Anda di halaman 1dari 9

KONSEP DASAR KONSELING INKLUSIF

(Konseling Inklusif)

Dosen Pengampu :

Rury Muslifar, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh

Kelompok 1 BK 2017 :

Meylani (1705095012)

Naresma Faradilah (1705095019)

Savira Kurnianti (1705095021)

Siti Nurfadillah (1705095056)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2020
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusi


Menurut Nur’aeni (2017) dalam bukunya Psikologi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus, pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, karena
dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu pengetahuan, nilai, sikap serta
keterampilan sehingga manusia dapat menjamin keberlangsungan hidupnya agar
lebih bermartabat. Melalui pendidikan sumber daya manusia dapat ditingkatkan,
sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan untuk membawa bangsa kearah
yang lebih baik. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka
yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada
UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1). Anak berkebutuhan khusus juga berhak mendapat
pelayanan pendidikan seperti halnya anak-anak pada umumnya dan hidup bersama
dalam situasi sosial yang alamiah.
Secara etimologis definisi pendidikan inklusi bisa ditelusuri dengan
membedah kata inklusi itu sendiri. Kata inklusi berasal dari kata include dalam
bahasa Inggris. Kata include artinya menjadi bagian dari sesuatu, atau being a part of
something, menyatu dalam kesatuan being embraced into the whole. (Villa;
Thousand, 2005).
Secara filosofis kata inklusi pada dasarnya mengandung prinsip kesamaan atau
keadilan dan atau persamaan hak. Pendidikan Inklusi adalah sistem layanan
pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di sekolah-
sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam
O’Neil 1994). Pendidikan inklusi secara luas adalah pendidikan yang menyertakan
anak sebagai subjek bukan saja sebagai objek, pendapat semua anak dapat
diakomodir dan dipertimbangkan dengan baik untuk menciptakan pendidikan yang
berkeadilan bagi semua, hingga terwujud pendidikan untuk semua (education for all).
Pendidikan inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa memandang
derajat, kondisi ekonomi, ataupun kelainannya.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas mendefinisikan
pendidikan inklusi sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dapat
menerima semua anak dengan berbagai kondisi. Dengan demikian, pendidikan
inklusi dapat berarti sekolah biasa/umum yang mengakomodasi semua Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dan /atau Sekolah Luar Biasa/Khusus yang
mengakomodasi anak normal. Sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumya (Kepmen 70/2009).
Pendidikan inklusif adalah penggabungan layanan pendidikan regular dengan
pendidikan khusus dalam satu sistem yang dipersatukan. Sekolah inklusif adalah
sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dengan pendidikan regular
untuk mempertemukan kebutuhan individual anak berkebutuhan khusus.
Sehubungan dengan perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar
biasa di beberapa negara termasuk pada sebagian masyarakat di Indonesia, terhadap
kesepakatan bahwa sistem pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan yang paling
layak untuk dilaksanakan. Sunantu (2000), menjelaskan beberapa alasan pendidikan
inklusi sebagai model pendidikan anak luar biasa, yaitu :1) Semua anak mempunyai
hak untuk belajar bersama, 2) Anak-anak tidak harus diperlakukan diskriminatif
dengan dipisahkan dari kelompok lain karena kecacatannya, 3) Tidak ada alasan yang
legal untuk memisahkan pendidikan bagi anak luar biasa, karena setiap orang
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, 4) banyak hasil penelitian
menunjukkan bahwa prestasi akademik dan sosial anak luar biasa di sekolah-sekolah
integrasi lebih baik daripada di sekolah segregasi, 5) Tidak ada pengajaran di sekolah
segregasi yang tidak dapat dilakukan di sekolah umum, 6) Melalui komitmen dan
dukungan yang baik, pendidikan lebih efisien dalam penggunaan sumber belajar, 7)
Semua anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang untuk
hidup dalam masyarakat yang normal dan 8) Hanya sistem pendidikan terpadu yang
berpotensi untuk mengurangi rasa kekhawatiran membangun rasa persahabatan saling
menghargai dan memahami.
Jika sebelumnya anak luar biasa dapat diterima di sekolah umum hanya karena
berdasarkan kebijakan intern sekolah dengan pertimbangan kemanusiaan, kini dengan
model pendidikan inklusif sebagai revisi sistem pendidikan bagi anak luar biasa, anak
luar biasa memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan di sekolah umum
dengan dasar hukum yang kuat dan jelas berdasarkan psiko-edukatif serta bukan lagi
didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan semata. Anak-anak luar biasa tidak lagi
dibatasi pendidikannya dalam setting SLB saja, akan tetapi diberikan hak yang sama
untuk mengikuti pendidikan secara terpadu dengan siswa normal di sekolah umum
dengan kemampuan yang dimilikinya. Selama ini secara tidak disadari sistem
pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini telah menghambat
proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel.
Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas
yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab
dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa
keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
Konsep pendidikan inklusi lebih menekankan pada upaya pemenuhan
kebutuhan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (lembaga atau institusi
menyesuaikan dengan kebutuhan siswa). Penting bagi guru untuk menyadari bahwa
di sekolah mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang
komprehensif, yang terpusat pada anak. Meskipun mungkin masih memerlukan
pelatihan tentang metode atau strategi khusus yang akan diterapkan di sekolah.
Dalam lingkungan inklusif, kita siap mengubah dan menyesuaikan system,
lingkungan dan aktifitas yang berkaitan dengan semua orang lain serta
mempertimbangkan kebutuhan semua orang. Bukan lagi anak yang menyandang
kecacatan yang harus menyesuaikan diri agar cocok dengan setting yang ada. Untuk
itu diperlukan fleksibilitas, kreativitas dan sensitivitas.
Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan
atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi harus menciptakan lingkungan
yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar
dengan nyaman dan menyenangkan. Berbagai metode atau strategi belajar sangat
mungkin dikembangkan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
untuk menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Adanya
penghargaan terhadap diri anak, memotivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri
anak dengan menggunakan kata-kata atau nada suara yang baik.
Tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial atau memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,
menghilangkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan, baik terkait dengan etnik, gender, status
sosial, maupun ekonomi, mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik, serta mendorong
partisipasi penuh anak berkebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Sekolah inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan
tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap
anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan
teman-teman sebayanya terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi
anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar
berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian.

B. Urgensi Konseling pada Anak Berkebutuhan Khusus


Paradigma dalam pendidikan luar biasa yang lebih menekankan kepada
penghargaan tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM), telah menempatkan
pentingnya penanganan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan dimensi-dimensi
kemanusiaannya, baik dalam dimensi keindividualan (individualitas), kesosialan
(sosialita), kesusilaan (moralitas), dan keagamaan (religiusitas), secara selaras guna
mencapai perkembangan optimal. Sementara itu, kompleksitas permasalahan yang
dihadapi anak berkebutuhan khusus, menuntut kepedulian tenaga pendidik dan semua
elemen yang terkait untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapinya,
melalui pemenuhan kebutuhan khsusnya dalam rangka membantu anak mencapai
perkembangan optimal.
Berdasarkan hal di atas, layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus harus
dikembangkan dalam dimensi yang lebih luas dan komprehensif. Salah satunya
dengan menempatkan layanan konseling sebagai unsur pokok yang terpadu dalam
seluruh kegiatan pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan
dilaksanakan dengan lebih intensif, komprehensif, konsisten, konsekuen, dan
berkesinambungan. Melalui layanan konseling diharapkan mampu menunjang
pencapaian tujuan pendidikan, membantu mengatasi hambatan belajar dan
perkembangan yang dialaminya, sekaligus diharapkan mampu membantu upaya
pengembangan totalitas kepribadian anak secara optimal sesuai dengan dimensi-
dimensi kemanusiaannya menuju kebahagiaan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang
dianutnya. Selaras dengan paradigma baru dalam pendidikan anak berkebutuhan
khusus, penempatan konseling dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus,
bukan lagi sekedar kepedulian terhadap masalah, melainkan pada upaya-upaya
pengembangan pribadi anak secara utuh. Dengan kata lain visi konseling pada anak
berkebutuhan khusus harus memiliki jangkauan yang lebih luas, yang meliputi
dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi edukatif, yaitu peningkatan kemampuan anak berkebutuhan khusus
dalam memahami potensi diri, peluang dan tuntutan lingkungan, dan
pengambilan keputusan, serta penyelenggaraan program yang merujuk pada
norma idealis, filosofis, dan pragmatis sebagai tugas bersama.
2. Dimensi developmental, yaitu pengembangan secara optimal seluruh aspek
kepribadian anak berkebutuhan khusus melalui pengembangan kesiapan atau
kematangan intelektual, emosional, sosial, dan pribadi sesuai dengan sistem
nilai yang dianut.
3. Dimensi preventif, yaitu pencegahan timbulnya resiko (masalah) yang dapat
menghambat laju perkembangan kepribadian (diskontinuitas perkembangan)
anak berkebutuhan khusus individu serta pencegahan terjadinya penurunan
mutu pendidikan.
4. Dimensi ekologis, yaitu pengembangan kompetensi atau tugas-tugas
perkembangan anak secara optimal melalui rekayasa lingkungan baik fisik,
sosial, maupun psikologis dengan fokus pada upaya memfasilitasi
perkembangan anak, intervensi pada sistem atau sub sistem, dan tercapainya
lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan individu dan
keselarasan interaksi dan interrelasi pribadi dan lingkungan menuju
optimalisasi keberfungsian individu.
5. Dimensi futuristik, yaitu pengembangan wawasan, sikap, dan perilaku
antisipatif anak berkebutuhan khusus dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan kehidupan serta karir masa depan yang lebih memuaskan.
C. Pengertian Konseling pada Anak Berkebutuhan Khusus
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu pinilium
yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang
berarti menyerahkan atau menyampaikan.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan
optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap
waktu. Bantuan yang diberikan kepada konseli lebih menekankan kepada peranan
konseli itu sendiri ke arah tujuan yang sesuai dengan potensinya.
Menurut Robinson dalam Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2010),
konseling merupakan semua bentuk hubungan antara dua orang dimana yang
seorang, yaitu konseli dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Suasana hubungan konseling ini meliputi
penggunaan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi,
melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui
pengambilan keputusan dan usaha-usaha penyembuhan (terapi).
ASCA (American School Counselor Association) mengemukakan bahwa,
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap
penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor
mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu konseli
mengatasi masalah-masalahnya.
Sedangkan menurut Milton E. Hahn dalam Sofyan S. Willis (2007), tujuan
konseling adalah sesuatu proses yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan
seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan
seorang petugas professional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk
membantu agar konseli mampu memecahkan kesulitannya.
Dalam era global dan pembangunan, maka konseling lebih menekankan pada
pengembangan potensi individu yang terkandung di dalam dirinya, termasuk dalam
potensi itu adalah aspek intelektual, afektif, sosial, emosional dan religius, sehingga
individu akan berkembang dengan nuansa yang lebih bermakna, harmonis, sosial, dan
bermanfaat.
Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan, konseling
bagi anak berkebutuhan khusus adalah upaya bantuan yang diberikan oleh konselor
kepada konseli agar konseli tersebut dapat menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dengan
dirinya serta mereka mampu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus tersebut.

D. Tujuan Bimbingan dan Konseling pada Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Drs. Dewa Ketut Sukardi MBA., MM. bimbingan dan konseling
memiliki tujuan umum dan khusus. Adapun tujuan umum bimbingan dan konseling
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan
tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional (UUSPN) tahun 2003 (UU No. 20/2003), yaitu
terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani kepribadian
yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Secara umum, tujuan bimbingan dan konseling bagi anak
berkebutuhan khusus adalah untuk membantu anak berkebutuhan khusus
dalam mengembangkan diri dan menyesuaikan dirinya secara optimal sesuai
dengan hambatan, gangguan, atau kelainannya.
Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling bagi anak
berkebutuhan khusus sebagai upaya membentuk perkembangan dan
kepribadian siswa secara optimal sesuai dengan kemampuan anak tersebut,
maka secara umum layanan bimbingan dan konseling di sekolah haruslah
dikaitkan dengan sumberdaya manusia. Yaitu dengan menerapkan layanan
bimbingan dan konseling untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam
mengenal bakat, minat, dan kemampuannya serta mengembangkan
potensinya secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
2. Tujuan khusus dari layanan bimbingan dan konseling adalah bertujuan untuk
membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang
meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karier. Tujuan khusus bimbingan
dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan kebutuhan
anak tersebut yang mana ia dapat menjadi lebih percaya diri, dapat bergaul,
menghadapi dirinya sendiri dan juga mengenal potensi dirinya.
Sedangkan menurut Sunardi dalam Lutfi Isni Badiah (2017), selain modifikasi
dalam segi pembelajaran dan sarana prasarana sekolah, ABK juga memerlukan
layanan bimbingan konseling yang juga berorientasi pada kebutuhan masing-masing
individu ABK. Secara umum tujuan bimbingan dan konseling pada hakekatnya harus
merujuk, bermuara, bernuansa, dan seirama dengan tujuan pendidikan nasional.
Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus harus
merefleksikan kebutuhan khususnya, membantu individu memperkembangkan diri
secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya
(kemampuan, bakat, minat, permasalahan, dan kebutuhannya), serta sesuai dengan
latar belakang sosial budaya dan tuntutan positif lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai