TUNADAKS
A
Kelompok 5 :
Elza Dharma Pratiwi (21.0305.0043)
Kusumaningsih Tri Wulandari (21.0305.0050)
Indah Noviana Sari (21.0305.0054)
POKOK PEMBAHASAN
Pengertian Tunadaksa
Klasifikasi Tunadaksa
Karakteristik Tunadaksa
Etiologi
• Rehabilitasi Medis (pertolongan dokter dan bantuan alat penguat tubuh, serta alat tubuh tiruan).
Teknik yang digunakan (operasi ortopedi, fisioterapi, activites in daily living (ADL), occupational
therapy, dll)
• Rehabilitasi Psikososial ( rehabilitasi yang dilakuan dengan harapan penyandang tunadaksa dapat
mengurangi dampak psikososial yang kurang menguntungkan bagi mereka).
Dampak Anak Tunadaksa
1. Dampak Aspek Tunadaksa
Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem saraf otak. Hardman (1990) mengemukakan
bahwa 45% anak ceberal palsy mengalami keterbelakangan mental, 35% mempunyai tingkat
kecerdasan normal dan di atas rata-rata. P. Seibel (1984) tidak menemukan hubungan secara langsung
antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak. Anak Ceberal Palsy juga mengalami kelainan
persepsi dan kognisi.
2. Dampak Sosial Emosi
Dampak social emosi anak tunadaksa bermula pada konsep diri mereka yang merasa bahwa dirinya
cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh
orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak.
3. Dampak Fisik dan Kesehatan
Dampak fisik dan Kesehatan anak tunadaksa selain mengalami cacat secara fisik tubuh adalah
kecenderungan mengalami gangguan pendengaran, gangguan melakukan aktivitas sehari-hari, dan
juga mengalami aphasia sensoris.
Empat tahap reaksi orang tua terhadap kelainan yang terjadi pada anaknya (Shontz dalam sunardi,
1994), sebagai berikut :
1. Orang tua merasa terpukul dan syok dengan kondisi anaknya.
2. Tahap di mana orang tua merasa ragu terhadap kemampuannya dalam merawat anak, perasaan benci
terhadap diri sendiri dan merasa berdosa.
3. Tahap menghindari dari kenyataan dan menyerahkan anaknya ke panti.
4. Tahap pengakuan di mana orang tua mulai memelihara anaknya dengan jalan mencari informasi dan
berkonsultasi pada para profesional.
Intervensi Anak Tunadaksa
Dalam dunia Pendidikan pada prinsipnya guru mempunyai peranan ganda.
Di satu pihak guru berfungsi sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih bagi
anak didik. Di pihak lain, guru berfungsi sebagai pengganti orang tua murid
di sekolah. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka dituntut untuk
menjadi manusia serbabisa dan serbabiasa.
Pelayanan terapi yang diperlukan anak tunadaksa antara lain sebagai berikut.
1. Latihan wicara (speech therapy)
2. Fisioterapi
3. Occupational therapy
4. Hydro Theraphy
Model Pelayanan Pendidikan Anak Tunadaksa
France P. Connor (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu
dikembangkan pada diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu:
1. Pengembangan intelektual dan akademik
2. Membantu perkembangan fisik
3. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
4. Mematangkan aspek social
5. Mematangkan moral dan spiritual
6. Meningkatkan ekspresi diri
7. Mempersiapkan masa depan anak
Adapun prinsip program pendidikannya meliputi hal-hal berikut:
8. Keseluruhan anak (All the children)
9. Kenyataan (Reality)
10. Program dinamis (A dynamic program)
11. Kesempatan yang sama (Equality of opportunity)
12. Kerja sama (cooperative)
MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN
1. Sekolah Khusus. Di sekolah khusus pelayanan Pendidikan terbagi menjadi dua yaitu sekolah khusus untuk anak
tunadaksa ringan (SLB-D) dan sekolah Khusus untuk anak tunadaksa sedang (SLB-D1).
2. Sekolah terpadu atau inklusi. Bagi anak tunadaksa dengan problem penyerta relatif ringan dan tidak disertai dengan
problem penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan
dengan anak-anak normal lainnya di sekolah regular atau sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut sudah
dapat mengatasi problem fisik maupun intelektual serta emosionalnya.
Peran Bimbingan Konseling Bagi Anak Tunadaksa
Bimbingan dan konseling anak tunadaksa adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada anak yang mengalami
ketunadaksaan dalam menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri, dan kemampuan diri untuk menghadapi perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungannya agar mampu mandiri.