PENDIDIKAN INKLUSI
Disusun Oleh :
2023
A. Pengertian Pendidikan Inklusi
Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah yang
dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan
yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua
orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan itu tidak
dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara fisik, mental, sosial, emosional, dan
bahkan status sosial ekonomi. Pada titik ini tampak bahwa konsep pendidikan inklusi sejalan
dengan filosofi pendidikan nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik
kependidikan hanya karena perbedaan kondisi awal dan latarbelakangnya. Inklusi pun bukan
hanya bagi mereka yang berkelainan atau luar biasa melainkan berlaku untuk semua anak.
Dengan demikian yang dimaksud pendidikan inklusi adalah sitem layanan pendidikan
yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas
biasa bersama teman-teman seusianya ( Sapon Shevin dalam O‟Neil 1994). Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas
yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980). Berdasarkan
batasan tersebut pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus, belajar bersama dengan anak sebayanya di
sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan
pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada
semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan
individu peserta didik tanpa diskriminasi
Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali dari
negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun
1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar biasa
ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment,
yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam
Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan
ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari
segregatif ke intergratif. Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia
semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun
1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang
menghasilkan deklarasi „Education for All.‟ Implikasi dari statement ini mengikat bagi
semua anggota konferensi agar semua anak tanpa kecuali (termasuk anak berkebutuhan
khusus ) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.
Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi
pendidikan di Salamanca Spanyol yang 10 mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang
selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive education”.
Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusi,
Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan
menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusi.
Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005
diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan
Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus
dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara menjamin
bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang
berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusi dunia
tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan
program pendidikan inklusi.Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu
yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian
kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti
kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusi
a) Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 31 ayat 1 yang berbunyi „setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang berbunyi „setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
b) UU no 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang
berbunyi „setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu. c) UU No 23/2002 tentang perlindungan Anak, khususnya
pasal 51 yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksessibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa.
Prinsip dasar dalam pendidikan inklusif adalah semua anak seharusnya belajar bersama-
sama tanpa melihat pada keterbatasan dan kondisi yang dimiliki oleh anak. Dengan
kebersamaan tersebut anak berkebutuhan khusus dapat berinteraksi dengan anak normal. Hal
tersebut dapat memberikan dampak positif pada perkembangan anak dimana anak
berkebutuhan khusus merasa diri mereka sama seperti anak normal karena berada di
lingkungan yang sama. Di samping prinsip tersebut, pendidikan inklusif mempunyai tujuan
mulia yakni anak-anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan yang sama layaknya anak-
anak normal untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas agar potensi yang dimiliki
dapat dikembangkan secara optimal
Prinsip dasar lahirnya pendidikan inklusif adalah semua siswa dilayani secara baik dan
adil dengan tidak melihat keterbatasan dan kondisi anak, baik kondisi kebutuhan khusus,
perbedaan sosial, emosional, kultural maupun bahasa (Florian, 2008). Lebih lanjut, menurut
Wati (2014), dasar dari pendidikan inklusi adalah bahwa semua anak berkesempatan untuk
bersama-sama belajar dan berinteraksi serta terakomodir kebutuhan-kebutuhannya tanpa ada
perbedaan-perbedaan yang membatasi. Hal ini berarti sekolah regular/umum harus jeli untuk
dapat melihat dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa yang heterogen, termasuk
mereka yang secara tradisional telah tersingkirkan, baik dari akses sekolah maupun peran
serta yang ada di sekolah. Lebih lanjut, prinsip-prinsip dasar pendidikan inklusif (Ilahi,
2013), antara lain: 1) pendidikan inklusif memberi pelayanan kepada semua “jenis‟ siswa:
pendidikan inklusif tidak saja menjadi konsep pendidikan yang menekankan pada kesetaraan,
tetapi juga memberikan perhatian penuh pada semua kalangan anak yang mengalami
keterbatasan fisik maupun mental, 2) pendidikan inklusif menghindari semua aspek
negatiflabeling: prinsip dasar yang menjadi karakter pendidikan inklusif adalah menghindari
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelabelan. Salah satu dampak buruk dari labeling
adalah munculnya inferioritas bagi pihak yang diberi label negatif. Perasaan inferioritas akan
mengganggu setiap aspek kehidupan mereka, 3) pendidikan inklusif selalu melakukan checks
dan balances: kehadiran pendidikan inklusif tidak sekedar sebagai konsep percobaan yang
hanya muncul dalam wacana belaka, melainkan bisa menjadi konsep ideal yang berperan
penting dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis checks dan balances.
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non ABK di sekolah menengah, hilangnya
rasa takut pada anak berkebutuhan khusus akibat sering berinteraksi dengan anak
berkebutuhan khusus.
2. Anak non ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah memahami
kebutuhan individu teman ABK.
3. Banyak anak non ABK yang mengakui peningkatan selfesteem sebagai akibat
pergaulannya dengan ABK, yaitu dapat meningkatkan status mereka di kelas dan di
sekolah.
4. Anak non ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral pribadi dan
prinsip-prinsip etika
5. Anak non ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka merasa bahagia
bersahabat dengan ABK
Dengan demikian orang tua murid yang tidak memiliki anak dengan kebutuhan khusus
tidak perlu kuatir bahwa pendidikan inklusi dapat merugikan pendidikan anaknya justru
malah akan menguntungkan
SUMBER RUJUKAN
Febriyanti, N. (2021, April 21). Pentingnya Pendidikan Inklusi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Diakses pada tanggal 15 September 2023 dari
https://www.kompasiana.com/image/nikefebryanti/607f93f2349d1d5ece0b0fe2/pentin
gnya-pendidikan-inklusi-untuk-anak-berkebutuhan-khusus-abk?page=1
Uaa, L. (2018). Pendidikan Inklusif. Diakses pada tanggal 15 September 2023 dari
https://www.academia.edu/37790988/Makalah_Pendidikan_Inklusif
Triyanto, T., & Permatasari, D. R. (2017). Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus Di
Sekolah Inklusi. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan, 25(2), 176-
186. Diakses pada tanggal 15 September 2023 dari
http://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:rqOoWz8_NFIJ:scholar.googl
e.com/+anak+berkebutuhan+khusus+menurut+para+ahli&hl=en&as_sdt=0,5&as_vis
=1