Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. 1. Menurut Hildegun Olsen dalam Tarmansyah, pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya (Jauhari, 2017). 2. Sapon-Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, dikelas reguler bersama-sama teman seusianya(Jauhari, 2017). 3. Alimin menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi eklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua anak seseuai dengan kelompok usianya. 4. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdaan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara umum bersama-sama dengan peserta didik umumnya (Tarnoto, 2013). 5. Menurut Lay Kekeh MarthanPengertian pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidik bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah reguler (SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya (Mularsih, 2007). 6. Menurut Staub dan Peck, pengertian pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas biasa merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak- anak berkelainan, apapun jenis kelainanya. 7. Menurut Smith, pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah. 8. Daniel P. Hallahan dalam Daniel mengemukakan pengertian pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut. Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya (Sudjak, 2018). B. Sejarah Pendidikan Inklusi Sejarah pendidikan inklusif pada awal mulanya diawali oleh 3 negara yaitu Denmark, Norwegia, dan Swegia. Sementara itu, Inggris mulai mempublikasikan mengenai ide tentang pendidikan inklusif dengan ditandai adanya perubahan dari model pendidikan segregatif menuju ke model pendidikan integratif yang ditindak lanjuti dengan adanya Deklarasi Bangkok 1994 di Salmanca. Berdasarkan perkembanngan inklusi di Negara lain, Membuat Negara Indonesia melaksanakan konvensi nasional yang berhasil membentu Deklarasi Bandung yang menyatakan bahwa Indonesia siap untuk menerapkan pendidikan inklusif. Semenjak dikeluarkannya Undang-undang pendidikan nomor 12 tahun 1954 pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kelainan fisik dan mental sudah terjamin secara hukum. Jaminan itu diberikan dalam bentuk sekolah bagi anak- anak penyandang disabilitas yang diakomodir oleh berbagai macam sekolah luar biasa. SLB-A untuk Tunanetra, SLB-B bagi tuna rungu-wicara, SLB-C untuk tuna grahita, SLB-D untuk tunadaksa, SLB-E untuk tuna laras, SLB-G untuk tuna ganda. Jaminan pendidikan itu semakin menguat khususnya semenjak keluarnya program pemerintah tahun 1984 tentang program wajib belajar enam tahun. Imbas dari program tersebut menghendaki seluruh anak usia sekolah dasar wajib bersekolah dan menamatkan pendidikan minimal enam tahun. Berbagai program pendukungpun disusun, mulai dari pendirian sekolah baru, paket A, sekolah kecil hingga sekolah terbuka. Perubahan juga dirasakan oleh sekolah-sekolah luar biasa yang ada, dengan daya tampung yang terbatas maka Pada tanggal 3 Desember 1992 dicanangkan sebagai hari Disabilitas Internasional oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa. Sehingga hampir di seluruh dunia memperingatinya (Hafiz, 2017). Keseriusan pemerintah mengenai hak-hak penyandang disabilitas dalam bidang Pendidikan dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Yang di dalamnya termaktub hak-hak penyandang disabilitas, yakni dalam Bab IV Pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi; a. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. b. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Selanjutnya melalui surat edaran (Kemendiknas, 2010: 6) Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003: ”setiap kabupaten/ kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, SMK”. Di samping itu perhatian badan dunia terhadap penyandang Disabilitas juga tidak hanya sebatas peringatan ceremonial semata, tepatnya 13 Desember 2006 dimana Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106 mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Menindaklanjuti resolusi tersebut Pemerintah Indonesia menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak- Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Penandatanganan tersebut menunjukan kesungguhan Negara Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas (Hafiz, 2017). C. Tujuan Pendidikan Inklusi Tujuan pendidikan inklusi (Dewi, 2017) antara lain: 1. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang memiliki kelaian fisik, sosial, emosional, mental, maupun peserta didik yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya 2. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminasi bagi semua peserta didik Tujuan pendidikan inklusi di Indonesia diatur oleh Departemen Pendidikan Nasional. Adapaun tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia (Depdiknas: 2009, 10-11) yaitu: 1. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya 2. membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar 3. membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah 4. menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Prinsip pendidikan inklusif berkaitan langsung dengan jaminan akses dan peluang bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa memandang latar belakang kehidupan mereka. Ada beberapa prinsip dasar pendidikan inklusif (Ilahi, 2013) diantaranya: 1. Pendidikan inklusif membuka kesempatan kepada semua jenis siswa. Pendidikan inklusif merepresentasikan pihak yang termarginalkan dan terbelakang dari lingkungannya. Representasi pendidikan inklusif bukan saja menolak diskriminasi dan ketidakadilan, melainkan pula memperjuangkan hak azazi manusia yang terbelenggu oleh hegemoni penguasa. Pendidikan inklusif tidak saja menjadi konsep pendidikan yang menekankan pada kesetaraan, tetapi juga memberikan perhatian penuh pada semua kalangan anak yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental. Pendidikan inklusif mengusung tema besar tentang pentingnya menghargai perbedaan dalam keberagaman. 2. Pendidikan inklusif menghindari semua aspek negatif labeling. Prinsip dasar yang menjadi karakter pendidikan inklusif adalah menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan pelabelan atau labeling. Ketika kita memberikan pelabelan kepada anak berkebutuhan khusus, disitulah akan muncul stigma negatif yang menyudutkan anak dengan keterbatasan dan kekurangannya. Pelabelan bukan saja sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kecurigaan yang berlebihan, melainkan pula bisa menciptakan ketidakadilan dalam menghargai perbedaan antara sesama. Salah satu dampak buruk dari labeling adalah munculnya inferioritas bagi pihak yang diberi label negatif. 3. Pendidikan inklusif selalu melakukan Check dan Balances. Salah satu keuntungan dari kehadiran pendidikan inklusif adalah selalu melakukan check dan balances. Kehadiran pendidikan inklusif bukan sekedar sebagai konsep percobaan yang hanya muncul dalam wacana belaka, melainkan bisa menjadi konsep ideal yang berperan penting dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis check dan balances. Sangat antusias menyambut kehadiran pendidikan inklusif karena disamping menciptakan alternatif baru juga menghadirkan satu gagasan praktis yang dapat dilaksanakan tanpa harus mengalami kesulitan berarti dalam konteks pelaksanaannya. Menurut Indianto, prinsip pembelajaran yang harus menjadi perhatian guru dalan sekolah inklusi sebagai berikut: 1. Prinsip motivasi Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2. Prinsip latar/konteks Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak. 3. Prinsip keterarahan Setiap anak melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat. 4. Prinsip hubungan social Dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, seakan interaksi banyak arah. 5. Prinsip belajar sambil bekerja Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan, menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya. 6. Prinsip individualisasi Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai. 7. Prinsip menemukan Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlibat secara aktif baik fisik maupun mental, sosial dan emosional. 8. Prinsip pemecahan masalah Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuannya. E. Manfaat Pendidikan Inklusi Allen dan Schwartz mengungkapakan manfaat lingkungan yang inklusif untuk anak yang memiliki kebutuhan, (Dewi, 2017) antara lain: 1. lebih merangsang, memiliki keberagaman dan reponsif 2. memungkinkan perkembangan kurikulum 3. memberikan kesempatan pada anak berkebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan anak lain dan meningkatkan kemampuannya 4. memberikan kesempatan anak berkebutuhan khusus untuk belajar akademis dari teman sebaya. Manfaat pendidikan inklusi untuk peserta didik berkebutuhan khusus adalah: 1. dapat meningkatkan rasa percaya diri, 2. memiliki kesempatan menyesuaikan diri, 3. memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan di masyarakat Sedangkan peserta didik pada umumnya dapat belajar mengenai keterbatasan, kelebihan, dan keunikan tertentu pada temannya sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial, menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap orang lain Rasa percaya bahwa inklusi yang lebih besar dapat menghasilkan proses pengajaran dan pembelajaran yang meningkat bagi semua anak. Persahabatan antara anak dengan atau tanpa hambatan adalah sebuah norma.
Sumber:
Dewi, N. K. (2017). MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK ANAK
USIA DINI. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 147, 11–40.
Hafiz, A. (2017). SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI INDONESIA. Jurnal As-Salam, 1(3), 9–15.
Ilahi, M. T. (2013). Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Ar-Ruzz Media.
Jauhari, A. (2017). Pendidikan Inklusi Sebagai Alternatif Solusi Mengatasi
Permasalahan Sosial Anak Penyandang Disabilitas. Journal of Social Science Teaching, 1(1), 23–38.
Mularsih, H. (2007). PEMBELAJARAN INDIVIDUAL DENGAN
MENGGUNAKAN MODUL. Akademika, 9(1), 1–16.
Sudjak. (2018). Problematika Pendidikan Inklusi Di Sekolah. Juenal Modeling,
5(2), 185–188.
Tarnoto, N. (2013). PERMASALAHAN-PRMASALAHAN YANG DIHADAPI
SEKOLAH PENYELANGGARA PENDIDIKAN INKLUSI PADA TINGKAT SD. HUMANITAS, 13(50–61), 1. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004