Anda di halaman 1dari 23

RESUME INKLUSI

Nama : Pujianti

NIM : 2086206221

Kelas : 7E

Dosen Pengampu : Septy Nurfadhillah, M.Pd

Kelompok 1 : Landasan Pendidikan Inklusi Seacara Universal dan Nasional

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi menurut UNESCO yang berasal dari kata education for all yang artinya
Pendidikan yang ramah untuk semua, dengan Pendidikan yang berusaha menjangkau semua
orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh manfaat yang maksimal dari Pendidikan. Jadi Pendidikan inklusi adalah solusi
atas implementasi sistem Pendidikan yang memberi peluang bagi peserta didik dan tidak
membeda-bedakan antara anak kondisi normal maupun berkebutuhan khusus agar proses
pembelajaran bisa diikuti dalam satu lingkungan Pendidikan yang sama secara merata.
Pendidikan inklusi, seluruh anak sesuai usia dan perkembangannya berhak mendapatkan
pelayanan Pendidikan tanpa membeda-bedakan derajat, kondisi ekonomi atau kelainannya.

b. Prinsip Pendidikan Inklusi


a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu
b. Prinsip keberagaman
c. Prinsip kebermaknaan
d. Prinsip keberlanjutan
e. Prinsip keterlibatan

c. Tujuan Pendidikan Inklusi


Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus mendapatkan Pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

d. Landasan Pendidikan Inklusi


1. Landasan filosofis
2. Landasan yuridis
3. Landasan empiris
4. Landasan pedagogis
5. Landasan religius

Kelompok 2: Sejarah, perkembangan dan permasalahan Pendidikan inklusi


di Indonesia

Pendidikan inklusi di Indonesia memiliki akar yang berawal dari pengamatan terhadap
sekolah luar biasa berasrama dan institusi serupa. Pengamatan ini menunjukkan bahwa anak-
anak dan orang dewasa yang tinggal di sana mengembangkan pola perilaku yang sering kali
ditunjukkan oleh individu yang berkekurangan. Anak-anak penyandang cacat yang
meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali merasa kurang nyaman tinggal dengan
keluarganya di komunitas tempat mereka tinggal. Perjalanan pendidikan inklusi di Indonesia
tidak selalu lancar dan menghadapi banyak tantangan. Namun, kesadaran akan pentingnya
inklusi telah mendorong perubahan kebijakan dan praktik pendidikan di negara ini. Beberapa
langkah yang telah diambil untuk mendorong inklusi pendidikan termasuk pelatihan guru
dalam menghadapi kebutuhan beragam siswa, peningkatan aksesibilitas fasilitas pendidikan,
dan perubahan dalam kurikulum untuk mendukung pembelajaran inklusif. Meskipun masih
ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan, perkembangan ini menunjukkan bahwa ada
upaya konkret untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif di Indonesia, yang
mengakui hak semua individu untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan
kondisi fisik atau kebutuhan khusus mereka.
Perkembangan sejarah pendidikan inklusif di indonesia dimulai tahun 1980 yang
dinamakan program terpadu sebagai pendidikan untuk semua, akan tetapi dalam menjalankan
program terpadu masih mempunyai banyak kekurangan dalam implementasinya sehingga
program tidak dikembangkan lebih lanjut. Dengan adanya perkembangan dalam dunia
pendidikan maka pada tahun 2004 di selenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan
Deklarasi Bandung dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”. Untuk
memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan
symposium internasional di Bukittinggi yang menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang
isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak.

Meningkatnya jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia dari tahun


ke tahun semakin besar. Menurut data BPS tahun 2005 diperkirakan ada kurang lebih 4,2
juta ABK di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2007 ada 8,3 juta ABK di Indonesia,
sehingga dapat disimpulkan dari tahun ke tahun jumlah ABK semakin meningkat.
Sebagian besar ABK belum mengeyam pendidikan. Berdasarkan UU No 20 tahun 2003,
Pasal 5 menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
mengeyam pendidikan, dan warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
intelektual, mental dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pemerintah
Indonesia sendiri berusaha memfasilitasi kebutuhan pendidikan bagi ABK dengan
diselenggarakannya sekolah luar Biasa (SLB) yang sudah tersebar ke seluruh wilayah
Indonesia, tetapi jika dibandingkan jumlah ABK yang semakin tahun semakin meningkat
jumlahnya, maka jumlah SLB tidak bisa menampung ABK.

Upaya untuk mewujudkan pendidikan inklusi di Indonesia telah dilakukan oleh


pemerintah. Berikut merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam
peningkatan pendidikan inklusi di Indonesia, sebagai berikut:

1. Menyediakan program-program khusus untuk mendukung anak berkebutuhan khusus


(ABK) di sekolah-sekolah umum, seperti program bantuan pembelajaran, program
bantuan fasilitas, dan program bantuan tenaga pendidik.
2. Memberikan dukungan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat terlibat
dan belajar bersama dengan anak-anak normal di sekolah umum, seperti dengan
memberikan pelatihan kepada guru tentang cara mengakomodasi keberagaman anak
di kelas, serta dengan memberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak
bekebutuhan khusus (ABK) di sekolah-sekolah umum.
3. Mendorong terbentuknya sekolah inklusif di seluruh Indonesia, yaitu sekolah-
sekolah umum yang telah terakreditasi
4. Menyediakan program beasiswa. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai
program beasiswa untuk meningkatkan akses anak-anak miskin terhadap pendidikan,
seperti program beasiswa KIP (Kartu Indonesia Pintar).
5. Menyediakan program pendidikan khusus. Pemerintah Indonesia juga telah
mengeluarkan program pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK),
seperti program Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan program Pendidikan Inklusi.
6. Menyediakan program bimbingan dan konseling. Pemerintah Indonesia juga telah
mengeluarkan program bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK), seperti program Bimbingan dan Konseling Inklusif (BKI).

Kelompok 3 : Peran Guru, Orang tua, dan Masyarakat Khususnya dalam


Pendidikan Inklusi di Indonesia

 Peran Guru dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

Pendidikan adalah kebutuhan penting untuk menggali potensi individu. Ada tiga aspek
yang dapat dikembangkan dalam Pendidikan yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Kualitas Pendidikan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Proses Pendidikan
membutuhkan peran penting dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, guru,
dan orang tua. Dalam konteks Pendidikan inklusi, guru memiliki peran kunci. Mereka
harus bersikap ramah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, memungkinkan mereka
berkembang sesuai kemampuannya tanpa diskriminasi. Suksesnya program inklusi
tergantung pada guru yang mampu mengakomodasi semua siswa, tanpa memberikan
tekanan berlebihan atau memotong hak-hak siswa. Di negara-negara maju, pendekatan
inklusi lebih fokus pada pelatihan guru untuk siswa berkebutuhan khusus.

Implementasi Pendidikan inklusi mendukung peningkatan kualitas Pendidikan secara


keseluruhan. Hal ini juga memupuk sikap toleransi dan saling menghargai di antara
siswa. Peran guru dalam konteks ini termasuk berkomunikasi dengan orang tua, bekerja
sama dengan masyarakat untuk memasukkan anak-anak ke sekolah, menjelaskan manfaat
linkungan inklusi, mempersiapkan anak-anak untuk berinteraksi dengan masyarakat,
mengajak orang tua terlibat di dalam kelas, dan komunikasi terkait lingkungan inklusi.

Setiap guru harus memaksimalkan perannya agar dapat memenuhi kebutuhan siswa
berkebutuhan khusus selama pembelajaran. Tujuannya adalah agar siswa ini merasa
nyaman dan tidak terpinggirkan. Guru harus mampu mengakomodasi semua siswa agar
dapat menerima teman-temannya yang berkebutuhan khusus.

Penting juga untuk memastikan bahwa guru memiliki kemampuan untuk mengajar tanpa
membeda-bedakan siswa. Mereka harus memberikan dukungan yang diperlukan kepada
siswa, terutama siswa berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus memberikan dukungan
dan pelatihan kepada guru untuk menghadapi keberagaman siswanya.

 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

Keterlibat orang tua adalah kunci dalam pengembangan Pendidikan inklusi. Orang tua
bertanggung jawab dalam Pendidikan anak-anaknya, terlepas dari Lembaga tempat anak
tersebut belajar. Mereka memiliki peran penting dalam menentukan masa depan
Pendidikan anak-anaknya. Keberhasilan anak sangat tergantung pada dukungan orang tua
dan lingkungannya.

Orang tua menjadi mitra dalam Pendidikan inklusi, terlibat dalam pengambilan keputusan
terkait Pendidikan anak berkebutuhan khusus. Mereka juga memberikan dukungan bagi
anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di kelas inklusi. Dukungan orang tua
sangat diperlukan karena anak-anak berkebutuhan khusus dihadapkan pada tuntutan dan
harapan yang tinggi di lingkungan sekolah.
Orang tua memiliki beberapa peran, seperti sebagai pendamping, advokat, sumber
informasi, dan penentu kebutuhan dan perlakuan untuk anak berkebutuhan khusus.
Dukungan orang tua mempengaruhi kesuksesan Pendidikan anak berkebutuhan khusus.

 Peran Masyarakat dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

Masyarakat memainkan peran penting dalam mendukung Pendidikan inklusi. Mereka


membantu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah di
lingkungannya. Pemberdayaan orang tua dan masyarakat dalam mengenali anak
berkebutuhan khusus merupakan Langkah penting untuk memberikan layanan sesuai
kebutuhan.

Kelompok 4 : Asesment dalam Pendidikan Inklusi

 Pengertian Asesment Pendidikan Inklusi

Assessment adalah proses penilaian keadaaan individu sebelum atau setelah pemberian
pembelajaran, berbeda dengan evaluasi yang dilakukan setelah pembelajaran untuk
menilai keberhasilan. Asessment tidak hanya mengandalkan tes, tetapi mencakup
berbagai proses untuk melengkapi hasil tes siswa. Istilah ini lebih luas daripada
diagnostic, tes, dan evaluasi.

Tindakan asessment:

1. Asessment akademik: meliputi tiga aspek utama yaitu kemampuan membaca,


menulis, dan berhitung.
2. Asessment sensoris dan motorik: meliputi penilaian gangguan penglihatan,
pendengaran, serta motoric kasar, motoric halus, keseimbangan, dan lokomotor
yang dapat mempengaruhi pembelajaran.
3. Assessment psikologis, emosi, dan sosial: digunakan untuk menilai potensi
intelektual, kepribadian, serta tingkat emosional dan sosial anak. Beberapa bagian
dari asesment membutuhkan tenaga professional sesuai kewenangannya.
Perencanaan pembelajaran:

1. Analisis hasil assessment: hasil asesmen dianalisis untuk mendeskripsikan,


menentukan penempatan, dan Menyusun program pembelajaran berdasarkan hasil
tersebut.
2. Analisis kurikulum: memilah bidang studi yang memerlukan penyesuai dan
menyelaraskan dengan program hasil asesmen untuk membuat program
pembeljaran individu (PPI).
3. Tim penyusunan PPI: terdiri dari guru kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah,
orang tua/wali, dan guru pembimbing khusus. Pertemuan dilakukan untuk
menetapkan kegiatan dan tanggung jawab.

Pelaksanaan pembelajaran:

1. Guru melaksanakan program pembelajaran dan mengorganisir siswa dengan


kebutuhan khusus di kelas regular sesuai dengan rencana yang telah disusun.
2. Pengajaran individual: anak mempelajari topik yang sama dalam waktu dan ruang
yang sama, namun dengan materi yang berbeda.
3. Layanan individual dengan bantuan guru khusus: diberikan jika anak memiliki
kebutuhan mendasar (prerequisit).

Pemantauan kemajuan belajar dan evalusia

Guru melakukan pemantauan terus-menerus terhadap kemajuan atau kemunduran


belajar anak. Jika ada kemajuan pendekatan dipertahankan, tetapi jika tidak perlu
dilakukan peninjauan terhadap materi, pendekatan, atau media yang digunakan.
Tujuannya adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan belajar anak dan mencegah
putus sekolah.

 Konsep Dasar Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah upaya menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan


anak-anak sebaya dalam linkungan Pendidikan yang komprehensif. Hal ini menciptakan
suasana belajar kondusif dan mengintegrasikan semua anggota masyarakat, termasuk
yang memiliki kebutuhan khusus.
Pandangan UNESCO menyatakan bahwa inklusi juga mencakup anak-anak dengan
berbagai kesulitan seperti gangguan penglihatan, pendengaran, mobilitas, dan kesulitan
belajar. Inklusi meliputi integrasi siswa berkebutuhan khusus dalam kurikulum,
lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri sekolah.

Pendidikan inklusi berusaha memahami setiap kesulitan Pendidikan yang dihadapi oleh
peserta didik. Prinsip mendasarnya adalah memungkinkan semua anak belajar bersama-
sama tanpa memandang perbedaan atau kesulitan yang mungkin dimiliki oleh mereka.

Pendekatan inklusi berkembang dari model segregasi yang memisahkan anak


berkebutuhan khusus ke sekolah khusus. Ada dua jenis sistem Pendidikan inklusi:

1. Sistem Pendidikan segregasi

Keuntungan:

 Memberikan rasa ketenangan pada anak luar biasa.


 Komunikasi lebih mudah dan lancar.
 Metode pembelajaran disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.
 Guru dengan latar belakang Pendidikan luar biasa
 Sarana dan prasarana sesuai.

Kelemahan:

 Sosialisasi terbatas
 Biaya penyelenggaraan relative mahal

2. Sistem Pendidikan integrasi

Keuntungan:

 Anak merasa diakui hanya bersama anak normal, terutama dalam memperoleh
Pendidikan.
 Memungkinkan pengembangan bakat, minat, dan kemampuan secara optimal.
 Lebih banyak memahami kehidupan orang normal.
 Meningkatkan harga diri anak luar biasa
 Konsep Dasar Penilaian ABK

Penilaian adalah Tindakan untuk mengidentifikasi kondisi anak didik dalam hal potensi,
kompetensi, dan karakteristik, guna menentukan program Pendidikan atau intervensi
yang sesuai. Penilaian juga membantu mengetahui keunggulan dan hambatan belajar
anak untuk Menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
belajarnya.

Penting melibatkan tenaga ahli seperti dokter, psikolog, pedagog, orthopedagog, dan
spesialis terkait dalam proses penilaian. Hasil penilaian digunakan untuk menetapkan
kemampuan awal anak sebelum mendapatkan layanan Pendidikan dan intervensi khusus
yang diperlukan.

 Tujuan Asesment

Tujuan dari penilaian terhadap anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin tentang masalah-masalah dan kekuatan yang dimiliki oleh
individu. Hal ini dilakukan untuk melakukan penyaringan, diagnosis, evaluasi terhadap
intervensi, dan penelitian terkait penilaian itu sendiri. Informasi yang terkumpul
diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi anak, sehingga
tindakan atau intervensi dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat.

Menurut Thorndike dan Hagen, tujuan dan kegunaan penilaian Pendidikan dapat
difokuskan pada keputusan-keputusan terkait pengajaran, hasil belajar, diagnosis dan
upaya perbaikan, penempatan, seleksi, bimbingan dan konseling, kurikulum serta
penilaian kelembagaan.

Hasil penilaian memiliki beberapa fungsi khusus, yaitu:

1. Sebagai dasar perencanaan pembelajaran individual: hasil penilaian yang


menggambarkan potensi, karakteristik, keunggulan, dan kelemahan anak menjadi
pertimbangan utama dalam menentukan program pembelajaran individual bagi anak.
2. Sebagai dasar evaluasi dan monitoring: standar evaluasi dan monitoring bagi anak
berkebutuhan khusus bergantung baseline yang ditetapkan dari hasil penilaian.
Perolehan hasil belajar ditentukan oleh peningkatan kemampuan atau tingkat
perubahan dari baseline yang telah ditetapkan.
3. Sebagai dasar pengalihan (referral): hasil penilaian membimbing pengalihan kasus
kepada ahli yang kompeten. Misalnya seorang guru yang mendapati anak mengalami
kesulitan dalam mengendalikan emosi dapat mengalihkan penanganannya kepada
seorang psikiater.

Kelompok 5: Kurikulum dan Evaluasi Manajemen Sekolah dalam


Pendidikan Inklusi Khususnya di Indonesia

 Konsep Dasar Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah pendekatan Pendidikan yang memastikan semua individu,


termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, mendapatkan Pendidikan berkualitas dalam
linkungan sekolah inklusif. Tujuannya adalah menghilangkan segregasi dan hambatan
akses bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.

 Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusi

1. Aksesibilitas: setiap individu memiliki hak yang sama untuk Pendidikan berkualitas
tanpa diskriminasi berdasarkan kebutuhan atau kondisi pribadi.
2. Partisipasi aktif: memungkinkan peserta didik berkebutuhan khusus berpatisipasi
penuh dalam berbagai aspek Pendidikan.
3. Kolaborasi: kerja sama antar guru, staf Pendidikan, keluarga, dan masyarakat penting
untuk mendukung perkembangan peserta didik.
4. Penyesuain kurikulum: kurikulum harus dapat disesuaikan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan peserta didik, termasuk penggunaan metode pembelajaran yang beragam
dan materi yang inklusif.
5. Dukungan individual: peserta didik yang membutuhkan dukungan tambahan harus
mendapat layanan sesuai dengan kebutuhan mereka.

 Kurikulum dalam Pendidikan Inklusi


 Desain kurikulum inklusi melibatkan pengembangan kurikulum yang
mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik beragam siswa.

 Kurikulum terpadu
 Kurikulum multicultural
 Pendekatan pengajaran yang beragam

 Kuriulum terkait dengan kebutuhan khusus dirancang untuk mengatasi kebutuhan


spesifik siswa, seperti siswa dengan disabilitas.

 Kurikulum penyesuain
 Kurikulum individualism
 Kurikulum literasi dan numerasi untuk anaka berkebutuhan khusus

 Adaaptasi kurikulum untuk berbagai tingkat kemampuan memastikan bahwa


kurikulum dapat diadaptasi untuk berbagai tingkat kemampuan siswa.

 Penyedian dukungan tambahan


 Modifikasi materi
 Pendekatan diferensiasi

 Manajemen Kurikulum Inklusi

 Pembagian peran dan tanggung jawab melibatkan guru, kepala sekolah, dan
coordinator Pendidikan inklusi bekerja sama untuk merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum inklusi.
 Penyesuain kurikulum untuk memenuhi kebutuhan beragam peserta didik,
mencakup modifikasi materi pembelajaran, strategi pengajaran berbeda, dan alat
bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa.
 Pemilihan materi pembelajaran yang inklusif, memastikan sumber-sumber dan
bahan pembelajaran dapat diakses oleh semua peserta didik.

 Evaluasi dalam Pendidikan Inklusi

 Jenis-jenis evaluasi meliputi formatif, sumatif, potopolio, dan observasi.


 Penyesuaian metode evaluasi penting untuk memenuhi kebutuhan beragam
peserta didik.
 Peran evaluasi dalam mengidentifikasi kebutuhan individu, mengukur kemajuan,
memberikan umpan balik, dan membuat keputusan tentang Pendidikan
selanjutnya.

 Contoh Praktik dalam Manajemen Kurikulum dan Evaluasi Inklusi

Praktik terbaik dalam manajemen kurikulum dan evaluasi inklusi adalah penting untuk
dipelajari agar pendidikan inklusi dapat diterapkan secara efektif. Berikut adalah
beberapa contoh praktik terbaik dalam manajemen kurikulum dan evaluasi inklusi:

1. Pengembangan Kurikulum Khusus


Beberapa sekolah inklusi di Indonesia telah mengembangkan kurikulum khusus yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan beragam peserta didik. Ini mencakup pengembangan
materi pembelajaran yang inklusif dan metode penilaian yang sesuai.
2. Pendampingan Guru
Praktik terbaik melibatkan pelatihan dan pendampingan reguler bagi guru-guru untuk
meningkatkan keterampilan mereka dalam manajemen kurikulum dan evaluasi inklusi.
Ini membantu guru dalam penyesuaian kurikulum dan strategi pengajaran.
3. Penggunaan Teknologi Pendidikan
Beberapa sekolah inklusi di Indonesia telah memanfaatkan teknologi pendidikan,
seperti perangkat lunak pembaca layar atau program pembelajaran daring yang dapat
diakses oleh semua siswa.
Rangkuman kelompok 1-5 (UAS)

Kelompok 1: Kesulitan Komunikasi atau Berbahasa dan Kesulitan Belajar


Matematika

1. Aphasia

Aphasia atau afasia berasal dari kata A = tidak, dan vasia = bicara. Apahasia
merupakan salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa cortex cerbri. Jadi aphasia adalah sebuah
sindrom pada sistem saraf (neurologis) yang merusakan kemampuan bahasa.

Jenis-jenis Aphasia

 Aphasia Motorik

1. Afasia Motorik Kortikal


2. Afasia Motorik Subkortikal
3. Afasia Motorik Transkortikal

 Aphasia Sensorik

Penyebab Kesulitan Aphasia

Kesulitan aphasia timbul akibat lobus frontal dan temporal yang ada dalam
otak, khususnya pada sisi kiri otak yang mengalami penyusutan. Faktor yang
menyebabkan timbulnya kesulitan aphasia yaitu:

1. Mutasi gen tertentu


2. Penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan belajar

2. Kesulitan Belajar Matematika (Discalculia)

Dyscalculia berasal dari kata Yunani yang berarti “ketidakmampuan


berhitung”. Dys yang berarti ketidakmampuan, sedangkan calculus berarti
kerikil, manik, dekak, atau kelereng. Karena pada zaman dahulu menghitung
dengan alat bantu kerikil. Menurut diagnostic and stastitical manual of mental
disorders gangguan matematika dikelompokkan menjadi empat keterampilan
yaitu: Keterampilan Linguistic, Keterampilan Perseptual, Keterampilan
Matematika, Keterampilan Atensional.

Karakteristik Kesulitan Belajar Matematika

1. Adanya gangguan dalam hubungan keruangan


2. Abnormalitas persepsi visual
3. Asosiasi visual-motor
4. Kesulitan mengenal dan memahami simbol
5. Gangguan penghayatan tubuh
6. Kesulitan dalam bahasa dan membaca

Kesulitan Berhitung

Terbagi menjadi lima: 1) keterampilan dasar berhitung, 2) kemampuan untuk


menentukan nilai tempat, 3) kemampuan memahami konsep pembagian dan
perkalian, 4) kemampuan untuk menambah dan mengurangi bilangan bulat,
dan 5) kemampuan menyelesaikan operasi penambahan dan pengurangan atau
tanpa menggunakan teknik penyimpanan.

Penyebab Kesulitan Belajar Matematika

1. Belum adanya rancangan pembelajaran


2. Belum ada metode pembelajaran, dan media pembelajaran khusus kelas
inklusi
3. Pemberian materi dan evaluasi pembelajaran yang sama dengan siswa lain
4. Penggunaan bahasa dalam pembelajaran matematika.

Kelompok 2: Kesulitan Membaca (Disleksia) dan Kesulitan Belajar Menulis


(Disgrafia)

1. Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)


Disleksia merupakan bentuk gangguan dalam proses membaca, bentuk kesulitan dalam
memahami kata atau kalimat. Pemahaman mengenai disleksia ini seharusnya dimiliki
oleh setiap orang, orang tua ataupun seorang pendidik, agar tidak terjadi keterlambatan
dan kesalahan dalam penanganannya. Anak disleksia memerlukan cara tersendiri yang
berbeda bagi anak pada umumnya dalam hal belajar membaca. Sehingga diperlukan
pemahaman lebih dalam untuk anak disleksia. Anak disleksia memiliki perbedaan gejala
satu sama lain. Satu-satunya sifat yang sama pada mereka adalah kemampuan
membacanya yang sangat rendah dilihat dari usia dan inteligensi yang dimilikinya. Setiap
anak memiliki kecenderungan disleksia, dan ada pula anak yang tidak disleksia tetapi
mempunyai pengalaman kesulitan membaca.

Jenis-jenis Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)

1. Auditoris (Pendengaran)

Kemampuan untuk membedakan antara bunyi-bunyi yang sama dari kata-kata yang
diucapkan, atau untuk membedakan antara bagian-bagian kalimat tersebut diucapkan.

2. Visual (Penglihatan)

Anak yang terkena disleksia memiliki gangguan serius pada indera penglihatan
mereka yang menyebabkan matanya mengalami kesulitan ketika harus menyesuaikan
cahaya dari sumber-sumber tertentu, dengan tingkat kekontrasan tersebut.

Gejala Kesulitan Membaca (Disleksia)

1. Ragu-ragu dan lambat berbicara


2. Kesulitan memiliki kata yang tepat
3. Kesalahan mengeja
4. Membaca kata demi kata secara lamban dan intonasi naik turun
5. Membalikkan huruf, kata, dan angka yang mirip
6. Kesulitan dalam menulis

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Adapun faktor penyebab kesulitan belajar membaca (disleksia) menurut Frith yaitu :
- Faktor Biologis
- Faktor Kognitif
- Faktor Perilaku

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)

1. Menggunakan media belajar


2. Meningkatkan semangat menghafal untuk peserta didik
3. Meningkatkan rasa percaya diri peserta didik
4. Tidak selalu menuduh peserta didik dengan keadaan yang dialaminya
5. Selalu mendampingi peserta didik dalam belajar

2. Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)

Menurut Tarigan menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik


yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan
grafik tersebut. Menurut Yusuf disgrafia merupakan suatu gangguan atau kesulitan yang
dialami seseorang dalam mengikuti berbagai bentuk pengajaran menulis dan
keterampilan yang terikat dengan menulis, termasuk kemampuan mendengarkan,
berbicara dan membaca.

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)

Menurut Learner (2000) ada beberapa faktor penyebab disgrafia:

1. Gangguan Motorik
2. Gangguan Perilaku
3. Gangguan Persepsi
4. Gangguan Memori
5. Penggunaan Tangan yang dominan
6. Kemampuan memahami instruksi
7. Kemampuan melaksanakan cross modal

Jenis-jenis Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)


Menurut Kendel dan Stefanyshyn (2012) jenis kesulitan belajar menulis (Disgrafia)
dibedakan menjadi 5:

1. Disleksia dysgraphia
2. Motor dysgraphia
3. Dysgraphia spasial
4. Fonologi dysgraphia
5. Leksikal dysgraphia

Macam-macam Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)

Menurut Timotius (2018) ada tiga macam disgrafia yaitu:

1. Disgrafia visual
2. Disgrafia auditoris
3. Afasia

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)

Cara mengatasi gangguan disgrafia yaitu pertama guru mempersiapkan alat-alat dan
media seperti papan tulis, pensil segitiga, kertas (stensil, karbon, atau kertas HVS biasa)
dan buku bergaris. Aktivitasnya dapat berbarangan misalnya ketika anak dilatih untuk
menjiplak, guru telah menyediakan tulisan balok untuk dijiplak, posisi duduk, cara
memegang pensil dan cara menggores ketika menjiplak atau menggambar tulisan dapat
dilakukan dalam satu kegiatan.

Kelompok 3: Lamban Belajar (Slow Learner) dan Cepat Belajar (Fast/Rapid


Learner)

1. Pengertian Lamban Belajar (Slow Learner)

Lamban belajar (slow learner) adalah suatu kesulitan belajar yang disebabkan oleh
lambatnya seorang anak dalam proses belajar, sehingga setiap anak membutuhkan waktu
lebih lama dalam melakukan kegiatan belajar dibandingkan anak lain yang tingkat
potensi intelektualnya sama.
Karakteristik Anak Lamban Belajar (slow learner)

Anak lamban belajar (slow learner) mempunyai karakteristik atau ciri khas tertentu yang
membedakan dengan anak normal.

Menurut (Ni’matuzahroh 2021) anak lamban belajar ditinjau dari beberapa aspek :

1. Intelegensi
2. Bahasa dan Komunikasi
3. Emosi
4. Sosial
5. Moral

Faktor-faktor Penyebab Lamban Belajar (Slow Learner)

1. Faktor prenatal (sebelum lahir) dan genetic


2. Faktor biologis atau keturunan
3. Faktor saat kelahiran
4. Faktor setelah lahir (postnatal) dan lingkungan
5. Faktor lingkungan

Masalah yang Dihadapi Anak Lamban Belajar

Marheni (2017) menyebutkan permasalahan belajar anak lamban belajar (slow learner)
pada umumnya, yaitu:

1. Prestasi akademik rendah


2. Kesulitan dalam membaca, menulis, menghitung, dan menghafal
3. Sulit untuk konsentrasi dan fokus
4. Mudah merasa bosan

Proses Pembelajaran pada Anak Lamban Belajar (Slow Learner)

Pembelajaran yang dapat dilakukan yaitu :

o Pembelajaran menggunakan metode dan media yang menarik serta bervariasi.


o Fokus pembelajaran pada siswa yang lamban belajar agar aktif
2. Pengertian Cepat Belajar (Fast/Rapid Learner)

Cepat belajar (Fast/Rapid Learner) adalah peserta didik yang sangat cepat menerima,
memahami, dan menguasai pembelajaran yang diberikan kepadanya dengan prestasi yang
sangat baik dalam semua mata pelajaran. Peserta didik yang memiliki ketunaan cepat
belajar yaitu peserta didik yang berbakat dalam hal intelektual, dimana selain memiliki
kemampuan intelektual diatas rata-rata normal yang sangat signifikan juga memiliki
kreatifitas dan tanggung jawab terhadap tugas.

Kelebihan dan Kekurangan Anak Cepat Belajar (Fast/Rapid Learner)

Kelebihan 1. Cepat dalam mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi


dalam lingkungannya.
2. Cepat dalam membaca buku atau lancar dalam membaca.
3. Cepat dalam berhitung
4. Mudah untuk menerima informasi pembelajaran
5. Mudah memiliki banyak teman

Kekurangan 1. Cepat bosan dalam kegiatan pembelajaran


2. Tidak mau berbagi ilmu atau membantu temannya dalam
kegiatan pembelajaran
3. Terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu sehingga hasilnya
kurang maksimal.

Proses Pembelajaran Pada Anak Cepat Belajar (Fast/Rapid Learner)

Banyak guru yang salah kaprah pada siswa cepat belajar. Intelegensi yang tinggi
membuatnya dianggap sudah bisa mengatasi permasalahan yang dialami.

Berikut proses pembelajaran yang dapat dilakukan antara lain :


1. Pemberian materi lanjutan
2. Pemberian proyek kreatif
3. Pemberian pembelajaran diferensiasi
4. Pembelajaran kolaboratif
5. Mentoring individual (GPK)
6. Pemberian ruang untuk belajar mandiri.

Kelompok 4 : AUTISME

1. Pengertian Autisme

Autis berasal dari Bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditunjukkan kepada
seseorang yang hidup didalam dunianya sendiri. Autisme atau gangguan autistic terjadi
pada anak yang gejalanya sudah ada sebelum mereka berusia 3 tahun. Autisme adalah
gangguan kronis yang dialami pada masa kanak-kanak yang akan terjadi seumur hidup
mereka. Individu penyandang autis akan mengalami permasalahan dalam hal
berkomunikasi, sosialisasi, dan behavior.

Klasifikasi Anak Autisme

Penyandang autisme dapat juga dikelompokkan berdasarkan interaksi sosial, saat muncul
kelainannya dan berdasarkan tingkat kecerdasan, yang penjelasannya sebagai berikut
(Widyawati, 2002) :

1. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial :

a. Kelompok yang menyendiri (allof); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik
diri, acuh tak acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku dan perhatian yang terbatas/tidak hangat.
b. Kelompok yang pasif dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan
anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.

2. Klasifikasi berdasarkan intelektual


Sejalan dengan itu dan lebih terperinci Sleeuwen (1996) mengklasifikasikan anak
autistic ke dalam tiga kelompok yaitu:

a. Sekitar 60% anak-anak autistic mengalami keterbelakangan mental sedang dan


berat (IQ di bawah 50)
b. Sekitar 20% anak autistic mengalami keterbelakangan mental ringan (memiliki IQ
50-70)
c. Sekitar 20% lagi dari anak autistic tidak mengalami keterbelakangan mental
(intelegensi di atas 70).

3. Klasifikasi berdasarkan saat kemunculan kelainannya :

a. Autisme infantile : istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik


yang kelainannya sudah Nampak sejak lahir.
b. Autisme fiksasi : yang disebut fiksasi adalah anak-anak autistik yang waktu pada
lahir kondisinya normal, tanda-tanda autistiknya muncul kemudian setelah
berumur dua atau tiga tahun.

Karakteristik Autisme

1. Gangguan pada kognitif


2. Gangguan keterampilan sosial
3. Gangguan komunikasi
4. Gangguan persepsi sensorik
5. Gangguan perilaku dan perasaan

Jenis-jenis Austisme

1. Autis persepsi
2. Autis reaktif
3. Autis yang timbul kemudian

Kelompok 5 : Anak Berkebutuhan Khusus (ADHD)

1. Pengertian ADHD
ADHD merupakan istilah yang sangat populer, kependekan Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity =
hiperaktif, dan Disorder = gangguan). ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktif. ADHD adalah salah satu gangguan perkembangan paling umum pada
anak-anak dan dapat berlanjut hingga dewasa. Gangguan ini dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan individu, termasuk prestasi akademik, hubungan interpersonal,
dan kesejahteraan emosional.

Faktor Penyebab ADHD

1. Faktor Genetik : faktor yang penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD.
Sepertiga dari anggota keluarga ADHD maka anaknya beresiko mengalami ADHD.
2. Faktor Kelahiran : situasi kelahiran juga mempengaruhi resiko ADHD. Anak yang
lahir dengan berat kurang dari 1500 gram atau melalui komplikasi kelahiran lebih
rentan terhadap ADHD.
3. Faktor Makanan Beracun dan Obat

Penyebab ADHD adalah eksposure selama kehamilan terhadap logam racun, zat
aditif makanan, serta obat-obatan seperti alcohol.

4. Orientasi Kesenangan

Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan


memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak beda agar
mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.

Ciri-ciri Anak Gangguan ADHD

1. Bergerak berlebihan, susah duduk diam, berputar, memanjat, selalu ingin bergerak
aktif.
2. Sulit berkonsentrasi sehingga kesulitan menyimak apa yang diterapkan oleh orang
lain.
3. Jika diberikan tugas mudah bosan sehingga tugas seringkali tidak diselesaikan
4. Kurang memerhatikan hal-hal yang detail sehingga seringkali kehilangan benda
miliknya.
5. Emosinya kurang terkendali sehingga mudah marah

Jenis-jenis ADHD

a. Kurang perhatian atau inattention dapat diamati dalam bidang akademik atau
sosialisasi.
b. Sikap impulsif, terkait dengan ketidaksabaran, terjadi ketika penderita sulit menunda
respons, seperti menjawab pertanyaan sebelum selesai.
c. Hiperaktif, sikap hiperaktif pada ADHD terlihat saat penderita sulit untuk tetap diam,
contohnya saat duduk atau berbaris.

Anda mungkin juga menyukai