Anda di halaman 1dari 3

E.

Teori Operant Conditioning


Teori operant conditioning dikembangkan oleh Burr Federic Skinner (1904-1990).
Skinner memandang manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan
responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Dalam mengkaji tentang belajar, Skinner
memiliki pandangan yang berbeda dengan Pavlov yang mempelajari tentang classical
conditioning (gerak refleks). Skinner mempelajari gerak non refleks atau perilaku yang
disengaja.
Skinner melakukan eksperimen yang dikenal dengan Skinner Box, yaitu menggunakan
1) pengungkit, 2) penampung makanan, 3) lampu yang dapat dinyalakan atau dimatikan sesuai
dengan kehendak peneliti, dan 4) lantai dengan gril yang dialiri arus listrik.
Dalam melakukan eksperimen, Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan
percobaan. Diasumsikan bahwa tikus yang sedang lapar memiliki dorongan untuk mencari
makanan. Sebagai panduan dalam pengamatan, tikus dimasukkan ke dalam kotak percobaan
dan tidak diberikan makanan. Kemudian di dalam box itu diberikan makanan yang
dihubungkan dengan tuas atau tombol alat pemberi makanan. Apabila tombol ditekan, maka
akan keluar makanan (penguatan positif). Oleh karena itu, setiap kali tikus menekan tombol,
dia akan mendapatkan makanan. Sebagai akibatnya, jumlah peneknan terhadap tombol semakin
meningkat agar tikus selalu memperoleh makanan. Kemadian alat pemberi makanan itu
diputuskan hubungannya dan ternyata tikus masih tetap memencet tombol dalam waktu yang
cukup lama (tikus mengalami operant conditioning). Penekanan tehadap tombol dilakukan
secra terus-menerus dan kadang-kadang diberikan makanan.
Berdasarkan pada eksperimen tersebut, Skinner mengungkapkan dua prinsip umum
yang berkaitan dengan operant conditioning, yaitu :
1. Setiap respon yang diikuti oleh penguatan (reward atau reinforcing stimuli)
cenderung akan diulangi kembali.
2. Reward atau reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons.
Skinner membagi dua macam pengondisian, yaitu :
a. Respondent conditioning (conditioning tipe S)
Menekankan pentingnya stimulus (S) dalam menimbulkan respons yang
dikehendaki atau diinginkan. Conditioning ini sama dengan classical conditioning
dari Pavlov.
b. Operant conditioning (conditioning tipe R)
Menekankan pentingnya respons (R)
Menurut Skinner, hadiah dapat meningkatkan probabilitas timbulnya respons. Suatu
tindakan dapat dinyatakan sebagai penguatan atau tidak adalah tergantung dari efek yang
ditimbulkan. Tekanan utama dalam teori operant conditioning adalah pada respons atau
perilaku dan konsekuensi yang menyertai. Oleh karena itu, seseorang harus membuat respns
sedemikian rupa untuk memperoleh penguatan atau hadiah yang menjadi stimulus yang
memperkuat (reinforcement stimuli).
Searah dengan dua jenis perilaku tersebut, Skinner membedakan dua macam
pengondisian, yaitu :
a. Pada classical conditioning, individu tidak perlu membuat respons atau aktivitas dalam
memperoleh hadiah, sebab tinggal menunggu dari orang lain.
b. Pada operant conditioning, organisme harus membuat respons atau aktivitas dalam
memperoleh hadiah.

F. Modeling dan Observational Learning


Menurut Bandura, teori belajar operant conditioning yang dikembangkan oleh Skinner
menekankan pada efek dari konsekuensi perilaku, dan tidak memandang pentingnya modeling,
yakni meniru perilaku orang lain dan pengalaman yang dialami oleh orang lain, atau meniru
keberhasilan atau kegagalan dari orang lain. Dinyatakan pula bahwa belajar pada diri individu
tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan, tetapi belajar secara langsung
dari model. Bandura mengembangkan empat tahap melalui pengamatan atau modeling, yaitu
perhatian, retensi, reproduksi, dan motivasional.
Tahap perhatian. Dalam tahap ini, individu memperhatikan model yang menarik,
berhasil, atraktif, dan popular. Melalui memperhatikan model ini individu dapat meniru
bagaimana cara berpikir dan bertindak orang lain, serta penampilan model di hadapan orang
lain. Guru dapat menarik perhatian siswa dengan cara menyampaikan petunjuk belajar yang
jelas dan menarik, serta memotivasi siswa untuk memperhatikan pelajaran yang hendak
disampaikan.
Tahap retensi. Dalam tahap ini apabila guru telah memperoleh perhatian dari siswa,
guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempraktikannya atau mengulangi model yang telah disampaikan.
Tahap reproduksi. Dalam tahap ini, siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku
model.
Tahap motivasional. Dalam tahap ini, siswa akan menirukan model karena merasakan
bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh
penguatan.
Seseorang dalam melakukan aktivitas belajar dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan pengalaman dari orang lain (vicarious learning). Cara belajar seperti ini sama
pentingnya dengan kegiatan belajar melalui model atau pengamatan yang termotivasi oleh
suatu harapan bahwa meniru model secara benar akan memperoleh penguatan. Konsep penting
lainnya dari teori belajar melalui pengamatan dan modeling adalah pengaturan diri (self-
regulation). Dalam kegiatan belajar ini, individu mengamati perilakunya sendiri, menilai
perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri
sendiri apabila berhasil ataupun gagal dalam berperilaku. Setiap orang memiliki pengalaman
seperti itu ketika memperoleh kegagalan atau keberhasilan dalam berperilaku. Keberhasilan
dan kegagalan itu diukur dengan harapan tertentu sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai