Anda di halaman 1dari 9

RESUME PENDIDIKAN INKLUSI

Tentang

Hakikat Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. Zulmiyetri, M. Pd.

Oleh :

Sefira Dwi Cahya Ningrum

(19003104)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
Hakikat Pendidikan Inklusi

A. Pengertian Pendidikan Inklusi


Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada
umumnya untuk belajar.
1. Menurut Hildegun Olsen dalam Tarmansyah, pendidikan inklusi adalah
sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik,
intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya (Jauhari, 2017).
2. Sapon-Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, dikelas reguler bersama-sama teman
seusianya(Jauhari, 2017).
3. Alimin menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah proses dalam
merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan
partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi eklusivitas
di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup perubahan dan modifikasi
dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan strategi yang dapat
mengakomodasi kebutuhan semua anak seseuai dengan kelompok usianya.
4. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Pendidikan inklusif adalah
system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdaan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
satu lingkungan pendidikan secara umum bersama-sama dengan peserta didik
umumnya (Tarnoto, 2013).
5. Menurut Lay Kekeh MarthanPengertian pendidikan inklusi adalah sebuah
pelayanan pendidik bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan
khusus di sekolah reguler (SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar
biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar
lainnya (Mularsih, 2007).
6. Menurut Staub dan Peck, pengertian pendidikan inklusi adalah penempatan
anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini
menunjukan kelas biasa merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-
anak berkelainan, apapun jenis kelainanya.
7. Menurut Smith, pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan
penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam
program sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai
pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam
kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah.
8. Daniel P. Hallahan dalam Daniel mengemukakan pengertian pendidikan
inklusif sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik
berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan
seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik
berkebutuhan khusus tersebut. Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa
pendidikan inklusif menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak
normal lainnya (Sudjak, 2018).
B. Sejarah Pendidikan Inklusi
Sejarah pendidikan inklusif pada awal mulanya diawali oleh 3 negara yaitu
Denmark, Norwegia, dan Swegia. Sementara itu, Inggris mulai mempublikasikan
mengenai ide tentang pendidikan inklusif dengan ditandai adanya perubahan dari
model pendidikan segregatif menuju ke model pendidikan integratif yang ditindak
lanjuti dengan adanya Deklarasi Bangkok 1994 di Salmanca. Berdasarkan
perkembanngan inklusi di Negara lain, Membuat Negara Indonesia melaksanakan
konvensi nasional yang berhasil membentu Deklarasi Bandung yang menyatakan
bahwa Indonesia siap untuk menerapkan pendidikan inklusif.
Semenjak dikeluarkannya Undang-undang pendidikan nomor 12 tahun 1954
pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kelainan fisik dan mental sudah
terjamin secara hukum. Jaminan itu diberikan dalam bentuk sekolah bagi anak-
anak penyandang disabilitas yang diakomodir oleh berbagai macam sekolah luar
biasa. SLB-A untuk Tunanetra, SLB-B bagi tuna rungu-wicara, SLB-C untuk tuna
grahita, SLB-D untuk tunadaksa, SLB-E untuk tuna laras, SLB-G untuk tuna
ganda. Jaminan pendidikan itu semakin menguat khususnya semenjak keluarnya
program pemerintah tahun 1984 tentang program wajib belajar enam tahun. Imbas
dari program tersebut menghendaki seluruh anak usia sekolah dasar wajib
bersekolah dan menamatkan pendidikan minimal enam tahun. Berbagai program
pendukungpun disusun, mulai dari pendirian sekolah baru, paket A, sekolah kecil
hingga sekolah terbuka. Perubahan juga dirasakan oleh sekolah-sekolah luar biasa
yang ada, dengan daya tampung yang terbatas maka Pada tanggal 3 Desember
1992 dicanangkan sebagai hari Disabilitas Internasional oleh Badan Perserikatan
Bangsa-bangsa. Sehingga hampir di seluruh dunia memperingatinya (Hafiz,
2017).
Keseriusan pemerintah mengenai hak-hak penyandang disabilitas dalam
bidang Pendidikan dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003. Yang di dalamnya termaktub hak-hak penyandang disabilitas, yakni dalam
Bab IV Pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi;
a. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu.
b. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Selanjutnya melalui surat edaran (Kemendiknas, 2010: 6) Dirjen Dikdasmen
Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003: ”setiap kabupaten/ kota
diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, SMK”.
Di samping itu perhatian badan dunia terhadap penyandang Disabilitas juga tidak
hanya sebatas peringatan ceremonial semata, tepatnya 13 Desember 2006 dimana
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Resolusi Nomor
A/61/106 mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities
(Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Menindaklanjuti resolusi tersebut Pemerintah Indonesia menandatangani
Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-
Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York.
Penandatanganan tersebut menunjukan kesungguhan Negara Indonesia untuk
menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang
disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para
penyandang disabilitas (Hafiz, 2017).
C. Tujuan Pendidikan Inklusi
Tujuan pendidikan inklusi (Dewi, 2017) antara lain:
1. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang
memiliki kelaian fisik, sosial, emosional, mental, maupun peserta didik yang
memiliki kecerdasan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya
2. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman
dan tidak diskriminasi bagi semua peserta didik
Tujuan pendidikan inklusi di Indonesia diatur oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Adapaun tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia
(Depdiknas: 2009, 10-11) yaitu:
1. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk
anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai
dengan kebutuhannya
2. membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3. membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah
4. menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran
D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Prinsip pendidikan inklusif berkaitan langsung dengan jaminan akses dan
peluang bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa
memandang latar belakang kehidupan mereka. Ada beberapa prinsip dasar
pendidikan inklusif (Ilahi, 2013) diantaranya:
1. Pendidikan inklusif membuka kesempatan kepada semua jenis siswa.
Pendidikan inklusif merepresentasikan pihak yang termarginalkan dan
terbelakang dari lingkungannya. Representasi pendidikan inklusif bukan saja
menolak diskriminasi dan ketidakadilan, melainkan pula memperjuangkan hak
azazi manusia yang terbelenggu oleh hegemoni penguasa. Pendidikan inklusif
tidak saja menjadi konsep pendidikan yang menekankan pada kesetaraan, tetapi
juga memberikan perhatian penuh pada semua kalangan anak yang mengalami
keterbatasan fisik maupun mental. Pendidikan inklusif mengusung tema besar
tentang pentingnya menghargai perbedaan dalam keberagaman.
2. Pendidikan inklusif menghindari semua aspek negatif labeling.
Prinsip dasar yang menjadi karakter pendidikan inklusif adalah menghindari
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelabelan atau labeling. Ketika kita
memberikan pelabelan kepada anak berkebutuhan khusus, disitulah akan muncul
stigma negatif yang menyudutkan anak dengan keterbatasan dan kekurangannya.
Pelabelan bukan saja sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kecurigaan yang
berlebihan, melainkan pula bisa menciptakan ketidakadilan dalam menghargai
perbedaan antara sesama. Salah satu dampak buruk dari labeling adalah
munculnya inferioritas bagi pihak yang diberi label negatif.
3. Pendidikan inklusif selalu melakukan Check dan Balances.
Salah satu keuntungan dari kehadiran pendidikan inklusif adalah selalu
melakukan check dan balances. Kehadiran pendidikan inklusif bukan sekedar
sebagai konsep percobaan yang hanya muncul dalam wacana belaka, melainkan
bisa menjadi konsep ideal yang berperan penting dalam penyelenggaraan
pendidikan berbasis check dan balances. Sangat antusias menyambut kehadiran
pendidikan inklusif karena disamping menciptakan alternatif baru juga
menghadirkan satu gagasan praktis yang dapat dilaksanakan tanpa harus
mengalami kesulitan berarti dalam konteks pelaksanaannya.
Menurut Indianto, prinsip pembelajaran yang harus menjadi perhatian guru
dalan sekolah inklusi sebagai berikut:
1. Prinsip motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki
gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Prinsip latar/konteks
Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh,
memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal
mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang
sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak.
3. Prinsip keterarahan
Setiap anak melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan
secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan
strategi pembelajaran yang tepat.
4. Prinsip hubungan social
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu mengembangkan strategi
pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, seakan interaksi banyak
arah.
5. Prinsip belajar sambil bekerja
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan
kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan, menemukan sesuatu
melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya.
6. Prinsip individualisasi
Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara
mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam
menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar,
sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian
dan perlakuan yang sesuai.
7. Prinsip menemukan
Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing
anak untuk terlibat secara aktif baik fisik maupun mental, sosial dan emosional.
8. Prinsip pemecahan masalah
Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada di
lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data,
menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuannya.
E. Manfaat Pendidikan Inklusi
Allen dan Schwartz mengungkapakan manfaat lingkungan yang inklusif untuk
anak yang memiliki kebutuhan, (Dewi, 2017) antara lain:
1. lebih merangsang, memiliki keberagaman dan reponsif
2. memungkinkan perkembangan kurikulum
3. memberikan kesempatan pada anak berkebutuhan khusus untuk berinteraksi
dengan anak lain dan meningkatkan kemampuannya
4. memberikan kesempatan anak berkebutuhan khusus untuk belajar akademis
dari teman sebaya.
Manfaat pendidikan inklusi untuk peserta didik berkebutuhan khusus adalah:
1. dapat meningkatkan rasa percaya diri,
2. memiliki kesempatan menyesuaikan diri,
3. memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan di masyarakat
Sedangkan peserta didik pada umumnya dapat belajar mengenai keterbatasan,
kelebihan, dan keunikan tertentu pada temannya sehingga dapat mengembangkan
keterampilan sosial, menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap orang lain
Rasa percaya bahwa inklusi yang lebih besar dapat menghasilkan proses
pengajaran dan pembelajaran yang meningkat bagi semua anak. Persahabatan
antara anak dengan atau tanpa hambatan adalah sebuah norma.

Sumber:

Dewi, N. K. (2017). MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK ANAK


USIA DINI. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 147, 11–40.

Hafiz, A. (2017). SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN


INKLUSIF DI INDONESIA. Jurnal As-Salam, 1(3), 9–15.

Ilahi, M. T. (2013). Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Ar-Ruzz Media.

Jauhari, A. (2017). Pendidikan Inklusi Sebagai Alternatif Solusi Mengatasi


Permasalahan Sosial Anak Penyandang Disabilitas. Journal of Social
Science Teaching, 1(1), 23–38.

Mularsih, H. (2007). PEMBELAJARAN INDIVIDUAL DENGAN


MENGGUNAKAN MODUL. Akademika, 9(1), 1–16.

Sudjak. (2018). Problematika Pendidikan Inklusi Di Sekolah. Juenal Modeling,


5(2), 185–188.

Tarnoto, N. (2013). PERMASALAHAN-PRMASALAHAN YANG DIHADAPI


SEKOLAH PENYELANGGARA PENDIDIKAN INKLUSI PADA
TINGKAT SD. HUMANITAS, 13(50–61), 1.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Anda mungkin juga menyukai