Anda di halaman 1dari 6

RESUME 2

PENDIDIKAN INKLUSI

TENTANG
HAKIKAT PENDIDIKAN INKLUSIF

FADHILA ZAHRA PUTRI


21006055

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
HAKIKAT PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Sejarah Pendidikan Inklusif


Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali
dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat
pada tahun 1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan
Luar biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive
environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya
di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan
inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak kebutuhan
khusus dari segregatif ke intergratif. Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di
dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak
pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok
yang menghasilkan deklarasi ‘Education for All.’ Implikasi dari statement ini mengikat
bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa kecuali (termasuk
anak berkebutuhan khusus ) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.
Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan
konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan
inklusif yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive
education.” Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang
pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional
dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju
pendidikan inklusif (Nenden Ineu Herawati, 2016).
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan lewat Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) merilis data bahwa dari 514 kabupaten/kota di
seluruh tanah air, masih terdapat 62 kabupaten/kota yang belum memiliki SLB. Lebih
lanjut disampaikan bahwa dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, baru 18
persen yang sudah mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Sekitar 115 ribu anak
berkebutuhan khusus bersekolah di SLB, sedangkan ABK yang bersekolah di sekolah
reguler pelaksana Sekolah Inklusi berjumlah sekitar 299 ribu (blog Kemdikbud, 2017).
Untuk menjalankan amanah undang-undang pemerintah melakukan berbagai
upaya agar penyelenggaraan Pendidikan Inklusif terus digalakkan di berbagai daerah di
Indonesia termasuk dengan memberikan Piagam Penghargaan bagi Provinsi dan
Kabupaten/kota yang mendeklarasikan diri menjadi penyelenggara Pendidikan Inklusif.
Diantara Provinsi yang telah mendeklarasikan diri menjadi penyelenggara Pendidikan
Inklusif diantaranya; Pada tahun 2012 dimulai oleh Provinsi Kalimantan Selatan,
kemudian pada tahun 2013 dilanjutkan oleh Provinsi Aceh, Sumatra Selatan, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta. Pada tahun 2014 Provinsis Sulawesi Tenggara
mendeklarasikan diri dengan disusul oleh Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Bali dan
Provinsi Lampung. Kemudian pada tahun 2015 hanya Provinsi Sumatera Utara yang
tercatat mendeklarasikan diri. Baru pada tahun 2016 Nusa Tenggara Timur dan Jawa
Timur menjadi Provinsi yang mendeklarasikan penyelenggara pendidikan Inklusif (Hafiz,
2017).
B. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:
1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan
angka tinggal kelas dan putus sekolah.
C. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Keberadaan Permendiknas tentang Pendidikan Inklusif tidak hanya
memperkaya wacana baru, tapi sekaligus menjadi petunjuk teknis operasional
bagi pengelola sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif.
Hal itu menunjukkan adanya peran pemerintah dalam penyelenggaraannya
sehingga tanggung jawab tidak semata-mata dibebankan pada sekolah
penyelenggara, karena peraturan menteri tersebut mewajibkan pemerintah
kabupaten/kota menunjuk minimal satu SD dan SMP di tingkat kecamatan
dan satu SMA di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota juga
wajib menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif serta tersedia sumber
daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk, melalui
peningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan
tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif (Handayani & Rahadian, 2014) .
D. Keutamaan dan Sisi Positif Pendidikan Inklusif
Keuntungan dari pendidikan inklusif adalah anak berkebutuhan
khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai
dengan tuntutan kehidupan sehari- hari di masyarakat dan kebutuhan
pendidikanya dapat terpenuhi sesuai dengan potensinya masing-
masing. Siswa difabel bisa memperoleh beberapa manfaat berikut ini bila menempuh
pendidikan dengan sistem inklusif:

●     Perkembangan intelektual siswa difabel dapat berlangsung secara maksimal


bila menerima materi pelajaran sesuai dengan usia dan kapasitas pola pikirnya.

●     Kemampuan sosialisasi siswa difabel dapat meningkat secara signifikan. Para
ABK memang harus bergaul di lingkungan yang sama dengan anak-anak normal
sehingga tidak merasa dikucilkan. Selanjutnya, kemampuan sosialisasi tersebut membuat
siswa difabel mampu menyikapi diskriminasi dan bullying dengan cara yang tepat.

●     Para siswa difabel juga berkesempatan mempelajari cara merawat diri sendiri
bila terbiasa menjalani keseharian dengan siswa-siswa normal.

●     Perbedaan yang dihadapi siswa difabel akan memicu kematangan emosional
sehingga tidak mudah merasa rendah diri dan putus asa. Setiap manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kondisi disabilitas bukanlah halangan untuk
melakukan berbagai hal yang dapat dilakukan orang normal.

●     Tumbuh kembang alat indra serta anggota tubuh lainnya yang tidak
mengalami cacat dapat berlangsung maksimal karena mendapatkan stimulasi setiap hari
selama siswa difabel menjalani KBM.

●     Motivasi pribadi siswa-siswa difabel untuk hidup mandiri dan menggapai
cita-cita akan semakin besar.
●     Siswa difabel akan merasa lebih siap menghadapi realita dunia kerja karena
tidak mendapatkan perlakuan khusus sejak menempuh pendidikan.
KEPUSTAKAAN

Hafiz, A. (2017). SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI


INDONESIA. Jurnal As-Salam, 1(3), 9–15.
Handayani, T., & Rahadian, A. S. (2014). Implementasi Pendidikan Inklusif. 39(1), 27–48.
Nenden Ineu Herawati. (2016). PENDIDIKAN INKLUSIF. Jurnal Pendidikan Dasar Kampus
Cibiru.

Anda mungkin juga menyukai