PENDIDIKAN IKLUSIF
Disusun oleh :
Dosen pengampuh:
KHUSNUL KHOTIMAH, M.Pd
B. MANFAAT INKLUSIF
Penerapan sikap ini tentu saja memberikan beragam manfaat kepada kita, terutama
yang hidup di tengah-tengah masyarakat multikultural. Bahkan sebisa mungkin, sikap ini
harus diajarkan sejak dini. Jika mempunyai anak, adik, maupun keponakan yang
umurnya masih kecil, sangat penting untuk mengajarkan sikap ini kepada mereka ya…
Nah, berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari upaya penerapan sikap
inklusif dalam kehidupan sehari-hari :
a) Mengurangi adanya sikap diskriminatif, sebab pada dasarnya semua manusia itu
memiliki kedudukan yang sama dan tidak boleh dibeda-bedakan.
b) Dapat menghargai diri sendiri sekaligus orang lain yang memiliki perbedaan
dengan kita.
c) Turut mengembangkan masyarakat dengan pola pikir terbuka dan cerdas.
d) Mengembangkan produktivitas guna membangun kehidupan yang lebih baik.
e) Mengetahui adanya hambatan pada masalah sosial.
f) Sebagai sikap menghargai adanya perbedaan budaya dan tradisi yang ada di
lingkungan sekitar.
C. KONSEP PENDIDIKAN
Perlu diketahui bahwa sikap ini telah diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan
yang mana dicanangkan sendiri oleh negara kita. istilah pendidikan ini sebenarnya
dicetuskan oleh pihak UNESCO yang kemudian dikumandangkan oleh banyak negara-
negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini
bersifat ramah anak, sebab sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus
supaya mereka tetap dapat belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya. Istilah
pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi ini dicetuskan oleh pihak UNESCO (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) alias Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa dengan jargonnya berupa
Education for All.
Maksudnya, pendidikan ini harus ramah untuk semua orang dan menjangkau
semua orang tanpa terkecuali. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama
dalam memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan
tersebut tidak dibedakan-bedakan berdasarkan fisik, mental, sosial, emosional, bahkan
status sosial ekonominya, sehingga semua orang siapapun itu boleh mengakses
pendidikan. Nah, hal tersebut tentu saja sejalan dengan filosofi pendidikan nasional
negara kita ini, yang mana tidak membatasi akses para peserta didik untuk bersekolah
dengan latar belakang apapun. Istilah “inklusif” pada pendidikan inklusif ini tidak hanya
condong pada mereka yang memiliki kebutuhan khusus saja, melainkan semua anak.
Menurut seorang profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse bernama Sapon
Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat
bersama teman-teman seusianya.
Biasanya, lembaga pendidikan sekolah yang menyelenggarakan sekolah ini
mampu menampung semua murid untuk berada di kelas yang sama. Sekolah ini nantinya
juga akan menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan dari setiap muridnya. Tidak hanya itu
saja, sekolah inklusif juga memberikan bantuan dan dukungan dari para guru supaya
anak-anak didiknya berhasil. Atas dasar itulah, konsep pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal
mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses
pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.
Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan
anak reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan
kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem
pembelajarannya. Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan
profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif.
D. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Awal mula keberadaan pendidikan inklusif ini adalah di negara-negara
Skandinavia yakni di Denmark, Swedia, dan Norwegia. Kala itu pada tahun 1960-an,
Presiden Amerika Serikat, J.F. Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar
Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive
Environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Kemudian pada
tahun 1991, di Inggris mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif ini
yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok ras
atau etnis secara paksa. Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk
diterapkan di seluruh dunia ini semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah
konferensi dunia mengenai hak anak pada tahun 1989.
Selanjutnya pada tahun 1991 juga, di Bangkok, Thailand, berhasil
mendeklarasikan kampanye “Education for All”. Dalam konferensi dan kampanye
tersebut mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali (termasuk anak
berkebutuhan khusus) dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan
tanpa diskriminasi. Sebagai upaya dari tindak lanjut deklarasi kampanye yang diadakan
di Bangkok sebelumnya, pada tahun 1994 pun diselenggarakan sebuah konvensi
pendidikan di Salamanca, Spanyol. Dalam konvensi pendidikan tersebut mencetuskan
bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan, yang selanjutnya dikenal dengan “The
Salamanca statement on inclusive education”. Berhubung negara-negara di dunia telah
berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia juga turut melakukannya.
Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dan
menghasilkan sebuah Deklarasi Bandung yang mana berisikan bahwa Indonesia
berkomitmen untuk menuju pendidikan inklusif. Disusul pada tahun selanjutnya,
diadakan sebuah simposium internasional di Bukittinggi hingga menghasilkan sebuah
Rekomendasi Bukittinggi. Dalam rekomendasi tersebut berisikan banyak hal, antara lain
adalah menekankan perlunya untuk mengembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin anak-anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan
secara berkualitas dan layak.
E. INPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF
Sebuah sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif ini, akan
berimplikasi atau melibatkan dalam hal-hal berikut:
a) Sekolah reguler akan menyediakan kondisi kelas yang ramah, hangat, sekaligus
menerima adanya keanekaragaman dan menghargai perbedaan dari para peserta
didiknya.
b) Sekolah reguler harus siap untuk mengelola kelas yang heterogen, yakni dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran bersama.
c) Guru yang mengajar di kelas harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d) Guru dituntut melibatkan orang tua dalam proses penyelenggaraan
pendidikannya.
3) Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang
ramah, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Prinsip ini
menghendaki supaya keberadaan pendidikan inklusif ini tidak ada pihak
yang dirugikan.
4) Prinsip Keberlanjutan
Pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah akhir.
5) Prinsip Keterlibatan
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, harus melibatkan semua
komponen yang terkait. Terutama dengan berkolaborasi pada sesama guru
dan non-guru guna mendapatkan kualitas pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing.
b) Kontra Pendidikan
a. Banyak orang tua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler.
b. Banyak sekolah reguler yang belum memiliki persiapan secara penuh
dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, sebab berkaitan dengan
sumber daya yang terbatas.
c. Sekolah Luar Biasa dianggap lebih efektif untuk diikuti oleh anak-anak
yang berkebutuhan khusus.