Anda di halaman 1dari 36

”IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PADA PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI

SEKOLAH INKLUSI DARUL ULUM REJOSARI PASURUAN”

PROPOSAL TESIS

Oleh

Robiatul Adawiyah

NIM 202086130012

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pendidikan merupakan sebuah proses pengajaran, bimbingan dan

pelatihan, sebagai istilah-istilah teknis tidak ada lagi dibeda-bedakan oleh

masyarakat kita, tetapi ketiganya lebur menjadi satu pengertian baru tentang

pendidikan.1 Di dalam undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang

pendidikan nasional pasal 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.2

Pendidikan yang dilaukan secara benar akan membawa keunggulan

dan kualitas akal serta kejernihan dalam berfikir. Selain itu dapat juga

memahami hakikat-hakikat kebenaran yang ada, dan akan terbiasa dengan

melakukan kebiasaan dan perbuatan baik, selalu berperilaku baik, selalu

mengajak anak didik untuk berfikir dengan cermat dan mendalam, selalu

mendorong untuk berkreativitas dan berfikir tentang alam dan makluk hidup.

Segala bentuk pendidikan, bimbingan dan pembinaan serta pengajaran

tersebut, akan sangat berpengaruh dan efektif apabila diberikan sejak masa

kanak-kanak atau usia dini.

Tetapi pada kenyataannya, manusia dihadapkan pada kondisi lahir dan

pertumbuhan yang berbeda yakni normal dan abnormal. Anak abnormal

1
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hal 36
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989, Tentang Pendidikan Nasional
secara istilah disebut anak cacat atau anak berkelainan, atau juga bisa disebut

anak berkebutuhan khusus. Yang dimaksud Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) antara lain seperti anak penderita autis, anak tuna grahita, anak tuna

netra, anak tuna daksa, anak tuna rungu, anak dengan tuna ganda, anak tuna

laras, anak berkesulitan belajar, anak lambat belajar, memiliki gangguan

motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang atau zat

adiktif lainnya, dan anak cerdas istimewa, yang mana anak dengan kebutuhan

khusus dapat dikenali sejak bayi, utamanya yang berada pada level kebutuhan

khusus di tingkat yang sedang sampai berat.

Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang pertama kali adalah

Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai solusi dari keadaan anak agar bisa

berkembang. Ternyata dengan adanya SLB mendapat satu kelemahan dalam

implementasinya. Kelemahan tersebut dikarenakan Anak yang berkebutuhan

khusus yang mendekati normal tidak bisa bersosialisasi dengan anak reguler.

Sehingga ketika mereka lulus pada tingkat SLB mereka cenderung kaku dan

tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan

anak berkebutuhan khusus selalu berkembang untuk mencari model yang

ideal. Maka, muncullah model pendidikan inklusi, dimana anak reguler dan

anak berkebutuhan khusus bisa belajar bersama-sama. Sekolah inklusi adalah

lembaga pendidikan yang memungkinkan semua anak dapat belajar bersama-

sama tanpa membedakan hambatan atau kesulitan yang mungkin dimiliki

oleh anak.

Tetapi permasalahan lain muncul ketika Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) belum bisa dengan mudah menikmati pendidikan dengan nyaman,


aman, serta diterima dilingkungan sekolah melaui belajar bersama dengan anak

reguler. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak Anak Berkebutuhan khusus

belum berkesempatan mendapat pendidikan yang layak disekolah umum. Jelas

hal ini bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 pada pasal 31 ayat 1

dan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara mempunyai kelainan

fisik, emosional, mental intelektual atau sosial berhak mendapatkan pendidikan

yang khusus. Hambatan kelainan atau memiliki kemampuan potensi,

kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula mendapatkan kesempatan yang

sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam layanan pendidikan).3

Dengan ini bahwa pendidikan untuk siswa yang berkebutuhan khusus

mempunyai hak dan perlindungan yang jelas yang sudah tertera dalam UUD

1945 untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta memadai dan tidak

membeda-bedakan siswa yang normal maupun abnormal sehingga nantinya

akan memunculkan sikap toleransi dan saling menghargai antar anak

berkebutuhan khusus denga anak normal.

Pendidikan inklusi harus mendapat perhatian dari berbagai pihak, yang

tujuannya adalah memberikan hak pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK), sehingga bisa terlayani dengan baik melalui partisipasi penuh sebagai

faktor kunci keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi. Salah satu pihak

dalam suksesnya pendidikan atau sekolah inklusi adalah seorang guru, baik

guru reguler maupun guru khusus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
(Bandung: Citra, 2006) hal 76
Menurut Fredickson & Cline “Pendidian inklusi memiliki prinsip

adanya tuntutan yang besar bagi guru reguler maupun pendamping khusus. Ini

menuntut pergeseran besar dari tradisi ‘ mengajarkan materi yang sama kepada

semua siswa di kelas’ menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan

individualnya, tetapi dalam setting kelas’. Mengingat masing-masing siswa

mempunyai perbedaan minat, bidang tingkat penguasaan, komunikasi dan

strategi belajar.”4

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) pada sekolah inklusi masih belum mendapat hak yang sama

dengan anak reguler dan tingkat keadilannya masih belum didapat sepenuhnya.

Atas dasar pemikiran yang diuraikan diatas, peneliti menetapkan MI

Darul Ulum Rejosari sebagai lokasi penelitian. Penetapan lokasi dan penelitian

iniberdasarkan kepada beberapa alasan utama sebagai hasil studi pendahuluan.

Adapun alasan-alasan utama yang dimaksud adalah:

Pertama, bahwa sampai saat ini belum dilakukan penelitian tentang

Implementasi nilai-nilai pendidikan multikultural pada pembelajaran anak

berkebutuhan khusus (ABK) di MI Darul Ulum Rejosari.

Kedua, MI Darul Ulum Rejosari merupakan sekolah swasta yang

berada di bawah naungan yayasan, tetapi sekolah ini berani untuk menerapkan

pendidikan inklusi. Peneliti berpendapat hal ini merupakan sesuatu yang unik

untuk diteliti karena biasanya pendidikan inklusi diterapkan oleh lembaga

dibawah naungan Dinas Pendidikan.

4
Rusdiyanto, Implementasi Pendidikan Inklusi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
(Tesis), (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang), 2015. Hal 02
Ketiga, alasan urgen yang lain adalah bahwa pelaksanaan sekolah

inklusi belum didukung dengan fasilitas yang baik. Baik dari segi

pembelajaran, pendukung, maupun dari segi tenaga pendidik, sehingga

nantinya akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran.

Data awal jumlah ABK (Tunanetra, tunarungu, …..)

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk lebih

mendalami penelitian tentang ”Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan

Multikultural Pada Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah

Inklusi Darul Ulum Rejosari Pasuruan” sebagai tindak lanjut dari penelitian

sebelumnya.

B. Fokus Penelitian

Dari konteks penelitian yang telah dijabarkan peneliti memfokuskan

penelitian yang antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Nilai Keadilan Pada Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus?

2. Bagaimana Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Pada

Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Iklusi Darul Ulum

Rejosari Pasuruan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan Implementasi Nilai Keadilan Pada Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus.
2. Untuk mengetahui, menganalisis, dan menginterpretasi Implementasi

Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Pada Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus di Sekolah Iklusi Darul Ulum Rejosari Pasuruan

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis

maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan

kontribusi terhadap khazanah ilmiah yang menjadi bahan bacaan yang

berguna bagi masyarakat umum dalam mengembangkan wacana pendidikan

terutama pendidikan inklusi. Sedangkan secara praktis penelitian ini

diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi dan masukan bagi pengambil kebijakan, dalam

hal ini kepala sekolah terhadap pengimplementasian pendidikan inklusi.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi instansi terkait, untuk meningkatkan

perhatiannya pada pendidikan bagi kelompok siswa yang berkebutuhan

khusus.

3. Memberikan pengalaman ulang kepada guru, siswa, maupun masyarakat

tentang perlakukan yang harus diberikan kepada anak berkebutuhan

khusus, terutama pemenuhan hak layanan pendidikan bagi mereka

sebagai warga masyarakat yang memiliki hak yang sama dengan orang

lain.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari perluasan serta penyimpangan permasalahan, maka

peneliti membatasi penelitian sebagai berikut:


1. Nilai multikultural pada penelitian ini di khususkan pada anak yang

memiliki kebutuhan khusus.

2. Anak berkebutuhan yang dimaksud merupakan ABK yang berada pada

sekolah Inklusi.

3. Peneliti melakukan penelitian di MI Darul Ulum Rejosari yang mana

terdapat beberapa siswa yang tergolong ABK.

E. Penegasan Istilah

Penegasan Istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari

kesalahpahaman dalam memahami pembatasan yang diuraikan dalam

penelitian ini sehingga kalimatnya mudah untuk di pahami.

1. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk

mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional

serta berusaha mencapai perubahanperubahan besar atau kecil

sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.

2. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda

konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut

pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki,

disenangi, dan tidak disenangi.5

3. Multikultural

5
Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), hal 98
Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan.

Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan orang per orang atau

perbedaan budaya, seperti perbedaan nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan,

dan politik.

4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mempunyai

karakteristik khusus dan berbeda dengan anak sebagaimana umumnya,

dengan kata lain mereka tidak mampu menunjukkan ketidakmampuan

mental, emosi maupun fisik,

5. Sekolah Inklusi 

Sekolah yang menampung semua murid (education for all). Sekolah

ini menyediakan program layanan pendidikan yang layak, sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan siswa untuk menggali potensinya. Dalam

penelitian ini yang dimaksud dengan pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar

di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa atau reguler bersama teman-

teman seusianya yang hanya penulis batasi hanya pada tingkat sekolah

dasar.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Penelitian Terdahulu

Setelah penulis membaca dan mempelajari beberapa karya ilmiah

sebelumnya, unsur relevannya dengan penelitian yang penulis laksanakan

yakni meneliti Anak Berkebutuhah Khusus pada sekolah Inklusi. Adapun

beberapa penelitian tersebut adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Idatul Milla dengan Judul “Pengaruh

Pendidikan Inklusif Terhadap Keterampilan Sosial dan Self Esteem Siswa

Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Lowokwaru Kota

Malang” dengan hasil pendidikan inklusif berpengaruh terhadap

keterampilan sosial, artinya siswa berkebutuhan khusus belajar bersama-

sama dengan siswa reguler di dalam satu kelas dan diajar oleh guru yang

sama berpengaruh terhadap kerja sama dan tanggung jawab dalam proses

pembelajaran sehingga siswa mampu menyadari dan melaksanakan apa

yang sudah ditugaskan agar mencapai hasil yang maksimal. Selain itu

siswa juga mampu memiliki rasa kasih kepada orang lain serta ingin

memahami dan memperhatikan orang lain.6

2. Penelitian yang dilakukan oleh Qori Cahyadi dengan Judul “Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sd

Muhammadiyah 04 Batu” dengan hasil Proses pembelajaran untuk peserta

didik berkebutuhan khusus pada SD Muhammadiyah 04 Batu

menggunakan kelas inklusi sistem reguler pull out, dan dalam proses
6
Idatul Milla, Pengaruh Pendidikan Inklusif Terhadap Keterampilan Sosial dan Self Esteem Siswa
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, UIN Maulana
Malik Ibrahim, Malang, 2018
pembelajarannya guru pendidikan agama Islam maupun guru pendamping

menerapkan prinsip-prinsip pendidikan kepada peserta didik berkebutuhan

khusus. Metode pembelajaran PAI yang digunakan guru adalah metode

eklektik, yaitu menggabungkan metode konvensional, kooperatif dan

kontekstual dengan teknik pembelajaran yang sesuai kemampuan serta

kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.7

3. Penelitian kedua Sumiyati, Analisis Kurikulum Pendidikan Inklusi dan

Implementasinya di Taman Kanak-Kanak (TK) Rumah Citta Yogyakarta.

Dengan hasil : 1) Kurikulum pendidikan inklusi di TK Rumah Citta dibuat

oleh tim pembuat kurikulum TK Rumah Citta, kurikulum dibuat dengan

muatan-muatan nilai adil gender, inklusivitas, multikultural, berpusat pada

anak dan memperhatikan pendidikan bagi Anak Berekebutuhan Khusus

(ABK). Kurikulum yang digunakan memodifikasi kurikulum reguler,

menganut model kurikulum inklusi yang dikemukakan oleh NS. Vijaya

KN, 2) implementasi kurikulum pendidikan inklusi di TK Rumah Citta,

telah dilaksanakan dengan mengutamakan kebutuhan anak, berpusat pada

anak, dengan penanaman nilai adil gender dan pendidikan multikultural,

tidak terkecuali bagi ABK, 3) kurikulum yang telah diramu dan

dilaksanakan oleh TK Rumah Citta, telah dirasakan manfaatnya oleh

peserta didik maupun orangtua. Tersedianya tenaga pendidik yang terlatih

dan mencukupi, dan berbagai fasilitas yang dimiliki TK Rumah Citta

menjadi faktor pendukung dalam implementasi kurikulum, akan tetapi

kelas yang tidak begitu luas dapat membatasi ruang gerak anak. Ketidak

7
Qori Cahyadi “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sd
Muhammadiyah 04 Batu”, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2020
tersediaan Guru Pendamping Khusu (GPK) juga dapat

menghabiskan/menguras energi bagi guru/edukator, karena beban kerja

menjadi lebih berat. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat dalam

implementasi kurikulum inklusi di TK Rumah Citta.8

Satu paragraf lagi yang menjabarkan secara umum perbedaan dan

persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan

dilakukan

B. Kajian Teori

1. Nilai Multikultural

a. Pengertian Nilai

Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat

berarti bagi kehidupan manusia,9 khususnya mengenai kebaikan dan

tindak kebaikan suatu hal, Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang

penting atau berguna bagi kemanusian.10

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan

benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah

yang menuntut pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan

yang dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi.11

b. Pengertian Multikultural

Multikultural secara etimologi berasal dari kata multi yang

artinya banyak, lipat ganda dan kultur yang berarti kebudayaan.


8
Sumiyati, Analisis Kurikulum Pendidikan Inklusi dan Implementasinya di Taman Kanak-Kanak
(TK) Rumah Citta Yogyakarta, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011
9
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. 1,
hal 61
10
W.J.S. Purwadaminta, Kamus Umum bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1999), hal 677
11
Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), hal 98
Multikultural berarti banyak, lipat ganda, atau beragam kebudayaan.12

Kultur atau budaya tidak dapat dipisahkan dari empat hal yaitu aliran

atau agama, etnis atau ras, suku, dan budaya. Hal ini menunjukkan

bahwa pembahasan multikultural tidak hanya berkaitan dengan

perbedaan budaya saja melainkan kemajemukan agama, ras maupun

etnik.13

Menurut Conrad P Kottak dalam buku Ngainun Naim &

Achmad Sauqi dijelaskan bahwa kultur memiliki tujuh karakteristik

khusus, yaitu:14

1) Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General

artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai budaya, dan spesifik

artinya kultur pada kelompok masyarakat bervariasi tergantung

kelompok masyarakat yang mana kultur itu berada. Jadi dapat

disimpulkan bahwa setiap orang memiliki budaya atau kultur dan

mereka hidup dengan budayanya sendiri-sendiri.

2) Kultur adalah sesuatu yang dipelajari.

3) Kultur adalah sebuah simbol. Simbol dapat berbentuk verbal dan

non verbal atau bahkan berbentuk bahasa khusus.

4) Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami.

Secara alamiah manusia harus makan dan mendapatkan energi,

kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan makanan

jenis apa, kapan waktu makan, dan bagaimana cara makan. Kultur

12
Hujair AH. Sanaky, Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:
Kaukaba, 2016), hal 186
13
Ain al-Rafiq Dawam, Emoh Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 99
14
Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2011), hal 123-125
juga dapat menyesuaikan diri kita dengan keadaan alam secara

alamiah dimana kita hidup.

5) Kultur merupakan sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama

yang menjadi atribut bagi seseorang sebagai anggota dari kelompok

masyarakat.

6) Kultur adalah sebuah model. Artinya bahwa kultur itu bukan

merupakan kumpulan dari kepercayaan dan adat istiadat tetapi

sesuatu yang disatukan dan sistem-sistem yang tersusun secara

jelas.

7) Kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif. Artinya bahwa kultur

adalah sebuah proses bagi suatu kelompok untuk membangun

hubungan baik dengan lingkungannya sehingga semua anggota

melakukan usaha yang maksimal untuk bertahan hidup dan

melanjutkan keturunan.

Sedangkan pengertian multikulturalisme adalah gabungan dari

tiga kata sekaligus, yakni multy (banyak), cultur (budaya), isme

(aliran/ paham). Multikulturalisme secara singkat adalah sebuah

paradigma tentang kesetaraan semua ekpsresi budaya. Artinya, tidak

ada pembedaan stereotype antara kebudayaan suku primitif dan

peradaban masyarakat industri modern. Keduanya memiliki

kesetaraan nilai dan peran dalam mengabdikan kekhususan peran

sosial-historis masing-masing.15

15
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”, Simposium
Internasional Bali, Jurnal Antropologi Indonesia), Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002.
Menurut Abdullah yang dikutip oleh Ngainun Naim dan

Achmad Sauqi, multikulturalisme merupakan paham yang

menitikberatkan pada kesetaraan dan kesenjangan budaya lokal tanpa

mengabaikan eksistensi dan hak budaya yang ada. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa multikulturalisme ini mempunyai penekanan pada

kesetaraan budaya.16

Dalam kamus sosiologi yang disusun oleh Soedjono Soekamto

secara sederhana multikultural berarti berkenaan lebih dari dua

kebudayaan. Menurut Kimlicka, multikultural adalah keberagaman

budaya di dalam komunitas atau masyarakat. Jadi, dapat dikatakan

bahwa multikultural adalah suatu masyarakat yang di dalamnya

terdapat beraneka ragam budaya yang disebut dengan masyarakat

multikultural. Ragaman kebudayaan kemasyarakatan dimaksud dalam

konteks ini adalah kebudayaan yang memberikan kepada anggotanya

berbagai cara hidup yang penuh arti dalam segala kegiatan manusia,

termasuk kehidupan sosial, pendidikan, agama, hiburan, ekonomi,

yang mencakup baik bidang publik maupun pribadi.

Kebudayaankebudayaan tersebut terkonsentrasi secara teritorial

berdasarkan bahasa yang sama.17

c. Nilai Multikultural

Nilai-nilai multikultural menurut Farida Hanum dan Setya

adalah menegakkan dan menghargai pluralisme, demokrasi, dan

16
Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2011), hal 125
17
Hujair AH. Sanaky, Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Yogyakarta:
Kaukaba, 2016), hal 188
humanisme, kemudian dengan ketiga hal tersebut siswa diharapkan

menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi moralitas,

kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku

sehari-hari.

Sementara itu menurut H.A.R Tilaar dalam Zakiyatun Baidhawy

dalam Maemunah menjelaskan beberapa nilai-nilai multikultural yang

ada, sekurang-kurangnya terdapat indikator-indikator sebagai berikut:

belajar hidup dalam perbedaan, membangun saling percaya (mutual

trust), memelihara saling pengertian (mutual understanding),

menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect), terbuka dalam

berpikir, apresiasi dan interdepedensi, resolusi konflik dan rekonsiliasi

nir kekerasan.

Sedangkan untuk memahami nilai-nilai multikultural secara

umum terdapat empat nilai inti (core values) antara lain: Pertama,

apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam

masyarakat. Kedua, pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi

manusia. Ketiga, pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia.

Keempat, pengembangan tanggung jawab manusia terhadap planet

bumi.

2. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah ABK adalah pengganti istilah anak berkebutuhan cacat

atau penyandang cacat. ABK adalah untuk menunjuk mereka yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial. ABK


memiliki masalah dalam sensosri, motorik, belajar dan tingkahlakunya.

Semua ini megakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal

ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon

rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru

gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehinggga ia

dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.18 Sesuai dengan kata

“exception” anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa

diartikan sebagai individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda

dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada

umumnya.19

Secara umum anak yang berkebutuhan khusus meliputi dua

kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat

permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan

khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan

belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi

lingkungan.

Dari pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu

menunjukan pada ketidak mampuan mental, emosi, ataupun fisik. ABK

memiliki penyimpangan dari rata-rata anak normal sehingga untuk


18
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat (Yogyakarta: Kata Hati, 2010), h. 33.
19
Samsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif (Jakarta:
Kencana, 2014), hal 245
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusu yang

sesuai dengan karakteristiknya.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus mempunyai jenis-jenis yang berbeda

berdasarkan karakteristiknya dan hambatan yang di miliki anak

berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)

berdasarkan karakter dan kekhususanna. Untuk ABK dengan

kekhususan tertentu seperti ABK dengan masalah berkesulitan belajar

dapat ditempatkan dalam kelas inklusi.

1) Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat

kecerdasan di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidak

mampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa

perkembangan.

2) Kesulitan Belajar

Individu mengalami gangguan pada satu atau lebih

kemampuan dasar psikologis, khususnya pemahaman dan

penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis. Gangguan tersebut

selanjutnya mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca,

berhitung, ataupun berbicara.

Penyebabnya antara lain gangguan persepsi, brain injury,

disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia perkembangan.

Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-

rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan


koordinasi gerak,20 gangguan orientasi arah dan ruang, serta

mengalami keterlambatan perkembangan konsep.

3) Hyperactive

Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala

atau symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh faktor-faktor

brain damage, an emotional disturbance, a hearing deficit, or

mental retardation.

Ciri yang paling mudah dikenal bagi anak hiperaktif adalah

anak akan selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, selain

itu yang bersangkutan sangat jarang untuk berdiam selam kurang

lebih 5 hingga 10 menit guna melakukan suatu tugas kegiatan yang

diberikan gurunya. Oleh karenanya, di sekolah anak hiperaktif

mendapat kesulitan untuk berkonsentrasi dalam tugas-tugas

kerjanya.

4) Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras

biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai

dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya.

5) Tunarungu wicara

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pedengaran permanen maupun temporer (tidak permanen).

Tunarungu diklasifikasikan berdasarkan tingkat gangguan

20
Budi Satmoko Santoso, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak , hal 131-132.
pendengaran, yaitu gangguan pendengaran sangat ringan (27-40

dB), gangguan pendengaran ringan (41-55 dB), gangguan

pendengaran sedang (56-70 dB), gangguan pendengaran berat 71-

90 dB), gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB).

Hambatan dalam pendengaran pada individu tunarungu berakibat

terjadinya hambatan dalam berbicara.

6) Tunanerta

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam

penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan yaitu buta total (blind) dan low vision. Karena tunanetra

memiliki keterbatasan dalam indra englihatan, maka proses

pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra

peraba dan indra pendengar.

7) Autistik

Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian

dapat diartikan seorang anak yang hidup dalam dunianya. Anak

autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi,

perilaku sosial. Autisme kadang juga disebut sebagai kelainan

spektrum autisme (autism spectrum disorder).

8) Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak

yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang

yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk

celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.


Tingkat gangguan masuk kategori ringan bila memiliki

keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, tetapi masih bisa

ditingkatkan melalui terapi. Sedang, jika memiliki keterbatasan

motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, dan berat

jika memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak

mampu mengontrol gerakan fisik.

9) Tunaganda

Tunaganda adalah seseorang yang memiliki kombinasi

keluarbiasaan seperti tunanetra dan tunagrahita, cerebral palsy dan

tunarungu, tunarungu dan tunanetra, tunalaras dan tunagrahita, atu

lainnya yang memiliki kelainan dua kali lipat atau lebih.

3. Sekolah Inklusi

a. Pengertian Sekolah Inklusi

Inklusi (dari kata bahasa Inggris: inclusion-peny) merupakan

istilah baru yang digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi

anak- anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam

program- program sekolah adalah inklusi. Bagi sebagian besar

pendidik, istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam

usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan

cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan

pendidikan yang menyeluruh.21

Inklusi dapat berarti penempatan anak-anak yang memiliki

hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan

konsep diri (visi-misi) sekolah.


21
David J Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua (Bandung: Nuansa, 2006), hal 45
Sekolah inklusi menyediakan lingkungan yang inklusif dalam

arti kata bahwa sekolah mampu melayani semua anggota dalam

lingkungan tersebut. Inklusi biasanya memberikan penempatan

belajar ke arah kelas reguler tanpa menghiraukan tingkat atau tipe

kelainannya.22

Pendidikan inklusi mengakui bahwa masalah-masalah

pembelajaran merupakan bentuk yang saling berhubungan secara

bersama antara lingkungan khusus, ruang kelas khusus, beserta guru

khusus dan peserta didik khusus. Kurikulum model pembelajaran dan

strategi pembelajaran dipergunakan oleh guru agar seluruh peserta

didik yang berkelainan dapat terlayani dalam ruang kelas reguler.

Komitmen terhadap pendidikan inklusi diartikan bahwa guru, sekolah,

lingkungan dapat memberikan dukungan terhadap upaya-upaya

pemecahan masalah yang muncul di dalam kelas dan sekolah sebagai

upaya untuk mewujudkan hak setiap peserta didik dalam mendapatkan

pelayanan sebaik mugkin agar mereka yang berkelainan tidak

mendapatkan resiko negatif.

Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak-

anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi memberikan pelayanan

yang berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya. Model yang

diberikan sekolah inklusif ini menempatkan pada keterpaduan penuh,

menghilangkan keterbatasan dengan menggunakan prinsip education

for all. Layanan pendidikan ini diselenggarakan pada sekolah-sekolah


22
Bandi Dekphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Klaten: Intan Sejati, 2009), hal 16.
reguler. Dalam kelas inklusi terdiri atas dua orang guru dan yang

satunya adalah guru khusus yang bertugas membantu anak-anak yang

merasa kesulitan dalam belajar. Semua anak diperlakukan dan

memiliki hak dan kewajiban yang sama sengan anak-anak normal

lainnya.

Dari beberapa paparan di atas penulis dapat menyimpulkan

sekolah inklusi adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan

semua anak dapat belajar bersama-sama tanpa membedakan hambatan

atau kesulitan yang mungkin dimiliki oleh anak. Anak normal dan

ABK akan memperoleh keuntungan secara kognitif dan sosial dalam

pembelajaran inklusi. Rasa saling menghargai, memahami, membantu,

dan bertoleransi akan terbentuk dalam diri anak didik. ABK akan

terbiasa hidup dalam lingkungan yang inklusif (tidak terpisah)

sehingga memiliki kesiapan untuk hidup bersama ditengah

masyarakat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 23 Data deskriptif ini berupa

gambaran tempat penelitian yang ada di Sekolah Inklusi Darul Ulum Rejosari

dan berbagai kegiatan pembelajaran serta hasil wawancara yang dilakukan

oleh peneliti yang kemudian akan dianalisis. Menurut pendekatan ini data

yang dikumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak

menekankan pada angka.24 Adapun peneliti memilih pendekatan ini

dikarenakan sangat cocok untuk mendeskripsikan suatu konsep serta

deskripsi pembelajaran yang ada dimana menjadi tujuan dari penelitian ini.

Jenis penelitian yang dipakai dalam proposal tesis ini adalah jenis Jenis

penelitian yang digunakan dalam proposal tesis ini adalah jenis penelitian

lapangan, yaitu mengadakan penelitian langsung terhadap objek yang diteliti

dan dilakukan pengumpulan data yang ditemukan di lapangan.

B. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti serta keterlibatannya sangat utama dalam penelitian

kualitatif, sebab pengumpulan data yang berupa perilaku nyata yang dapat

berupa pengelihatan, pendengaran, dan pengajuan serta pengumpulan benda

23
Lexy J. Moloeng, Merodelogi Penelitian Kualitatf, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hal 15.
24
Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung, Alfabeta, 2009), hal
3.
memerlukan kehadiran peneliti dilokasi.25 Adapun peneliti yang merupakan

instrumen kunci menyadari bahwa dirinya adalah perencana, pengumpul dan

penganalisa data serta menjadi pelopor dari hasil penelitian.

Adapun kehadiran peneliti dilakukan secara terang-terangan dengan

tahapan yang dilakukan peneliti antara lain sebagai berikut:

a) Tahap Pendahuluan, pada tahap ini secara tidak formal peneliti menghadap

Kepala Sekolah Darul Ulum Rejosari Pasuruan dengan tujuan

mengutaraan maksud untuk melakukan penelitian dengan mendiskusikan

fokus dari penelitian yang akan dilakukan serta meminta izin untuk

melakukan pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian.

b) Tahap pelaksanaan penelitian, pada tahap pelaksanaan ini peneliti

mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian dengan

melakukan wawancara, dokumentasi dan observasi langsung kepada

kepala sekolah, waka kurikulum, dan tenaga pendidik (guru).

c) Tahapan Akhir, Pada tahap ini peneliti mengajak informan untuk

mendiskusikan dari hasil observasi dengan tujuan memperbaiki data-data

yang kurang lengkap serta untuk konfirmasi keabsahan data dari hasil

observasi yang telah dilakukan.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MI Darul Ulum Rejosari yang merupakan

salah satu sekolah yang terletak di Desa Rejosari termasuk dalam wilayah

kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Sekolah yang di naungi Yayasan

25
Wiwin qomariyah, Skripsi: “Implementasi Metode Apel Dalam Menghafal Juz’Amma Guna
Meningkatkan daya Ingat Santri Madin Children” (Pasuruan: FAI Universitas Yudharta Pasuruan,
2015), hal 46.
Darul Ulum ini memiliki sekolah formal dari jenjang RA hingga MTs serta

memiliki jenjang sekolah non-formal.

Alasan peneliti memilih tempat tersebut dikarenakan sekolah ini

merupakan sekolah inklusi yang mana terdapat beberapa anak berkebutuhan

khusus (ABK) yang bergabung di dalamnya.

D. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dalam penilitian ini diperoleh melalui

wawancara, obsevasi dan dokumentasi. Adapun data kualitatif dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh

peneliti untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus dan data

primer didapat langsung dari sumbernya.26 Hasil wawancara, observasi

dan dokumentasi dengan ibu Khuliyati, S.Pd selaku kepala sekolah, Ibu

Ana Junaidiah, S.Pd selaku Waka Kurikulum, dan Tenaga Pendidik yang

ada di Darul Ulum Rejosari serta proses proses pembelajaran pada Anak

Berkebutuhan Khusus yang sedang berlangsung.

2. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui instansi.27 Jadi data yang diperoleh dari sumber kedua

dari data yang kita butuhkan. Data ini berupa data-data yang diperlukan

tentang Anak Berkebutuhan Khusus dan Sekolah Inklusi yang terdapat di

26
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia ( Cara Praktis Mendeteksi Dimensi – Dimensi Kerja
Karyawan).( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal 32.
27
Sarmanu, Dasar Metodologi Peneletian Kuantitatif, Kualitatif, dan Statistika (Surabaya:
Airlangga University Press, 2017), hal 11.
buku, jurnal, maupun dokumen lainnya. Adapun data yang berupa

dokumen yaitu berupoa profil sekolah dan data siswa Anak Berkebutuhan

Khusus yang ada di Sekolah Inklusi Darul Ulum Rejosari.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah yang paling utama dalam penelitian adalah pengumpulan data,

karena tujuan dalam suatu penelitian adalah untuk mendapatkan data. Adapun

pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam

penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara

langsung antara pewawancara dengan responden.28 Metode ini digunakan

untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran Anak Berkebutuhan

Khusus di Sekolah Inklusi Darul Ulum Rejosari yang mana nantinya akan

memunculkan nilai-nilai pendidikan multikultural. Adapun yang

narasumber dalam wawancara ini adalah Kepala Sekolah, Waka

Kurikulum, dan Tenaga Pendidik yang ada di Sekolah Inklusi Darul Ulum

Rejosari. Adapun wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak

terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan

menggunakan telepon.29 Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur dikarenakan peneliti

mencoba mencari informasi secara mendalam sehingga peneliti menyadari

akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang tidak terduga.

28
Eko Budiatro dan Dewi Dewi Anggraeni, Pengantar Epidemiologi (Jakarta: Buku Kedokjteran
EGC, 2003), hal 40.
29
Budiatro dan Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, 194.
a) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang

akan diajukan.30 Jadi wawancara yang sebelumnya sudah menyususn

teks wawancara yang akan ditanyakan kepada narasumber terkait.

b) Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas

dimana peniliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.31

Wawancara ini peneliti lakukan untuk menggali secara lebih

mendalam, wawancara ini berbeda dengan wawancara terstruktur.

Dimana peneliti mengajukan pertanyaan tidak sesuai dengan pedoman

wawancara yang telah disusun, namun mengarah pada fokus

penelitian.

2. Observasi

Observasi adalah suatu penelitian secara sistematis menggunakan

kemampuan indera manusia.32 Metode ini diartikan sebagai pengamatan

dan pencatatan terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Metode

ini digunakan untuk mengamati secara langsung kondisi lingkungan, serta

proses pembelajaran pada Sekolah Inklusi Darul Ulum Rejosari.

30
Budiatro dan Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, hal 190.
31
Budiatro dan Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, hal 197.
32
Swardi Endraswara, Metode, Teori,Teknik, Penelitian Kebudayaan (Tangerang:PT.Agro Media
Pustaka,2006)cet.1, hal 133.
3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu teknik dengan cara menghimpun data baik

dokumen berbentuk tulisan, gambar, elektronik, dan lain-lain.

Dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data dan sebagai penguat

informasi yang lebih valid, yang diperoleh dari wawancara dan observasi.

F. Analisis Data

Data kualitatif berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan

tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati. Data kualitatif dapat di

pilah menjadi tiga jenis :

1. Hasil pengamatan: uraian rinci tentang situasi, kejadian, interaksi, dan

tingkah laku yang diamati dilapangan.

2. Hasil pembicaraan: kutipan l;angsung dari pernyataan orang-orang

tentang pengalaman, sikap, keyakinan, dan pemikiran mereka dalam

kesempatan wawancara mendalam.

3. Bahan tertulis: petikan atau kesuluruhan dokumen, surat menyurat,

rekaman, dan kasus sejarah.33

Analisis data dalam penelituian kualitatif mengharuskan peneliti

bersifat cermat dan tekun. Peneliti harus fokus pada tujuan penelitian dan

pengumpulan data yang di butuhkan. Kemudian barulah peneliti masuk ke

tahap selanjutnya dalam penelitian yaitu analisi data. Peneliti dengan metode

ini lebih banyak melakukan pendekatan dan perkenalan kepada subjek

penelitiannya, sehingga lebih banyak membutuhkan waktu untuk melakukan

pertemuan-pertemuan dengan subjek penelitian.34

33
Burhan Bungin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hal 37
34
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Andi, 2004), hal 155
Komponen analisis dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah meilih data yang paling penting dari data yang

tidak terlalu penting. Dalam proses pengumpulan data tentu peneliti akan

mengumpulkan seluruh data yang berkaitan dengan subjek penelitiannya

tersebut. Namun dari seluruh data yang terkumpul peneliti harus memilih

lagi data mana yang paling relevan dengan subjek penelitiannya. Proses

inilah yang dikenal sebagai reduksi data. Peneliti harus melakukan reduksi

data agar penulis dapat fokus mencari kesimpulan dari penelitiannya

tersebut.35

2. Penyajian Data

Proses penyajian data adalah salah satu proses penting dalam

penelitian kualitatif. Seluruh proses penelitian tertumpu pada penyajian

data. Semua data yang diperoleh oleh peneliti kemudian disajikan dalam

bentuk kata-kata dalam kalimat. Penyajian data dapat dilakuakan dengan

beberapa teknik sesuai dengan data yang didapat dari lapangan.

3. Transkrip Wawancara

Transkrip wawancara adalah mengubah data suara menjadi data

tertulis. Atau secara sederhana adalah menulis hasil wawancara baik yang

wawancara secara mendalam maupun kuisioner dan lain sebagainya.

Proses ini dimaksud agar data wawancara dapat disajikan olehpeneliti

dalam hasil penelitiannya. Peneliti juga harus mengurai hasil wawancara

yang bersifat percakapan (bahsa lisan) menjadi sebuah data yang deskriptif

(bahasa tulisan).
35
Nasution., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsio, 2003), hal 126
G. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya

menggunakan teknik triangulasi. Tujuannya untuk meyakinkan validitas

(ketepatan) data dan reliabilitas (ketetapan) data yang diperoleh. Peneliti

melakukan dengan dua jenis triangulasi yakni: 36

1. Triangulasi sumber. Cara ini dilakukan dengan cara mengecek

keabsahan data melalui berbagai sumber. Data dianggap absah jika

berbagai sumber tersebut jawabannya bersifat reliabel, artinya tidak ada

perbedaan antara sumber yang satu dengan sumber yang lain. Yakni

dengan cara membandingkan data hasil wawancara satu sumber dengan

hasil wawancara sumber lain. Dalam penelitian ini peneliti mengambil

sumber antara lain kepala sekolah, waka kurikulum, dan tenaga pendidik

yang terlibat.

2. Triangulasi teknik. Cara ini dilakukan dengan mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang

diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan observasi atau

dokumentasi. Bila hasilnya datanya berbeda-beda, maka peneliti

melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan

atau subjek lain untuk menentukan data yang benar, atau mungkin

semuanya benar karena menggunakan perspektif yang berbeda. Adapun

peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan data yang didapat

saat menggunakan teknik wawancara dan saat melakukan teknik

36
Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian ( Yogyakarta:
Deepublish, 2018), 110-111.
observasi pada kepala sekolah, waka kurikulum, dan tenaga pendidik

yang terlibat.

3. Triangulasi Waktu. Triangulasi waktu merupakan teknik untuk menguji

keabsahan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada

waktu yang berbeda.37

H. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini bisa dijabarkan secara garis besar langkah-langkah

dalam tiga tahap yakni:

1. Persiapan

a. Menyusun rancangan penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan dalam

lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta

diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya penelitian.

Peristiwa-peristiwa yang diamati dalam konteks kegiatan

orang-orang/organisasi.

b. Memilih lokasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka

dipilih lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data.

c. Mengurus perizinan

Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan

penelitian.

d. Menjajagi dan melihat keadaan

37
Djam’an Satori dan Aan komariah, Metodologi penelitian kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2011),
171.
Proses penjajagan lapangan dan sosialisasi diri dengan keadaan,

karena kitalah yang menjadi alat utamanya maka kitalah yang akan

menetukan apakah lapangan merasa terganggu atau tidak.

e. Memilih dan memanfaatkan informan

Ketika kita terjun dan mensosialisasikan diri di lapangan, ada hal

penting lainnya yang perlu kita lakukan yaitu menentukan narasumber.

f. Menyiapkan instrumen penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah ujung tombak sebagai

pengumpul data (instrumen). Peneliti terjun secara langsung ke

lapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dibutuhkan.

Dalam rangka kepentingan pengumpulan data, teknik yang digunakan

dapat berupa kegiatan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

2. Lapangan

Seorang peneliti harus Memahami latar penelitian dalam memasuki

wilayah penelitian. Peneliti harus mampu berinteraksi secara langsung

dengan informan maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya. Peneliti

juga harus mengetahui bahwa ia merupakan instrumen utama dalam

pengumpulan data, jadi peneliti harus berperan aktif dalam pengumpulan

sumber

3. Pengolahan Data

a. Analisis Data

Melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan, peneliti

dalam hal ini bisa melakukan interpretasi dari data yang didapatkan

dilapangan.
b. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi

Dari kegiatan-kegiatan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah

menyimpulkan dan melakukan verifikasi atau kritik sumber apakah

data tersebut valid atau tidak lewat pengecekan keabsahan data.

c. Narasi Hasil Analisis

Langkah terakhir adalah pelaporan hasil penelitian dalam bentuk

tulisan dan biasanya pendekatan kualitatif lebih cenderung

menggunakan metode deskriptif-analitis.

DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989, Tentang Pendidikan

Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan

Nasional

Isna, Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka

Utama.

Milla, Idatul. 2018. Pengaruh Pendidikan Inklusif Terhadap Keterampilan Sosial

dan Self Esteem Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Se-

Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim,

Malang.

Cahyadi, Qori. 2020. “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus Di Sd Muhammadiyah 04 Batu”, Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang.

Sumiyati, 2011. Analisis Kurikulum Pendidikan Inklusi dan Implementasinya di

Taman Kanak-Kanak (TK) Rumah Citta Yogyakarta, Tesis, UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta.

M. Chabib Thoha. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Budi Satmoko Santoso, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak

David J Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua (Bandung: Nuansa, 2006),

hal 45

Bandi Dekphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting

Pendidikan Inklusi, (Klaten: Intan Sejati, 2009), hal 16.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


Sugiono. 2009. Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung,

Alfabeta.

Wiwin qomariyah. 2015. Skripsi: “Implementasi Metode Apel Dalam Menghafal

Juz’Amma Guna Meningkatkan daya Ingat Santri Madin Children”

(Pasuruan: FAI Universitas Yudharta Pasuruan.

Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia ( Cara Praktis Mendeteksi Dimensi –

Dimensi Kerja Karyawan).( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005)

Sarmanu, Dasar Metodologi Peneletian Kuantitatif, Kualitatif, dan Statistika

(Surabaya: Airlangga University Press, 2017)

Eko Budiatro dan Dewi Dewi Anggraeni, Pengantar Epidemiologi (Jakarta: Buku

Kedokjteran EGC, 2003)

Budiatro dan Anggraeni, Pengantar Epidemiologi,

Swardi Endraswara, Metode, Teori,Teknik, Penelitian Kebudayaan

(Tangerang:PT.Agro Media Pustaka,2006)cet.1,

Burhan Bungin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005),

Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Andi, 2004)

Nasution., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsio, 2003),

Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian ( Yogyakarta:

Deepublish, 2018.

Anda mungkin juga menyukai