Anda di halaman 1dari 10

RESUME

PENDIDIKAN IKLUSIF

Disusun oleh :

NADA AYU LESTARI


NIM. 221010179300014

Dosen pengampuh:
KHUSNUL KHOTIMAH, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS GRAHA KARYA
2022-2023
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Kata “inklusif” berasal Bahasa Inggris, yaitu “Inclusion” yang berarti ‘mengajak
masuk’ atau ‘mengikutsertakan’. Sementara itu, lawan kata dari “inklusif” ini adalah
“eksklusif” yang berarti ‘mengeluarkan’ atau ‘memisahkan. Apabila melihat dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ini memiliki definisi berupa ‘termasuk’ dan
‘teritung’. Nah, dapat disimpulkan bahwa “inklusif” adalah upaya untuk menerima
sekaligus berinteraksi dengan orang lain meskipun orang tersebut memiliki perbedaan
dengan diri kita. Singkatnya, hal ini hampir sama dengan toleransi yang mana harus
diterapkan dalam masyarakat multikultural. Sikap ini secara tidak langsung mengajak
kita untuk memahami permasalahan yang dialami oleh orang lain, sehingga kita tidak
asal men-judge saja. Maka dari itu, sikap ini dapat diterapkan di masyarakat
multikultural, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Contoh
sederhana dari sikap ini misalnya menghormati seseorang yang lebih tua, menghargai
waktu ibadah orang lain, dan masih banyak lainnya. Keberadaan sikap inklusif
seharusnya diajarkan oleh keluarga dan sekolah sejak dini, supaya dapat “menempel”
hingga dewasa. Sebab nanti ketika sudah dewasa, kita akan bertemu banyak orang
dengan perbedaan etnis, budaya, latar belakang, status, hingga pola pikir, sehingga kita
harus menghargai adanya perbedaan-perbedaan tersebut.
Penerapan sikap ini sebenarnya sederhana, bahkan mungkin saja sering
melakukannya tetapi tidak mengetahui bahkan tindakan tersebut adalah termasuk pada
sikap inklusif. Berikut adalah beberapa contoh penerapan dari sikap ini dalam kehidupan
sehari-hari :
a) Melakukan gotong royong untuk membersihkan desa atau kompleks perumahan.
b) Berteman dengan semua orang tanpa melihat suku, ras, maupun agama mereka.
c) Tidak asal menggurui orang lain yang tengah tertimpa masalah dan musibah.
d) Memberikan kursi prioritas untuk lansia dan ibu hamil ketika naik transportasi
umum.
e) Membantu menyeberangkan lansia di jalan.
f) Tidak mengejek budaya dan tradisi lain, meskipun bagi kita itu tampak “asing”.
g) Tidak asal berbicara kasar ketika mengobrol dengan orang lain.
h) Bersikap ramah pada semua orang, tidak hanya orang-orang tertentu saja.

B. MANFAAT INKLUSIF
Penerapan sikap ini tentu saja memberikan beragam manfaat kepada kita, terutama
yang hidup di tengah-tengah masyarakat multikultural. Bahkan sebisa mungkin, sikap ini
harus diajarkan sejak dini. Jika mempunyai anak, adik, maupun keponakan yang
umurnya masih kecil, sangat penting untuk mengajarkan sikap ini kepada mereka ya…
Nah, berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari upaya penerapan sikap
inklusif dalam kehidupan sehari-hari :
a) Mengurangi adanya sikap diskriminatif, sebab pada dasarnya semua manusia itu
memiliki kedudukan yang sama dan tidak boleh dibeda-bedakan.
b) Dapat menghargai diri sendiri sekaligus orang lain yang memiliki perbedaan
dengan kita.
c) Turut mengembangkan masyarakat dengan pola pikir terbuka dan cerdas.
d) Mengembangkan produktivitas guna membangun kehidupan yang lebih baik.
e) Mengetahui adanya hambatan pada masalah sosial.
f) Sebagai sikap menghargai adanya perbedaan budaya dan tradisi yang ada di
lingkungan sekitar.

C. KONSEP PENDIDIKAN
Perlu diketahui bahwa sikap ini telah diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan
yang mana dicanangkan sendiri oleh negara kita. istilah pendidikan ini sebenarnya
dicetuskan oleh pihak UNESCO yang kemudian dikumandangkan oleh banyak negara-
negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini
bersifat ramah anak, sebab sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus
supaya mereka tetap dapat belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya. Istilah
pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi ini dicetuskan oleh pihak UNESCO (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) alias Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa dengan jargonnya berupa
Education for All.
Maksudnya, pendidikan ini harus ramah untuk semua orang dan menjangkau
semua orang tanpa terkecuali. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama
dalam memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan
tersebut tidak dibedakan-bedakan berdasarkan fisik, mental, sosial, emosional, bahkan
status sosial ekonominya, sehingga semua orang siapapun itu boleh mengakses
pendidikan. Nah, hal tersebut tentu saja sejalan dengan filosofi pendidikan nasional
negara kita ini, yang mana tidak membatasi akses para peserta didik untuk bersekolah
dengan latar belakang apapun. Istilah “inklusif” pada pendidikan inklusif ini tidak hanya
condong pada mereka yang memiliki kebutuhan khusus saja, melainkan semua anak.
Menurut seorang profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse bernama Sapon
Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat
bersama teman-teman seusianya.
Biasanya, lembaga pendidikan sekolah yang menyelenggarakan sekolah ini
mampu menampung semua murid untuk berada di kelas yang sama. Sekolah ini nantinya
juga akan menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan dari setiap muridnya. Tidak hanya itu
saja, sekolah inklusif juga memberikan bantuan dan dukungan dari para guru supaya
anak-anak didiknya berhasil. Atas dasar itulah, konsep pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal
mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses
pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.
Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan
anak reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan
kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem
pembelajarannya. Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan
profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif.
D. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Awal mula keberadaan pendidikan inklusif ini adalah di negara-negara
Skandinavia yakni di Denmark, Swedia, dan Norwegia. Kala itu pada tahun 1960-an,
Presiden Amerika Serikat, J.F. Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar
Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive
Environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Kemudian pada
tahun 1991, di Inggris mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif ini
yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok ras
atau etnis secara paksa. Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk
diterapkan di seluruh dunia ini semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah
konferensi dunia mengenai hak anak pada tahun 1989.
Selanjutnya pada tahun 1991 juga, di Bangkok, Thailand, berhasil
mendeklarasikan kampanye “Education for All”. Dalam konferensi dan kampanye
tersebut mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali (termasuk anak
berkebutuhan khusus) dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan
tanpa diskriminasi. Sebagai upaya dari tindak lanjut deklarasi kampanye yang diadakan
di Bangkok sebelumnya, pada tahun 1994 pun diselenggarakan sebuah konvensi
pendidikan di Salamanca, Spanyol. Dalam konvensi pendidikan tersebut mencetuskan
bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan, yang selanjutnya dikenal dengan “The
Salamanca statement on inclusive education”. Berhubung negara-negara di dunia telah
berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia juga turut melakukannya.
Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dan
menghasilkan sebuah Deklarasi Bandung yang mana berisikan bahwa Indonesia
berkomitmen untuk menuju pendidikan inklusif. Disusul pada tahun selanjutnya,
diadakan sebuah simposium internasional di Bukittinggi hingga menghasilkan sebuah
Rekomendasi Bukittinggi. Dalam rekomendasi tersebut berisikan banyak hal, antara lain
adalah menekankan perlunya untuk mengembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin anak-anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan
secara berkualitas dan layak.
E. INPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF
Sebuah sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif ini, akan
berimplikasi atau melibatkan dalam hal-hal berikut:

a) Sekolah reguler akan menyediakan kondisi kelas yang ramah, hangat, sekaligus
menerima adanya keanekaragaman dan menghargai perbedaan dari para peserta
didiknya.
b) Sekolah reguler harus siap untuk mengelola kelas yang heterogen, yakni dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran bersama.
c) Guru yang mengajar di kelas harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d) Guru dituntut melibatkan orang tua dalam proses penyelenggaraan
pendidikannya.

F. TUJUAN PENDIDIKAN INKLUSIF


Pendidikan inklusif ini diselenggarakan di Indonesia tidak hanya semata-mata karena
negara lain juga melakukannya, tetapi dengan adanya tujuan-tujuan yang berpengaruh
pada rakyat Indonesia, yakni:

a) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak, termasuk anak


berkebutuhan khusus supaya dapat mengakses pendidikan yang layak sesuai
kebutuhannya.
b) Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun.
c) Membantu meningkatkan mutu dari pendidikan dasar dan menengah, dengan cara
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
d) Merealisasikan amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pada pasal 31
ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”,
sementara pada ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
e) Merealisasikan Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
khususnya pada pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Sementara pada Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 51 tentang
Perlindungan Anak, berbunyi “Anak yang menyandang cacat fisik dan atau
mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.”

G. PRINSIP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF


Prinsip dasar dalam pendidikan inklusif ini menekankan pada keterbukaan dan
penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Melalui prinsip dasar ini yang mana
berkaitan langsung dengan jaminan akses dan peluang bagi semua anak dalam
memperoleh pendidikan tanpa memandang latar belakang kehidupan mereka. Menurut
Usman Abu Bakar (2012), terdapat dua prinsip dalam pendidikan, yakni:
a) Prinsip Persamaan Hak Dalam Pendidikan
Dalam prinsip ini, pendidikan inklusif mengakomodasikan semua anak supaya
mendapatkan pendidikan secara layak, bermutu, dengan menghargai keragaman
serta mengakui perbedaan individual.

b) Prinsip Peningkatan Kualitas Sekolah


Dalam prinsip ini, pendidikan inklusif akan selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu dan kualitasnya secara baik, mulai dari penyediaan sarana
dan prasarana, kemampuan guru dan tenaga kependidikan, mengubah pandangan
sekolah mengenai kebutuhan anak, melakukan kerjasama dengan institusi lain
sebagai rekan untuk meningkatkan kualitas sekolah, hingga mewujudkan sekolah
yang ramah anak. Sementara itu, dalam buku berjudul Modul Pelatihan
Pendidikan Inklusif yang ditulis oleh Kementerian Pendidikan Nasional sebagai
kerjasama dengan pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Partnership,
menjelaskan bahwa terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif, yakni sebagai berikut:
1) Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu
Dalam prinsip ini menjadi salah satu upaya pemerataan kesempatan guna
memperoleh pendidikan karena melalui sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif, sejumlah anak berkebutuhan khusus tidak terjangkau oleh
Sekolah Luar Biasa.
2) Prinsip Kebutuhan Individual
Berhubung setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang
berbeda-beda, maka pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan
dengan kondisi anak.

3) Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang
ramah, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Prinsip ini
menghendaki supaya keberadaan pendidikan inklusif ini tidak ada pihak
yang dirugikan.

4) Prinsip Keberlanjutan
Pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah akhir.

5) Prinsip Keterlibatan
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, harus melibatkan semua
komponen yang terkait. Terutama dengan berkolaborasi pada sesama guru
dan non-guru guna mendapatkan kualitas pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing.

H. PRO DAN KONTRA PENDIDIKAN


Meskipun pendidikan inklusif ini telah diakui di seluruh dunia sebagai upaya
mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, tetapi ternyata keberadaannya
justru menimbulkan pro dan kontra. Nah, berikut adalah pro dan kontra dari pendidikan
inklusif.
a) Pro Pendidikan
Belum terdapat bukti yang kuat bahwa Sekolah Luar Biasa merupakan satu-
satunya sistem terbaik untuk memenuhi pendidikan anak berkebutuhan khusus.

1) Biaya penyelenggaraan pendidikan inklusif ini jauh lebih mahal


dibandingkan dengan sekolah reguler.
2) Dari penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa, berimplikasi atas adanya
labelisasi bahwa anak-anak yang masuk sekolah tersebut adalah anak
‘cacat’ sehingga banyak masyarakat yang tidak mau menyekolahkan
anaknya ke sekolah tersebut.
3) Banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah
tidak dapat bersekolah di Sekolah Luar Biasa dengan alasan jaraknya yang
jauh dan biaya yang tidak terjangkau.
4) Melalui pendidikan inklusif, akan terjadi proses edukasi kepada
masyarakat mengenai bagaimana menghargai perbedaan yang ada.
5) Banyak bukti di sekolah reguler, bahwa terdapat anak berkebutuhan
khusus yang tidak mendapatkan layanan secara sesuai.

b) Kontra Pendidikan
a. Banyak orang tua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler.
b. Banyak sekolah reguler yang belum memiliki persiapan secara penuh
dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, sebab berkaitan dengan
sumber daya yang terbatas.
c. Sekolah Luar Biasa dianggap lebih efektif untuk diikuti oleh anak-anak
yang berkebutuhan khusus.

Anda mungkin juga menyukai