Anda di halaman 1dari 26

IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. KONSEP DASAR IDENTIFIKASI


Identifikasi merupakan proses penyaringan atau screening guna menentukan jenis
kebutuhan khusus anak. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan oleh guru atau profesional
terkait penggunaan alat/instrumen standar maupun non standar yang dikembangkan oleh
guru atau profesional terkait tersebut (Dasar, P. P., 2013).
Cahya (2013) memaparkan bahwa identifikasi sebagai usaha seseorang (orang tua,
guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui anak mengalami kelainan /
penyimpangan (fisik, intelektual, sosial dan emosional) dalam pertumbuhan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Habibi (2018)
mengatakan bahwa identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai suatu yang
dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses menemukan kasus, yaitu menemukan
anak yang mempunyai kelainan/masalah, atau profesi pendeteksi dini terhadap anak usia
dini dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan anak dan kondisi kesehatan, baik fisik,
psikolog, ataupun sosial.
Identifikasi dapat diketahui kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan dan
perkembangan mengalami penyimpangan atau tidak. Jika mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui apakah anak tergolong tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, lambat belajar, autis, ADHD, anak kesulitan belajar
spesifik, anak gangguan komunikasi, dan gifted. Habibi (2018) memaparkan bahwa
identifikasi merupakan langkah awal dan sangat penting untuk menandai munculnya
kelainan pada anak usia dini.
Mengidentifikasi masalah berarti mengidentifikasi suatu kondisi atau hal yang
dirasa kurang baik. Masalah-masalah ini didapat pasca anak masuk sekolah, pada anak ini
didapat dari keluhan-keluhan orang tua dan keluarganya, dan bisa didapat dari
pengalaman-pengalaman lapangan. Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar
keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya, program pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka dapat diberikan. Pelayanan tersebut dapat berupa
penanganan medis, terapi, dan pelayanan pendidikan dengan tujuan menghimpun informasi
yang lengkap mengenai kondisi dalam
1 rangka penyusunan program pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhannya sehingga bisa mengembangkan sesuai dengan potensinya.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan
pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong ABK atau bukan. Maka
biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain
yang terkait dengannya. Sedangkan langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus
secara lebih mendalam yang sering disebut penilaian (asesmen) yang apabila diperlukan
dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, orthopedagog, terapis,
dan lain-lain (Dudi Gunawan, 2010).
Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak- anak
berkebutuhan khusus, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada seorang anak,
yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, komunikasi, maupun sosial
emosional (Dudi Gunawan, 2010).
a. Kondisi fisik, ini mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum (anggota tubuh)
dan kondisi indera seorang anak, baik secara organik maupun fungsional, dalam artian
apakah kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau tidak.
b. Kemampuan intelektual, dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk
melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai
pelajaran akademik yang diberikan guru.
c. Kemampuan komunikasi, kesanggupan seorang anak dalam memahami dan
mengekspresikan gagasannya dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik
secara lisan/ucapan maupun tulisan.
d. Sosial emosional, mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam
kegiatan interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta perilaku
yang ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun
di lingkungan lainnya

2. TUJUAN IDENTIFIKASI ABK


Identifikasi dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak
mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Identifikasi kepada anak bukan saja yang
dapat diamati dengan panca indra, seperti tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, nada
suara, dan bau keringat, akan tetapi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah
diperoleh informasi atau diadakan pengukuran.
Upaya menanggulangi permasalahan pada anak, kegiatan identifikasi anak
2
berkebutuhan dilakukan untuk lima keperluan, yaitu sebagai berikut:
1) Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas. Identifikasi berfungsi menandai
anak-anak yang menunjukkan gejala-gejala seperti sering sakit-sakitan, mudah
mengantuk dalam kelas, sulit berkonsentrasi, lambat dalam menerima pelajaran,
prestasi belajar selalu di bawah rata-rata kelas, ataupun kesulitan untuk dibaca. Proses
tersebut dapat membantu mengetahui anak-anak yang mengalami
kelainan/penyimpangan tertentu sehingga tergolong anak berkebutuhan khusus. Hasil
dari penjaringan dapat digunakan untuk penanganan lebih lanjut.
2) Pengalihtanganan (referal)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada kegiatan penjaringan, selanjutnya
anak-anak kebutuhan yang teridentifikasi dikelompokkan menjadi dua:
a. Anak berkebutuhan khusus yang perlu dirujuk ke ahli lain untuk memperoleh
penanganan lebih lanjut misalnya: (tenaga profesional) Psikolog, Dokter Ahli
THT, Mata, rehab medis dsb.

b. Anak berkebutuhan khusus yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain dan dapat
langsung ditangani sendiri oleh guru SLB dalam bentuk layanan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhannya.
3) Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak
yang telah dirujuk ketenagaan profesional benar-benar memerlukan penanganan lebih
lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.
Apabila berdasar pemeriksaan tenaga profesional ditemukan masalah yang perlu
penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, terapi, latihan-latihan khusus, dan
sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua anak yang
bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan atau memberi terapi sendiri, melainkan
memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang
bersangkutan. Guru hanya memberi pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak.
4) Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi; menganalisis hasil penilaian
(asesmen) untuk kemudian dideskripsikan dan dibuatkan program pembelajaran
berdasarkan hasil penilaian (asesmen) yang kemudian menghasilkan program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi.
Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak berkebutuhan khusus memerlukan
program pembelajaran yang berbeda satu sama lain.
3
5) Pemantauan kemajuan belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran
khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak
tidak mengalami kemajuan yang
signifikan (berarti), maka perlu ditinjau kembali. Beberapa hal yang
perlu ditelaah apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, begitu
pula dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) serta metode
pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak dan lain lain.
Sebaliknya, apabila intervensi yang diberikan menunjukkan kemajuan
yang cukup signifikan maka pemberian layanan atau intervensi
diteruskan dan dikembangkan. Dengan demikian diharapkan pada
akhirnya semua masalah belajar anak secara bertahap dapat ditangani
sehingga potensinya dapat terus berkembang.
Dengan lima tujuan khusus diatas, identifikasi perlu dilakukan
secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan
atau bekerja sama dengan tenaga profesional yang dekat dengan masalah
yang dihadapi anak.

3. SASARAN IDENTIFIKASI ABK


Sasaran identifikasi oleh pihak terkait (guru kelas, orang tua,
tenaga profesional) yaitu anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang
spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus
ini mengalami hambatan dalam akademik dan perkembangan (non-
akademik). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua
kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan
khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan
belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi
lingkungan. Misalnya:

4
e. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat
kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena
kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan
(perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami
hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena
kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak
mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan
belajarnya bisa menjadi permanen.
f. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen
maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar
dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang
dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor
lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi
antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.
g. Seluruh anak usia prasekolah dan usia sekolah dasar seperti anak yang
sudah bersekolah di sekolah reguler. Anak yang termasuk dalam
proses identifikasi perlu diberikan langkah-langkah untuk pemberian
bantuan Pendidikan khusus sesuai kebutuhan.
h. Anak yang belum atau tidak bersekolah. Tim khusus bekerjasama
dengan Kepala Desa atau aparat setempat untuk melakukan pendataan
anak berkebutuhan khusus usia sekolah di lingkungan setempat yang
belum bersekolah.

4. PRINSIP-PRINSIP IDENTIFIKASI ABK


Salah satu tugas guru adalah mengidentifikasi. Guru dituntut untuk
mampu mengetahui perkembangan anak didik secara optimal. Dalam
kegiatannya guru mampu mengetahui hambatan dan kemampuan anak,
tentu saja tidak dilakukan secara profesional, harus dengan cara

5
profesional menggunakan prinsip-prinsip identifikasi dan penilaian
(asesmen) agar bisa menentukan hambatan anak berkebutuhan khusus
dengan baik. Oleh karenanya, sebagai guru yang profesional pendidikan
luar biasa perlu memahami prinsip-prinsip identifikasi dan penilaian
(asesmen) anak berkebutuhan khusus yang dapat menentukan cara
penanganan sejak dini dan menentukan program dalam merencanakan dan
menangani permasalahan serta menentukan kegiatan belajar mengajar.
Dalam penanganan permasalahan dan perencanaan pembelajaran,
prinsip-prinsip identifikasi dan penilaian (asesmen) dapat mengungkap
batas-batas hambatan kemungkinan dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip
identifikasi menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru
agar terjadi proses identifikasi anak sehingga proses identifikasi yang
dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Dalam melaksanakan
identifikasi, pengetahuan tentang identifikasi dan penilaian (asesmen) dan
prinsip-prinsip identifikasi dapat membantu guru dalam memilih tindakan
yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya
baik tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses identifikasi anak.
Selain itu dengan prinsip-prinsip identifikasi, guru memiliki dan
mengembangkan program yang diperlukan untuk menunjang penanganan.
Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) dan penilaian
(asesmen) anak berkebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang
prinsip-prinsip berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya
adalah kelainan fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosi. Selain jenis
kelainan tersebut terdapat anak yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa atau sering disebut sebagai anak yang memiliki kecerdasan
dan bakat luar biasa. Masing-masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus
atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi
anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.

6
Prinsip-prinsip Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus secara
umum yaitu menghimpun informasi secara lengkap mengenai kondisi
anak berkebutuhan khusus dalam rangka penyusunan program
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.

5. MENYUSUN LEMBAR IDENTIFIKASI


Proses identifikasi mencakup ruang lingkup semua bidang yaitu
fisik, mental, sosial emosional dan perilaku. Proses identifikasi anak
berkebutuhan khusus dilakukan dengan menggunakan alat identifikasi
anak berkebutuhan khusus. Adapun langkah-langkah melakukan
identifikasi adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun data kondisi anak seluruh anak di kelas
berdasarkan gejala yang tampak.
2. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak.
3. Membuat daftar nama anak.
4. Melaporkan hasil.
6. Menyelenggarakan pertemuan kasus.
7. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus.

Cara menggunakan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


adalah:
1. Alat identifikasi anak berkebutuhan digunakan oleh penilai
(guru, orang tua, tenaga profesional, dan/atau pihak terkait)
2. Mengamati gejala gejala yang nampak pada anak.
3. Beberapa pernyataan mungkin bisa diamati saat anak
mengerjakan tugas.
4. Tiap gejala yang ditemukan diberi nilai 1, yang tidak
ditemukan diberi nilai 0.

7
5. Jumlah nilai yang diperoleh pada setiap jenis kelainan
atau gangguan.
6. Bandingkan jumlah nilai yang diamati dengan nilai standar.
7. Jika jumlah nilai sama atau lebih tinggi dari nilai
standar dikategorikan mengalami kebutuhan khusus
8. Terdapat kemungkinan kebutuhan khusus ganda bahkan majemuk.

Contoh alat identifikasi anak berkebutuhan khusus disajikan


sebagai berikut (Marlina, 2015):

8
ALAT IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN BERKEBUTUHAN KHUSUS

Nama Siswa :
Nama sekolah :
Kelas :
Tanggal Identifikasi :
Petugas Identifikasi/Penilai :
Guru Kelas Atau Orang Tua :

Petunjuk: Beri tanda angka 1 pada item yang gejalanya sesuai dengan kondisi anak dan tanda angka 0 jika tidak sesuai
dengan kondisi anak.
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
1. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
1. Tidak mampu melihat
2. Kurang mampu mengenali orang pada jarak 6 meter
3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata
4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan
5. Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil disekitarnya
6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/ bersisik/ kering
7. Peradangan hebat pada kedua bola mata
8. Mata bergoyang terus
9. Tidak dapat membedakan cahaya

9
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
Nilai Standar: 5
2. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
1. Tidak mampu mendengar
2. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
3. Banyak perhatian terhadap getaran
4. Tidak ada reaksi terhadap bunyi suara di dekatnya
5. Terlambat perkembangan bahasa
6. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
7. Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara
Nilai Standar: 5
3. Anak dengan Hambatan Kecerdasan (Tunagrahita)
Ringan:
1. Memiliki IQ 50-70 (dari WISC)
2. Dua kali berturut-turut tidak naik kelas
3. Masih mampu membaca, menulis, berhitung sederhana
4. Tidak dapat berpikir secara abstrak
5. Kurang perhatian terhadap lingkungan
6. Sulit menyesuaikan diri dengan situasi (interaksi sosial)
Nilai Standar: 4
Sedang:
1. Memiliki IQ 25-50 (dari WISC)
10. Tidak dapat berpikir secara abstrak
11. Hanya mampu membaca kalimat tunggal

10
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
12. Mengalami kesulitan berhitung sekalipun sederhana
13. Perkembangan interaksi dan komunikasinya terlambat
14. Sulit beradaptasi dengan lingkungan baru (penyesuaian diri)
15. Kurang mampu mengurus diri sendiri sesuai usia
Nilai Standar: 5
Berat:
1. Memiliki IQ 25-ke bawah (dari WISC)
2. Hanya mampu membaca satu kata
3. Sama sekali tidak dapat berpikir secara abstrak
4. Tidak mampu melakukan kontak sosial
5. Tidak mampu mengurus diri sendiri
6. Akan banyak tergantung pada bantuan orang lain
Nilai Standar: 4
Anak dengan Hambatan Fisik dan Motorik
4.
(Tunadaksa)
Polio:
1. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
2. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap tidak
sempurna lebih kecil dari biasa
3. Terdapat cacat pada alat gerak
4. Sulit melakukan gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, tidak
terkendali)
5. Anggota gerak tubuh kaku lemah lumpuh layu

11
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
Nilai Standar: 3
Cerebral Palsy:
1. Selain faktor polio juga ada gangguan di otak
2. Gerakan kaku, tremor (bergetar)
Nilai Standar: 2
Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
5.
(Tunalaras)
Anak dengan Gangguan Perilaku :
1. Suka berkelahi, memukul, dan menyerang
2. Pemarah
3. Tidak mau mengikuti peraturan
4. Merusak milik orang lain maupun miliknya sendiri
5. Tidak sopan, kurang ajar dan kasar
6. Tidak dapat bekerjasama, penentang, dan kurang perhatian
terhadap orang lain
7. Suka mengganggu
8. Negativistik, gelisah, pembolos dan suka ribut
9. Suka mendominasi orang lain, mengancam, menggertak,
pembohong, tak dapat dipercaya, dan suka mengeluarkan suara-
suara kotor
9. Suka iri hati, cemburu, membantah
10. Ceroboh, mencuri, mengacau, dan menggoda
11. Menolak mengakui kesalahan dan suka menyalahkan orang lain

12
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
10. Mementingkan diri sendiri
Nilai Standar: 7
Anak Pencemas:
1. Tegang, cemas berlebihan, terlalu pemalu, suka menyendiri, tidak
punya teman
2. Perasaan tertekan, sedih, merasa terganggu, sangat sensitif,
mudah sakit hati, dan mudah merasa dipermalukan
3. Merasa tidak berharga, kurang percaya diri dan mudah
frustasi dan sering menangis
4. Menyimpan rahasia, pendiam, dan bungkam
Nilai Standar: 3
Anak Agresif Sosial:
1. Memiliki perkumpulan yang tidak baik
2. Mencuri bersama anak-anak lain
3. Menjadi anggota suatu geng
5. Berkeliaran sampai larut malam
6. Melarikan diri dari sekolah
Nilai Standar: 3
Anak yang Tidak Matang!;
1. Kurang perhatian, gangguan konsentrasi, dan melamun
2. Canggung, kurang koordinasi, suka bengong, dan berangan-
angan lebih tinggi
3. Kurang inisiatif, pasif, ceroboh, suka mengantuk kurang minat

13
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
dan mudah bosan
4. Tidak tabah, tidak gigih mencapai tujuan dan sering
gagal menyelesaikan tugas
5. Berpakaian tidak rapi
Nilai Standar: 3
6. Anak dengan Kecerdasan Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI)
1. Membaca pada usia lebih muda
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang
dewasa
5. Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendiri
6. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal
7. Memberi jawaban-jawaban yang baik
8. Dapat memberikan banyak gagasan
9. Luwes dalam berpikir
10. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari
11. lingkungan
12. Mempunyai pengamatan yang tajam
13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu
14. panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati
15. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri

14
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
16. Senang mencoba hal-hal baru
17. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis
yang tinggi
18. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah
19. Cepat menangkap hubungan sebab akibat
20. Berperilaku terarah pada tujuan
21. Mempunyai daya imajinasi yang kuat
22. Mempunyai banyak kegemaran (hobi)
23. Mempunyai daya ingat yang kuat
24. Tidak cepat puas dengan prestasinya
25. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi)
26. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan
Nilai Standar: 18
7. Anak Lamban Belajar
1. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat
2. Sering terlambat dalam menyelesaikan tugas tugas akademik
3. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah
4. Pernah tidak naik kelas
Nilai Standar: 3
8. Anak Hiperaktif (GPPH)
Tidak Ada Perhatian (Inatentivitas) :
1. Gagal menyimak hal yang rinei
2. Sulit bertahan pada satu aktivitas

15
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
3. Tidak mendengarkan ketika diajak berbicara
4. Sering tidak mengikuti perintah
5. Sulit mengatur jadual tugas dan kegiatan
6. Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama
5. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan
6. Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar
Nilai Standar: 6
Tidak Sabaran (Impulsivitas) :
1. Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai
2. Sering kesulitan menunggu giliran
3. Sering menyela pembicaraan orang lain
4. Sembrono, melakukan tindakan berbahaya tanpa pikir panjang
5. Usil, suka mengganggu anak lain
6. Permintaannya harus segera dipenuhi
7. Mudah frustasi dan putus asa
Nilai Standar: 5
Tidak Bisa Diam (Hiperaktivitas) :
1. Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat
2. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas
3. Sering berlari dan memanjat
4. Sulit melakukan kegiatan dengan tenang
5. Sering bergerak tanpa ia sadari
6. Sering bicara berlebihan

16
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
Nilai Standar: 4
9. Anak Berkesulitan Belajar :
Anak Berkesulitan Belajar Membaca (Disleksia) :
1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat
2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3. Kalau membaca sering banyak kesalahan
Nilai Standar: 3
Anak Berkesulitan Belajar Menulis (Disgrafia) :
1. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai
2. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u,
2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya
3. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
4. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
5. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
Nilai Standar: 4
Anak Berkesulitan Belajar Berhitung; (Diskalkulia) :
1. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x,:, >, <, =
2. Sulit mengoperasikan hitungan bilangan
3. Sering salah membilang dengan urut I
4. Sulit membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5,
3 dengan 8, dan sebagainya
6. Sulit membedakan bangun-bangun geometri
Nilai Standar: 4

17
No Kode Anak
Gejala yang diamati Ket.
.
10. Anak Autis
1. Sulit mengenal dan merespon dengan emosi dan isyarat sosial
2. Tidak bisa menunjukkan perbedaan ekspresi muka
3. Kurang memiliki perasaan dan empati
4. Ekspresi emosi yang kaku
5. Sering menunjukkan perilaku meledak-ledak
6. Perilaku yang ditunjukkan stereotip (berulang ulang)
7. Sulit diajak berkomunikasi secara verbal
8. Cenderung menyendiri
9. Sering mengabaikan situasi di sekitarmu
Nilai Standar: 6
11. Anak dengan Gangguan Komunikasi dan Wicara
1. Sulit memahami isi pembicaraan orang lain
2. Sulit mengemukakan ide secara lisan maupun tertulis
3. Tidak lancar dalam berbicara atau mengemukakan ide
4. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
5. Ada gejala gagap dan gugup dalam berbicara
6. Suaranya parau/payah/aneh
7. Organ bicaranya tidak normal (misal bibir sumbing, lidah
terlalu tebal, dan sebagainya)
Nilai Standar: 5

18
4. KONSEP DASAR PENILAIAN ABK
Penilaian (asesmen) merupakan tindakan untuk menemukenali
kondisi anak didik pada beberapa aspek, seperti: potensi, kompetensi, dan
karakteristik anak didik dalam kerangka penentuan program Pendidikan
dan atau intervensi untuk mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya.
Secara khusus penilaian (asesmen) juga dimaksudkan untuk
mengetahui keunggulan dan hambatan belajar anak, sehingga diharapkan
program yang disusun nantinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan belajarnya. Agar penilaian (asesmen) dapat memperoleh hasil
yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan maka dalam
pelaksanaannya perlu melibatkan tenaga ahli terkait, seperti dokter,
psikolog, pedagog, orthopedagog, dan profesi spesifik lain yang terkait.
Dalam konteks pembelajaran dan layanan kekhususan, hasil penilaian
(asesmen) dapat dipergunakan untuk menetapkan kemampuan awal
(baseline) anak didik sebelum memperoleh layanan pendidikan maupun
intervensi kekhususan yang diperlukan.

5. TUJUAN PENILAIAN
Tujuan penilaian (asesmen) terhadap anak berkebutuhan khusus
adalah: untuk memusatkan perhatian dengan menghimpun informasi
sebanyak-banyaknya terhadap permasalahan-permasalahan anak
(kelemahan) dan faktor protektif (kekuatan) yang dimiliki oleh individu
dalam rangka melakukan penyaringan dan diagnosis, evaluasi atas
intervensi dan riset terhadap kegiatan penilaian (asesmen) itu sendiri.
Informasi yang dihimpun diharapkan akan memberikan gambaran jelas
mengenai kondisi anak, sehingga selanjutnya dapat dilakukan suatu
tindakan ataupun intervensi secara dini, tepat dan akurat.

19
Menurut Thorndike dan Hagen dalam Rahmawan, D. I., (2020)
tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan kepada
keputusan-keputusan yang menyangkut: a) pengajaran; b) hasil belajar; c)
diagnosis dan usaha perbaikan; d) penempatan; e) seleksi; f) bimbingan
dan konseling; g) kurikulum; dan h) penilaian kelembagaan.
Secara khusus hasil penilaian (asesmen) dapat berfungsi dalam hal-
hal berikut (Dasar, P. P. (2013) (Rahmawan, D. I., 2020):
a. Sebagai dasar perencanaan pembelajaran Individual
Data hasil penilaian (asesmen) yang menggambarkan potensi,
karakteristik, keunggulan dan kelemahan anak didik, selanjutnya
dipergunakan sebagai pertimbangan utama dalam penentuan program
pembelajaran (perencanaan pembelajaran) secara individual bagi
anak. Dalam konteks yang lebih luas, penentuan kurikulum bagi anak
berkebutuhan khusus selalu didasarkan pada hasil penilaian (asesmen)
yang telah dilakukan. Begitu pula dengan perumusan kurikulum
modifikasi, indikator utama modifikasi kurikulum juga didasarkan
pada hasil penilaian (asesmen).
b. Sebagai dasar evaluasi dan monitoring
Standar kegiatan evaluasi dan monitoring bagi anak berkebutuhan
khusus didasarkan pada baseline yang ditetapkan dari hasil penilaian
(asesmen). Lebih lanjut penentuan perolehan hasil belajar ditentukan
dari peningkatan kemampuan atau tingkat perubahan dari baseline
yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Sebagai dasar pengalihtanganan (referal)
Pertimbangan pengalihtanganan kasus sesuai hasil penilaian
(asesmen) mengacu keahlian (profesionalitas) yang kompeten.
Contoh; seorang guru (pedagog) menemukan anak didiknya
mengalami hambatan dalam pengendalian emosi, maka guru tersebut

20
mengalihtangankan penanganan emosi anak didiknya tersebut kepada
psikiater. Dalam konteks pendidikan inklusif penanganan lintas
profesi menjadi keharusan, karena keragaman karakteristik anak didik
menuntut layanan lintas profesi yang profesional.
Penilaian yang berkelanjutan berarti melakukan pengamatan secara
terus menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan dapat
dikerjakan oleh anak didik. Observasi ini (penilaian/asesmen) dapat
dilakukan beberapa kali dalam setahun, misalnya awal tahun, pertengahan
tahun dan akhir tahun. Penilaian yang berkelanjutan bisa juga dilakukan
melalui: observasi, portofolio, bentuk checklist (keterampilan,
pengetahuan, dan perilaku), tes dan kuis, dan penilaian diri serta jurnal
reflektif.

6. PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN ABK


Prinsip-prinsip Penilaian (asesmen) Anak Berkebutuhan Khusus
Antara lain:
a. Menyaring kemampuan anak berkebutuhan khusus;
b. Untuk keperluan pengklasifikasian, penempatan dan penemuan
program pendidikan anak berkebutuhan khusus;
d. Untuk menentukan arah atau tujuan pendidikan serta kebutuhan
anak berkebutuhan khusus.
e. Untuk mengembangkan program pendidikan yang
diindividualisasikan yang dikenal dengan IEP (Individual
Education Program).
f. Lingkungan belajar dan evaluasi belajar.

Sunardi dan Sunaryo (2006) mengemukakan bahwa secara umum


penilaian (asesmen) bermaksud untuk:

21
a. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan komprehensif
tentang anak berkebutuhan khusus.
b. Mengetahui profil anak secara utuh,
c. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka menentukan
kebutuhan-kebutuhan khususnya memonitor kemajuan.

7. RANCANGAN PENILAIAN AKADEMIK ABK

Program yang telah dibuat dan telah didasarkan pada kemampuan


ABK yang bersangkutan untuk segera dilaksanakan. Agar pelaksanaan
menjadi lebih berhasil maka perlu mempersiapkan beberapa hal yaitu: 1)
mencermati tujuan dan sasaran program, 2) materi dan lembar kegiatan, 3)
fasilitas dan sumber belajar, 4) kalender pembelajaran, dan 5) sebelum
pelaksanaan perlu adanya rapat koordinasi tim yang akan menangani.
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi. Evaluasi ini dapat
dilakukan secara periodik maupun evaluasi proses. Evaluasi tersebut
dengan cara melihat hasil kerja, portofolio, dan sebagainya.
Wawancara dapat dilakukan langsung pada anak, atau pada orang
dewasa lain yang mengetahui tentang anak. Wawancara berbentuk
percakapan bebas untuk mengetahui perilaku tertentu. Agar memperoleh
hasil yang memuaskan, sebelum wawancara dilakukan sebaiknya
mempersiapkan pedoman wawancara terlebih dahulu secara terstruktur,
maksudnya agar isi wawancara dapat dikendalikan.
Pelaksanaan penilaian (asesmen) selain menggunakan instrumen
yang telah dikemukakan di atas, di bawah ini adalah instrumen penilaian
(asesmen) yang dapat digunakan tentang informasi perkembangan anak.
A. Identitas Anak
1. Nama :…………..

22
2. Tempat, tanggal lahir/umur : ................
3. Jenis kelamin :…………..
4. Agama :…………..
5. Status anak :…………..
6. Jumlah saudara :…………..
7. Riwayat pendidikan :…………..
8. Alamat : …………..
B. Riwayat Kelahiran:
1. Perkembangan masa kehamilan : ………………...
2. Penyakit pada masa kehamilan : …………………
3. Usia Kandungan : …………………
4. Riwayat proses kelahiran : …………………
5. Tempat kelahiran : …………………
6. Penolong proses kelahiran : …………………
7. Gangguan pada saat bayi lahir : …………………
8. Berat badan bayi : …………………
9. Panjang bayi : …………………
10. Tanda-tanda kelainan : …………………
C. Perkembangan Masa Balita
1. Menetek ibunya hingga umur : …………
2. Minum susu kaleng hingga umur : …………
3. Imunisasi (lengkap/tidak) : …………
4. Pemeriksaan kesehatan (rutin/tdk) : …………
5. Kualitas makanan : …………
6. Kuantitas makanan : …………
7. Kesulitan makan (ya/tidak) : …………
D. Perkembangan Fisik
1. Berdiri pada usia : ………

23
2. Berjalan pada usia : ………
3. Bicara dengan kalimat lengkap : ………
4. Kesulitan gerakan yang dialami : ………
5. Status gizi balita (baik/kurang) : ………
6. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : ………
E. Perkembangan Sosial
1. Hubungan dengan saudara : ………
2. Hubungan dengan teman : ………
3. Hubungan dengan orang tua : ………
4. Hobi : ………
5. Minat khusus : ………
F. Perkembangan Pendidikan
1. Masuk sekolah usia : ………..
2. Kesulitan yang dialami : ………..
3. Pernah tidak naik kelas : ………..
4. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : ……….
5. Prestasi belajar yang dicapai : ……….
6. Ket. Lain yang dianggap perlu : ……….

24
DAFTAR PUSTAKA

Cahya, L.S. (2013). Adakah ABK di Kelasku. Yogyakarta: Relasi Inti


Media.
Dasar, P. P. (2013). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
(sesuai permen Diknas no. 70 tahun 2009). Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Dasar.
Gunawan Dudi (2010). Identifikasi ABK_Revisi final. Tersedia di :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1
96211211984031- DUDI_GUNAWAN/IDENTIFIKASI_ABK-
REVISI_FINAL.pdf. diunduh pada tanggal : 5 Maret 2012
Habibi, M. (2018).

Rahmawan, D. I. (2020). Analisis Penilaian (asesmen) Pendidikan Inklusi


untuk Anak Berkebutuhan Khusus. In The Indonesian
Conference on Disability Studies and Inclusive Education (Vol.
1, pp. 47-62).

25
26

Anda mungkin juga menyukai