Anda di halaman 1dari 14

PRO DAN KONTRA PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH REGULER

Vina Femila Apriyanti


NIM.2106974
Univeritas Pendidikan Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS SEKOLAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2021
ABSTRAK
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaran pendidikan bagi anak-anak
yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak yang lainnya yang disatukan dengan
tanpa mempertimbangakan keterbatasan masing-masing. Pendidikan inklusif
adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
anak belajar bersama-sama. Di sekolah umum dengan memerhatikan keragaman
dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal.
Semangat pendidikan inkuusif akan memberi akses yang luas-luasnya kepada
semua anak, termasuk anak berebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu dan memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhanya. Pendidikan inklusif tidak semulus konsep dan programnya
pelaksanaan di sekolah mengalami pro dan kontra, tetapi karena ini adalah program
pemerintah maka seo;ah sekolah umum tidak berdaya untuk menolaknya. Karena
banyak kendala dalam pelaksanaanya baik dari guru sekolah umum orang tua
peserta didik juga dari peserta didiknya. Mereka banyak yang menolak dalam arti
mereka enggan menerima anak berkebutuhan khusus yang berada di lingkungan
belajarnya, mereka menganggap hanya “mengganggu” ketenangan mereka belajar.
Masalah inilah yang menjadikan penulis “galau” untuk menjamin keberlangsungan
Pendidikan inklusif di Indonesia.
Kata Kunci : Pendidikan inklusif, pro, kontra, sekolah umum
A. Pendahuluan
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu,
untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan
lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem
penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah
tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan
peserta didik
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada
pandangan bahwa mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap
sebagai sosok individu yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan.
Namun, seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan
tersebut mulai berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak
yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang
diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya kepada anak-
anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang
berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus
mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lainnya
dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut pandang pendidikan,
karena karakteristiknya yang berbeda dengan anak normal pada umumnya
menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka membutuhkan layanan
pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan
pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu
kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa
dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan tanpa
memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa
bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk
masa depan hidupnya.
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup
semua jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk
didalamnya anak berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu,
Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS,
Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban
Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.
B. Metoda
Metode yang digunakan pada penelitian artikel ini adalah survey/telaah
artikel tentang Pendidikan inklusif di sekolah umum
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
a) Artikel Mohamad Sugiarmin
Pembelajaran yang sesuai memberikan perhatian kepada
kebutuhan peserta didiknya. Oleh karena itu penting bagi guru
memiliki kesadaran tentang keberagaman (deversity awareness)
peserta didik yang ada di sekolahnya. Di sekolah, baik sekolah
umum maupun sekolah khusus atau sekolah luar biasa, pada
umumnya peserta didik diajar oleh guru berdasarkan kurikulum
yang sama dan dengan pembelajaran yang sama pula. Pembelajaran
yang didasarkan atas kurikulum yang seragam dengan cara yang
seragam dapat meningkatkan efisiensi tetapi menurunkan efektifitas
pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran seperti itu tidak
efektif karena peserta didik yang lambat akan mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan peserta didik yang cepat
akan merasa terhambat sehingga merasa bosan terhadap kegiatan
pembelajaran.
Pendidikan inklusif merupakan suatu pandangan yang
menuntut adanya perubahan layanan pendidikan yang tidak
diskriminatif, menghargai perbedaan, dan pemenuhan kebutuhan
setiap individu berdasarkan kemampuannya. Pendapat lain
menyatakan pendidikan inklusif adalah sebuah proses yang
sistematis mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus dan
kelompok anak tertentu pada usia yang sama ke dalam lingkungan
yang alami dimana umumnya anak-anak bermain dan belajar (Phil
Foreman, 2001).
Artikel Mohamad Sugiarmin tidak ada pernyataan kontra
terhadap Pendidikan Inklusif di sekolah umum malahan beliau
dalam artikelnya menyatakan keberifihakan terhadap keberadaan
Pendidikan Inklusif sesuai pernyataanya di bawah ini :
1) Pendidikan inklusif memberikan kesempatan yang sama antara
peserta didik berkebutuhan khusus dengan peserta didik
umumnya untuk menerima pendidikan dengan kualitas yang
sama dalam satu kegiatan pembelajaran dalam satu kelas.
2) Pendidikan inklusif dengan pandangannya telah memberi
peluang bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk
mendapatkan apa yang menjadi hak mereka. Dengan demikian
pendidikan inklusif memberi keuntungan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mendapat pengetahuan dan
kesempatan untuk hidup secara alami dalam masyarakat, hidup
dalam kepatutan dan menghargai hidup, menerima mereka
sebagai bagian seutuhnya dalam anggota masyarakat dan
memberi sumbangan secara aktif dalam pembangunan
b) Artikel Muhammad Nurrohman Jauhari
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.
Penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang telah
memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Ada
beberapa persyaratanyang dimaksud diantaranya mempunyai siswa
berkebutuhan khusus, mempunyai komitmen terhadap pendidikan
inklusif, penuntasan wajib belajarmaupun terhadap komite sekolah,
menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, dan
mempunyai fasilitas serta sarana pembelajaran yang mudah diakses
oleh semua anak.
Menurut Muhammad Nurrohman Jauhari meneytujui adanya
sekolah inklusif harus dilihat dari berbagai aspek yaitu :
1) Dimensi Budaya (creating inclusive cultures),
2) Dimensi Kebijakan (producing inclusive policies)
3) Dimensi praktek (evolving inclusive practices) agar
penyelenggara sekolah inklusif dapat memonitoring dan
mengevaluasi sekolah masing- masing untuk mengembangkan,
menjadi tolak ukur dan menerapkan nilai-nilai inklusif yang
tanpa diskriminasi.
c) Artikel Nenden Ineu Herawati
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak
sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana
prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu
proses identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh
tenaga yang terlatih dan atau profesional di bidangnya untuk dapat
menyusun program pendidikan yang sesuai dan objektif.
Pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik,
bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem
persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak
berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi
secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di
masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai
potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukan
berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa
diskriminasi.
Nenden Ineu Herawati, termasuk yang pro terhadap
Pendidikan inklusif di sekolah umum sesuai dengan pernyataanya
sebagai berikut :
1) Pendidikan inklusif dapat memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan
khusus mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan
kebutuhannya.
2) Pendidikan inklusif membantu mempercepat program wajib
belajar pendidikan dasar
3) Pendidikan inklusif membantu meningkatkan mutu pendidikan
dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan
putus sekolah.
d) Pendapat penulis Vina Pemila Apriyanti
Penulis bukan mempermasalahkan program Pendidikan
inklusif tetapi lebih pada melihat kenyataan yang ada di sekolah
penyelenggara Pendidikan inklusif sebagai berikut :
1) Banyak sekolah umum yang belum siap menyelenggarakan
pendidikan inklusif karena menyangkut sumberdaya yang
terbatas.
2) Banyak peserta didik di sekolah umum mengeluh dengan adanya
anak berkebutuhan khusus di kelasnya karena cenderung
“mengganggu” kekondusifan kelas
3) Banyak orang tua berkeberatan anaknya disatu kelaskan dengan
anak berkebutuhan khusus mereka khawatir anakanya terganggu
dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di kelas anakanya
berada
4) Anak berkebutuhan khusus lebih merasa “nyaman” di SLB
karena mereka merasa sama dengan peserta didik lainya, dan
merasa “tidak nyaman” Ketika berada ditengah-tengah peserta
didik di sekolah umum
5) Sarana-prasarana di sekolah umum tidak sesuai dengan
kebutuhan ABK sehingga tidak dapat dilayani dengan maksimal
6) Banyak sekolah umum mau menjadi sekolah penyelenggara
Pendidikan inklusif karena ada bantuan operasional khusus dari
pemerintah, setelah tidak ada lagi bantuan tersebut mereka
banyak yang mengundurkan diri sebagai sekolah inklusif
2. Pembahasan
Pendidikan inklusif lahir sebagai bentuk ketidak puasan
penyelenggaran pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan
menggunakan sisitem segregasi. Sistem segregasi adalah sistem
penyelenggalan sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak yang
memiliki kelainan atau anak-anak berkebutuhan khusus. Sistem ini
dipandang bertentangan dengan tujuan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Dimana tujuaan penyelenggaran pendidikan anak
berkebutuhan khusus adalah untuk mempersiapkan mereka untuk dapat
berinteraksi dengan mandiri di lingkungan masyarakat. Namun dalam
proses penyelenggaran pendidikan, sistem segregasi justru di pisahkan
dengan lingkungan masyarakat, khususunya terjadi di masyarakat kita
berangkat dari kenyataan tersebut, lahirlah beberapa konsep pendidikan
inklusif
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaran
pendidikan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak
yang lainnya yang disatukan dengan tanpa mempertimbangakan
keterbatasan masing-masing. Menurutt dikrektorat pembinaan SLB
(2007), pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama. Di
sekolah umum dengan memerhatikan keragaman dan kebutuhan
individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal.
Semangat pendidikan inkuusif akan memberi akses yang luas-luasnya
kepada semua anak, termasuk anak berebutuhan khusus, untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu dan memberikan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhanya.
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan direkterat pembinaan
SLB ( 2007), sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusif memiliki
empat karateristik makna, yaitu :
a) Pendidikan inklusif yang berjalan terus dalam usaha menemukan
cara-cara merespon keragaman individu anak.
b) Pendidikan inklusif berarti memperleh cara-cara untuk mengatasi
hambatan-hambatan anak dalam belajar

c) Pendidikan inklusif berarti membawa makna anak mendapata


kesempatan untuk hadir di sekolah, berpartisipasi, dan mendaparkan
hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya

d) Pendidikan inklusif di peruntukan bagi anak yang tergolong


marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus
dalam belajar.

Menurut Sharon rustemer (2002), yang dilaporkan pada center


of study in inclusive education (CSIE) , pendidikan inklusif
didefinisikan sebgai berikut “ inclusive education learning together in
ordinary pre-school provision, schools, colleges and universities with
appropriate network of support”. Dengan demikian, pendidikan inklusif
dapat diikuti oleh semua orang dengan tanpa keterbatasan dan dapat
berlangsung di setiap jenjang pendiidkan, mulai dari TK sampai
perguruaan tinggi

Selanjutnya, SCIES menyatakan bahwa “ inclusion means


enabling all students to participate fully in the life and work of
mainstreaming setting, whatever their needs”. Dengan kata lain, semua
siswa tanpa memandang jenis kebutuhan diperbolehkan unruk bersam-
sama hidup dan bekerja dalam lingkungan umum(lumrah)

Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang


menghargai manusia:

a) Diciptakan sebagai mahluk yang berbeda-beda (unik)

b) Menghargai dan menghormati bahwa semua orang merupakan


bagian dari masyarakat, dan
c) Diciptakan untuk membangun sebuah masyarakat, sehingga
masyarakat normal ditandai dengan adanya keberagaman dari setiap
anggota masyarakat

Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang


menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari
teman sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode
mengajar, sarana pembelajaran, system evaluasi, dan guru khusus. Dari
segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan, karena
mudah bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari sudut
pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Disebutkan oleh
Reynolds dan Birch (1988), antara lain bahwa model segregatif tidak
menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara
optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah
biasa. Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidak logis, karena
menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan
masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat
normal. Kelemahan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa model
segregatif relatif mahal.
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model
mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif,
model mainstreaming memungkinkan berbagai alternatif penempatan
pendidikan bagi anak berkelainan. Alternatif yang tersedia mulai dari
yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling berbatas
(sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu, model ini juga dikenal
dengan model yang paling tidak berbatas (the least restrictive
environment), artinya seorang anak berkelainan harus ditempatkan
pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis /
tingkat kelainannya
D. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas penulis memberikan kesimpulan
sebagai berikut:
a) Pendidikan inklusif adalah pendidikan regular yang disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah
regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidkan inklusif
mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
IQ normal, diperuntukan bagi yang memiliki kelainan, bakat
istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan
pendidkan layanan khusus.
b) Manfaat pendidikan inklusif antara lain: Membangun kesadaran dan
konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan
sikap dan nilai yang diskriminatif, melibatkan dan memberdayakan
masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan
mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah,
mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial
dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran, melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu
pendidikan bagi semua anak
2. Saran
Dengan adanya artikel ini penulis berharap pembaca dapat
memahami isi dari makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan
seputar dunia pendidikan inklusif. Semoga pembaca bisa terus
menggali wawasanya dengan terus mencari referensi lain selain dari
makalah ini.

E. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada dosen pengampu
yang telah memberikan tugas ini, dan juga pada teman-teman
seperjuangan yang menempuh Pendidikan pasca sarjana jurusan
Pendidikan Khusus di Universitas Pendididkan Indinesia Bandung
Teristimewa pada ketiga orang penulis artikel yang telah
memberikan pencerahan tentang Pendidikan Inklusif pada penulis semoga
amal ilmunya dibalas oleh Allah SWT, aamiin yaa robbalallamiin
F. Daftar Pustaka
Nenden Ineu Herawati, Pendidikan Inklusif
Mohamad Sugiarmin, Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Dalam
Perspektif Pendidikan Inklusif
Muhammad Nurrohman Jauhari, Pengembangan Sekolah Inklusif
Dengan Menggunakan Instrumen Indeks For Inclusion

Anda mungkin juga menyukai