagai landasan dari
semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dengan berpikir mendalam, lahir sebuah
teori tetapi dengan adanya sebuah pemikiran filosof, tidak otomatis melahirkan teori.
Barangkali seperti itulah hubungan antara teori dan filsafat. Hubungan fungsional antara
filsafat dan teori pendidikan adalah filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara
pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika yang dipakai dalam
memecahkan problematikan pendidikan dan menyusun teori pendidikan oleh para ahli.
Kemudian filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut
aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata. Filsafat
dalam hal ini filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah
dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Seterusnya dari teori yang ada perlu dilaksanakan dalam sebuah pelaksanaan atau
implementasi, pelaksanaan teori dalam bentuk praktek. Namun yang perlu diingat, dalam
mentransfer teori ke praktek perlu ada yang mengantar atau yang menghubungkan, yaitu
praksis. Praksis mengatur bagaimana pelaksanaan teori pada praktek. Praksisnya adalah
bagaimana cara pelaksanaan strategi belajar menemukan. Atau contoh lain seperti RPP
atau SAP dua hal yang berposisi sebagai praksis dan sebagai praktek. Ketika RPP atau
SAP dirancang dia sebagai praktek dan SAP sebagai praksis. Jadi, pijakan utama bagi
praktik yang bijak dari seorang pendidik memiliki dan memberikan sesuatu kerangka
kerja yang kokoh untuk kontrol rutin.
Paradigma dan visi pendidikan yang cocok bagi tantangan zaman sekarang ini yaitu
seperti yang pernah dibahas oleh UNESCO dalam World Education Forum dalam
mempersiapkan pendidikan manusia abad ke-21. Pendidikan hendaknya mengubah
paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses
pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik”.
Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan
sekolah, meminjam istilahnya Ivan Illich, menjadi learning society (masyarakat belajar).
Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), tapi learning (yang
belajar). Paradigma pendidikan versi UNESCO ini sangat jelas berdasarkan pada
paradigma learning, tidak lagi pada teaching agar dapat menghadapi arus informasi dan
kehidupan yang terus menerus berubah.
Merujuk pada pendapat O’neill, pembelajaran harus berimplikasi dengan landasan
dan teori pembelajaran yang membangun kegiatan belajar itu terjadi. Apakah itu landasan
filosofis, landasan historis, landasan yuridis, landasan psikologi atau teori-teori belajar,
teori sistem dan teori komunikasi. Ketika pembelajaran berlandaskan pada landasan dan
teori pembelajaran maka pembelajaran dapat diwujudkan sesuai dengan bakat, minat,
perkembangan fisik dan psikologis siswa. Prayitno (2009) menjelaskan bahwa perlu
pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan berlandaskan teori pendidikan, dalam hal ini
Prayitno menyebut dengan dilandasi ilmu pendidikan. Di sini Prayitno menyebutnya teori
dan praksis bukan teori dan praktek karena pelaksanaan yang baik atau pelaksanaan yang
dilandasi ilmu pendidikan itu adalah praksis, sedangkan praktik pelaksanaan yang
dilakukan tanpa landasan.
Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan tanpa landasan teori menimbulkan
kecelakaan pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memperbaiki mutu pendidikan dan
memberikan nyawa pada pendidikan itu sendiri perlu mengetahui hakikat manusia,
kemanusiaan dan pendidikan. Karena manusia merupakan sasaran, sumber dan sekaligus
pelaku pendidikan, perlu memperhatikan komponen-komponen yang terdapat dalam diri
manusia itu sendiri, yaitu: kefiftrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan
keagamaan. Kemudian komponen tersebut dilengkapi oleh komponen pancasaya, yaitu:
daya taqwa, cipta, karsa, rasa dan karya.
Dalam literatur barat pembahasan tentang pendidikan biasanya dimulai dari
pembahasan materi tentang human learning. Teori dan praksis tentang bagaimana
manusia belajar untuk mencapai atau menguasai sesuatu ini menjadi dasar pemahaman
tentang pendidikan yang selanjutnya dijabarkan ke dalam berbagai pendekatan, metoda,
dan teknik kegiatan belajar dan pembelajaran. Ketika cara pandang ini diadopsi oleh
“agen teori pembelajaran” di tanah air dan selanjutnya ditransfer kepada para (calon)
pendidik di lapangan (terutama guru), maka berbagai pendekatan, metode dan teknik
human learning itu dipratikkan “apa adanya”. Praktik semacam itu sering kali
mengurangi esensi ataupun asas-asas pokok yang seharusnya mendasari kegiatan belajar
yang seharusnya. Dalam hal ini terjadi salah sambung, out of contact, antara berbagai
aspek yang semestinya berkaitan dan saling menunjang dalam proses pembelajaran; atau
terjadi disorientasi antar berbagai aspek pembelajaran. Semuanya itu mendorong
terjadinya berbagai hambatan, ketidakefektifan dan keefisienan, bahkan kecelakaan
pendidikan.
Kaidah-kaidah dasar keilmuan pendidikan serta arahan praksis demi berlangsungnya
upaya pendidikan melibatkan peserta didik, pendidik, lingkungan belajar dan proses
pembelajaran. Kaidah keilmuan pendidikan beserta arahan praksis itu dapat
dimanfaatkan; pertama, menyusun rencana proses pembelajaran beserta praktik
pelaksanaannya, dan kedua, untuk menelaah apakah perencanaan, pelaksanaan dan hasil-
hasil proses pembelajaran yang telah dibuat atau dilaksanakan sesuai dengan kaidah-
kaidah dan arahan praksis keilmuan pendidikan itu. Dengan demikian, kaidah-kaidah
keilmuan dan arah praksis pendidikan yang dimaksudkan itu menjadi “titik berangkat”
bagi perancangan upaya pendidikan serta “titik tuju dan arah kembali” bagi penelusuran
tentang validitas rencana dan atau kegiatan yang akan atau telah diupayakan.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia kearifan budaya nasional dapat diangkat menjadi
kaidah penting dalam teori, praksis dan perwujudan proses pembelajaran. Istilah “ing
ngarso sung tulodo, ing madyo bangun karso, tut wuri handayani”
Di dalam situasi pendidikan, sebagai peta konsep yang solid dalam keilmuan
pendidikan, terkandung kaidah-kaidah mendasar tentang teori untuk diturunkan yang
secara langsung memberikan arahan untuk diselenggarakannya praktik pendidikan. Peta
konsep ini dapat dipelajari dan lebih lanjut dilaksanakan dalam wujud praktik pendidikan
dengan kerangka keilmuan. Dengan peta konsep ini praktik pendidikan dapat dirancang,
dan sebaliknya praktik pendidikan dapat dirujuk kembali kesesuaiannya terhadap kaidah-
kaidah keilmuan pendidikan (Prayitno, 2009: 60).
Pedagogik mikro merupakan sosok keilmuan pendidikan yang dapat dijadikan peta
konsep untuk menyusun arahan praksis dan praktik pendidikan, serta dapat digunakan
sebagai acuan untuk mencek apakah rancangan dan praktik pendidikan sesuai dengan
teori-teori yang ada di dalam pedagogik mikro makro tersebut. Pedagogik makro
memperluas kajian tentang kaidah-kaidah keilmuan pendidikan yang lebih menyentuh
aspek-aspek filosofis dan pragmatik upaya pendidikan secara menyeluruh.
Dari kilas balik tentang komponen sosok keilmuan pendidikan, hal itu memberikan
pemahaman bahwa energi pendidik bersumber dari penguasaannya tentang ilmu
pendidikan, dari segi teori dan praksisnya, semuanya itu terarah pada praktik pendidikan.
Tentang pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan pembelajaran,
pendidik wajib menguasai berbagai acuan operasional teknis berlandaskan kajian teori
dan praksis, standar prosedur operasional, serta implementasinya dalam praktik
pembelajaran. Pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu
didukung oleh kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi,
teknologi informasi-komunikasi sebagai “alat” untuk lebih menepatgunakan dan
mendayagunakan pelayanan pendidikan dalam bentuk proses pembelajaran.
Jadi, dalam praktik pendidikan, praksis dapat dimaknai sebagai seperangkat aturan
yang mengatur bagaimana pelaksanaan dari teori pendidikan. Jika digambarkan
urutannya, menjadi dari pemikiran filsafat muncul teori-teori pendidikan. Teori
pendidikan yang akan dipraktikkan diatur oleh praksis pendidikan. Pada penyelenggaraan
pendidikan yang lebih luas dapat berupa aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan pada ruang lingkup yang
lebih terbatas dapat berupa perangkat pembelajaran. Oleh sebab itu, silabus dan RPP
dapat berperan sebagai praksis pendidikan.
Silabus dan RPP bisa berposisi sebagai praksis dan bisa sebagai praktek. Silabus dan
RPP berposisi sebagai praksis ketika merancang silabus dan RPP tersebut. Dan ketika
silabus dan RPP itu diimplementasikan dia menjadi praksis, yang mengatur pelaksanaan
pembelajaran.
.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menerapkan konsep filsafat dalam bidang
pendidikan yang berguna untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh
orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan seperti pendidik dan tenaga
kependidikan.
2. Teori pendidikan adalah suatu pedoman yang dapat dipakai untuk menjalankan
usaha dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
3. Praksis pendidikan adalah penggabungan antara teori dan praktik dalam
pendidikan. Dengan pengabungan tersebut maka hasil pelaksanaan pendidikan
akan lebih berkualitas.
4. Praktik pendidikan yaitu pelaksanaan secara nyata untuk menjalankan usaha
dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
5. Dalam praktik pendidikan, praksis dapat dimaknai sebagai seperangkat aturan
yang mengatur bagaimana pelaksanaan dari teori pendidikan. Jika digambarkan
urutannya, dari pemikiran filsafat muncul teori-teori pendidikan. Teori pendidikan
yang akan dipraktikkan diatur oleh praksis pendidikan. Pada penyelenggaraan
pendidikan yang lebih luas dapat berupa aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan pada ruang
lingkup yang lebih terbatas dapat berupa perangkat pembelajaran. Oleh sebab itu,
silabus dan RPP dapat berperan sebagai praksis pendidikan. Silabus dan RPP bisa
berposisi sebagai praksis dan bisa sebagai praktek. Silabus dan RPP berposisi
sebagai praksis ketika merancang silabus dan RPP tersebut. Dan ketika silabus
dan RPP itu diimplementasikan dia menjadi praksis, yang mengatur pelaksanaan
pembelajaran.
DAFTAR BACAAN
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Barnadib, Sutari Imam. 1994. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset.
Endarmoko, Eko. 2009. Tesaurus Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2013. Filsafat: Pendidikan Teknologi, Vokasi, dan Kejuruan.
Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta.
O’neill, William F. 2001. Ideologi-ideologi Pendidikan. Terj: Omi Intan Naomi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.
Sadulloh, Uyoh, dkk. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Cetakan Kesatu. Bandung: Alfabeta.
Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik : Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.