1545042016
A. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
fisik, mental, emosi, dan social yang normal. Di antara mereka ada yang memiliki
kelainan, meskipun demikian mereka adalah warga Negara yang berhak memperoleh
dan kemampuan masing-masing. Sebagai warga negara, anak tunanetra juga memiliki
hak yang sama untuk mendapat pendidikan, sebagaimana dalam pasal 5 ayat 2
hal itu maka anak tunagrahita berhak mendapat pengajaran dan keterampilan dasar
Anak tunanetra adalah seorang anak yang mengalami kelainan pada indra
keterbatasan anak tunanetra adalah kesulitan berpindah dari satu tempat ketempat
yang lain sehingga perlu pelatihan penguasaan ruang melalui pelatihan Orientas dan
lingkungannya.
dan mandiri pada saat dewasa ketika mereka berjalan di area yang sudah
mereka bisa mandiri tanpa bergantung pada orang lain dengan pengajaran
dapat mrnguasai ruang sehingga mereka tidak ketakutan bahkan ragu ketika
mereka ingin berpindah tempat dari satu tempat ketempat yang lainnya.
dan mobilitas di SLB A Yapti Makassar masih sangat kurang atau kurang
optimal. Murid masih kesulitan dalam berpindah dari tempat satu ke tempat
pengetahuan tentang orientasi dan mobilitas. Murid tunanetra kelas III masih
Orientasi dan Mobilitas (OM) pada murid Tunanetra kelas III di SLB A Yapti
Makassar”.
B. Rumusan Masalah
mobilitas?
penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A Yapti Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Untuk lembaga pendidikan, khusus pendidikan luar biasa bisa menjadi bahan
a. Bagi guru, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
penguasaan ruang.
orang tua agar merasa ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN PERNYATAAN
PENELITIAN
A. Tinjauan Pustaka
b. Klasifikasi Tunanetra
Ditinjau dari segi derajat kecacatannya, maka tunanetra dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok, yakni ringan, sedang, dan berat. Untuk kepentingan
pendidikan,
Nuito (Yusuf, 1995: 21) mengelompokkan tunanetra kedalam dua kelompok
besar, yakni :
a. Blind atau buta menggambarkan suatu kondisi
dimana penglihatan tidak dapat diandalkan lagi
meskipun dengan alat bantu, tergantung pada fungsi-
fungsi indra lainnya.
b. Low vision (kurang lihat) menggambarkan kondisi
penglihatan dengan ketajaman yang kurang, daya
tahan rendah mempunyai kesulitan dengan tugas-
tugas utama yang menuntut fungsi penglihatan tetapi
masih dapat berfungsi dengan alat bantu atau alat
khusus namun tetap terbatas.
a) Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability). Dimana pada taraf ini
mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang
awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang
cukup.
b) Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini,
mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun
dengan menggunakan alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka
membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
c) Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability). Pada
taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan
tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan
menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya
dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam
menempuh pendidikan.
a) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
b) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan
serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki
kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap
proses perkembangan pribadi.
d) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-
latihan penyesuaian diri.
a) Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negatif.
b) Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif.
c. Karakteristik Tunanetra
Widjajantin dan Hitipeuw (1995: 11-14) menyebutkan karakteristik tunanetra
sebagai berikut:
1). Rasa curiga pada orang lain
2). Perasaan mudah tersinggung
3). Ketergantungan yang berlebihan
4). Blindism
5). Rasa rendah diri
6). Suka melamun
B7). Tangan ke depan dan badan agak membungkuk
8). Fantasi yang kuat untuk mengingat suatu objek
9). Kritis
10). Pemberani
11). Perhatian terpusat (konsentrasi).
Pendapat di atas diuraikan sebagai berikut :
(a. Rasa curiga pada orang lain
Keterbatasan akan rangsang penglihatan yang diterimanya akan
menyebabkan penyandang tunanetra kurang mampu berorientasi
dengan lingkungannya. Akibatnya kemampuan mobilitasnya
terganggu.
(b. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan tersinggung ini timbul karena pengalaman sehari-hari yang
selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain. Akibatnya murid
tunanetra menjadi emosional, sehingga segala senda gurau, tekanan
suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak sengaja dari orang lain
dapat menyinggung perasaannya.
(c. Ketergantungan yang berlebihan
Sikap ketergantungan yang berlebihan akan sikap tunanetra yang lain.
Mereka tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri. Mereka cenderung
untuk mengharapkan uluran tangan dari orang lain. Hal ini terjadi
karena dua sebab. Sebab pertama datang dari diri tunanetra. Sebab
kedua datang dari luar diri tunanetra.
(d. Blindism
Blindism merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa
mereka sadari. Semua gerakan ini tidak terkontrol oleh tunanetra,
sehingga orang lain akan pusing bila selalu melihat gerakan-gerakan
tersebut.
(e. Rasa rendah diri
Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain. Hal ini
disebabkan mereka selalu merasa diabaikan oleh orang lain.
(f.Tangan ke depan dan badan agak membungkuk
Tunanetra cenderung untuk agak membungkuk badan dan tangan ke depan.
Maksudnya untuk melindungi diri dari sentuhan benda atau terantuk
benda yang tajam
(g. Suka melamun
Mata yang tidak berfungsi mengakibatkan tunanetra tidak dapat mengamati
lingkungan, maka waktu yang kosong dipergunakan untuk melamun.
(h. Fantasi yang kuat untuk mengingat suatu obyek
Fantasi ini sangat berkaitan dengan melamun. Lamunannya akan
menimbulkan pada siatu obyek yang pernah diperhatikan dengan
rabaannya. Fantasi ini cukup bermanfaat untuk perkembangan
pendidikan tunanetra.
(i. Kritis
Keterbatasan dalam penglihatan dan kekuatan dalam berfantasi
mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum
dimengerti sehingga mereka tidak salah konsep. Tunanetra tidak
pernah berhenti bertanya bila ia belum mengerti.
(j. Pemberani
Tunanetra akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh tanpa ragu-
ragu. Sikap ini terjadi bila mereka mempunyai konsep dasar yang
benar tentang gerak dan lingkungannya, sehingga kadang-kadang
menimbulkan rasa cemas dan was-was bagi orang lain yang melihat.
(k. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Kebutuhan menyebabkan dalam melakukan sesuatu kegiatan akan
terpusat. Perhatian yang terpusat ini sangat mendukung kepekaan indra
yang masih ada dan normal.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rasa curiga, ketergantungan
yang berlebihan dan blindism merupakan salah satu karakteristik murid
tunanetra
2. Kajian Tentang Orientasi dan Mobilitas
tempat lain dengan berjalan kaki atau berkendaraan, dan tahap tertentu yang
menunjang keberhasilan tersebut. Tidak pernah bertanya pada diri sendiri : mengapa
mereka bisa sampai ditujuan dengan tepat dan cepat tanpa menemui sesuatu rintangan
atau hambatan yang sangat sulit diatasi? Pertanyaan ini sebenanrnya tidak hanya
(Tunanetra), tetapi juga berlaku pada orang-orang yang berpenglihatan normal atau
awas. Dengan merenungi jawaban pertanyaan diatas maka akan terungkap bahwa
akan terungkap bahwa dalam melakukan perjalanan itu ada proses dan tahap yang
harus dilaluinya.
a. Orientasi
masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri dan hubungannya dengan objek lain di
sekitarnya “ (Irham Hosni, 1996 : 5). Pendapat tersebut menjelaskan Bahwa orientasi
adalah proses penggunaan semua indera yang masih berfungsi misalnya indera non
visual bagi tunanetra yaitu indera perabaan, pendengaran, indera penciuman, dan
indera pencecapan. Indera tersbut berfungsi untuk menetapkan posisi diri dan
maka orang tunanetra tersebut harus terlebih dahulu faham betul tentang konsep
dirinya. Apabila ia dapat dengan baik mengetahui konsep dirinya, orang tunanetra
arah dirinya. Pengertian tersebut ditegaskan dalam kajian berikut. Dalam melakukan
perjalanan terdapat proses. Proses disini diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik
maupun mental yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dalam perjalanan dan
Orientasi juga terdapat proses penggunaan indera yang masih berfungsi untuk
Proses penggunaan indera yang masih berfungsi diartikan sebagai cara penggunaan
indera dalam menyalurkan rangsangan informasi sehingga dapat sampai dan diolah
oleh otak menjadi sesuatu informasi yang berguna dalam menetapkan posisi diri.
Informasi yang berfungsi artinya itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan dapat
2. Prinsip Orientasi
yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri dalam hubungannya dengan
obyek lain di sekitarnya. Irham Hosni (1996: 7) Kegiatan orientasi akan selalu
tersebut di atas maka siswa tunanetra menggunakan inderanya yang masih berfungsi
yang masih berfungsi menyalurkan rangsangan informasi dari lingkungan ke otak dan
otak mengolahnya menjadi informasi. Informasi hasil olahan otak itulah yang
dijadikan dasar bagi siswa tunanetra untuk menjawab tentang di mana dia sekarang
tujuan itu berada, dan bagaimana langkah yang harus dilakukan sehingga bisa sampai
menggunakan indera nonvisualnya secara penuh karena sudah tidak memiliki sisa
penglihatan.
sekitarnya maka ada 3 (tiga) prinsip orientasi yang diformulasi ke dalam pertanyaan
pokok yaitu:
informasi. Informasi hasil olahan otak itulah yang dijadikan dasar bagi siswa
tunanetra untuk menjawab tentang di mana dia sekarang berada, di mana obyek atau
tujuan itu berada, dan bagaimana langkah yang harus dilakukan sehingga bisa sampai
menggunakan indera nonvisualnya secara penuh karena sudah tidak memiliki sisa
penglihatan.
3. Tujuan orientasi
dasar tersebut mencakup posisi dirinya, posisi tujuannya dan cara mencapai posisi
Tanpa orientasi yang baik seorang tunanetra dalam bergerak akan menjauh
dari sasaran (tidak efektif) dan juga berpengaruh negatif terhadap fisik dan psikisnya.
lingkungan sehingga ia
merasa tidak bebas dalam bergerak. Ketidak bebasan bergerak menyebabkan sikap
tubuh dan gaya jalan yang tidak wajar, seperti kaki diseret, kepala tunduk, dada
menyebabkan terganggunya proses berfikir yang realistis baik pada dirinya dan
lingkungannya.
b). Mengetahui posisi tujuan dan obyek di sekitarnya.
yang tinggi dibandingkan orang awas. Hal ini disebabkan karena ketidak tahuan
posisi dirinya di lingkungan serta ketidak tahuan reaksi lingkungan terhadap dirinya.
Misalnya seorang tunanetra yang berkomunikasi dengan orang lain, dia tidak bisa
menangkap reaksi yang dilakukan oleh gerakan tubuh seperti gerak wajah (mimik)
sewaktu berbicara atau situasi di sekitar kejadian. Keterbatasan dalam berinteraksi ini
orientasi mengandung proses mencari jawaban pertanyaan tentang posisi diri, posisi
tujuan atau objek dan cara untuk sampai ke tujuan atau objek. Dalam mencari
kognitif sebetulnya adalah suatu lingkaran proses yang terangkai dan di dalamnya
terdiri dari lima proses. Kelima proses itu adalah proses presepsi, proses analisa,
proses seleksi, proses rencana, dan proses pelaksanaan. Rangkaian proses kognitif itu
menggerakkan anggota tubuhnya dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu
posisi ke posisi lain, sampai seseorang itu melakukan pergerakan dari suatu tempat ke
tempat lain yang berbeda. Bagi siswa tunanetra bergerak dari satu tempat ke tempat
lain merupakan gerakan mobilitas yang diartikandalam bentuk gerakan tubuh untuk
dan perpindahan fisik, maka kesiapan fisik sangat menentukan keterampilan orang
melakukan gerak tapi mobilitas diartikan sebagai daya dan kesiapan untuk melakukan
gerak”. Misalnya siswa tunanetra tidak bisa menggerakkan kakinya, tetapi ia punya
daya, kemampuan dan kesiapan menggunakan kokursi roda atau alat bantu lainnya
untuk bergerak.
Bagi orang awas, kemampuan mobilitas ini telah dipelajari sejak lahir dan
berkembang pesat sampai mereka dewasa. Apakah bagi seorang tunanetra juga
demikian?
Penyandang tunanetra adalah seseorang yang karena sesuatu hal tidak dapat
direct result of the loss vision, three basiclimitations on an individual : (1) in the
range and variety of his experiences; (2) in his ability to get about; (3) in his
interaction with the environment”. Pengertian tersebut secara garis besar dapat
tersebut akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar baik secara langsung
anak awas.Untuk itu perlu diadakan penyesuaian dalam proses pembelajaran untuk
dengan fisik, sehingga orientasi dengan mobilitas harus terintegrasi di dalam satu
kesatuan pada diri kita” (Irham Hosni, 1996 : 17). Orientasi dan mobilitas merupakan
satu sama lain. Dengan demikian apabila terdapat salah satu unsur dari ketiga tersebut
tidak bisa dipisahkan dan sangat erat hubungannya. Semua gerakan yang bertujuan di
situ ada orientasi dan disaat melakukan orientasi disaat itu pula memerlukan
mobilitas. Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan karena keduanya (orientasi
Seperti yang suda dijelaskan diatas menurut Lowenfeld (1973: 34). Akibat
b. Kemampuan bergerak
Peranan orientasi dan mobilitas dalam pendidikan bagi siswa tunanetra adalah
mencapai taraf fungsional apabila tujuan tersebut dapat digunakan oleh siswa
tunanetra di masyarakat.
orientasi dan mobilitas mempunyai makna atau arti bahwa siswa tunanetra akan hidup
denganmandiri di masyarakat, tenang, nyaman dan damai jika ketiga peranan tersebut
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka pertanyaan dalam
mobilitas?
1. Pendekatan Penelitian
kemampuan penguasaan ruang murid tunanetra kelas dasar III SLB A Yapti Makassar
2. Jenis Penelitian
orientasi dan mobilitas (OM) pada murid tunanetra kelas dasar III di SLB A Yapti
Makassar.
1. Variable Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variable yaitu kemampuan penguasaan ruang
sebagai variable terikat dan penerapan pelatihan orientasi dan mobilitas (OM) sebagai
variable bebas.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian adalah seluruh murid tunanetra kelas dasar III SLB
penarikan sampel, maka keseluruhan murid tunanetera kelas dasar IIISLB A Yapti
Makassar dilibatkan. Dengan demikian yang menjadi subjek penelitian adalah semua
D. Sumber Data
a. Data Primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama yang
sedang diteliti.
b. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
menguasai ruang yang terkecil yaitu lingkungan sekolah, dimana murid diharapkan
mampu berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain melalui pelatihan
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.