Oleh :
M.Fikri Fathul Yaqin, M.Galang Firdaus, M. Ma’ruf Thoriq, Izzu Syakh Ahmad
A.KONSEP DASAR INKLUSI
Pendidikan ini telah diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan yang mana telah
digunakan sendiri oleh negara kita. Istilah pendidikan ini sebenarnya dicetuskan oleh pihak
UNESCO yang kemudian dikumandangkan oleh banyak negara-negara di dunia, salah
satunya adalah Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini bersifat ramah anak, sebab
sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus supaya mereka tetap dapat
belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya. Maksudnya, pendidikan ini harus ramah
untuk semua orang dan menjangkau semua orang tanpa terkecuali.
Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh manfaat yang
maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan tersebut tidak dibedakan-bedakan
berdasarkan fisik, mental, sosial, emosional, bahkan status sosial ekonominya, sehingga
semua orang siapa pun itu boleh mengakses pendidikan.
Menurut seorang profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse bernama Sapon
Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat
bersama teman-teman seusianya. Atas dasar itulah, konsep pendidikan inklusif adalah
sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal
mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses
pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.1
1.PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI
Berikut ini beberapa pengertian pendidikan inklusi yang diuraikan oleh pendapat ahli :
a. Ilahi (2013: 24) menjelaskan pengertian pendidikan inklusi yakni sebuah
konsep yang menampung semua peserta didik yang mengalami
berkebutuhan khusus (ABK) ataupun anak yang memiliki masalah seperti
kesulitan membaca ataupun menulis. Semua peserta didik tanpa terkecuali
dapat secara mudah mendapatkan pendidikan yang tepat.
1. Setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam satu kelas atau
kelompok.
2. Sekolah diatur penuh dengan tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan
perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati.
3. Guru bekerja sama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus
dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan
bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu
dalam pengorganisasian kelas.4
2
Effendi, Muhammad. 2013. Perspektif Pendidikan Inklusi. Malang: Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang
3
Mudjito, dkk. 2012. Pendidikan Inklusif. Jakarta: Badouse Media.
4
Budiyanto. 2017. Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Prenamedia Group
3. RASIONAL DASAR HUKUM PENDIDIKAN INKLUSI
5
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/pendidikan-inklusif
6
Mengenal Pendidikan Inklusi, www.ditplb.or.id diakses pada tanggal 22 September 2023
pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik,
dan sebagainya. Bertolak dari filosofi Bhinneka Tunggal Ika, kecacatan dan keberbakatann
hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa budaya, atau
agama. Kecacatan dan keberbakatan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya,
seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan
dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan
interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih
asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dasar hukum Pedagogis
Pada Pasal 3 UU No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi
warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta
didik penyandang cacat dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan
bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi
dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari
teman sebayanya di sekolah-sekolah luar biasa. Betapa pun kecilnya, mereka harus diberi
kesempatan bersama teman sebayanya.
Dasar hukum Empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan negara-negara barat sejak 1980-an, namun
penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika
Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak penyandang cacat
di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini
merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas
berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa
pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan
penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat
heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994-1995).Beberapa peneliti kemudian melakukan
meta analisis (analisis lanjut) atas hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang
dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker
(1985-1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian
menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap perkembangan
akademik maupun sosial anak penyandang cacat dan teman sebayanya
4 .SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Semua Orang tua, guru, dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik mulai
memperjuangkan hak-hak anak pada umumnya dan orang dewasa penyandang cacat pada
khususnya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang
di dalam sebuah lingkungan yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan
pentingnya interaksi dan komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran. Ini
merupakan awal pembaharuan menuju ‘normalisasi’ yang pada akhirnya mengarah pada
proses inklusi.7
Di Indonesia, pendidikan inklusi sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986 namun dalam
bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut dinamakan Pendidikan Terpadu
dan disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.002/U/1986
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu, anak
penyandang cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun mereka harus menyesuaikan
diri pada sistem sekolah umum. Sehingga mereka harus dibuat ‘siap’ untuk diintegrasikan ke
dalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang yang
bermasalah. Sedangkan yang dilakukan oleh pendidikan inklusi adalah sebaliknya, sekolah
dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak penyandang cacat. Apabila ada
kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang bermasalah.8
Keseriusan pemerintah mengenai hak-hak penyandang Disabilitas dalam bidang Pendidikan
dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Yang di dalamnya
tertulis hak-hak penyandang Disabilitas yakni dalam Bab IV Pasal 5 ayat 1 dan 2 yang
berbunyi
a) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu
b) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus
Selanjutnya melalui surat edaran (Komendiknes, 2010 6) Dirjen Dikden Depdiknas No. 380
C.C6/3/MN/2003 20 Januari 2003: "setiap kabupaten atau kota diwajibkan
menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang-kurangnya 4
(empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, SMK.
Di samping itu perhatian badan dunia terhadap penyandang Disabilitas juga tidak hanya
sebatas peringatan seremonial semata, tepatnya 13 Desember 2006 dimana Majelis Umum
Perserikatan Bangsa Bangsa mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106 mengenai Convention
on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang hak-hak Penyandang Disabilitas.
Menindak lanjuti resolusi tersebut Pemerintah Indonesia menandatangan Convention on
the Rights of Perums with Disabilities Konven mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
pada tanggal 30 Maret 2017 di New York. Pendatangan tersebut menandakan kesungguhan
Negara indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak hak
penyandang disabilitas. yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan
para penyandang disabilitas.9
5. PRAKTEK PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA SAAT INI
7
Berit H. Johnsen dan Miriam D. Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus –Sebuah Pengantar, (Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
2003), hal.35
8
Kebijakan Pemerintah Dalam Pendidikan Inklusif, (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2003), hal.4
9
https://www.neliti.com/id/publications/293583/sejarah-dan-perkembangan-pendidikan-inklusif-di-indonesia
NAMA LEMBAGA HASIL PENELITIAN PENELITI