Anda di halaman 1dari 8

MODEL PERMAINAN KONSTRUKTIF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini

Dosen pengampu : Prof. Dr. Suparno, M.Pd

Disusun oleh :
1. Anggi Laras Ningrum 19103241021
2. Mei Setiawati 19103241039
3. Gani Prasetyo 19103244002
4. Mia Kurniasari 19103244019

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa anak usia dini merupakan masa keemasan. Di masa ini anak mengalami perkembangan,
baik perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan psikologis, perkembangan
sosial maupun perkembangan emosional. Segala macam kemampuan juga mulai dikembangkan
pada usia dini ini. Oleh karena itu, dibutuhkan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Stimulasi yang diberikan pada anak usia dini bisa dilakukan dengan cara memberikan
pembelajaran melalui bermain. Pembelajaran melalui bermain akan membawa anak pada
pengalaman belajar yang menyenangkan. Bermain yang merupakan suatu kegiatan yang
menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak.
Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk
melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan
gagasannya melalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini
memungkinkan anak untuk mengembangkan perasaan bebas secara psikologis.
Rasa aman dan bebas, secara psikologis merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya
kreativitas. Anak banyak memperoleh kesempatan untuk bereksperimen dan bereksplorasi.
Pembelajaran melalui bermain diharapkan mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang
dimiliki oleh anak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prasetyono (2007:11) bahwa melalui
kegiatan bermain, anak dapat mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Khususnya untuk intelektual dapat dilihat dari kemampuan anak dalam memanfaatkan
lingkungannya. Kegiatan bermain yang melibatkan anak dalam merangkai dan memecahkan
masalah secara langsung diantaranya adalah permainan konstruktif.
Menurut Santrock (1995:275) permainan konstruktif adalah permainan yang terjadi ketika anak-
anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan
masalah yang merupakan hasil ciptaan sendiri lebih mengesankan. Model permainan konstruktif
menjadi salah satu pilihan untuk merangsang kemampuan berpikir kreatif pada anak. Selain itu
model permainan konstruktif juga digunakan untuk mengasah dan menstimulasi perkembangan
anak, baik perkembangan kognitif, perkembangan fisik motorik, perkembangan sosial,
perkembangan emosional maupun perkembangan kreativitas anak.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana keefektivitasan model permainan konstruktif dalam mengoptimalkan perkembangan
bagi anak usia dini?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas dari model permainan konstruktif
dalam mengoptimalkan perkembangan bagi anak usia dini.
D. Manfaat
 Bagi mahasiswa/calon pendidik

Diharapkan mampu mengembangkan metode-metode seperti permainan sederhana yang dapat


diterapkan sebagai bahan untuk meningkatkan kemampuan berfikir anak maupun kreatifitas pada
anak usia dini.
 Bagi Guru,

Diharapkan agar lebih memperhatikan pendidikan anak usia sekolah di dalam pengembangan
sikap, pengetahuan, keterampilan, daya cipta dan menumbuhkan daya pikir bagi anak usia
prasekolah
 Bagi masyarakat

Diharapkan lebih bijak dalam mengedukasi anak usia dini di lingkungan luar sekolah
BAB II

KAJIAN TEORI

a. Pengertian anak usia dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undang-undang Sisdiknas
tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan anak.

Menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik.Mereka memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Pada
masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang.

Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal dan
informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK) dan
Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur nonformal
berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur
pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita
kenal dengan satuan PAUD sejenis (SPS). Maleong menyebutkan bahwa ragam pendidikan
untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga kelompok yaitu kelompok taman penitipan
anak (TPA) usia 0-6 tahun), kelompok bermain (KB) usia 2-6 tahun, kelompok satuan PADU
sejenis (SPS) usia 0-6 tahun (Harun, 2009: 43). Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan
bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga diperlukan stimulasi
yang tepat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Pemberian stimulasi tersebut
harus diberikan melalui lingungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat penitipan
anak (TPA) atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.

b. Karakteristik anak usia dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yag berbeda dengan orang dewasa, karena anak usia dini
tumbuh dan berkembang dengan banyak cara dan berbeda. Kartini Kartono (1990: 109)
menjelaskan bahwa anak usia dini memiliki karakteristik 1) bersifat egosentris naif, 2)
mempunyai relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif,
3) ada kesatuan jasmani dan rohani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas,
4) sikap hidup yang fisiognomis, yaitu anak secara langsung membertikan atribut/sifat lahiriah
atau materiel terhadap setiap penghayatanya.

Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini dikemukakan oleh Sofia Hartati(2005: 8-9)
sebagai berikut: 1) memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) merupakan pribadi yang unik, 3) suka
berfantasi dan berimajinasi, 4) masa potensial untuk belajar, 5) memiliki sikap egosentris,
6)memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek, 7) merupakan bagian dari mahluk sosial.
Sementara itu, Rusdinal (2005: 16) menambahkan bahwa karakteristik anak usia 5-7 tahun
adalah sebagai berikut: 1) anak pada masa praoperasional, belajar melalui pengalaman konkret
dan dengan orientasi dan tujuan sesaat, 2) anak suka menyebutkan nama-nama benda yang ada
disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar melalui bahasa lisan dan pada masa ini
berkembang pesat, 4) anak memerlukan struktur kegiatan yang lebih jelas dan spesifik.

Secara lebih rinci, Syamsuar Mochthar (1987: 230) mengungkapkan tentang karakteristik anak
usia dini, adalah sebagai berikut:

a.Anak usia 4-5 tahun

1)Gerakan lebih terkoordinasi

2)Senang bernain dengan kata

3)Dapat duduk diam dan menyelesaikan tugas dengan hati-hati

4)Dapat mengurus diri sendiri

5)Sudah dapat membedakan satu dengan banyak

b.Anak usia 5-6 tahun

1). Gerakan lebih terkontrol

2). Perkembangan bahasa sudah cukup baik

3). Dapat bermain dan berkawan


4). Peka terhadap situasi sosial

5). Mengetahui perbedaan kelamin dan status

6). Dapat berhitung 1-10

Berdasarkan karakteristik yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa anak usia 5-6
tahun (kelompok B), mereka dapat melakukan gerakan yang terkoordinasi, perkembangan
bahasa sudah baik dan mampu berinteraksi sosial. Usia ini juga merupakan masa sensitif bagi
anak untuk belajar bahasa. Dengan koordinasi gerakan yang baik anak mampu menggerakan
mata-tangan untuk mewujudkan imajinasinya kedalam bentuk gambar, sehingga penggunaan
gambar karya anak dapat membantu meningkatkan kemampuan bicara anak.

c. Pengertian bermain

Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya
dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang
menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat
mengembangkan imajinasi anak

Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan
anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi
dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan
untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.

Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak
yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :

1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak


2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik

3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak

4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak

5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti
kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya

Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak memalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah,
anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan
sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain.

Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan
bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat,
yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain
tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan
dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama

d. Permainan konstruktif

Bermain konstruktif adalah kegiatan bermain dimana anak membentuk sesuatu, menciptakan
bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Seperti: membuat rumah-rumahan
dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu
bergambar dan semacamnya (Tedjasputra, 2007). Hurlock (2004) menyebutkan bahwa
permainan konstruktif yaitu anak-anak membuat bentuk-bentuk dengan balok-balok, pasir,
lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, dan krayon. Sebagian besar konstruktif
yang dibuat merupakan tiruan dari apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari
layar bioskop dan televisi. Pada masa ini anak-anak sering menambahkan kreativitasnya ke
dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat berdasarkan pengamatannya dalam kehidupan sehari-
hari.Permainan konstruktif merupakan suatu bentuk permainan umum pada tahun-tahun sekolah
dasar, baik didalam maupun di luar kelas.

Permianan konstruktif merupakan salah satu dari sedikit kegiatan yang mirip permainan yang
diizinkan didalam kelas dan berpusat pada pekerjaan. Permainan kostruktif dapat digunakan pada
tahuntahun sekolah dasar untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan akademik,
keterampilan berfikir, dan pemecahan masalah. Banyak pakar pendidikan merencanakan
kegiatan-kegiatan kelas yang mencakuphumor, dan meningkatkan kreativitas (Santrock,
1998).Main pembangunan (construktive play) dalam sebuah jurnal dibahas dalam kerja Jean
Piaget (1962), Sara Smilansky (1968) dan Charles dan Mary Wolfgang (1992) (dalam Chofifah,
2008).

Jean Paiget (dalam Chofifah, 2008) menyatakan bermain pembangunan (konstruktif) bertujuan
merangsang kemampuan anak dalam mewujudkan ide, pikiran, gagasannya menjadi karya yang
nyata. Saat anak menghadirkan dunia mereka melalui main pembangunan, mereka berada di
posisi tengah antara main dan kecerdasan menampilkan kembali ketika anak bermain
pembangunan, anak terbantu mengembangkan keterampilan koordinasi motorik halus. Juga
berkembangnya kognisi ke pikiran operasional dan membangun keberhasilan sekolah di
kemudian hari.Terdapat dua jenis permainan konstruktif yang paling umum dan populer yaitu
membuat benda dan menggambar. Seperti halnya permainan kreatif yang lain, ada variasi yang
nyata dalam frekwensi keterlibatan anak dalam kegiatan ini dan perbedaan pada jenis benda yang
dibangun. Sebagai contoh, anak laki-laki lebih menyukai pola permainan konstruktif yang
berbeda dengan anak perempuan. Pada anak usia sekolah, minat untuk bermain konstruktif
mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan karya-karya sudah bersifat
produktif. Permainan konstruktif yang disukai anak usia sekolah adalah membuat kemah,
membuat rumah-rumahan, membuat boneka salju, menggambar desain, mesin, binatang, rumah,
bunga, dan pohon. Pada waktu masuk sekolah, gambaran mereka menunjukkan perhatian untuk
perspektif, ukuran relatif, dan ketepatan rincian, dengan penurunan pada orisinalitas.(Khotimah,
2010).

Maka, dapat disimpulkan bahwa bermain konstruktif adalah bentuk kegiatan bermain dengan
aktivitas motorik dimana anak mengungkapkan ide-idenya ke dalam bentuk bentuk yang
diinginkannya, seperti menggambar, membuat patung, dll, yang pada tahap perkembangan awal
bersifat meniru kemudian berkembang sehingga anak dapat menunjukkan orisinalitas dalam
karyanya. Terdapat dua jenis permainan konstruktif yang paling umum dan populer yaitu
membuat benda dan menggambar

Anda mungkin juga menyukai