Anda di halaman 1dari 16

FILOSOFIS DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN

Dosen pembimbing : Dr.H.Abdul madjid, M.M.,M.pd

Di susun oleh : Anwaril ma’arif


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang filosofis
dan ediologis pendidikan
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang filosofis dan ediologis
pendidikan
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sidoarjo, 13 Oktober 2016

kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................. 2


B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 1


A. Pengertian filosofis dan ediologis pendidikan ................................................................ 2
B. Pengertian Ideologi pendidikan.....................................................................................4

C. Ideologi Konservatif........................................................................................................5

BAB III PENUTUP..................................................................................................................12

A. Daftar Pustaka .............................................................................................................12


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membincangkan pendidikan bearti membincangkan masalah diri manusia sebagai
makhluk tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dalam
kerangka mengabdi kepada tuhan.pendidikan islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian
manusia yang sejak awal kejadiannya sebagai makhluk tuhan yang paling sempurna yang
dibekali potensi hidayah akal dan ilmu,maka itu merupakan proses panjang yang tidak
berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat tuhan dan tanggung jawab,sepanjang
dunia ini masih ada.

Pendidikan islam dalam eksistensinya sebagai komponen pembangunan


bangsa,khususnya di Indonesia,memainkan peran yang sangat besar dan ini berlangsung sejak
jauh sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia,hal ini dapat dilihat pada praktik pendidikan
islam yang diselenggarakan oleh umat islam melalui lembaga-lembaga pendidikan tradisional
seperti majlis taklim, forum pengajian,surau dan pesantren-pesantren yang berkembang subur
dan eksis hingga sekarang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan filsafat pendidikan?
2. Apa manfaat filsafat pendidikan?
3. Apa yang di maksud dengan filsafat antropologi?
4. Apa yang di maksud dengan ediologi pendidikan?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembuatan makalah ini adalah supaya mahasiswa memahami secara
menyeluruh tentang filsafat pendidikan. Selain itu, tujuan dari di buatnya makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh tentang filsafat pendidikan
2. Sebagai bekal mahasiswa untuk menjadi seorang pendidik agar dapat mengatasi
masalah dalam pendidikan

1
2

FILOSOFIS DAN EDIOLOGIS PENDIDIKAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan

merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang
dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat pendidikan Metode yang
dilakukan adalah dengan menganalisa secara kritis struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat
pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan. Salah satu yang dikritisi
secara konkret adalah relasi antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu
yang sering dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuk aspek
pengalaman. Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan
mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran
serta aspek-aspek pendidikan yang lain. Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah
yang mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema
yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara
umum. Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji. Ada
banyak defisini mengenai filsafat pendidikan tapi akhirnya semua mengatakan dan
mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka menyelesaikan permasalahan
pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode pendidikan untuk
menentukan gerak semua aktivitas pendidikan.

B. Manfaat Filsafat Pendidikan

Pendidikan dapat dibedakan menjadi dua wilayah yaitu humanisme dan akademik. Sisi
humanisme mengembangkan manusia dari segi ketrampilan dan praktik hidup. Sementara
aspek akademik menekankan nilai kognitif dan ilmu murni. Keduanya merupakan aspek
penting yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan berperan untuk terus
menganalisa dan mengkritisi aspek akademik dan humanis demi sebuah pendidikan yang
utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses
pendidikan demi perkembangan pendidikan yang mencetak manusia handal.

C. Objek Kajian Filsafat Pendidikan

Realitas-realitas pendidikan yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain.

1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempunaan.
2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan
memengaruhi tatanan hidup suatu masyarakat.
3. Tujuan pendidikan sebagai arah pengembangan model pendidikan.
3

4. Relasi antara pendidik dan peserta didik sebagai subjek dan subjek.
5. Pemamahaman dan pelaksanaan kurikulum dalam pendidikan.
6. Metode dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
7. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan tatanan masyarakat dan organisasi serta
situasi sosial sekitar.
8. Nilai dan pengetahuan sebagai aspek penting dalam pengajaran.
9. Kaitan antara pendidikan dengan kelas sosial dan kenaikan taraf hidup masyarakat.
10. Aliran-aliran filsafat yang dapat memberikan solusi atas masalah pendidikan.
Pada dasarnya filsafat pendidikan membicarakan tiga masalah pokok. Pertama, apakah
sebenarnya pendidikan itu.. Kedua, apakah tujuan pendidikan yang sejati. Ketiga, dengan
metode atau cara apakah tujuan pendidikan dapat tercapai.
D. Cabang

1. Metafisika = hakikat kenyataan :


a. Ontologi = hakikat kenyataan alam semesta
b. Teologi = hakikat Tuhan
c. Kosmologi = hakikat alam
d. Humanologo = hakikat manusia
2. Epistemologi = hakikat mengetahui dan pengetahuan
3. Aksiologi = hakikat nilai-nilai :
a. Etika = hakikat baik dan jahat.
b. Estetika = hakikat indah dan jelek.

E. Filsafat antropologi atau antropologi filosofis


a. Batasan
filsafat antropologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakikat manusia sebagai
keseluruhan, atau manusia seutuhnya. Pengetahuan filosofis tentang manusia pada
dasarnya adalah refleksi manusia tentang dirinya sendiri (selbstbesing), dan manusia
dapat merefleksikan atau mencerminkan tentang dirinya sendiri hanya apabila menjadi
pribadi yang mengenal dirinya, jadi filsafat antropologi tujuan utamanya adalah
merefleksikan atau mencerminkan dirinya sebagai seorang pribadi.

b. Obyek
1. Masalah hubungan manusia dengan alam
2. Masalah hubungan manusia dengan manusia.
3. Masalah hubungan manusia dengan Tuhan.
4

c. Karakteristik manusia seutuhnya.

1. Satu yang terkandung di dalamnya banyak aspek (one in many)

Manusia seutuhnya = animal symbolicium.


2. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan
pikiran sebagai milik manusia yang unik (animal rationale)

3. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakn simbol-simbol untuk


mengkomunikasikan pikirannya (animal sociale)
4. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menalar dan
sadari sebagai pribadi yang menalar.
5. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
mengkombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
6. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol maka dapat
mengadakan perbedaan moral.
7. Hewan yang menggunakn simbol-simbol dapat menyadari diri sendiri sebagai pribadi.
d. Implikasi dalam praktek pendidikan.
1. Konsep-konsep manusia seutuhnya sebagai dasar tujuan pendidikan
2. Pendidikan = humanisasi (proses mewujudkan kemanusiaan, atau proses menuju
tercapainya manusia seutuhnya).
3. Tujuan utama dalam hidup mencapai perwujudan diri sendiri secara kooperatif.
e. Implikasi dalam pengembangan teori pendidikan.
1. Timbul kebutuhan study filsafat antropologi anak yang tertuju membahas khuluk atau
hakikat anak (anak dilahirakan membawa dosa asal dari adam dan hawa di surga; anak
dilahirkan sebagai tabula rasa atau tanpa pembawaan; anak yang dilahirkan baik; anak
dilahirkan tidak berdaya tapi penuh potensi; dan sebagainya)
2. Mendorong lahir dan berkembangnya pedagogik atau Ilmu mendidik yang memadukan
aspek faktual dengan aspek normatif (perpaduan antara aspek filosofis yang
menentuka tujuan-tujuan pendidikan dengan aspek psikologis yang menentukan cara-
cara atau metode-metode pendidikan).

A. Ideologi pendidikan:
Ideologi sebagai sebuah konsep, para ahli maaengemukakan definisi atau pengertian
tentang ideologi dari berbagai perspektif. Ideologi memperoleh makna tertentu melalui
wacana dan konteks. Ia bisa bermakna sebagai sesuatu yang positif, netral yang bersumber
dari ide-ide tertentu, namun juga ia bisa dimaknai sebagaiyang neggatif. Sinomin dengan tipu
daya dan kefanatikan. David Mclellan member pengantar untuk topic ideologi dimulai
5

dengan menyatakan: Ideologi adalah suatu konsep yang paling sukar di pahami dalam ilmu
sosial secara keseluruan.
Dalam penggunaan sehari-hari, ideologi cenderung menjadi istilah negative yang
terutama digunakan untuk mengelompokan ide-ide yang bias dan/atau ekstrim. Untuk
menghidari kesalah pahaman arti ideologi, maka perlu melihat pendekatan-pendekatan yang
digunakan sebagai berikut :
1. Ideologi sebagai pemikiran politik
2. Ideologi sebagai kepercayaan dan norma
3. Ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos, serta

4. Ideologi sebagai kekuatan elite.

Sebagai sebuah konsep istilah, ideologi dimaksud disini adalah serangkaian


kepercayaan (belief) yang menjadi orientasi bagi sebuah tindakan. Antoine Destutt de Tracy
(1754-1836M), seorang bangsawan yang bersimpati pada revolusi prancis (1789), pengikut
rasional gerakan pancerahan, yang menciptakan istilah ideologi Pada 1796. Ia memandang
”ideologi” sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan arah yang benar
menuju masa depan. Sementara menurut O’Neill, ideologi pola gagasan yang mengarahkan
dan menggerakkan tindakan-tindakan dalam pendidikan dipandang sebagai sistem nilai atau
keyakinan yang mengarah dan menggerakkan suatu tindakan sosial. Dengan demikian
ideologi pendidikan membahas dan mengkaji sistem nilai atau pola gagasan yang
menggerakkan tindakan pendidikan inilah yang sering dalam posisi out side kesadaran kita
(pendidikan). Sehingga subjek pendidikan sering “awam” atau “mungkin” pura-pura awam
dengan sistem nilai atau gagasan tersebut. Iplikasinya orang-orang yang terlibat dalam proses
pendidikan, utamanya peserta didik, terpasung dan terformat oleh pola gagasan yang berada
di luar kesadarannya. Akibatnya dunia pendidikan dijadikan alat legitimate penguasa untuk
mempertahankan “status quo” dengan cara memasung kebebasan akademik atas nama asas
pancasila.
Persoalan ideologi dalam pendidikan, memang merupakan masalah yang rumit,
karena terkait dengan sistem nilai atau pola gagasan yang menjadi keyakinan seseorang atau
kelompok bahkan menurut O Neill, upaya untuk mengetahui ideologi pendidikan seseorang
biasanya tidak cukup untuk membuat kita tahu apa yang paling mungkin untuk dilakukan
dalam penjelasan lebih lanjut, O Neill menggunakan struktur fundamental yang
menghubungkan antara sistem nilai dengan kebijakan-kebijakan pendidikan. Dalam
hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Prisip-prisip Nilai(volue principles)
Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, apa yang ideal? (apakah yang memiliki
kebaikan tertinggi?) Jawaban dari pertanyaan ini selanjutnya akan menjadi landasan bagi
( basic to…………)
6

2. Prinsip-prisip moral (moral principles)


Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, prilaku apa yang bermoral? (Basic to
Establisment of……….)
3. Kebijakan-kebijakan Moral (Moral policies)
Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, tindakan apa yang bermoral? (Fundomental
to………).
4. Kebijakan-kebijakan pendidikan (Education policies)
Pengetahuan macam apakah yang diperlukan, dan bagaimana ia diberikan kepada
orang lain?
Teori ideologi menurut O’Neill ini bersumber dari etika sosial (moral maupun politik)
Etika sosial ini kemudian menjadi sistem nilai yang mengarah pendidikan, dan sistrm nilai ini
menjadi sebab sekaligus akibat daari perubahan sosial yang mendasar.
7

Ideologi Konservatif dibagi lagi dalam tiga kelompok yaitu: fundamentalisme,


intelektualisme, dan konservatisme, sedangkan ideologi penddikan liberal dibagi juga dalam
tiga kelompok, yaitu: liberalisme, liberasinisme, dan anarkisme. Pemetaan ideologi yang
dilakukan O’Neill ini baru sebatas sumbangan teoritis untuk pemetaan ideologi pendidikan di
Indonesia.
Secara umum kita mengetahui bahwa peta ideologi pendidikan di Indonesia lebih
bersifat sentralistik, karena mengacu pada ideologi Negara yakni ideologi pancasila yang
sarat dengan kepentingan-kepentingan penguasa Negara, namun dengan mencoba melalui
implementasi instrument pendidikan, kita dapat memetakan ideologi pendidikan nasional
berdasar pada teori O’Neill.
Mengkaji ideologi pendidikan di Indonesia, kita memerlukan pengetahuan tentang
tripilogi (kurikulm). Dengan sistem MBS yang belum lama diberlakukan oleh pemerintah,
disini coba diasumsikan bahwa MBS muncul karena:
1. Keinginan untuk menyelaraskan antara materi pendidikan dengan kebutuhan peserta didik.
2. Keinginan untuk mengoptimalkan otonomi sekolah dan daerah, sehingga beban
(pendanaan)sedikit berkurang.

Tetapi pada dataran realitas, ternyata pendidikan di Indonesia, terjadi kesalahan kelola.
Ini terbukti pada birokrasi pemerintah yang lebih bersifat inkonsisten, irasional, pragmatis,
otoriter dan tidak professional. Karena professional lebih dimaknai sebatas pada bayaran
yang tinggi tanpa memerhitungkan kualifikasi, tanggung jawab dan intregritas yang tinggi.
Ini adalah warisan orde baru yang hanya mengajarkan kepatuhan dan manipulasi saja.

B. Paradigma Pendidikan Islam di Indonesia.


Mengarahkan pandangan ke arah pembangunan pendidikan di Indonesia tampaknya
membutuhkan keseriusan. Banyak kendala yang menghadang. Tidak hanya aspek internal,
melainkan benturan kebudayaan (clash of civization), memaksa pemerhati, pakar dan pelaku
pendidikan untuk mengkaji ulang mengenai orientasi sistem pendidikan bangsa. Paradigma
pendidikan yang berkembang di Indonesia lebih bersifat pada silent culture.
Dari sini kemdian timbul pertanyan, apa saja aspek kehidupan ini? dalam konteks
inilah para pemikir dan pengembang pendidikan mempunyai visi berbeda-beda, perbedaan
tersebut tidak bisa lepas dari sistem politik dan watak sosiokultural yang mengitarinya.
Misalnya, secara historis – sosiologis, Muhaimin memetakan setidak-tidaknya telah muncul
beberapa paradigma pengembangan pendidikan (Islam) sebagai berikut:
1. Paradigma Formisme
Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan
kata kuncinya adalah dikotomi dan diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang
berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, madrasah dan non madrasah,
pendidikan agama dan pendidikan umum,dan seterusnya.
8

Paradigma tersebut pernah terwjud dalam realitas sejarah pendidikan (islam). Pada
periode pertengahan, lembaga pendidikan islam (terutama madrasah sebagai perguruan tinggi
atau al-jamiah) tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdika pada al-
ulum al-madinah. Sementara itu penguasa politik yang memprakasai berdirinya madrasah,
mungkin karna dorongan politik tertentu motivasi murni menegakkan ortodoksi, sering
mendikte madrasah atau al-jamiah untuk tetap dalam kerangka ortodoksi (kerangka syariah).

2. Paradigma Mekanisme
Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri dari berbagai aspek dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan,
yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang
terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan
fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling konsultasi atau
tidak.
Dalam paradigma ini, pendidikan agama sebagai sumber nilai lebih menonjolkan
fungsi moral dan spiritual atau demensi efektifnya dari pada demensi kognitif dan
psikomotor, dalam arti demensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan efektif
(moral dan spiritual), yang berbeda dangan mata pelajaran lainnya.
Paradigm organisme merupakan kesatuan atau sebagai system (yang terdiri atas
komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan atau semangat
hidup yang di manifestasikan dengan sikap hidup dan ketrmpilan hidup.Dalam konteks
pandangan semacam itu,penting kiranya membangun kerangka pemikiran yang bersumber
pada fundamental doctrins dan fundamental volues yang tertuang dalam AL-Quran dan As-
Sunnah.

Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan (islam) diharapkan dapat
mengintegresikan nilai-nilai pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik,serta mampu melahirkan
manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), memilik
kematangan propresional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama (imtag).

A. Ideologi pendidikan: Sebuah konsep


Ideologi sebagai sebuah konsep, para ahli maaengemukakan definisi atau pengertian
tentang ideologi dari berbagai perspektif. Ideologi memperoleh makna tertentu melalui
wacana dan konteks. Ia bisa bermakna sebagai sesuatu yang positif, netral yang bersumber
dari ide-ide tertentu, namun juga ia bisa dimaknai sebagaiyang neggatif. Sinomin dengan tipu
daya dan kefanatikan. David Mclellan member pengantar untuk topic ideologi dimulai
dengan menyatakan: Ideologi adalah suatu konsep yang paling sukar di pahami dalam ilmu
sosial secara keseluruan.
9

Dalam penggunaan sehari-hari, ideologi cenderung menjadi istilah negative yang


terutama digunakan untuk mengelompokan ide-ide yang bias dan/atau ekstrim. Untuk
menghidari kesalah pahaman arti ideologi, maka perlu melihat pendekatan-pendekatan yang
digunakan sebagai berikut :
1. Ideologi sebagai pemikiran politik
2. Ideologi sebagai kepercayaan dan norma
3. Ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos, serta
4. Ideologi sebagai kekuatan elite.

Sebagai sebuah konsep istilah, ideologi dimaksud disini adalah serangkaian


kepercayaan (belief) yang menjadi orientasi bagi sebuah tindakan. Antoine Destutt de Tracy
(1754-1836M), seorang bangsawan yang bersimpati pada revolusi prancis (1789), pengikut
rasional gerakan pancerahan, yang menciptakan istilah ideologi Pada 1796. Ia memandang
”ideologi” sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan arah yang benar
menuju masa depan. Sementara menurut O’Neill, ideologi pola gagasan yang mengarahkan
dan menggerakkan tindakan-tindakan dalam pendidikan dipandang sebagai sistem nilai atau
keyakinan yang mengarah dan menggerakkan suatu tindakan sosial. Dengan demikian
ideologi pendidikan membahas dan mengkaji sistem nilai atau pola gagasan yang
menggerakkan tindakan pendidikan inilah yang sering dalam posisi out side kesadaran kita
(pendidikan). Sehingga subjek pendidikan sering “awam” atau “mungkin” pura-pura awam
dengan sistem nilai atau gagasan tersebut. Iplikasinya orang-orang yang terlibat dalam proses
pendidikan, utamanya peserta didik, terpasung dan terformat oleh pola gagasan yang berada
di luar kesadarannya. Akibatnya dunia pendidikan dijadikan alat legitimate penguasa untuk
mempertahankan “status quo” dengan cara memasung kebebasan akademik atas nama asas
pancasila.
Persoalan ideologi dalam pendidikan, memang merupakan masalah yang rumit,
karena terkait dengan sistem nilai atau pola gagasan yang menjadi keyakinan seseorang atau
kelompok bahkan menurut O Neill, upaya untuk mengetahui ideologi pendidikan seseorang
biasanya tidak cukup untuk membuat kita tahu apa yang paling mungkin untuk dilakukan
dalam penjelasan lebih lanjut, O Neill menggunakan struktur fundamental yang
menghubungkan antara sistem nilai dengan kebijakan-kebijakan pendidikan. Dalam
hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Prisip-prisip Nilai(volue principles)
Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, apa yang ideal? (apakah yang memiliki
kebaikan tertinggi?) Jawaban dari pertanyaan ini selanjutnya akan menjadi landasan bagi
( basic to…………)
2. Prinsip-prisip moral (moral principles)
Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, prilaku apa yang bermoral? (Basic to
Establisment of……….)
3. Kebijakan-kebijakan Moral (Moral policies)
10

Dalam prisip ini akan muncul pertanyaan, tindakan apa yang bermoral? (Fundomental
to………).
4. Kebijakan-kebijakan pendidikan (Education policies)
Pengetahuan macam apakah yang diperlukan, dan bagaimana ia diberikan kepada
orang lain?
Teori ideologi menurut O’Neill ini bersumber dari etika sosial (moral maupun politik)
Etika sosial ini kemudian menjadi sistem nilai yang mengarah pendidikan, dan sistrm nilai ini
menjadi sebab sekaligus akibat daari perubahan sosial yang mendasar.
Ideologi Konservatif dibagi lagi dalam tiga kelompok yaitu: fundamentalisme,
intelektualisme, dan konservatisme, sedangkan ideologi penddikan liberal dibagi juga dalam
tiga kelompok, yaitu: liberalisme, liberasinisme, dan anarkisme. Pemetaan ideologi yang
dilakukan O’Neill ini baru sebatas sumbangan teoritis untuk pemetaan ideologi pendidikan di
Indonesia.
Secara umum kita mengetahui bahwa peta ideologi pendidikan di Indonesia lebih
bersifat sentralistik, karena mengacu pada ideologi Negara yakni ideologi pancasila yang
sarat dengan kepentingan-kepentingan penguasa Negara, namun dengan mencoba melalui
implementasi instrument pendidikan, kita dapat memetakan ideologi pendidikan nasional
berdasar pada teori O’Neill.
Mengkaji ideologi pendidikan di Indonesia, kita memerlukan pengetahuan tentang
tripilogi (kurikulm). Dengan sistem MBS yang belum lama diberlakukan oleh pemerintah,
disini coba diasumsikan bahwa MBS muncul karena:
1. Keinginan untuk menyelaraskan antara materi pendidikan dengan kebutuhan peserta didik.
2. Keinginan untuk mengoptimalkan otonomi sekolah dan daerah, sehingga beban
(pendanaan)sedikit berkurang.

Tetapi pada dataran realitas, ternyata pendidikan di Indonesia, terjadi kesalahan kelola.
Ini terbukti pada birokrasi pemerintah yang lebih bersifat inkonsisten, irasional, pragmatis,
otoriter dan tidak professional. Karena professional lebih dimaknai sebatas pada bayaran
yang tinggi tanpa memerhitungkan kualifikasi, tanggung jawab dan intregritas yang tinggi.
Ini adalah warisan orde baru yang hanya mengajarkan kepatuhan dan manipulasi saja.

B. Paradigma Pendidikan Islam di Indonesia.


Mengarahkan pandangan ke arah pembangunan pendidikan di Indonesia tampaknya
membutuhkan keseriusan. Banyak kendala yang menghadang. Tidak hanya aspek internal,
melainkan benturan kebudayaan (clash of civization), memaksa pemerhati, pakar dan pelaku
pendidikan untuk mengkaji ulang mengenai orientasi sistem pendidikan bangsa. Paradigma
pendidikan yang berkembang di Indonesia lebih bersifat pada silent culture.
Dari sini kemdian timbul pertanyan, apa saja aspek kehidupan ini? dalam konteks
inilah para pemikir dan pengembang pendidikan mempunyai visi berbeda-beda, perbedaan
tersebut tidak bisa lepas dari sistem politik dan watak sosiokultural yang mengitarinya.
11

Misalnya, secara historis – sosiologis, Muhaimin memetakan setidak-tidaknya telah muncul


beberapa paradigma pengembangan pendidikan (Islam) sebagai berikut:
1. Paradigma Formisme
Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan
kata kuncinya adalah dikotomi dan diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang
berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, madrasah dan non madrasah,
pendidikan agama dan pendidikan umum,dan seterusnya.
Paradigma tersebut pernah terwjud dalam realitas sejarah pendidikan (islam). Pada
periode pertengahan, lembaga pendidikan islam (terutama madrasah sebagai perguruan tinggi
atau al-jamiah) tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdika pada al-
ulum al-madinah. Sementara itu penguasa politik yang memprakasai berdirinya madrasah,
mungkin karna dorongan politik tertentu motivasi murni menegakkan ortodoksi, sering
mendikte madrasah atau al-jamiah untuk tetap dalam kerangka ortodoksi (kerangka syariah).

2. Paradigma Mekanisme
Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri dari berbagai aspek dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan,
yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang
terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan
fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling konsultasi atau
tidak.
Dalam paradigma ini, pendidikan agama sebagai sumber nilai lebih menonjolkan
fungsi moral dan spiritual atau demensi efektifnya dari pada demensi kognitif dan
psikomotor, dalam arti demensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan efektif
(moral dan spiritual), yang berbeda dangan mata pelajaran lainnya.
Paradigm organisme merupakan kesatuan atau sebagai system (yang terdiri atas
komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan atau semangat
hidup yang di manifestasikan dengan sikap hidup dan ketrmpilan hidup.Dalam konteks
pandangan semacam itu,penting kiranya membangun kerangka pemikiran yang bersumber
pada fundamental doctrins dan fundamental volues yang tertuang dalam AL-Quran dan As-
Sunnah.

Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan (islam) diharapkan dapat
mengintegresikan nilai-nilai pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik,serta mampu melahirkan
manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), memilik
kematangan propresional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama (imtag).
Daftar pusaka

1. ^ a b c d e f g Redja Mudyahardjo (2008). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda. p. 5-


10. ISBN 979-692-027-1.
2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Muhmidayeli (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika
Aditama. ISBN 979-602-39-7 Check |isbn= value (bantuan).
3. ^ Rakhmat Hidayat (2013). Pedagogi Kritis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. p. 2. ISBN 978-979-
769-549-1.
4. ^ John Dewey (2008). Pengalaman dan Pendidikan. Yogyakarta: Kepel Press. ISBN 979-96230-
4-9.
5. ^ Wowo Sunaryo Kuswana (2013). Filsafat Pendidikan Teknologi, Vokasi dan Kejuruan. Bandung:
Alfabeta. ISBN 978-602-7825-21-5.

Anda mungkin juga menyukai