Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusi merupakan seseuatu yang baru di
dunia pendidikan Indonesia. Istilah pendidikan inklusif atau
inklusi, mulai mengemuka sejak tahun 1990, ketika
konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang
diteruskan dengan pernyataan tentang pendidikan inklusif
pada tahun 1994.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang
diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena
itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka
dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat
belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta
yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media
pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial
bermasyarakat, ada pandangan bahwa mereka anak-anak
penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok individu
yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring
dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan
tersebut mulai berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan
memiliki hak yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini
sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya

1
kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan
bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan
kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lainnya
dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut
pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda
dengan anak normal pada umumnya menyebabkan dalam
proses pendidikannya mereka membutuhkan layanan
pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan
khusus
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat
kebijaksanaan pendidikan mengupayakan program
pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu kebijaksanaan
pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa
dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh
pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus
dan anak normal agar bisa bersekolah dan memperoleh
pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan
hidupnya.
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya
mencakup semua jenis media pendidikan untuk semua
peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan
khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita,
Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS,
Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis,
Korban Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain
sebagainya.
Khusus untuk pembelajaran MIPA, memang tidaklah
mudah mengajarkan dan mengaplikasikan konsep-konsep
materi pada anak yang berkebutuhan khusus atau memiliki

2
bakat istimewa. Tetapi hal itu bukan berarti mata pelajaran
MIPA tidak dapat diberikan kepada mereka.
Dengan dilatarbelakangai hal tersebut maka dirasa
perlu untuk mempelajari lebih mendalam tentang kajian
pendidikan inklusif khususnya pada mata pelajaran MIPA.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan inklusif?
2. Apa landasan pendidikan inklusif?
3. Apa tujuan pendidikan inklusif?
4. Apa prinsip-prinsip pendidikan inklusif?
5. Apa manfaatnya pendidikan inklusif?
6. Bagaimana pembelajaran pendidikan inklusif?
7. Bagaimana cara mengaplikasikan pembelajaran MIPA pada
konsep pendidikan inklusif?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah sbagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusif.
2. Untuk mengetahui landasan pendidikan inklusif.
3. Untuk mengetahui tujuan pendidikan inklusif.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan inklusif.
5. Untuk mengetahui factor-faktor keberhasilan pendidikan
inklusif
6. Untuk mengetahui manfaat pendidikan inklusif
7. Untuk mengetahui bentuk kurikulum dan model
pendidikan inklusif
8. Untuk mengetahui cara mengaplikasikan pembelajaran
MIPA menggunakan pendidikan inklusif.

D. Manfaat Penulisan Makalah


1. Bagi penulis
Bagi penulis dengan dibuatnya makalah ini dapat lebih
memahami tentang pendidikan inklusif, dan penulis dapat

3
mengaplikasikannya dalam bentuk nyata apabila terdapat
dalam kelas penulis ada anak yang mempunyai kebutuhan
khusus.
2. Bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui tentang motivasi dan
membangkitkan belajar dan dapat memilih suatu
pendekatan yang tepat untuk pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusif


Definisi pendidikan inklusif terus menerus berkembang
sejalan dengan semakin mendalamnya renungan orang
terhadap praktik yang ada. Jika pendidikan inklusif ingin tetap
menjadi jawaban yang nyata dan berharga untuk mengatasi
tentang pendidikan dan hak asasi manusia. Akhirnya definisi
pendidikan inklusif hanya berupa versi lain dari pendidikan
luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus.
Beberapa definisi pendidikan inklusif yaitu sebagai
berikut:
1. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pengertian pendidikan
inklusif adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau
kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat,

4
berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi
terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis
minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok
yang kurang beruntung atau termajinalisasi.
2. Menurut (Lay Kekeh Marthan, 2007:145) Pengertian pendidikan
inklusif adalah sebuah pelayanan pendidik an bagi peserta didik yang
mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP,
SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan,
lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya.
3. Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pengertian pendidikan
inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat
secara penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan
tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis
kelainanya.
4. Pendidikan inklusi menurut (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994) adalah
sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus
belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya.
5. Sekolah inklusi menurut (Stainback,1980) adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil.
Indonesia dan dunia memiliki banyak keberagaman.
Seperti yang kita tahu negeri ini kaya akan suku, bangsa dan
bahasa, itu salah satu contoh keberagaman. Contoh lain ada
pribadi yang “lengkap”, dalam artian memiliki dua mata, satu
hidung, dua telinga, satu mulut, dua tangan, dua kaki dan
anggota – anggota tubuh lain yang berfungsi dengan baik.
Tetapi ada juga pribadi yang berbeda dengan kita (manusia
mayoritas), yaitu tuna rungu, tuna wicara, tidak punya kaki,
lumpuh (difable), dll. Yang saya tekankan disini, mereka tidak

5
cacat ! Mereka hanya berbeda, ya hanya berbeda dengan
orang kebanyakan.
“Coba bayangkan kalau di dunia ini semua orang berkaki
satu, berarti kalau kita mempunyai dua kaki, kita dianggap
cacat. Padahal sesungguhnya kita tidak cacat, hanya
berbeda”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan inklusif adalah pelayanan pendidikan untuk
peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, social emosional, linguistic atau
kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan
pendidikan di sekolah regular.

B. Landasan Pendidikan Inklusif


1. Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang
negara Burung Garuda yang berarti ’bhineka tunggal ika’.
Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan
budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
2. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa :
(1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang
di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3)
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri
(4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi
(‘inklusif’).
3. Pandangan universal Hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak
kesehatan, hak pekerjaan.

6
2. Landasan Yuridis
1. UUD 1945 (Amandemen) Ps. 31: (1) berbunyi ‘Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) ’Setiaap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.
2. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Ps. 48
‘Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak. Ps. 49 ’Negara, Pemerintah,
Keluarga, dan Orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan’.
3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ps. 5
ayat (1) ‘Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2): Warganegara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) ‘Warga
negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat
yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus’. Ayat
(4) ‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’. Pasal 11 ayat (1)
dan (2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi’.
‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’. Pasal 12 ayat (1)
‘Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya (1.b). Setiap peserta didik berhak pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara (1.e).
Pasal 32 ayat (1) ‘Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau

7
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa’. Ayat (2) ‘Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.’ Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa
‘Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah’. Pasal 45 ayat (1) ‘Setiap satuan pendidikan formal dan non
formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi
fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta
didik’.
1. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Standar Nasional
Pendidikan meliputi Standar isi, Standar proses, Standar kompetensi
lulusan, Standar pendidik dan kependidikan, Standar sarana
prasarana, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan, dan Standar
penilaian pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut juga
dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas: SDLB,
SMPLB dan SMALB.
2. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003
tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif:
menyeelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,
SMA, dan SMK.
3. Landasan Empiris
1. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights),
2. Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention on the Rights of the Child),
3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990 (World
Conference on Education for All),

8
4. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan
Kesempatan bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the
equalization of opportunities for persons with disabilities)
5. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (The
Salamanca Statement on Inclusive Education),
6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000 (The
Dakar Commitment on Education for All), dan
7. Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju
pendidikan inklusif”,
8. Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif
dan ramah terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai:
(1) Sebuah pendekatan terhadap peningkatankualitas sekolah
secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi
nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah benar-benar
untuk semua;
(2) Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh
pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam
komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-
program untuk perkembangan usia dini anak, pra sekolah,
pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada
saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh
pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap
marginalisasi dan eksklusi; dan
(3) Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang
menghargai dan menghormati perbedaan individu semua
warga negara.
Disamping itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk lebih
meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Asia dan benua-benua lainnya:
(1) Inklusi seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang
mendasari semua kebijakan nasional
(2) Konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan nasional,
emosi dan fisik, maupun pencapaian akademik lainnya

9
(3) Sistem asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai dengan
prinsip-prinsip non-diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas
sebagaimana telah disebutkan di atas
(4) Orang dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak,
tanpa memandang perbedaan karakteristik maupun keadaan individu,
serta seharusnya pula memperhatikan pandangan mereka
(5) Semua kementerian seyogyanya berkoordinasi untuk mengembangkan
strategi bersama menuju inklusi
(6) Demi menjamin pendidikan untuk Semua melalui kerangka sekolah yang
ramah terhadap anak (SRA), maka masalah non-diskriminasi dan inklusi
harus diatasi dari semua dimensi SRA, dengan upaya bersama yang
terkoordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah,
donor, masyarakat, berbagai kelompok local, orang tua, anak maupun
sektor swasta
(7) Semua pemerintah dan organisasi internasional serta organisasi non-
pemerintah, seyogyanya berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap
upaya untuk mencapai keberlangsungan pengembangan masyarakat
inklusif dan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran bagi semua
anak
(8) Pemerintah seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial maupun
ekonomi bila tidak mendidik semua anak, dan oleh karena itu dalam
Manajemen Sistem Informasi Sekolah harus mencakup semua anak usia
sekolah
(9) Program pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam jabatan guru
seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek inklusi
sejak pada tingkat usia pra-sekolah hingga usia-usia di atasnya dengan
menekankan pada pemahaman secara holistik tentang perkembangan dan
belajar anak termasuk pada intervensi dini
(10) Pemerintah (pusat, propinsi, dan local) dan sekolah seyogyanya
membangun dan memelihara dialog dengan masyarakat, termasuk orang
tua, tentang nilai-nilai sistem pendidikan yang non-diskriminatif dan
inklusif

C. Tujuan Pendidikan Inklusif

10
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia
untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih
bermartabat. Karena itu Negara memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada
setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang
memiliki perbedaan kemampuan (difabel) seperti yang
tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1.
Anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan
(difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan
fasilitas dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut
dengan sekolah luar biasa (SLB). Secara tidak disadari system
pendidikan SLB membangun tembok eksklusifisme bagi anak-
anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme
tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses
saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak
non-difabel. Akibatnya dalam interaksi social dimasyarakat
kelompok difabel menjadi komunitas yang tereliminasi dari
dinamika social masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel.
Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi
bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan
berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak-haknya,
maka muncul konsep pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:
1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang
layak sesuai dengan kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran

11
5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1
yang berbunyi ’setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan’,
dan ayat 2 yang berbunyi ’setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. UU no. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang
berbunyi ’setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu’. UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi ’anak yang
menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang
sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa.

D. Prinsip-Prinsip Pendidikan Inklusif


Menurut Abdul Salim Choiri (2009: 89) menyebutkan
beberapa prinsip pendidikan inklusi sebagai berikut
a. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dasar yang
ebih baik
b. Setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan pada
sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya
c. Setiap anak memiliki potensi, bakat, dan irama
perkembangan masing-masing yang harus diberikan
layanan secara tepat.
d. Pendekatan pembelajaran bersifat fleksibel, kooperatif,
dan berdayaguna
e. Sekolah adalah bagian integral dari masyarakat
Sedangkan secara umum prinsip penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Indonesia, dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a) Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu
Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun
strategi upaya pemertaan kesempatan memperoleh
layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan
inklusi merupakan salah satu strategi upaya pemerataan

12
kesempatan memperoleh pendidikan, selain itu
pendidikan inklusi juga merupakan strategi peningkatan
mutu.
b) Prinsip Kebutuhan Individual
Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang
berbeda-beda, oleh karena itu pendidikan harus
diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
c) Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga
komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman, dan mengahargai perbedaan.
d) Prinsip Keberlanjutan
Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan
pada semua jenjang pendidikan.
e) Prinsip Keterlibatan
Penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan
seluruh komponen pendidikan terkait

E. Manfaat Pendidikan Inklusif


Adapun manfaat dari pendidikan inklusif adalah:
1. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya
pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan
nilai yang diskriminatif.
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk
melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik
dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak
sekolah
3. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan
fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan
pembelajaran.
4. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan
dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak
F. Pembelajaran dalam Pendidikan Inklusif

13
Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran
yang didalamnya menampung pengaturan tentang tujuan, isi,
proses, dan evaluasi.
Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga,
yaitu :

1. Model kurikulum regular penuh

2. Model kurikulum regular dengan modifikasi

3. Model kurikulum PPI

Adapun pengertian dari ketiga model tersebut adalah:


a. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus
untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-
kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu
kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi
pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program
tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam
model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang
memiliki PPI.
c. Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang
dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan
bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas,
guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan
tenaga ahli lain yang terkait.
Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized
Education Program (IEP) merupakan karakteristik paling
kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan
inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan
adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap

14
terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi
hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M.
Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan
yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan
merupakan layanan yang disediakan dalam rangka
pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana
efektivitas program tersebut akan ditentukan.
Keunggulan dan kelemahan dari ketiga model kurikulum tersebut
adalah:
a. Model kurikulum regular penuh
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. (Freiberg, 1995)
Kelemahan:
Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan
metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu,
kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan
mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan
penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa ”menggambar.” Tapi,
karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak
fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability
untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran
”menggambar” tersebut.
b. Model kurikulum regular dengan modifikasi
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhannya.
Kelemahannya:
Tidak semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu
perlu adanya sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
c. Model kurikulum PPI

15
Keunggulan:
Peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan.
Kelemahan:
Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu
yang banyak.
Pembelajaran Model Inklusif di Kelas Reguler
Pola pembelajaran yang harus disesuaikan dengan anak berkebutuhan
khusus biasa disebut dengan Individualized Education Program (IEP)
atau Program Pembelajaran Individual (PPI). Program Pembelajaran
Individual meliputi enam komponen, yaitu elicitors, behaviors,
reinforcers, entering behavior, terminal objective, dan enroute. Secara
terperinci, keenam komponen tersebut yaitu:

1. Elicitors, yaitu peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan


atau menyebabkan perilaku
2. Behaviors, merupakan kegiatan peserta didik terhadap sesuatu yang
dapat ia lakukan
3. Reinforcers, suatu kejadian atau peristiwa yang muncul sebagai
akibat dari perilaku dan dapat menguatkan perilaku tertentu yang
dianggap baik
4. Entering behavior, kesiapan menerima pelajaran
5. Terminal objective, sasaran antara dari pencapaian suatu tujuan
pembelajaran yang bersifat tahunan
6. Enroute, langkah dari entering behavior menujut ke terminal
objective
Model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus harus
memperhatikan prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum
pembelajaran meliputi motivasi, konteks, keterarahan, hubungan sosial,
belajar sambil bekerja, individualisasi, menemukan, dan prinsip memecahkan
masalah. Prinsip umum ini dijalankan ketika anak berkebutuhan khusus
belajar bersama-sama dengan anak reguler dalam satu kelas. Baik anak

16
reguler maupun anak berkebutuhan khusus mendapatkan program
pembelajaran yang sama. Prinsip khusus disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus. Prinsip khusus ini
dijalankan ketika peserta didik berkebutuhan khusus membutuhkan
pembelajaran individual melalui Program Pembelajaran Individual (IEP).
Dalam pendidikan inklusif, memilih strategi pengajaran yang
dianggap paling efektif untuk anak tertentu sesuai gaya belajar dan materi
yang diajarkan merupakan hal yang penting. Berikut ini adalah beberapa
strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan
secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam
proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media,
metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses
pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi
pembelajaran, antara lain:
a. Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi
pembelajaran deduktif dan induktif.
b. Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran
ekspositorik dan heuristic.
c. Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan
seorang guru dan beregu.
d. Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan
individual.
e. Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan
melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat
diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi
perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak
berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :

17
a. Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat
kompleksitas.
b. Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi
juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c. Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bisa diberikan pada anak berbakat yaitu
model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas
dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di
sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang
belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam
mengajar anak tunagrahita antara lain;
a. Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
b. Strategi kooperatif
c. Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui
pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
a. Pendidikan integrasi (terpadu)
b. Pendidikan segresi (terpisah)
c. Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman
(1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a. Model biogenetic
b. Model behavioral/tingkah laku
c. Model psikodinamika
d. Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
 Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery
dan remedial teaching.

18
 Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai
dengan tingkat kesalahan.
 Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi
yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi
konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain:
strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok,
individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.
Sedangkan, metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru
anak berkebutuhan khusus:
1. Communication
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi baik siswa
antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru.
Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan
hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk kepribadiannya. Proses
ini dapat mencakup keterampilan verbal dan non-verbal, serta berbagai
jenis simbol.
2. Task Analisis
Analisis tugas adalah prosedur dimana tugas-tugas dipecah
kedalam rangkaian komponen-komponen langkah atau bagian kecil satu
tujuan akhir atau sasaran. Analisis tugas dimaksudkan untuk
mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam indikator-
indikator kompetensi. Analisis tugas untuk menentukan daftar
kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
guru di sekolah sebagai tenaga professional, yang pada giliranya
ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan , sehingga dapat
pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai
dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar
berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang
harus dicapai dalam pembelajaran.

3. Direct Instruction

19
Intruksi langsung adalah metode pengajaran yang menggunakan
pendekatan selangkah-selangkah yang terstruktur dengan cermat, dalam
instruksi atau perintah. Metode ini memberikan pengalaman belajar yang
positif dengan demikian dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
motivasi untuk berprestasi. Pelajaran disampaikan dalam bentuk yang
mudah dipelajari sehingga anak mencapai keberhasilan pada setiap tahap
pembelajaran. Sintaknya adalah orientasi, Prsentasi, latihan terstruktur,
latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi.

4. Prompts

Prompt adalah setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk


menghasilkan respon yang benar. Prompts memberikan anak informasi
tambahan atau bantuan untuk menjalankan instruksi. Adapun jenis
prompts adalah sebagai berikut:

a. Verbal Prompts

Bentuk informasi verbal yang memberikan tambahan pada


instruksi tugas. Instruksi memberi tahu anak apa yang harus
dilakukannya

b. Modelling

Modelling adalah memberi tahu anak apa yang harus


dilakukannya atau bagaimana melakukannya dengan
mendemonstrasikan tugas.

c. Gestural Prompts

Gestural Prompts adalah bantuan dalam bentuk isyarat dapat


mencakup tangan, lengan, muka, atau gerakan tubuh lainnya yang
dapat mengkomunikasikan informasi visual special spesifik.

d. Physical Prompts

20
Physical Prompts adalah melibatkan kontak fisik, physical
prompts digunakan hanya bila prompts yang lain tidak memberikan
informasi cukup pada anak untuk mengerjakan tugas atau bila anak
belum sampai mengembangkan kemampuan fisik yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

e. Peer Tuturial

Peer tutorial adalah dimana seorang siswa yang mampu


(pandai) dipasangkan dengan temannya yang mengalami
kesulitan/hambatan. Didalam pemasangan seperti ini siswa yang
mampu bertindak sebagai tutor (pengajar).

f. Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan salah satu cara yang paling


efektif dan menyenangkan untuk mengarahkan beberapa siswa
dengan berbagai derajat kemampuan untuk bekerja sama dalam
menyelesaikan salah satu tugas. Cooperative learning
mengembangkan lingkungan yang positif dan mendukung, yang
mendorong penghargaan pada diri sendiri, menghargai pendapat
orang lain dan menerima perbedaan individu.

1. Unsur Pelaksana Pendidikan inklusif


Komponen-komponen yang terkait dengan media
pendidikan adalah sebagai berikut
1. Sumber Daya Manusia
2. Bahan
3. Peralatan
4. Lingkungan
5. Teknik
6. Pesan
Sedangkan unsur pelaksana media pendidikan
dapat diidentifikasi sebagai berikut:

21
1. Guru di sekolah biasa;
2. Guru Pendidkan Khusus;
3. Dokter;
4. Psikolog;
5. Ahli pendidikan luar biasa;
6. Ahli olah raga;
7. Konselor;
8. Sosial Worker;
9. Speechtherapi;
10. Fisiotherapi;
11. Ahli Teknologi Komunikasi / ICT; dan lain-lain

G. Model Kebutuhan Media Pendidikan


Berdasarkan karakteristiknya, model media pendidikan
dapat digolongkan menjadi 2. (dua) bagian yaitu:

1. Media dua dimensi


Media dua dimensi meliputi media grafis, media bentuk
papan, dan media cetak

2. Media tiga dimensi


Media tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli
baik hidup atau mati, dan dapat pula berwujud sebagai
tiruan yang mewakili aslinya.

Berikut adalah contoh-contoh media pembelajaran


secara khusus berdasarkan karakteristik peserta didik, antara
lain:
No. Jenis Contoh Model
1. Tunanetra Total: Peta timbul, radio, audio, penggaris
Braille, blokies, papan baca, model anatomi
mata, meteran braille, puzzel buah-buahan,
talking watch, kompas Braille, botol aroma,
bentuk-bentuk geometri, tape recorder,

22
komputer dengan software jaws, media tiga
dimensi, media dua dimensi, lingkungan sekitar
anak, Braille kit, mesin tik Braille, kamus bicara,
kompas bicara, printer braille, collor sorting box.
Low Vision : CCTV, Magnifier Lens Set, View
Scan, Televisi, Microscope, large print/tulisan
awas yang diperbesar sesuai kondisi mata anak.
2 Tunarungu Foto-foto, video, kartu huruf, kartu kalimat,
anatomi telinga, miniatur benda, finger alphabet,
torso setengah badan, puzzle buah-buahan,
puzzle binatang, puzzle konstruksi, silinder,
model geometri, menara segi tiga, menara
gelang, menara segi empat, atlas, globe, peta
dinding, miniatur rumah adat.
3. Tunagrahita Gardasi kubus, gradasi balok, silinder, manara
dan anak gelang, kotak silinder, multi indra, puzzle
lamban binatang, puzzle konstruksi, puzzle bola, books
belajar sortor warna, geometri tiga dimensi, papan
geometri, konsentrasi mekanik, puzzle set,
abacus, papan bilangan, kotak bilangan, sikat
gigi, dresing prame set, pias huruf, pias kalimat,
alphabet fibre box, bak pasir, papan
keseimbangan, power raider.
4 Tunadaksa Kartu abjad, kartu kata, kartu kalimat, torso
seluruh badan, geometri shape, menara gelang,
menara segi tiga, gelas rasa, botol aroma,
abacus dan washer, papan pasak, kotak
bilangan.
5. Tunalaras Animal maching games, sand pits, konsentrasi
mekanik, animal puzzle, fruits puzzle, rebana,
flute, torso, constructive puzzle, organ.
6. Anak berbakat Buku paket, buku referensi, buku pelengkap,
buku bacaan, majalah, koran, internet, modul,

23
lembar kerja, komputer, VCD, museum,
perpustakaan, TV, OHP, chart, dsb
7 Kesulitan Disleksia: kartu abjad, kartu kata, kartu kalimat
Pembelajaran Disgrafia: kartu abjad, kartu kata, kartu kalimat,
balok bilangan, pias angka, kotak bilangan,papan
bilangan
8. Autis Kartu huruf, kartu kata, katu angka, kartu
kalimat, konsentrasi mekanik, komputer, mnara
segi tiga, menara gelang, fruit puzzel, construktiv
puzzle
9. Tunaganda Disesuaikan dengan karakteristik kelainannya
10. HIV dan AIDS Disesuaikan dengan kondisi anak, berat ringan
penyakit, dan setting pelayanan pendidikan
11. Korban Disesuaikan dengan kondisi anak, tergantung
Penyalahguna berat ringannya kondisi anak.
an Narkoba
13. Indigo Digunakan media seperti anak pada umumnya.
 Anak Cerdas Istimewa (Gifted) dan Bakat Istimewa
(Talented)
a. Alat assesmen
1) Test intelegensi WISC-R
2) Test intelegensi Stanford Binet
3) Cognitive Ability Test
4) Differential Aptitude Test
b. Sarana sebagai sumber belajar
1) Buku-buku perpustakaan
2) Internet/ICT (komputer)
3) CD, VCD, DVD, OHP
4) Kaset Rekaman
5) Slide Proyektor, LCD
6) Laboratorium MIPA
7) Laboratorium Bahasa
8) Alat-alat kesenian
9) Alat-alat olahraga
10) Handycam
11) Digital Camera
12) Studio musik/kesenian
13) Alat-alat keterampilan:
1) batik
2) bubut
3) pertukangan kayu

24
4) pertukangan batu
5) ukir
6) sablon
14) Alat-alat pertanian
1) peternakan
2) pertanian
3) perikanan
15) Alat-alat olahraga

H. Pendidkan Inklusif MIPA


Pada mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA), proses dan kegiatan pembelajaran diutamakan
menggunakan media dan model pembelajaran yang tepat,
sesuai dengan konsep pendidikan inklusif. Walaupun dalam
satu kelas dalam sekolah pendidkan inklusif terdapat
pencampuran anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak
normal, tetapi dalam proses pembelajaran tetap disatukan.
Tetapi khusus untuk anak berkebutuhan khusus, lebih banyak
membutuhkan bimbingan dari pengajar.
Berikut ini beberapa media pembelajaran MIPA pada
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif diantaranya:

1. Buku pelajaran menggunakan huruf braille bagi tunarungu

2. Alat ukur fisika berhuruf braille

3. Anatomi tubuh manusia

4. Garputala

5. Cermin

6. Sikat getar

7. TV/ VCD/ DVD

8. Komputer

25
9. Kaset Rekaman

10. Laboratorium MIPA

Selain menggunakan media yang disesuaikan dengan


kebutuhan dan karakteristik anak, model dan metode
pembelajaranpun berpengaruh dalam tercapainya kegiatan
belajar pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan inklusif adalah pendidikan regular yang
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang
memiliki kelainan dan atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu
kesatuan yang sistemik. Pendidkan inklusif
mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang
mempunyai IQ normal, diperuntukan bagi yang memiliki
kelainan, bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau
yang memerlukan pendidkan layanan khusus.

26
2. Pendidikan inklusif berlandakan pada landasan filosofi,
landasan yuridis, dan landasan empiris.
3. Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial
atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa
untuk memperoleh pendidikan ynag bermutu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan.
4. Prinsip umum pendidikan inklusif adalah: (1)Prinsip
Pemerataan dan Peningkatan Mutu, (2) Prinsip Kebutuhan
Individual, (3) Prinsip Kebermaknaan, (4) Prinsip
Keberlanjutan, (5) Prinsip Keterlibatan.
5. Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif antara
lain: Adanya kerangka yang kuat, implementasi
berdasarkan budaya, partisipasi berkesinambungan, dan
pengembangan kerangka.
6. Manfaat pendidikan inklusif antara lain: Membangun
kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif
sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang
diskriminatif, melibatkan dan memberdayakan
masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan
lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap
distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak
sekolah, mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan
kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses
dan pembelajaran, melibatkan masyarakat dalam
melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan
bagi semua anak
7. Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi
tiga, yaitu :Model kurikulum regular penuh,Model
kurikulum regular dengan modifikasi dan Model kurikulum
PPI
8. Pada mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA), proses dan kegiatan pembelajaran

27
diutamakan menggunakan media dan model
pembelajaran yang tepat, sesuai dengan konsep
pendidikan inklusif.

B. Saran
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekolah
inklusif sehingga anak yang berkebutuhan khusus yang
berbakat dapat menyakurkan bakat mereka. Pemerintah juga
harus mensosialisasikan adanya sekolah inklusif agar sekolah
inklusif diketahui keberadaanya, dan masyarakat tidak lagi
meremehkan sekolah inklusif bahwa anak-anak inklusif juga
bisa berprestasi layaknya anak normal.

Daftar pustaka

http://zhaenucy.blogspot.co.id/2014/09/pendidikan-inklusif.html

https://www.academia.edu/6845679/pendidikan_inklusi
http://2015inspirasi.blogspot.co.id/2015/02/makalah-pendidikan-
inklusif.html

28

Anda mungkin juga menyukai