Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN INKLUSI

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pembimbing :

Dr. Nonoh Siti Aminah, M. Pd.

Disusun Oleh :

Fatih Zain Ramadhani (K2319031)

Laili Nur khasanah (K2319051)

Lulu Fajrotir Rohmah (K2320115)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah hak yang dimiliki setiap warga negara, seperti


yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 bahwa
“Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Begitu pula dengan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), juga mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan. Anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh
pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) ataupun di Sekolah Inklusi.

Selain itu, untuk dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak


berkebutuhan khusus, perlu dilakukan identifikasi dan asessmen.
Identifikasi adalah kegiatan penjaringan yang dilakukan untuk menemukan
anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan program pendidikan
khusus. Identifikasi merupakan langkah awal untuk mengetahui apakah
anak mengalai gangguan atau kelainan. Dengan adanya identifikasi, para
guru dapat menggolongkan siapa saja yang mengalami kebutuhan khusus
dan dapat disebut anak berkebutuhan khusus.

Sedangkan, asesmen merupakan kegiatan penyaringan terhadap


anak-anak yang di identifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus sendiri dapat dikelompokkan menjaditunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, lamban belajar, anak
berbakat, dll.

Identifikasi dini merupakan tahapan awal yang masih bersifat


global/kasar dari asesmen yang lebih rinci dan hal detail. Tujuan dari
identifikasi dini dan asesmen juga berbeda . Hal ini menyangkut kompetensi
dan profesionalisme.
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI
Identifikasi dini sering dimaknai sebagai proses penjaringan awal
mungkin. Identifikasi dini Anak Berkebutuhan Khusus dimaksudkan
sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga
kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak
yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, social,
emosional/ tingkah laku) seawal mungkin dalam rangka pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-
anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan
khusus melalui program inkulusi. Pengelompokan anak berkebutuhan
khusus dapat dibagi menjadi:
1. Tunanetra/ anak yang mengalami gangguan penglihatan;
2. Tunanrungu/ anak yang mengalami gangguan pendengaran;
3. Tunadaksa/ anak yang mengalami kelainan anggota tubuh/ gerakan;
4. Anak Berbakat/ anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan
luar biasa;
5. Tunagrahita/ anak yang memiliki daya tangkap lemah;
6. Anak lamban belajar;
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia,
atau diskalkulia);
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan
9. Tunalaras/ anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku

➢ Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi ini adalah untuk menghimpun
informasi seawal munggkin apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis) atau tidak. Disebut mengalami kelainan/
penyimpangan tentunya harus dibandingkan dengan anak lain yang
sebaya dengannya. Hasil dari identifikasi akan dilanjutkan dengan
asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program
pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu:
1) Penjaringan (screening)
Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai anak-anak
mana yang menunjukan gejala-gejala tertentu, kemudian
menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami
kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong ABK.
Dengan alat identifikasi ini guru, orang tua, maupun tenaga
profesional terkait, dapat melakukan kegiatan penjaringan secara
baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan
lebih lanjut.

2) Pengalihtanganan (referal)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap
penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak peru
dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung
ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran
yang sesuai. Kedua, kelompok anak yang perlu dirujuk ke ahli
lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter,
orthopedagog (ahli PLB), dan atau therapis, baru kemudian
ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain
untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan
disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga
professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke
tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru
PLB) atau Konselor.

3) Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk
menentukan apakah anak yang telah dirujukkan tenaga
professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut
atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.
Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan
masalah yang perlu penanganan lebih anjut (misalnya
pengobatan, terapi, latihan-latihan khusus, dan sebagainya)
maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa
yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan atau memberi
terapi sendiri, melainkan menfasilitasi dan meneruskan kepada
orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya
akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan
pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak
ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang
bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak
dapat dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan khusus. Kegiatan klasifikasi ini memilah-
milah mana ABK yang memerlukan penanganan lebih lanjut
dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan
khusus di kelas reguler.
4) Perencanaan pembelajaran
Tahapan ini bertujuan untuk keperluan penyusunan program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah
hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradiasi (tingakt kelainan)
ABK memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu
sama lain.

5) Pemantauan kemajuan belajar


Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah
program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak.
Apabil adalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami
kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi
beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah diagnosis yang
dibuat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI)
yang disusun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang
diberikan sesuai atau tidak, dan seterusnya. Sebaliknya, apabila
dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami
kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu
diteruskan sambil memperbaiki/ menyempurnakan kekurangan-
kekurangan yang ada.

➢ Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi ABK adalah seluruh anak usia pra-
sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional),
sasaran identifikasi ABK adalah :
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
2. Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
3. Anak yang belum/ tidak bersekolah karena orangtuanya merasa
anaknya tergolong Anak Berkebutuhan Khusus sedangkan lokasi
SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semua SD terdekat
belum/ tidak mau menerimanya;
4. Anak yang drop-out Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah karena
faktor akademik.

➢ Pelaksana Identifikasi
• Guru kelas
• Orang tua anak
• Tenaga proffesional terkait

Identifikasi dilakukan dengan cara menghimpun data anak mengenai


riwayat perkembangan anak, data orang tua atau wali, dan informasi profil
kelainan anak (AI-ALB). Setelah itu, diadakan pertemuan atau diskusi
dengan pihak-pihak terkait untuk pengambilan kesimpulan akhir.
Bentuk tindak lanjut dari pelaksanaan identifikasi antara lain adalah 1)
pelaksanaan asesmen (akademik; sensorik dan motorik; psikologi, emosi,
dan sosial; dll); 2) perencanaan dan pengorganisasian siswa; 3) pelaksanaan
pembelajaran; dan yang terakhir 4) pemantauan proses pembelajaran siswa.

B. ASESMEN

Menurut Zainal Alirnin (2003), asesmen adalah proses yang sistematis


dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan,
asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yg dihadapi
seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan. Berdasarkan informasi itu seorang guru akan dapat menyusun
program pembelajaran yang bersifat realistis sesuai dengan kenyataan,
objektif dari anak tersebut. Asesmen juga sering diartikan sebagai
penyaringan setelah tahapan identifikasi.

Sesuai keperluan pembelajaran dan layanan khusus lain yang sesuai


dengan kebutuhan anak, dapat dilanjutkan dengan kegiatan asesmen.
Berikut jenis asesmen dalam pendidikan khusus :

1. Asesmen akademik
Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui
kondisi/kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang preeschool,
kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan
membaca, menulis dan berhitung. Sedangkan bagi PDBK pada
jenjang pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan akademik
yang perlu digali adalah terkait dengan semua bidang studi/mata
pelajaran yang diajarkan pada sekolah tersebut.
Asesmen akademik dapat dibagi lagi menjadi;
• Asesmen akademik membaca
• Asesmen akademik berhitung
• Asesmen akademik menulis
• Asesmen akademik mata pelajaran Bahasa Indonesia
• Asesmen akademik mata pelajaran Matematika

2. Asesmen non-akademik (kekhususan)


Asesmen kekhususan dalam pendidikan khusus adalah suatu
proses untuk mengatahui kondisi PDBK yang berkaitan dengan
jenis hambatan/kelainan yang disandangnya secara mendalam
komprehensif dan akurat.
3. Asesmen perkembangan
Asesmen perkembangan ini adalah suatu proses untuk
mengatahui kondisi perkembangan PDBK yang terkait dengan
kemampuan intelektual, emosi, perilaku, komunikasi yang sangat
bermanfaat dalam mempertimbangankan penggunaan metode,
strategi maupun pemilihan alat bantu yang tepat baik dalam
penyusunan perencanaan pemebelajaran (akademik) maupun dalam
penyusunan program kebutuhan khusus.

Dengan asesmen akan diketahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu


hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta
kebutuhan layanan khusus yang diperlukan untuk mengatasi satu hal.

Sedangkan secara rinci, tujuan asesmen yaitu untuk :


❖ Untuk mengetahui kemampuan anak
❖ Untuk mengetahui harnbatan belajar anak
❖ Untuk mengetahui pencapaian perkembangan anak
❖ Untuk mengetahui kebutuhan belajar anak
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2002). Paket Penanganan Siswa Berkesulitan Belajar Untuk
Guru Kepala Sekolah dan Pembina Sekolah Dasar. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional. Pusat
Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. Jakarta.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2004). Pedoman Penyelenggaraan


Pendidikan Terpadu/Inklusi. Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus, Dirjen Dikdasmen, Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiharto. (10 Oktober). Asessmen Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses


pada 2 April 2021, dari
https://pauddikmaskalbar.kemdikbud.go.id/berita/asessmen-anak-
berkebutuhan-khusus.html.

Sunardi. (2003). Sistem Pembelajaran Kelas Inklusi, Workshop Pendidikan


Inklusi. Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi
Jawa Tengah.

UNESCO. (2004). Menciptakan Kelas Inklusif, Ramah Terhadap Peserta


Didik. Direktorat Pendidikan Luar Biasa dan Braillo. Norway

Universitas Pendidikan Indonesia. (2002). Pendidikan Kebutuhan Khusus


Sebuah Pengantar. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Departemen
Pendidikan Nasional. Braillo Norway. Universitas Oslo.

Anda mungkin juga menyukai