Anda di halaman 1dari 11

Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

Teori Burhuss Frederick Skinner

A. Pengantar

Kita mengenal kata “belajar” dari sejak kita belum mengenal bangku sekolah.
Seperti saat kita mulai bisa berbicara, kita sudah melakukan belajar dari yang tidak bisa
bicara menjadi bisa. Jadi belajar sudah sangat sering kita lakuk an walaupun tidak dalam
lingkup bangku sekolah. Dan bisa dikatakan bahwa belajar itu tidak dimulai dari saat kita
memegang pensil dan buku.

Secara sederhana pengertian belajar adalah suatu perilaku yang tak lepas dari
berbagai syarat dan komponen yang terkait dengan belajar itu sendiri. Kita mengenal juga
belajar sebagai suatu proses, yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dari sesuatu yang
tidak pernah kita ketahui menjadikan kita tahu tetang hal tersebut. Proses belajar ini bisa
dilaksanakan dalam seluruh aktivitas sehari–hari yang kita lakukan. Proses belajar itu
berlangsung dengan tujuan untuk membuat suatu perubahan secara keseluruhan dari setiap
individu yang melakuakannya.

Langkah–langkah untuk mempersiapkan prasyarat perilaku belajar tersebut paling


tidak dapat kita pahami berdasarkan Teori operant conditioning yang di utarakan dan
dikembangkan oleh B.F. Skinner, seorang ahli behavior. Teori ini merupakan teori yang
dikembangkan dari toeri–teori yang terdahulu.

Definisi Belajar Skinner

A. Pengertian Belajar Menurut Skinner

Teori belajar skinner (1904-1990) Burrhus Frederic Skinner menekankan pada


perubahan perilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang
terjadi dalam proses berpikir pada otak seseorang. Oleh karena itu, para pendahulunya
dikatakan sebagai pengguna kondisi klasikal. B.F. Skinner melakukan eksperimen
terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu responding


conditioning dan operant conditioning. Respondent conditioning (respondent
response) adalah respon yang diperoleh dari beberapa stimulus yang teridentifikasi.
Stimulus yang teridentifikasi itu menimbulkan respon yang secara relatif tetap.
Belajar dengan respondent conditioning ini hanya efektif bila suatu respon timbul
karena kehadiran stimulus tertentu. Misalnya, diberikan stimulus berupa masalah
yang dapat diselesaikan dengan konsep turunan fungsi, maka timbul respon untuk
mempelajari lebih lanjut dalil-dalil turunan fungsi, ibarat makanan yang menimbulkan
keluarnya air liur. Stimulus yang demikian, pada umumnya mendahului respon yang
dtimbulkan. Operant conditioning adalah suatu respon terhadap lingkungannya.
Respon yang timbul ini diikuti oleh stimulus-stimulus tertentu. Stimulus yang
demikian itu disebut penguatan sebab stimulus-stimulus itu memperkuat respon yang
telah dilakukan seseorang. Misalnya seorang peserta didik mengerjakan soal-soal
matematika (telah melakukan perbuatan) lalu mendapat nilai baik (ganjaran). Skinner
memusatkan kepada operant conditioning tersebut. Operant conditioning itu dapat
dipergunakan untuk mendorong peserta didik memberikan respon yang berupa
tingkah laku. Peristiwa terjadinya tingkah laku itu disebut respon belajar (operant
learning). Operant conditioning untuk respon belajar dikontrol dengan diiringi suatu
tingkah laku dan stimulus. Kondisi operasional ini meliputi ganjaran (reward) dan
penguatan (reinforcement). Ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat
penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan.
Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah
laku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yang
mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada
hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Teori Skinner menyatakan penguatan
terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap
sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya
perilaku siswa dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini
penguatan yang diberikan kepada siswa memperkuat tindakan siswa, sehingga siswa
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

semakin sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian


yang diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembira pada saat
siswa bisa menjawab dengan benar. Perubahan tingkah laku anak dari negatif menjadi
positif, guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan
(memprediksikan) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas
mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat
tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun
larangan pada anak didiknya. Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa.
Tanggapan yang dihargai akan cenderung diulangi. Mereka yang mendapat pujian
setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan benar
biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.
Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi siswa untuk rajin
belajar dan mempertahankan prestasinya. Nilai tinggi membuat seseorang belajar
lebih giat. Penguatan yang seperti ini sebaiknya segera diberikan dan jangan
ditundatunda. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado,
makanan, dan sebagainya), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, kata-kata pujian), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dan sebagainya). Penguatan negatif adalah bentuk
stimulus yang lahir akibat dari respon siswa yang kurang atau tidak diharapkan.
Tanggapan yang memungkinkan terjadinya keadaan untuk meloloskan diri dari hal
yang tidak diinginkan atau ketidaknyamanan cenderung akan diulangi. Penguatan
negatif diberikan agar respon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada
pelajaran tidak diulangi siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan
atau sangsi. Contoh penguatan negatif yaitu pemberian alasan untuk terlambat
mengerjakan pekerjaan rumah akan membuat seseorang tidak tepat waktu
menyampaikan pekerjaan rumah yang lain. Namun untuk mengubah tingkah laku
siswa dari negatif menjadi positif guru perlu mengetahui psikologi yang dapat
digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku
siswa. Di dalam kelas guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa dalam
aktivitas belajar, karena pada saat tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang
memberikan instruksi ataupun larangan pada siswanya. Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain, menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut,


muka kecewa dan lain lain). Jika respon siswa baik (menunjang efektivitas
pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih
baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Sebaliknya jika respon
siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran,
harus segera diberi pengutan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan
berubah menjadi respon yang sifatnya positif.

B. Konsep Teoritis Utama


1. Shaping (pembentukan)
Proses pengkondisian operan yang telah dideskripsikan sejauh ini membutuhkan
banyak waktu. Salah satu cara melatih respons penekanan tuas adalah
menempatkan hewan yang kelaparan dalam kotak Skinner dan membiarkannya
disana sendirian. Eksperimenter cukup mengecek pencatatan kumulatif secara
berkala untuk melihat apakah ada respons yang telah dikuasai. Dalam kondisi ini
hewan itu mungkin belajar atau mungkin tidak dan karenanya mati kelaparan atau
kehausan.
Ada pendekatan lain untuk pengkondisian operan yang disebut dengan shaping
(pembentukan) yang tidak membutuhkan waktu lama. Sekali lagi hewan
diletakkan dalam jadwal deprivasi dan menjalani latihan magazine, dan sekali lagi
eksperimenter menggunakan tombol untuk memicu mekanisme pemberi makan
dari luar. Namun kali ini eksperimenter menggunakan tombol untuk memicu
mekanisme hanya ketika hewan berada disatu bagian dalam kotak skinner yang
terdapat tuas. Ketika hewan itu diperkuat untuk berada dekat-dekat dengan tuas, ia
akan cenderung berada dibagian ruang percobaan itu. Kini hewan tetap berada
disekitar tuas, dan eksperimenter memperkuatnya hanya ketika ia masih dekat
dengan tuas. Kemudian ia diperkuat hanya apabila menyentuh tuas, dan
kemudian hanya ketika ia memberi tekanan pada tuas, dan akhirnya hanya ketika
ia sendiri yang menekan tuas itu.
Proses ini sama dengan permainan anak-anak yang bernama You’re Hot, You’re
Cold, dimana anak-anak menyembunyikan sesuatu dan teman-teman bermain si
anak berusaha menemukannya. Saat mereka semakin mendekati objek yang
disembunyikan, anak-anak yang menyembunyikan objek itu mengatakan “you’re
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

getting warm, you’re warmer, you’re bolling bot, you’re on fire”. Saat mereka
menjauhi benda itu, sipenyembunyi akan berkata “you’re getting cold, colder,
very cold, you’re freezing”.
Pembentukan terdiri dari dua komponen: differential reinforcement (pengaturan
diferensial) yang berrati sebagian respon diperkuat dan sebagian lainnya tidak,
dan successive approximation (kedekatan suksessif), yakni fakta bahwa hanya
respon-respon yang semakin sama dengan yang diinginkan oleh eksperimenterlah
yang akan diperkuat. Dalam contoh kita, hanya respon yang secara berurutan
mendekati respon penekanan-tuas itulah yang akan diperkuat secara diferensial.
Belakangan ini ditemukan bahwa didalam situasi tertentu, kontingensi yang sudah
ada sebelumnya atau bahkan kontingensi aksidental antara kejadian dilingkungan
dan respon hewan secara otomatis membentuk perilaku. Fenomena ini dinamakan
autoshaping, yang akan dibahas nanti.
2. Extintion (pelenyapan)
Seperti pengkondisian klasik, ketika kita mencabut penguat dari situasi
pengkondisian operan, kita berarti melakukan extinction (pelenyapan). Selama
akuisisi hewan mendapatkan secuil makanan setiap kali ia menekan tuas. Dalam
situasi ini hewan belajar menekan tuas dan akan terus melakukannya sampai ia
kenyang. Jika mekanisme pemberi makanan mendadak diberikan, dan karenanya
penekanan tuas tidak akan menghasilkan makanan, maka kita akan melihat catatan
kumulatif pelan-pelan akan mendatar dan akhirnya akan sejajar dengan sumbu x,
yang menunjukan bahwa tidak ada lagi respon penekanan tuas. Pada poin ini kita
mengatakan telah terjadi pelenyapan.
Kita akan sedikit keliru jika mengatakan bahwa setelah pelenyapan ini tidak ada
lagi respon yang muncul; akan lebih tepat jika dikatakan bahwa setelah
pelenyapam ini, respon akan kembali pada respon diaman penguatan belum
diperkenalkan. Tingkat dasar ini, yang dinamakan operant level (level operan,
adalah frekuensi yang terjadi secara alamiah didalam kehidupan hewan itu
sebelum ia diperkenalkan dengan penguatan. Ketika kita menghilangkan
penguatan dari percobaan, seperti dalam kasus penlenyapan, respon hewan akan
cenderung kembali ke level operannya.
3. Reinforcement (penguatan)
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
pengutan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan
positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut,
muka kecewa dll).
Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimulus yang ketika disajikan
mengikuti perilaku oleh pelajar, cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa
prilaku tertentu akan terulang, yaitu perilaku yang menguatkan. Siswa yang
menjawab dengan benar di kelas, pujian guru meningkat kemungkinan bahwa
siswa menanggapi pertanyaan guru, sehingga reaksi yang menyenangkan guru
berfungsi sebagai penguat positif bagi siswa. Pernyataan yang tidak
menyenangkan guru menyusul kegagalan siswa dalam menanggapi pertanyaan
juga guru bertindak sebagai penguat positif, karena diperkuat perilaku siswa yang
tetap diam ketika ditanya oleh guru. perilaku itu, adalah dianggap sebagai penguat
positif oleh Skinner.
4. Punishment (hukuman)
Punishment (hukuman) terjadi ketika suatu respons menghilangkan sesuatu yang
positif dari situasi atau menambahkan sesuatu yang negative. Dalam bahasa
sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah pemberian
sesuatu yang diharapkan organisme, atau memberi organisme sesuatu yang tidak
diinginkannya. Dalam masing-masing kasus, hasil dari responnya akan
menurunkan probabilitas terulangnya respon itu secara temporer. Skinner dan
Thorndike memiliki pendapat yang sama soal efektifitas hukuman: hukuman tidak
menurunkan probabilitas respon. Walaupun hukuman bisa menekan suatu respon
selama hukuman itu diterapkan, namun hukuman tidak akan melemahkan
kebiasaan. Skinner (1971) mengatakan bahwa hukuman didesain untuk
menghilangkan perilaku yang ganjil, berbahaya, atau perilaku yang tidak
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

diinginkan lainnya dengan asumsi bahwa seseorang yang dihukum akan


berkurang kemungkinannya mengulangi perilaku yang sama. Sayangnya,
persoalannya tak sesederhana itu. Imbalan dengan hukuman tidak berbeda hanya
dalam arah perubahan yang ditimbulkannya. Seorang anak yang dihukum berat
karena bermain seks tidak akan selalu lebih kurang cenderung untuk berbuat lagi;
dan lelaki yang dipenjara karena melakukan kekerasn tidak selalu berkurang
kemungkinannya melakukan kekerasan lagi. Perilaku yang dijatuhi hukaman tadi
kemungkinan akan muncul kembali setelah kontingensi hukuman dicabut atau
selesai. (h.61-62).
Argumen utama skinner yang menentang penngunaan hukuman adalah bahwa
hukuman itu dalam jangka panjang tidak akan efektif. Tampak bahwa hukuman
hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman dihilangkan, tingkat perilaku akan
lembali ke level semula. Jadi hukuman sering kelihatannya sangat berhasil
padahal ia sebenarnya hanya menghasilkan efek temporer. Argumen lain yang
menentang hukuman adalah berikut.
1. Hukuman menyebabkan efek samping emosional yang buruk.
2. Hukuman menunjukan apa yang tidak boleh dilakukan organisme, bukan apa
yang seharusnya dilakukan.
3. Hukuman menjustifikasi tindakan menyakiti pihak lain.
4. Berada dalam situasi dimana perilaku yang dahulu dihukum kini dapat
dilakukan tanpa mendapat hukuman lagi mungkin akan menyebabkan anak
merasa diperbolehkan melakukannya lagi.
5. Hukuman akan menumbulkan agresi terhadap pelaku penghukum dan pihak
lain.
6. Hukuman sering mengganti respons yang tidak diinginkan dengan respons
yang tak diinginkan lainnya.
5. Perilaku takhayul (superstitious)
Dalam diskusi kita mengenai pengkondisian operan sebelum ini, kita secara
singkat menyinggung soal penguatan kontingen. Penguatan setelah respons
penekanan-tuas adalah contoh dari penguatan kontingen karena penguat ini
bergantung pada respons. Tetapi, apa yang akan terjadi jika situasinya ditata
sedemikian rupa sehingga mekanisme pemberi makanan itu kadang-kadang
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

atau sesekali aktif sendiri tanpa dipengaruhi aktifitas hewan? Dengan kata
lain, kini kita akan menata situasi dimana mekanisme pemberi makan akan
secara acak memberikan secuil makanan tanpa dipengaruhi oleh apa yang
dilakukan oleh hewan.
Menurut prinsip pengkondisian operan, kita dapan memperkirakan bahwa
perilaku yang dilakukan hewa ketika mekanisme pemberi makan diaktifkan
akan diperkuat, dan hewan akan cenderung mengulangi perilaku yang
diperkuat itu. Setelah beberapa saat, perilaku yang diperkuat akan muncul lagi
saat mekanisme pemberi makan aktif lagi, dan responsnya akan semakin kuat.
Jadi hewan bisa mengembangkan respon ritualistik yang aneh; ia mungkin
menyerudukan kepalanya, atau berputar-putar, berdiri dengan kaki belakang,
atau melakukan sederetan tindakan lain yang pernah dilakukannya ketika
mekanisme pemberi makan mendadak aktif. Perilaku ritualistic ini disebut
sebagai takhayul (superstitious) karena hewan itu sepertinya percaya bahwa
apa yang dilakukannya akan menyebabkan datang nya makanan. Karena
penguat dalam situasi ini tidak bergantung pada perilaku hewan, maka ia
dinamakan noncontingent reinforcement (penguatan nonkontingen).
Orang dapat menyebutkan banyak contoh dari superstitious behavior (perilaku
takhayul) pada diri manusia. Olahraga misalnya, dipenuhi dengan banyak
contoh ini. Bayangkan apa yang terjadi pada pemain baseball yang sesudah
berhenti di plate, memasang topi nya dengan cara tertentu lalu berhasil
memukul bola hingga jauh. Masih ada kecerendungan kuat dalam diri pemain
itu untuk memasang topi dengan cara yang sama pada pukulan selanjutnya.
6. Schedule of Reinforcement (Jadwal Penguatan)
Ada beberapa jadwal penguatan yang lazim dipakai diantaranya sebagai
berikut:
a. Continuous reinforcement schedule. Dengan menggunakan Continuous
reinforcement schedule (CRF) (Jadwal penguatan berkelanjutan), setiap
respons yang tepat selama akuisisi akan diperkuat. Biasanya dalam studi
penguatan parsial, hewan dilatih dahulu pada jadwal penguatan 100 persen
dan kemudian dipindah ke penguatan parsial sulit untuk meraih akuisisi
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

setiap respons itu saat penguatan parsial dipakai selama periode training
awal.
b. Fixed Interval Reinforcement Schedule.
Deengan menggunakan fixed interval reinforcement schedule (FI)
(jadwal penguatan interval tetap), hewan akan diperkuat untuk satu
respons yang dibuat hanya setelah sederer interval waktu. Misalnya,
hanya respon setelah interval tiga menit sajalah yang akan diperkuat.
Pada awal interval waktu tetap, hewan merespon dengan lambat atau
bahkan tidak merespon sama sekali. Saat akhir waktu interval makin
dekat, hewan pelan-pelan meningkatkan kecepatan respons nya, dan
tampak mengantisipasi momen penguatan. Jenis respons ini
menghasilkan suatu pola pada pencatatan kumulatif yang disebut
sebagai fixed interval scallop.
Perilaku hewan dalam jadwal ini agak mirip dengan cara seseorang
berperilaku saat deadline makin dekat. Setelah tenggat waktu
penyelesaian tugas semakin dekat,aktifitas kerja juga makin
meningkat. Seringkali mahasiswa yang harus menyusun tugas paper
juga akan berperilaku seperti ini.
c. Fixed Ration Reinforcement Schedule.
Dengan fixed ration reinforcement schedule (FR) (jadwal penguatan
rasio teteap), setiap respons ke-n yang dilakukan hewan akan
diperkuat. FR5, misalnya, berarti bahwa hewan akan diperkuat setiap
memberikan respons ke lima. Faktor penting dalam menentukan kapan
suatu respons diperkuat adalah jumlah dari respons yang diberikan.
Secara teori, hewan pada jadwal interval tetap dapat membuat satu
respon saja disetiap akhir interval dan diperkuat setiap kali ia
merespons. Denga jadwal rasio tetap, hal itu tidak mungkin; hewan
harus merespon sejumlah tertentu sebelum diperkuat.
d. Variable Interval Reinforcement Schedule
Dengan variable intervak reinforcement schedule (VI) (jadwal
penguatan interval variabel), hewab diperkuat setelah memberi respon
pada akhir interval dari durasi variable. Yakni, alih-alih menggunakan
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

interval waktu tetap, seperti dalam jadwal FI, hewan itu diperkuat pada
rata-rata, misalnya setiap tiga menit, tetapi ia mungkin diperkuat
dengan segera setelah penguatan sebelumnya, atau mungkin diperkuat
setelah 30s atau setelah 7menit. Jadwal ini mengeliminasi efek yang
menyebabkan garis berlekuk-lekuk seperti yang di jumpai dijadwal FI
dan menghasilkan tingkat respons yang tetap dan moderat.
e. Variable Ratio Reinfprcement Schedule
Variable Ratio Reinforcement Schedule (VR) (jadwal penguatan rasio
variabel) ini mengeliminasi bentuk undak-undakan dalam catatan
kumulatif seperti yang dijumpai pada jadwal FR dan menghasilkan
tingkat respons yang tertinggi diantar lima jadwal yang telah dibahas
sejauh ini. Dengan jadwal FR, seekor hewan diperkuat setelah
memberikan sejumlah respons, misalnya lima respons. Dengan jadwal
VR5, hewan itu diperkuat pada rata-rata setiap lima respons; jadi ia
mungkin menerima dua kali penguatan secara berurutan atau mungkin
membuat lima sampai sepuluh respon tanpa di perkuat. Ringkasnya
penguatan yang kontinu menghasilkan resitensi terkecil terhadap
pelenyapan dan tingkat respons terendah selama training. Semua jadwa
penguatan parsial menghasilkan resistensi yang lebih besar terhadap
pelenyapan dan tingkat respons yang lebih tinggi selama training jika
dibandingkan dengan penguatan kontinu. Dalam istilah umum, jadwal
VR menghasilkan tingkat respons tertinggi, FR menghasilkan tingkat
respons tertinggi berikutnya, dan kemudian VI, lalu FI, dan akhirnya
CRF.
f. Concurrent Schedules and The Matching Law.
Skinner (1950) melatih burung dara untuk mematuk dua kunci operan
yang tersedia pada saat yang bersamaan tetapi memberikan penguatan
dibawah jadwal yang berbeda. Prosedur ini dinamakan sebagai
concurrent reinforcement schedules (jadwal penguatan secara
bersamaan). Dia melaporkan bahwa burung dara memberikan respons
nya berdasarkan jadwal penguatan yang diasosiasikan dengan masing-
masing kunci dan terus melakukannya selama proses pelenyapan.
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

Ferster dan Skinner (1957) juga memeriksa efek dari training jadwal
bersama, tetapi pada 1961 richard Herrnstein (1930-1994)
menkuantifikasikan hubungan antara penguatan dan kinerja dalam
jadwal bersamaan dan karya nya ini memberi arah bagi riset operan
selama 30tahun. Dia memperbaiki observasi skinner dengan
menyatakan bahwa dalam jadwal bersamaan frekuensi relative dari
perilaku akan sesuai dengan frekuensi relative dari penguatan,
Hubungan ini dinamakan matching law (hukum kesesuaian).
Herrnstein. Persamaan yang mengekspresikan persesuian ini ditulis
sebagai berikut; dimana B1 adalah frekuensi pematukan pada kunci 1
dan R1 adalah frekuensi penguatan untuk perilaku itu, dan seterusnya.
Pencocokan ini diilustrasikan di Gambar 5-8.
Dalam dua paper selanjutnyan Herrnstein (1970,1974)
memperluas implikasi dari hukum kesesuaian ini. Pertama, dia
mencatat bahwa bahkan dalam situasi pengujian, dimana ada dua kunci
untuk dipatuk burung dara, si burung dara itu juga melakukan tindakan
selain mematuk. Dia memasukan perilaku ekstra ini (Be) dan
penguatan yang mempertahankan perilaku ekstra (Re) kedalam
persamaan matematisnya: selanjutnya, dia membuat asumsi bahwa
dalam situasi pengujian tertentu, jumlah daro rata-rata semua perilaku
adalah konstan (k).

Daftar Pustaka
Hergenhahn, B.R Olson, M.H. (2013). An Intoduction to Theories of Learning.
New Jersey: Prentice Hall, Inc
Chance, P. (2009). Learning and Behavior. California: Wadsworth

Anda mungkin juga menyukai