TESIS
Oleh
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar dan penting untuk
pelaksanaan semua hak asasi manusia lainnya. Meski pendidikan merupakan hak
setiap individu, namun jutaan anak-anak dan orang dewasa tetap kehilangan
pendidikan.
Sebagai Negara yang besar dan dengan sumber daya alamnya yang melimpah
pada dasarnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu bangsa
yang maju, bermartabat dan lebih baik dari saat ini, dan itu semua dapat terwujud
tentunya dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif dan memiliki
visi dan misi yang jelas serta untuk kemajuan bangsa. Namun, untuk memenuhi tujuan
terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas tersebut tentunya pendidikan adalah
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
bangsa dan negara 1 . Namun senada dengan itu, ada juga yang mengartikan bahwa,
pendidikan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh seseorang kepada
1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 02 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Dan Penjelasanya Pasal 1, (Yogyakarta: Media Wacana Pres, 2003), Hlm. 9
orang lain untuk megembangkan dan mengfungsionalkan rohani manusia (pikir, rasa,
karsa, cipta dan budi rohani) dan jasmani manusia (pancaindra dan keterampilan) agar
tengah masyarakat2.
yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul
zaman yang semakin meningkat tajam. Untuk mencapai tujuan idealisme pendidikan,
tentang sistem pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa; “warga
Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual maupun sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus”. Selain itu disebutkan juga dalam pasal 32
bahwa “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
mental, emosional, dan sosial 3 . Serta dalam PP. No. 72 tahun 1991 Bab II pasal 2
disebutkan tujuan pendidikan luar biasa adalah membantu peserta didik yang
mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar
serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan”4.
dijadikan sebagai dasar yang kuat terhadap pelaksanaan pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti halnya pada
anak-anak yang normal. Sehingga dengan demikian diharapkan tidak adanya tindakan
diskriminasi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak yang normal. Maka dengan
demikian akan menumbuhkan motivasi, baik bagi orang tua mereka maupun bagi
mereka sendiri untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka demi meraih
akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan
sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan,
maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa
lampau. Dalam hal ini pendidikan tidak membedakan antara anak normal dengan anak
tidak normal atau anak autis. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya diskriminasi hak
untuk memperoleh pengajaran, baik orang itu difabel atau normal. Orang berhak
mendapatkan pendidikan sesuai tingkat kecerdasan dan potensi yang ada pada dirinya.
Anak autis juga berhak untuk memperoleh pendidikan dan mendapatkan ilmu
4
Http://Ngada.Org/Pp72-1991.Htm. Di Akses Pada Tanggal 10 Oktober 2017. Pukul21. 45. Wib.
pengetahuan sama dengan anak yang normal. Sudah disepakati oleh seluruh
masyarakat di dunia, bahwa setiap anak harus memiliki hak untuk mendapatkan
yaitu, The Salamanca World Conference on Special Needs Education pada tahun 1994.
Pada paragraf ketiga dari The Salamanca Statement and Framework for Action on
Special Needs Education yang dihasilkan dari konferensi tersebut disepakati bahwa
yang memiliki kelainan fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik maupun kelainan
yang berkelainan maupun yang berbakat, serta anak-anak yang berasal dari golongan-
golongan termarjinalkan yang lain. Sejalan dengan The Salamanca Statement and
“pendidikan untuk semua” atau educational for all. Prinsip educational for all tersebut
maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Filosofi educational for all lahir sebagai
konsekuensi logis dari adanya pernyataan Salamanca yang menegaskan perlu adanya
Dari semangat educational for all itulah pemikiran mengenai pendidikan inklusi
muncul, di mana hak mendapatkan pendidikan merupakan hak asasi manusia yang
menampung semua murid di kelas yang sama, menyediakan program pendidikan yang
layak, dan menantang tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
murid.
Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak autis dan anak yang
mengalami kekurangan (cacat) masih dipandang dengan sebelah mata, padahal mereka
yang menyandang autis dan cacat juga bukan kehendak mereka namun itu adalah
pemberian dari Allah sang Kholiq, bahkan dalam dunia pendidikan bagi anak autis dan
cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan dibiarkan saja maka dunia pendidikan dan
pandangan masyarakat terhadap mereka akan tetap stagnan atau berhenti seperti itu
terus.
formal dan juga non formal. Pendidikan formal adalah salah satu sarana pengembangan,
pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan sehingga ada suatu lembaga
pendidikan khusus yang mengelola dan menangani anak-anak autis. Sebagai anak
6
Amy James, School Succes For Children With Special Needs (San Francisco: Josey-Bass A
Wiley Imprint, 2007), Hlm. 51
7
Geniofam, Mengasuh Dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Garailmu,
2010), Cet. 1, Hlm. 61-62
manusia mereka membutuhkan pendidikan, pendidikan sudah menjadi salah satu
Mendidik anak autis tak semudah mendidik anak-anak normal. Anak-anak autis
mempunyai ciri-ciri yang khusus, maka dalam program pendidikannya tidak hanya
diperlukan pelayanan secara khusus akan tetapi juga perlu alat-alat khusus, guru yang
khusus bahkan kurikulum yang khusus pula. Metode pengajaran adalah salah satu
menentukan berhasil dan tidaknya suatu proses belajar mengajar. Bila guru tidak
mengerti masalah-masalah yang ada pada anak didiknya dalam proses belajar mengajar,
maka seorang pengajar bisa berkonsultasi kepada psikiater, ahli kurikulum dan
pendidikan Inklusif ini menjadi hal menggembirikan untuk anak-anak autis yang ingin
megenyam pendidikan disekolah manapun mereka sukai. Sekolah inklusi dituntut untuk
diterapkan dengan kondisi peserta didik. Pendidikan inklusi merupakan suatu strategi
sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat8.
dan kualitas. Satu tujuan utama inklusi adalah mendidik anak yang berkebutuhan
khusus akibat kecacatannya di kelas reguler bersama-sama dengan anak-anak lain yang
8
Endis Firdaus, “Pendidikan Inklusi Dan Implementasinya Di Indonesia” Makalah:
Disampaikan Dalam Seminar Nasional Pendidikan Di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
Purwokerto, 24 Januari 2010.
non-cacat, dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya, di sekolah yang ada di
lingkungan rumahnya.
pendidikan Inklusif untuk anak-anak penderita autisme yaitu MTsN 1 Konawe. MTsN 1
Konawe memiliki jumlah anak penderita autis yang cukup banyak sehingga menjadi
sebuah tantangan untuk setiap guru yang mengajar anak-anak autis tersebut. jika kita
diperuntukkan unuk anak-anak nomal akan tetapi orang tua siswa penderita autis ini
lebih memilih memasukkan anaknya di MTsN 1 Konawe padahal di Kab. Konawe juga
terdapat Sekolah Luar Biasa yang notabenenya adalah sekolah khusus yang
penelitian terhadap pendidkan siswa penderita autis di MTsN 1 Konawe dan SLB
Konawe Melalui sebuah karya ilmiah yang berjudul: Diferensiasi Pendidikan Anak
autus Di Sekolah Inklusi Dan Sekolah Luar Biasa (Studi Deskriptif Di Mtsn 1
B. FOKUS PENELITIAN
sebagai berikut:
C. RUMUSAN MASALAH
3. Bagaimana diferensiasi pendidikan anak autis di sekolah inklusi dan luar biasa?
D. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan foksus masalah yang di utarakan diatas, maka peneliti ini
bertujuan untuk:
biasa
E. MANFAAT PENELITIAN
Sekolah Luar Biasa diharapkan mempunyai signifikansi yang bermanfaat, baik secara
teori maupun praktek. Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai salah satu
pendidikan inklusi disamping itu dapat dijadikan sumber pengetahuan bagi peneliti.
Sedang manfaat praktisnya yaitu:
3. Bagi orangtua dan masyarakat, penelitian ini berguna sebagai informasi dan
F. DEFINISI ISTILAH
Definisi Istilah adalah definisi dari peneliti tentang indikator atau objek
penelitian yang akan diteliti, untuk memberikan pemahaman yang sama, sehingga tidak
terjadi multi tafsir, antara peneliti dan pembaca. Definisi operasional dalam penelitian
2. Anak Autis adalah anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan mental
dan emosional
1. Differensiasi Pendidikan
berasal dari kata different yang berarti tidak sama dengan yang lain, berbeda, dan diluar
untuk secara efektif membedakan dirinya sendiri dari pesaingnya dengan memberikan
konsumen dengan cara memberikan nilai keunggulan melalui (1) Harga yang lebih
murah dibanding lembaga lain, (2) Keuntungan unik yang tidak sekedar harga murah11.
sebuah upaya untuk menciptakan dan memberikan nilai yang yang berbeda dan berarti
bagi para pelanggan (customer). Tujuan dari differensiasi adalah memberikan layanan
yang lebih kepada para pelanggan untuk memenuhi kepuasan mereka. Sejalan dengan
9
Philip Kotler Dan Gary Amstrong, Marketing An Introduction, (New Jersey: Prentice Hall,
1993), Hlm 35.
10
Adrian Payne, Pemasaran Jasa. Ter. Fandi Tjiptono. (Yogyakarta : Andi, 2000),Hlm 45.
11
David W. Cravens, Strategic Marketing, (Boston: Richard D Irwin, 1989), Hlm 70.
hal tersebut, Berkowitz dkk (1989) menjelaskan bahwa, dengan menciptakan
kita berbeda dan lebih baik dengan lembaga lain. Lebih lanjut, Berkowitz (1989),
differensiasi berarti upaya yang dilakukan sekolah untuk menciptakan dan memberikan
keunggulan layanan pendidikan yang tidak diberikan oleh sekolah lain terhadap
stakeholders khususnya murid dan wali murid. Dengan differensiasi ini diharapkan
dapat menarik minat calon murid dan dapat memberikan keunggulan yang berarti.
akademik. Anak-anak yang memiliki performansi akademik yang bagus akan masuk
sekolah lainnya. Saya tidak tahu praktek ini didasarkan pada apa. Hal inilah yang
umum.
12
Eric. N. Berkowitz, Marketing, (Boston: Richard D Irwin. 1989), 101.
Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan
Untuk memudahkan pemahaman tentang anak autis berikut ini akan dijelaskan
berikut14:
1) Leo Kanner menyatakan autism berasal dari kata auto yang berarti sendiri,
pendapat Kanner ini banyak guru dan orang tua menganggap anak yang tidak
autis, padahal tidak sedikit anak tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan
perkembangan anak.
yang kompleks dan berbeda-beda dari ringan sampai berat dan mengalami tiga
bagian dari anak berkelainan dan mempunyai tingkah laku yang khas,
13
Dedy Kustawan, Pendidikan Inklusif Dan Upaya Implementasinya (Jakarta: Pt Luxima Metro
Media, 2012), H. 29
14
Deded Koswara, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta: Pt Luxima Metromedia,
2013),H. 10.
memiliki peran yang terganggu dan terpusat pada diri sendiri serta hubungan
oleh karena itu diagnosis ditegakkan dari gejala-gejala yang Nampak dan
umurnya.
Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti “self”. Istilah ini
digunakan pertama kali pada tahun 1906 oleh psikiater swiss Uegen Bleuler, untuk
merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita skizofrenia. Cara berpikir
autistik adalah kencenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari
Autisme (autism), atau gangguan autistic adalah salah satu gangguan terparah
Anak-anak yang menderita autisme, tampak benar-benar sendiri di dunia, terlepas dari
upaya orang tua untuk menjembatani muara yang memisahkan mereka. Autisme
15
Agustyawati Dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta:
Lembaga Penelitian Uin Jakarta, 2009), H. 236.
dengan orang lain secara berarti serta kemampuannya untuk membangun hubungan
Dari semua pengertian autis di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian autis
yang ringan sampai yang berat, dan seperti hidup dalam dunianya sendiri, ditandai
lingkungan luarnya.
kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal) dan dalam
pola komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas stereopik dan berulang.
Ciri utama dari autisme adalah gerakan stereotipe berulang yang tidak
berayun kedepan dan kebelakang dengan memeluk kaki. Sebagian anak autistik
16
Ibid
17
Y. Handojo, Autisma: Petunjuk Praktis Dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal,
Autis Dan Perilaku Lain (Jakarta: Pt Bhuana Ilmu Populer, 2008), Hlm. 13.
menyakiti diri sendiri, bahkan saat mereka berteriak kesakitan. Mereka mungkin
menjambak rambut mereka. Bila mereka berada satu ruangan dengan orang lain,
maka penderita autisme akan cenderung menyibukkan diri dengan aktivitas yang
melibatkan diri mereka sendiri, yang umumnya dengan benda-benda mati. Ketika
dipaksa untuk bergabung dengan yang lainnya, mereka akan kesulitan untuk
melakukan tatap mata atau berkomunikasi secara langsung dengan orang lain18. Di
samping itu, jika mereka sedang bermain dengan mainan mereka, maka perilaku
untuk memainkan permainan yang dapat dilakukan seorang diri. Mereka juga tidak
sebagai berikut19:
1) Ekspresi wajah yang datar pada beberapa anak seringkali guru dan orang tua
sangat sulit membedakan apakah anak sedang merasa senang, sedih ataupun
marah.
dua yaitu autisme sejak bayi dan autisme regresif20. Pada autisme yang terjadi sejak
autistik sejak ia bayi. Autisme regresif ditandai dengan regresi (kemunduran kembali)
perkembangan. Kemampuan yang sudah diperoleh jadi hilang, yang awalnya sudah
sempat menunjukkan perkembangan normal sampai sekitar usia 1,5 sampai 2 tahun,
tiba-tiba perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap.
Awalnya sudah mulai bisa mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan
bicaranya. Kasus gangguan autisme yang sejak bayi bisa terdeteksi sekitar usia 6
bulan, sedangkan untuk kasus autisme regresif, orang tau biasanya mulai menyadari
Dilihat dari jenis perilaku, anak autisme dapat digolongkan dalam 2 jenis,
yaitu perilaku yang excessive (berlebihan) dan perilaku yang deficit (berkurangan)21.
Yang termasuk perilaku excessive adalah hiperaktif, dan tantrum (mengamuk) berupa
menjerit, menyepak, menggit, mencakar, memukul dan terjadi anak menyakiti diri
20
Agustyawati Dan Solicha, Ibid, Hlm. 236.
21
Ibid, Hlm 240
sendiri (self abuse). Perilaku deficit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial
kurang sesuai (naik kepangkuan Ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue),
deficit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat,
Autisme ini dapat terjadi sejak seorang bayi lahir, meskipun tidak sedikit juga
anak-anak yang terdeteksi autis saat berusia 18-24 bulan. Artinya ketika lahir, bayi
lahir normal, namun pada saat usianya 18-24 bulan, perkembangannya tiba-tiba
Penyebab autis sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti, namun ada
generik, faktor hormoral, kelainan pranatal, proses kelahiran yang kurang sempurna,
serta penyakit tertentu yang diderita sang Ibu ketika mengandung atau melahirkan
3. Sekolah Inklusi
Pasal 18, tentang pendidikan nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang
22
Ibid
menengah, pendidikan tinggi. Sekolah adalah sebuah lembaga yang ditujukan khusus
Inklusi (dari kata bahasa Inggris: inclusion-peny) merupakan istilah baru yang
Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif
Sekolah inklusi menyediakan lingkungan yang inklusif dalam arti kata bahwa
sekolah mampu melayani semua anggota dalam lingkungan tersebut. Inklusi biasanya
merupakan bentuk yang saling berhubungan secara bersama antara lingkungan khusus,
ruang kelas khusus, beserta guru khusus dan peserta didik khusus. Kurikulum model
pembelajaran dan strategi pembelajaran dipergunakan oleh guru agar seluruh peserta
didik yang berkelainan dapat terlayani dalam ruang kelas reguler. Komitmen terhadap
23
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
Hlm. 6.
24
David J Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua (Bandung: Nuansa, 2006), Hlm. 45.
25
Bandi Dekphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Klaten: Intan Sejati, 2009), Hlm. 16.
dukungan terhadap upaya-upaya pemecahan masalah yang muncul di dalam kelas dan
sekolah sebagai upaya untuk mewujudkan hak setiap peserta didik dalam
menggunakan prinsip education for all. Layanan pendidikan ini diselenggarakan pada
sekolah-sekolah reguler. Dalam kelas inklusi terdiri atas dua orang guru dan yang
satunya adalah guru khusus yang bertugas membantu anak-anak ABK yang merasa
kesulitan dalam belajar. Semua anak diperlakukan dan memiliki hak dan kewajiban
adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan semua anak dapat belajar bersama-
sama tanpa membedakan hambatan atau kesulitan yang mungkin dimiliki oleh anak.
Anak normal dan ABK akan memperoleh keuntungan secara kognitif dan sosial
bertoleransi akan terbentuk dalam diri anak didik. ABK akan terbiasa hidup dalam
lingkungan yang inklusif (tidak terpisah) sehingga memiliki kesiapan untuk hidup
Prinsip kasih sayang pada dasarnya menerima mereka apa adanya, dan
mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam
jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu
guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya, modifikasi alat bantu
3) Prinsip kesiapan
4) Prinsip keperagaan
Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh
5) Prinsip motivasi
Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian
pengenalan suara binatang akan lebih menarik dan mengesankan jika mereka
empat sehat lima sempurna, barangkali akan lenih menarik jika diperagakan
bahan aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk dinakan, daripada hanya
Sebagai salah satu dasar mendidik anak berkelainan, agar mereka sebagai
7) Prinsip keterampilan
diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu
1) Kurikulum
khusus maupun anak bisa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan
2) Jenis Kurikulum
dasarnya adalah kurikulum standar nasional yang berlaku disekolah umum. Namun
demikian, karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkelainan sangat
bervariasi, mulai dari sifatnya yang ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam
26
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: BumiAksara,
2005), h. 24-26.
27
Alfin Nurussalihah, Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi (Studi Multisitus Di Sdn Mojorejo 01 Dan Sdn Junrejo 01
Kota Batu), (Tesis, UIN Maulana Malik Ibrahim : Malang, 2016), Hlm. 71
nasional perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga
sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidkan khusus, konselor,
adalah:
inklusi.
a) Model Duplikasi
28
Ibid, Hlm. 72
29
Ibid.
mengembangkan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan
khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk
empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.
b) Model Modifikasi
c) Model Substitusi
diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan. Model substitusi bisa
d) Model Omisi
dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada
siswa berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang
ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau diberikan kepada siswa
berkebutuhan khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak sesuai dengan
dan potensi lapangan. Pada umumnya ada tiga tipe pilihan pengelolaan anak dengan
problema belajar di sekolah-sekolah umum yaitu kelas khusus, ruang sumber, dan
kelas reguler.
1) Kelas Khusus
30
Ibid, Hlm.73
Sistem pelayanan dalam bentuk kelas khusus biasnya menampung antara
10 hingga 20 anak berproblema belajar di bawah asuhan seorang guru khusus. Ada
dua jenis kelas khusus yang biasa digunakan, yaitu kelas khusus sepanjang hari
belajar dan kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu atau kelas khusus sebagian
waktu. Pada kelas khusus sepanjang hari belajar, anak-anak berproblema belajar
dilayani oleh guru khusus. Anak-anak di kelas ini mempelajari semua jenis mata
pelajaran dan hanya berinteraksi dengan anak-anak lain yang tidak berproblema
2) Ruang Sumber
remedial atau guru sumber dan berbagai media belajar. aktivitas utama dalam
dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial
dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan anak
berproblema belajar. Guru sumber juga diharapakan dapat menjadi pengganti guru
kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler. Anak belajar di ruangan sumber
3) Kelas Reguler
31
Ibid, Hlm. 75
32
Ibid, Hlm. 76
Sistem pelayanan dalam bentuk kelas reguler dimaksudkan untuk
mengubah citra adanya dua tipe anak, yaitu anak berproblema belajar dan anak
tidak berproblema belajar. Dalam kelas reguler yang dirancang untuk membantu
putus asa. Program pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang
yang memiliki penyimpangan lainnya. Dalam kelas reguler semacam ini berbagai
bahwa : Proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Bertitik tolak dari tujuan itulah setiap lembaga pendidikan termasuk didalamnya
Sekolah Luar Biasa hendaknya bergerak dari awal hingga akhir sampai titiktujuan suatu
33
Ibid
34
Munawir Yusuf dkk, Pendidikan Bagi Anak Dengan Problema Belajar (Solo: TigaSerangkai,
2003), Hlm. 58-61.
35
Syafaruddin, UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung : Citra
Umbara,2006),Hlm.75
sebagai suatu proses aktualisasi potensi peserta didik menjadi kompetensi yang dapat
sebagai institusi penyelenggra kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, jelaslah bahwa
Sekolah Luar Biasa memiliki dan mengemban tugas yang berat tetapi penting. Berat
karena harus selalu berperang menghadapi berbagai kelemahan, ancaman dan tantangan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bergerak demikian cepat.
yang harus selalu dinamis dan optimis. Melihat sekolah menjadi pusat dinamika
Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan
yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih orientasi proyek.
kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan,
36
Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Bandung : Cipta Cekasa
Grafika, 2005) Hlml. 6
37
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi dan
Aplikasi,(Jakarta : Grasindo, 2002) Hlm. 87-88
telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat
eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi
penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri
Berangkat dari kenyataan di atas maka mau tidak mau harus dilakukan berbagai
agama yang efektif dan produktif. Terwujudnya Sekolah Luar Biasa yang efektif dan
produktif merupakan suatu ciri bahwa sekolah itu berhasil dalam mengemban dan
menjalankan tugas dan fungsinya. “Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang
tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Produktivitas suatu
organiasasi harus selalu dapat diupayakan untuk terus ditingkatkan, terlepas dari
bagi semua jenis organisasi”39. Jadi, sesuai dengan pendapat tersebut, tentunya termasuk
di dalamnya organisasi pendidikan atau Sekolah Luar Biasa harus melakukan berbagai
Untuk melihat keberhasilan suatu sekolah tentu harus diukur dengan kriteria
sebagaimana dikemukakan Sergiovanni dan Carver bahwa ada empat tujuan yaitu :
kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu
38
Ibid, Hlm.19
39
Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja.(Jakarta : Rineka Cipta,
2002)Hlml. 1
penyelenggaraan sekolah. Efektivitas produksi, yang berarti menghasilkan sejumlah
hidupnya. Kecakapan hidup tidak muncul dengan sendirinya tetapi sebagai salah satu
keterampilan yang dikembangkan melalui belajar. Konsep life skills dalam sistem
yaitu: (1) general life skills/GLS (kecakapan generik) yang mencakup: kecakapan
skills), kecakapan sosial; dan (2)spesific life skills SLS (kecakapan spesifik) meliputi:
GLS dan pengembangan SLS untuk bekal melanjutkan pendidikan tinggi dan atau
masuk ke sektor kerja. Konsep pendidikan life skills tersebut sama dengan pendidikan
ABK yang dijelaskan oleh Hallahan dan Kauffman (1991) bahwa bagi ABK di kelas
dasar dan menengah (usia 9-13 tahun) memerlukan fokus pembelajaran keterampilan
belanja,mengisi formulir). Untuk ABK usia dewasa dan remaja pembelajaran di SLB
40
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep dan Aplikasi. (Bandung : Alfabeta. 2004)
lebih menekankan pengembangan aspek latihan kemampuan kejuruan dan
tanggungjawab sosial41.
Menurut Beirne, Ittenback Patton Skill kerja bagi ABK dengan hambatan mental
termasuk kecakapan perilaku adaptif yang mencakup: kebiasaan dan sikap kerja, skill
pencarian kerja, pelaksanaan kerja, behaviour kerja sosial dan keamanan kerja42.
sebagai hasil belajar yang tingkatan pencapaiannya dipengaruhi modalitas belajar yang
mencakup seluruh fungsi indera dimiliki Dryden & Vos, 1999. Modalitas belajar ini
yang mendasari jenis keterampilan yang diperlukan oleh ABK. Hal ini sesuai dengan
Kepemudaan Dirjen PLSP, tahun 2003 dalam Anwar, 2004 : (1) keterampilan yang
karakteristik potensi wilayah setempat.. sumber daya alam dan sosial budaya; (3)
dikembangkan secara nyata sebagai sektor usaha kecil atau industri rumah tangga; (4)
operasonal.
Dari sudut teori belajar pelaksanaan pembelajaran lebih terkait dengan Teori
Asosiasionistik Hergenhahn B.R. & Olson Matthew H. 2008. Dalam hal ini dikemukaan
41
Ibid
42
Bernie, S.M., Ittenback, R.F. & Patton, J.R, Mental Retardation. (Ohio: Merrill Prentice
Hall.2002),Hlm. 21
oleh Edwin Ray Guthrie bahwa belajar tindakan membtuhkan parktik atau latihan sebab
Guthrie menggambarkan bahwa stimulasi ekternal akan menimbulkan respon nyata dan
kearah telepon dan berjalan kearah telepon lalu mengangkat telepon. Teori ini sesuai
mengahasilkan suatu tindakan dan juga mengasilkan produk karya. Hasil belajar ini
menurut Teori Bloom dominan pada ranah psikomotor, meskipun tercakup juga dua
ranah belajar lainnya, yairu kognitif dan afektif Winkel, 2007. Teori tersebut dipandang
dikaitkan dengan berbagai hambatan fungsi indera dan perkembangan ABK, sehingga
memerlukan bantuan ekternal yang sesuai dengan kondisinya agar ABK dapat belajar.
Bantuan eksternal antara lain berupa kejelasan prosedur kerja (simbul-simbul gambar
dan tulisan untuk menjelaskan langkah), memberi contoh berulang-ulang cara bekerja,
penataaan lingkungan kerja dan peralatan kerja sesuai kondisi ABK (contoh: ruang dan
peralatan khusus bagi ABK tuna daksa) dan bantuan bombingan perorangan. Dengan
penting.
refleksi dari kualitas layanan pendidikan dibandingkan dengan PP No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya meliputi : (1) Sandar Isi, (2)
Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar
antara harapan dengan kenyataan. Hal ini terlihat dengan masih rendahnya mutu
pembelajaran, masih banyaknya guru yang belum berkualifikasi akademik S1, masih
kata lain, fenomena yang terlihat dalam lembaga pendidikan Sekolah Luar Biasa saat ini
dengan suatu ukuran tingkat daya hasil suatu program yang menjadi tanggung jawab
sekolah.
tidak dapat terlepas dan harus didukung oleh berbagai pihak yang berkepentingan
memiliki peran yang sangat diperlukan oleh sekolah. Mengenai hal ini diungkapkan
sekolah yang didasarkan atas partisipasi diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa
memiliki bagi semua kelompok kepentingan sekolah” 44 . adanya rasa memiliki maka
Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1992 pasal 4 yang menyatakan 12 bentuk peran
pengajaran.
pembelajaran.
43
Hadiyanto. Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,
2004) Hlm. 85
44
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. (Bandung :
Bumi Aksara, 2006) hal. 5
5) Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah,
6) Pengadaan dana dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk
pelaksanaan pengajaran.
11) Pemberian bantuan dan kerja sama dengan penelitian dan pengembangan.
Kajian tentang differensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah
luar biasa di MTsN 1 Konawe dan SLB Konawe ini akan tetap menjadi perbincangan
menarik dalam dunia pendidikan. Sejak dahulu, kini dan masa akan datang.
dunia.
Dari studi kepustakaan yang penulis lakukan ternyata belum ada penelitian oleh
Meskipun ada penelitian terdahulu dan karya-karya penulis terdahulu namun hanya
mendeskripsikan secara umum dan garis besarnya saja, dan tidak ditemukan hasil
pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah luar biasa di MTsN 1 Konawe dan
perpustakaan, telah ditemukan beberapa judul penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti, baik yang berkaitan dengan differensiasi pendidikan anak autis disekolah
inklusi dan sekolah luar biasa di MTsN 1 Konawe dan SLB Konawe. Antara lain
sebagai berikut;
1. Penelitian (tesis) yang ditulis oleh Afrina Devi Marti dalam jurnal yang
pendidikan inklusif di Sekolah Dasar (SD) Kota Padang yang berkaitan dengan
2. Tesis karya Desti Widiani, Program pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
melalui enam strategi yaitu: pertama, melalui prinsip dasar layanan pendidikan
Selanjutnya nilai – nilai pendidikan karakter yang berhasil meliputi nilai – nilai
religious, nilai – nilai yang berhubungan dengan diri sendiri dan nilai – nilai
yang berhubungan dengan orang lain. Serta faktor pendorong dan penghambat
Taruana Al-Qur‟an.47
Penelitian yang benar-benar belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, baik yang
46
Afrina Devi Marti.2012.”Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Kota Padang (Tesis)”.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu. (on line 11 Maret 2015 pukul 07.24).
47
Desti Widiani,Pendidikan Karakter Bagi Anak Autis di Sekolah Taruna Al-Qur’an Yogyakarta.
(Yogyakarta : Tesis UIN SUKA,. 2015)
berkaitan dengan judul, tema maupun isi. Sesuai dengan judul maka penelitian ini lebih
menekankan pada “differensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah
penelitian kualitatif multisitus, dengan cara kajian yang mendalam guna memperoleh
data yang lengkap dan terperinci. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
mendalam mengenai differensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah
deskriptif kualitatif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
Selain itu penelitian deskriptif juga penelitian yang bermaksud untuk membuat
differensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah luar biasa di MTsN 1
B. KEHADIRAN PENELITI
48
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2005), Hlm. 234.
49
Abdurahmat, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Hlm.97.
sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengmpulan data, penganalisis, penafsir
data dan pada akhirnya sebagai pelopor hasil peneliti 50 . Oleh karena itu dalam
pelaksanaan kegiatan peneliti ini, peneliti ikut langsung kelapangan guna mendapatkan
peneliti dilapangan lebih memungkinkan untuk menemukan makna dan tafsiran dari
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
tentang differensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi dan sekolah luar biasa
pelaksana, mengumpulkan data, menganalisis data, dan sebagai pelopor hasil penelitian.
Kehadiran peneliti tersebut telah diketahui oleh unsur Dinas Pendidikan dan Kepeala
berikut:
Konawe beserta surat izin peneliti dari pihak Pascasarjana IAIN Kendari.
50
Lexy J Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Hlm. 121.
51
Nana Sujana, Penelitian dan Penelitian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989), Hlm. 196.
3. Membuat jadwal kegiatan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan
peneliti juga memanfaatkan, alat perekam data, buku tulis, paper dan juga alat tulis
seperti pensil juga bolpoin sebagai alat pencatat data. Kehadiran peneliti di lokasi
penelitian dapat menunjang keabsahan data sehingga data yang didapat memenuhi
orisinalitas. Maka dari itu, peneliti selalu menyempatkan waktu untuk mengadakan
1. Data
Data yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang fokus
penelitian yaitu; pendidikan anak autis di sekolah inklusi, pendidikan anak autis di
sekolah luar biasa, diferensiasi pendidikan anak autis di sekolah inklusi dan luar
biasa di MTsN 1 Konawe dan SLB Konawe. Dengan demikian, data yang ingin
dikumpulkan adalah data tentang diferensiasi pendidikan anak autis disekolah inklusi
merupakan bukti atau saksi utama dari kejadian yang lalu dan merupakan
sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Data yang
yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang mengetahui tentang
2. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan
sumber data merupakan subjek dimana data diperoleh. Sedangkan Sumber data
dalam penelitian ini adalah sumber yang dapat memberikan data dan informasi
Untuk dapat menjawab permasalahan pada fokus penelitian ini, maka perlu
wawancara mendalam dan diobseravasi pada latar dimana fenomena tersebut sedang
berlanjut. Oleh karena itu, teknik wawancara dan observasi dalam penelitian kualitatif
merupakan teknik yang digunakan. Disamping itu, bahan-nahan yang ditulis tentang
subyek juga sering digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan. Prosedur terakhir
Dalam analisis data terdapat dua tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam
pendekatan kualitatif yaitu, analisis data selama dilapangan dan analisis data setelah
data terkumpul. Karena analisis data berbicara tentang bagaimana mencari dan
mengatur secara sistematis data, transkip yang telah diperoleh dari wawancara dan
dokumentasi, maka peneliti pada penelitian ini menganalisa data-data hasil wawancara
dan dokumentasi objek penelitian serta menganalisis data yang telah terkumpul52.
52