Anda di halaman 1dari 26

LANDASAN PENDIDIKAN ( FILOSOFIS, PSIKOLOGI, SOSIAL BUDAYA

DAN ETIKA)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan oleh
Bapak Dr. Abdullah Sinring,M.Pd

A. GUSTANIA RITA SARTIKA DEWI


NIM: 161051404027
PENDIDIKAN DASAR KELAS 04

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


KEKHUSUSAN PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PENDIDIKAN PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Landasan
Pendidikan ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr.Abdullah Sinring,M.Pd selaku Dosen mata kuliah
Landasan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 14 Oktober 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu
(filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan
wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Selanjutnya, ada dua
landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya
pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan
dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, landasan
IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran serta
landasan-landasan lainnya sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
1) Apa saja jenis-jenis landasan pendidikan yang mendukung kegiatan
pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembahasan jenis jenis landasan pendidikan ini yaitu :
a. Untuk mengetahui bahwa landasan landasan pendidikan sebagai titik tolak
praktek pendidikan, maksudnya landasan pendidikan ini akan menjadi titik
tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, dan
memilih cara cara pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan
dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai
seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep
mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji
terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat.
Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan
bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada
manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat
manusia. Bahasan mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui kajian
filosofis. Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah
makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas,
makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme, perenialisme,
pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan
aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
1) Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan
filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-
gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts.
Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu
kealaman, matematika, sejarah dan seni.
Aliran tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah
adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam
kurikulum sekolah. Namun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar
mata pelajaran tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Pembagian dalam berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan
membantu siswa untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada
akhirnya menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut diperlukan
oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial
2) Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan
pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Ada
persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum
tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered).
Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
a. Pengetahuan yang benar (truth).
b. Keindahan (beauty).
c. Kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Juga sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus
mencakup:
a. Bahasa
b. Matematika
c. Logika
d. Ilmu Pengetahuan Alam
e. Sejarah
Dalam aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya
penanaman nilai kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas
kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan
kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak
dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan menimbulkan
pro dan kontra.
3) Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala
sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis. Pragmatisme aliran filsafat yang
menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Penerapan konsep pragmatisme
secara eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
a. Situasi tak tentu.
b. Diagnosis.
c. Hipotesis.
d. Pengujian Hipotesis.
e. Evaluasi
Progresivisme (gerakan pendidikan progresif) mengembangkan teori
pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain : Anak harus
bebas untuk dapat berkembang secara wajar. Pengalaman langsung merupakan cara
terbaik untuk merangsang minat belajar. Guru harus menjadi seorang peneliti dan
pembimbing kegiatan belajar. Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium
untuk melakukan reformasi pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran ini pada hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara
pendidikan untuk mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu
menguji kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena
kebenaran yang ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan
teori yang baru.
4) Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisame merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab
ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan
pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih
baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan
yang demokratis.
5) Pancasila
Bahwa pancasila merupakan aliran filsafat tersendiri yang dijadikan landasan
pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan
yang berlaku. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional
bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987
tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa
Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau
Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahwa
Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila
dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No.
11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud
pengamalan kelima sila dari Pancasila.
B. Landasan Psikologis
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti
ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.
Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama
(menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
1. Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi
tentang jiwa itu.
2. Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan
dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk
kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun
yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah
tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik,
dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia
sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya
dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik
yang tampak maupun tidak tampak perilaku kognitif, afektif, psikomotor.
Psikologi memiliki berbagai cabang, Namun dalam pendidikan lebih
memprioritaskan psikologi perkembangan dan psikologi belajar, karena pendidikan
lebih membahas tentang tingkah laku atau subjek dari peserta didik.
1. Psikologi Perkembangan
Karakteristik perilaku atau pola-pola perkembangan untuk menyesuaikan apa
yang dididik dan bagaimana cara mendidik. Psikologi perkembangan membahas
perkembangan individu sejak masa konsepsi sampai dengan dewasa (proses belajar
dan pematangan) melalui interaksi dengan lingkungan, meliputi :
1. Kemampuan belajar melalui persepsi
2. Mencapai pertimbangan berdasarkan pengalaman
3. Berpikir imajinatif, kreatif, dan mencari sendiri
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam psikologi perkembangan :
1. Siswa selalu berkembang (developing, changing, becoming, ongoing) dalam
situasi opened spiral
2. Manusia merupakan mahluk unik, memiliki sejumlah kemampuan yang
terintegrasi menjadi sesuatu yang khas. Perkembangan siswa dinamis, pada
dasarnya manusia unpredictable
Dalam perkembangan tiap aspek tidaklah selalu sama. Ada tiga teori atau
pendekatan tentang Perkembangan (Nana Syaodih, 1988) :
Pendekatan Tahapan
Pendekatan diferensial
Pendekatan ipsatif
A. Pendekatan Tahapan
Perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Dari 3
pendekatan yang ada, yang paling banyak dilaksanakan dalam pendidikan adalah
pendekatan tahapan. Pendekatan tahapan ada 2 macam, bersifat menyeluruh (umum)
dan bersifat khusus.
1. Bersifat Menyeluruh
Yang berkembang adalah keseluruhan pribadi yang merupakan kesatuan,
totalitas, dan terintegrasi :
Fisik, motorik
Intelek
Sosial dan bahasa
Afektif (sikap, minat, motif, nilai, moral)
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan teori perkembangan :
Crijns (tt)
periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah:
Umur 0 2 : tahun disebut masa bayi
Umur 2 4 : tahun disebut masa kanak-kanak
Umur 5 8 : tahun disebut masa dongeng
Umur 9 13 : tahun disebut Masa Robinson Crusoe (nama seorang
petualang)
Umur 13 : tahun disebut masa Pubertas pendahuluan.
Umur 14 18 : tahun disebut masa Puber
Umur 19 21 : tahun disebut masa adolesen.
Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa
J.J. Rousseau 4 tahap perkembangan
Masa bayi (0 2 tahun) perkembangan fisik
Masa anak (2 12 tahun) perkembangan sebagai manusia primitif
Masa remaja awal (12 15 tahun) perkembangan intelektual dan nalar
pesat
Masa remaja (15 25 tahun) masa hidup sebagai manusia beradab
G. Stanley Hall teori rekapitulasi
Perkembangan individu merupakan rekapitulasi dari perkembangan
spesiesnya. Teori ini pun memiliki 4 tahapan perkembangan :
Masa kanak (0 4 tahun) masa kehidupan sebagai binatang melata
(merangkak) & berjalan
Masa anak (4 8 tahun) masa manusia pemburu
Masa puber (8 12 tahun) masa manusia belum beradab
Masa remaja (12/13 tahun dewasa) masa manusia beradab
R.J. Havighurst problema yang harus dipecahkan tiap fase
Tugas perkembangan masa kanak-kanak.
Tugas perkembangan masa anak.
Tugas perkembangan masa remaja.
Tugas perkembangan masa dewasa awal.
Tugas perkembangan masa setengah baya.
Tugas perkembangan orang tua.
2. Bersifat Khusus
Mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja sebagai dasar
menyusun tahap-tahap perkembangan anak. Ada beberapa tokoh yang
mengemukakan teori perkembangan yang bersifat khusus :
Piaget perkembangan dari kemampuan kognitif
Ada 4 tahapan perkembangan berdasarkan kemampuan kognitif anak :
Tahap sensorimotor, usia 0 2 tahun
Tahap praoperasional, usia 2 4 tahun
Tahap konkret operasional, usia 7 11 tahun
Tahap formal operasional, usia 11 15 tahun
L. Kohlberg perkembangan moral kognitif
Ada 3 tahap dalam perkembangan moral :
Tahap Pra konvensi : menghindari hukuman mendapat ganjaran ;
sebagai alat kepentingan pribadi
Tahap konvensi : berupaya menjadi orang baik ; mengikuti peraturan /
hukum formal
Tahap pasca konvensi : menganut norma berdasarkan persetujuan
masyarakat ; mengikuti kata hati
Erik H. Erikson perkembangan psikososial/aspek afeksi
Ada 8 aspek perkembangan psikososial :
Bersahabat vs menolak pada umur 0 1 tahun.
Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 3 tahun.
Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 5 tahun.
Perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6 11 tahun.
Identitas vs kebingungan pada umur 12 18 tahun.
Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 25 tahun.
Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 45 tahun.
Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.
B. Pendekatan diferensial
Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-
kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar inilah kemudian individu dibuat
menjadi beberapa kelompok yang berbeda.
C. Pendekaran ipsatif
Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individual dari individu.
Dari beberapa teori di atas sebenarnya memberikan kemudahan kepada para pendidik
pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan untuk:
1. Menentukan arah pendidikan.
2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan tugas perkembangannya.
3. Menyiapkan materi pelajaran yang tepat.
4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
Belajar diartikan terjadinya perubahan perilaku ke arah positif melalui
pengalaman. Perkembangan belajar melalui proses peniruan, pengingatan, latihan,
pembiasaan, pemahaman, penerapan, pemecahan masalah.
Menurut Gagne prinsip belajar dapat dilakukan perubahan yang berkenaan
dengan kapabilitas individu. Sedangkan menurut Hilgard & Bower, perubahan terjadi
karena interaksi dengan lingkungan sebagai reaksi terhadap siatuasi yang dihadapi.
Morris L. Bigge membagi menjadi 3 teori belajar :
Teori disiplin mental (disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik,
naturalisme, apersepsi)
Secara herediter anak mempunyai potensi tertentu
Belajar merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi tersebut
Teori behaviorisme (Teori S-R Bond (Thorndike), Conditioning (Guthrie),
Reinforcement (Skinner)
Anak tidak membawa potensi apapun dari lahirnya
Perkembangan ditentukan oleh faktor yang berasal dari lingkungan
Bersifat pasif
Cognitive Gestalt Field (Insight / Gestalt Field, Goal Insight,
Cognitive Field)
Menekankan pada unity, wholeness, integrity (keterpaduan)
Bersifat aktif
Psikologi Sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di
masyarakat, yang mengkombinasikan cirri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk
mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (Hollander,
1981). Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama
yaitu:
Kepribadian orang itu
Perilaku orang itu
Latar belakang situasi
Menurut Klinger (Savage, 1991) factor-faktor yang menentukan motivasi belajar
adalah:
Minat dan kebutuhan individu
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas
Harapan sukses
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Pelengkap peserta didik
atau warga belajar sebagai subjek garis besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok
yaitu:
Watak, ialah sifat yang dibawa sejak lahir
Kemampuan umum(IQ), ialah kecerdasan yang bersifat umum
Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa
sejaklahir
Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum
Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutamam lingkungan
keluarga
Aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah
a. Rohani
Umum: Agama, perasaan, kemauan, pikiran
Sosial : Kemasyarakatan, cinta tanah air
b. Jasmani
Keterampilan
Kesehatan
Keindahan tubuh
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga
pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang
sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan
aspek kejiwaan manusia. Ketika membahas hakikat manusiapun ada pandangan-
pandangan psikologik, seperti behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat
cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger,
ia menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe
keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga
dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan Thorndike. Bahwa
manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow.
Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan
pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga
terkait dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda
dengan bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan
psikologis.
C. Landasan Sosial Budaya
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah
dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan
tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan
diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman
terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat
merupakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan isi
pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah
yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas
adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya
dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki
sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai
yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan.
Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi
gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan
dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal
maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu
ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu
berlangsung.
Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada
generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan
kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain,
sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan , yakni sebagai
proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang pendidikan, kedua
fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai
pelestarian (teashing a conserving activity).
Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat
Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk,
maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan
Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang
diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan
nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan
semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas
Bhineka Tunggal Ika.
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan,
setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja
potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam
menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita
sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan
membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan,
pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan
generasi muda untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke
generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap
terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari
unsur sosial budaya. Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial
yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi
berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia
pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam
dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara
hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan
mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan
dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial
budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman tentang dimensi
kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap
perilaku individu. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur
sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang
masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terja di sesuai dengan hakikat dan sifat
dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari
perubahan.Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal, antara lain: komunikasi; cara dan pola pikir
masyarakat; perubahan jumlah penduduk; penemuan baru; terjadinya konflik atau
revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan,
dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu pun
dengan aspek budaya dalam pendidikan. Dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang
tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara
belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-
bentuk yang dikerjakan juga budaya. Maka, bisa dikatakan bahwa pengertian
sosiologi pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan
dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan
sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia
dengan pendidikan. Berikut akan dibahas mengenai sosial dan budaya pada
pendidikan, sebagai berikut :
1. Sosiologi dan Pendidikan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Salah satu bagian sosiologi, yang dapat
dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan.
Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi :
1) Interaksi guru-siswa;
2) Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah;
3) Struktur dan fungsi sistem pendidikan
4) Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Proses
sosial merupakan suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara
individu dan kelompok yang menghasilkan bentuk hubungan tertentu. Interaksi dan
proses sosial dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau gabungan dari faktor-
faktor berikut:
1. Imitasi. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat
negative.
2. Sugesti. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik
pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang
atau mayoritas.
3. Identifikasi. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat
identifikasi yang mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik
secara sadar maupun di bawah sadar
4. Simpati. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada
orang lain.
Adapun, sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut :
Empiris: bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di
lapangan.
Teoretis : merupakan peningkatan fase penciptaan, bisa disimpan
dalam waktu lama, dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
Komulatif : berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
Nonetis : menceritakan apa adanya, tidak menilai apakah hal itu
baik atau buruk.
Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu
menciptakan situasi, terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari
sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak. Interaksi sosial akan terjadi apabila
memenuhi dua syarat berikut :
1. Kontak social . Kontak sosial bisa menghasilkan interaksi positif atau interaksi
negatif. Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Kontak antar individu
b. Kontak antara individu dengan kelompok atau sebalikya.
c. Kontak antar kelompok
2. Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada
orang lain atau sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai
mengadakan komunikasi. Alat-alat yang dimaksud adalah:
a. Langsung : Lisan dan isyarat
b. Tidak Langsung: tulisan dan alat-alat bantu.
Ada sejumlah bentuk interaksi sosial, yaitu sebagai berikut :
1. Kerjasama : belajar kelompok
2. Akomodasi : meredakan pertentangan
3. Asimilasi atau akulturasi : penyatuan pikiran
4. Persaingan : kompetisi
5. Pertikaian : pertentangan/konflik
Diketahui bersama bahwa manusia selain sebagai makhluk individu juga
merupakan mahluk sosial. Oleh karena itu dalam melakukan interaksi sosial manusia
terkadang membentuk kelompok sosial. Kelompok sosial berarti himpunan sejumlah
orang, paling sedikit dua orang, yang hidup bersama, karena cita-cita yang sama.
Ada beberapa persyaratan untuk terjadinya kelompok sosial, yaitu : Setiap
anggota memiliki kesadaran sebagai anggota kelompok
1. Ada interaksi timbal balik antar anggota
2. Mempunyai tujuan yang sama
3. Membentuk norma yang mengatur ikatan kelompok
4. Ada struktur dalam kelompok yang membentuk peranan dan status sebagai
dasar ikatan kegiatan kelompok. Dalam dunia pendidikan, kelompok sosial
inipun dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu, berdasarkan keakraban
hubungan (kelompok primer dan sekunder) dan berdasarkan peraturan
(kelompok formal dan informal). Ada dua teori yang dipakai untuk
meningkatkan produktivitas kelompok sosial, yaitu: (Wuraji, 1988 dan
Sudarja, 1988) :
1. Teori Struktural Fungsional
Setiap struktur (bagian-bagian) kelompok memiliki fungsi masing-masing.
Setiap bagian memiliki kebebasan untuk berkreasi, berinisiatif, dan
mengembangkan ide untuk kemajuan kelompok
2. Teori konflik
Perubahan atau perbaikan kelompok dilakukan dengan prinsip-prinsip
pemaksaan melalui peraturan. Ada implikasi konsep sosial pada pendidikan, yaitu ;
a. Sekolah dan masayarakat sekitarnya harus saling menunjang
b. Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dan tokoh masyarakat
c. Pendidikan (Sekolah) harus berfungsi secara maksimal sebagai wahana proses
sosialisasi anak.
d. Dinamika kelompok harus diarahkan untuk kepentingan belajar
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran
Manan, 1989). Kebudayaan produk perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983)
dengan mengemukakan kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup
bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota
masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah
cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Dari ketiga devinisi kebudayaan diatas, tampaknya devinisi terakhir yang
paling tepat, sebab mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia
yang diciptakan oleh manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta,
1997 : 157). Bisa dikatakan bahwa, kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia
berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tigkah laku, dan teknologi yang
dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam
arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan
membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari
kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila
pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu
proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti
budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi
suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya. Dapat dituliskan bahwa Hubungan antara kebudayaan dan
pendidikan adalah :
1. pendidikan membentuk atau menciptakan kebudayaan
2. pendidikan melestarikan kebudayaan
3. pendidikan menggunakan dan berdasarkan kebudayaan
D. Landasan Pendekatan Etika Dalam Pendidikan
Etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti adat kebiasaan, dalam
istilah lain para ahli dalam bidang etika menyebutkan dengan moral.
Etika merupakan salah satu teori yang dibicarakan ketika membahas teori tentang
nilai dan ilmu kesusilaan yang membahas perbuatan baik dan melakukan kebenaran.
Sedangkan moral itu sendiri adalah bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan.
Sifat etika sangat mendasar, yaitu bersifat kritis. Etika memersoalkan norma-
norma yang dianggap berlaku; menyelidiki dasar-dasar norma tersebut;
memersoalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara dan agama
untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati
Pendekatan etika dalam pendidikan Djahiri (1992) mengemukakan delapan
pendekatan dalam pendidikan moral, yaitu:
1. Evocation: yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan
keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap
stimulus yang diterimanya.
2. Inculcation: yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang
diarakan menuju kondisi siap.
3. Moral Reasoning: yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual
taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah.
4. Value Clarification: yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa
diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
5. Value Analysis: yaitu pendekatan yang dilakukan agar peserta didik diransang
untuk melakukan analisis nilai moral.
6. Moral Awarness: yaitu pendekatan agar peserta didik diransang menerima
stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.
7. Commitment Approach: yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak
menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.
8. Union Approach: yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk
melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
Etika dan moral tidak terlepas dari tatanan kehidupan sosial bermasyarakat,
dalam hal persahabatan, hubungan orang tua, saudara, serta hubungan berbangsa dan
bernegara. Sejatinya etika moral bukan suatu kata yang memiliki satu arti. Etika
Moral berasal dari penggabungan dua kata yang berbeda, yaitu etika dan moral.
Keduanya pun memiliki arti yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan
pendapat dari Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2010) bahwa:
Ethics involves the study of moral issues and choices. It is concerned with right
versus wrong, good versus bad, and the many shades of gray supposedly black-and
white issues. Moral implication spring from virtually every decussion, both on and of
the job. Etika tidak terlepas dari pilihan-pilihan dan isu-isu moral yang berkaitan
dengan kaidah benar versus salah, baik versus buruk. Implikasi etika dan moral
banyak muncul disetiap kondisi baik masyarakat dan dunia pekerjaan. Jadi etika
merupakan standar moral perilaku benar dan salah. Etika seseorang tercermin dalam
perilaku menyikapi lingkungan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku.
Moral dan etika selalu menjadi bajan pembicaraan akhir-akhir ini, pendapat
dari Colquitt, Lepine dan Wesson (2011) ethics reflects the the degree to which the
behaviors of an authority are in accordance with generally accepted moral norms.
Dalam hal ini etika merefleksikan perilaku dari individu seseorang sesuai dengan
moral dan standar norma yang berlaku. Pada dasarnya seseorang bertanggungjawan
atas perilaku sosial di masyarakat yang seharusnya dilandasi oleh moral yang berlaku
di masyarakat. Jadi selalu ada kendali moral terhadap setiap perilaku dan sikap
seseorang di lingkungnan sosial.
Etika dapat dipertimbangkan sebagai suatu batasan yang diterima terhadap
suatu nilai moral dan dilandasi dengan kepercayaan, tanggung jawab dan integritas
yang menjadi bagian dari sistem nilai sosial masyarakat.
Dalam dunia kerja, standar etika berbeda dari nilai dasar dari satu organisasi
dengan organisasi lain. Standar etika dapat menjadi acuan yang benar bagi organisasi
yang serius ingin membangun. Standar etika dapat menjadi nilai dan kepercayaan
bagi organisasi lain serta sebagai pedoman bagi perilaku anggota organisasi. Standar
etika merupakan tanggung jawab dari pimpinan manajemen untuk melihat bahwa
standar ini akan menentukan nilai benar atau nilai salah. Nilai etika ditentukan
melakukan sesuatu yang benar. Dalam suatu organisasi perusahaan, maka perilaku
karyawan, pelanggan serta pimpinan akan ditentukan oleh nilai etika sebagai suatu
integritas. Hasil survei menunjukkan bahwa integritas sama pentingnya dengan
kentungan perusahaan.
Dalam organisasi, etika dan moral tidak bisa dilepaskan, seperti dikatakan
oleh John W Newstrom (2007), ethic is the use of moral principles an values to
affect the behavior of individuals and organizations with regard to choice between
what is right and wrong Jadi pernyataan tersebut mengandung makna bahwa
perilaku individu dalam organisasi mengutamakan prinsip moral yang berkaitan
dengan etika dalam melaksanakan pekerjaan. Berkaitan dengan etika dan moral
dalam bekerja, beberapa pakar berpendapat bahwa etika dalam bekerja merupakan
sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya yaitu: (1) kerja keras, (2)
efisiensi, (3) kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8)
jujur, (9) loyal. Etika moral seseorang yang jelas menggambarkan hal-hal yang
bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan.
Dalam hal ini, tanggungjawab merupakan salah satu komponen dalam etika kerja
seseorang dalam melakukan pekerjaan. Melalui tanggungjawab, seseorang memiliki
kesadaran moral untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar. Salah satu
bentuk tanggungjawab seseorang dalam pelaksanaan etika kerja, selain pada diri
sendiri juga pada kelompok atau organisasi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan sangatlah penting didalam kehidupan kita, ada beberapa landasan
yang mendukung pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai arti
sebagai titik tumpu atau titik tolak dalam mewujudkan pendidikan tersebut. Landasan
pendidikan disini mempunyai tujuan yaitu Mengarahkan peserta didik agar mampu
melaksanakan berbagai peran sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai nilai dan
norma norma yang berlaku yang telah diakui. Ada beberapa jenis jenis landasan
pendidikan yang mendukung pendidikan yaitu :
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu.
b. Landasan psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan
dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk
kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun
yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah
tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik,
dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
dalam pendidikan
c. Landasan social budaya
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan
dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal
maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu
ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu
berlangsung. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat
dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai.
d. Landasan etika
Pendekatan etika dalam pendidikan Djahiri (1992) mengemukakan delapan
pendekatan dalam pendidikan moral, yaitu:
2. Evocation: yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan
keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap
stimulus yang diterimanya.
3. Inculcation: yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang
diarakan menuju kondisi siap.
4. Moral Reasoning: yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual
taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah.
5. Value Clarification: yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa
diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
6. Value Analysis: yaitu pendekatan yang dilakukan agar peserta didik diransang
untuk melakukan analisis nilai moral.
7. Moral Awarness: yaitu pendekatan agar peserta didik diransang menerima
stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.
8. Commitment Approach: yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak
menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.
9. Union Approach: yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk
melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
B. SARAN
Seorang pendidik sebaiknya dapat mendidik anak didiknya agar pengetahuan
yang mereka miliki dapat seimbang dengan sikap dan moral. Janganlah lelah untuk
mengejar pendidikan karena pendidikan dapat terus berlangsung selama proses dalam
hidup kita tetap berjalan. Proses pendidikan seharusnya ditunjang dengan pendidik
yang berkompeten sehingga pendidikan dapat membentuk kepribadian anak didik
menjadi baik.
DAFTAR PUSTAKA

Tirtaraharja, Umar, La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Parsono, dkk., 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka,
Depdikbud.
http://sudionokps.wordpress.com/2008/07/20/landasan-landasan-pendidikan/
Diposkan oleh rahayu kusuma pratiwi di 11.05
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan
ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai