A. Pengantar
Kita mengenal kata “belajar” dari sejak kita belum mengenal bangku sekolah.
Seperti saat kita mulai bisa berbicara, kita sudah melakukan belajar dari yang tidak bisa
bicara menjadi bisa. Jadi belajar sudah sangat sering kita lakuk an walaupun tidak dalam
lingkup bangku sekolah. Dan bisa dikatakan bahwa belajar itu tidak dimulai dari saat kita
memegang pensil dan buku.
Secara sederhana pengertian belajar adalah suatu perilaku yang tak lepas dari
berbagai syarat dan komponen yang terkait dengan belajar itu sendiri. Kita mengenal juga
belajar sebagai suatu proses, yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dari sesuatu yang
tidak pernah kita ketahui menjadikan kita tahu tetang hal tersebut. Proses belajar ini bisa
dilaksanakan dalam seluruh aktivitas sehari–hari yang kita lakukan. Proses belajar itu
berlangsung dengan tujuan untuk membuat suatu perubahan secara keseluruhan dari setiap
individu yang melakuakannya.
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
getting warm, you’re warmer, you’re bolling bot, you’re on fire”. Saat mereka
menjauhi benda itu, sipenyembunyi akan berkata “you’re getting cold, colder,
very cold, you’re freezing”.
Pembentukan terdiri dari dua komponen: differential reinforcement (pengaturan
diferensial) yang berrati sebagian respon diperkuat dan sebagian lainnya tidak,
dan successive approximation (kedekatan suksessif), yakni fakta bahwa hanya
respon-respon yang semakin sama dengan yang diinginkan oleh eksperimenterlah
yang akan diperkuat. Dalam contoh kita, hanya respon yang secara berurutan
mendekati respon penekanan-tuas itulah yang akan diperkuat secara diferensial.
Belakangan ini ditemukan bahwa didalam situasi tertentu, kontingensi yang sudah
ada sebelumnya atau bahkan kontingensi aksidental antara kejadian dilingkungan
dan respon hewan secara otomatis membentuk perilaku. Fenomena ini dinamakan
autoshaping, yang akan dibahas nanti.
2. Extintion (pelenyapan)
Seperti pengkondisian klasik, ketika kita mencabut penguat dari situasi
pengkondisian operan, kita berarti melakukan extinction (pelenyapan). Selama
akuisisi hewan mendapatkan secuil makanan setiap kali ia menekan tuas. Dalam
situasi ini hewan belajar menekan tuas dan akan terus melakukannya sampai ia
kenyang. Jika mekanisme pemberi makanan mendadak diberikan, dan karenanya
penekanan tuas tidak akan menghasilkan makanan, maka kita akan melihat catatan
kumulatif pelan-pelan akan mendatar dan akhirnya akan sejajar dengan sumbu x,
yang menunjukan bahwa tidak ada lagi respon penekanan tuas. Pada poin ini kita
mengatakan telah terjadi pelenyapan.
Kita akan sedikit keliru jika mengatakan bahwa setelah pelenyapan ini tidak ada
lagi respon yang muncul; akan lebih tepat jika dikatakan bahwa setelah
pelenyapam ini, respon akan kembali pada respon diaman penguatan belum
diperkenalkan. Tingkat dasar ini, yang dinamakan operant level (level operan,
adalah frekuensi yang terjadi secara alamiah didalam kehidupan hewan itu
sebelum ia diperkenalkan dengan penguatan. Ketika kita menghilangkan
penguatan dari percobaan, seperti dalam kasus penlenyapan, respon hewan akan
cenderung kembali ke level operannya.
3. Reinforcement (penguatan)
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
pengutan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan
positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut,
muka kecewa dll).
Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimulus yang ketika disajikan
mengikuti perilaku oleh pelajar, cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa
prilaku tertentu akan terulang, yaitu perilaku yang menguatkan. Siswa yang
menjawab dengan benar di kelas, pujian guru meningkat kemungkinan bahwa
siswa menanggapi pertanyaan guru, sehingga reaksi yang menyenangkan guru
berfungsi sebagai penguat positif bagi siswa. Pernyataan yang tidak
menyenangkan guru menyusul kegagalan siswa dalam menanggapi pertanyaan
juga guru bertindak sebagai penguat positif, karena diperkuat perilaku siswa yang
tetap diam ketika ditanya oleh guru. perilaku itu, adalah dianggap sebagai penguat
positif oleh Skinner.
4. Punishment (hukuman)
Punishment (hukuman) terjadi ketika suatu respons menghilangkan sesuatu yang
positif dari situasi atau menambahkan sesuatu yang negative. Dalam bahasa
sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah pemberian
sesuatu yang diharapkan organisme, atau memberi organisme sesuatu yang tidak
diinginkannya. Dalam masing-masing kasus, hasil dari responnya akan
menurunkan probabilitas terulangnya respon itu secara temporer. Skinner dan
Thorndike memiliki pendapat yang sama soal efektifitas hukuman: hukuman tidak
menurunkan probabilitas respon. Walaupun hukuman bisa menekan suatu respon
selama hukuman itu diterapkan, namun hukuman tidak akan melemahkan
kebiasaan. Skinner (1971) mengatakan bahwa hukuman didesain untuk
menghilangkan perilaku yang ganjil, berbahaya, atau perilaku yang tidak
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
atau sesekali aktif sendiri tanpa dipengaruhi aktifitas hewan? Dengan kata
lain, kini kita akan menata situasi dimana mekanisme pemberi makan akan
secara acak memberikan secuil makanan tanpa dipengaruhi oleh apa yang
dilakukan oleh hewan.
Menurut prinsip pengkondisian operan, kita dapan memperkirakan bahwa
perilaku yang dilakukan hewa ketika mekanisme pemberi makan diaktifkan
akan diperkuat, dan hewan akan cenderung mengulangi perilaku yang
diperkuat itu. Setelah beberapa saat, perilaku yang diperkuat akan muncul lagi
saat mekanisme pemberi makan aktif lagi, dan responsnya akan semakin kuat.
Jadi hewan bisa mengembangkan respon ritualistik yang aneh; ia mungkin
menyerudukan kepalanya, atau berputar-putar, berdiri dengan kaki belakang,
atau melakukan sederetan tindakan lain yang pernah dilakukannya ketika
mekanisme pemberi makan mendadak aktif. Perilaku ritualistic ini disebut
sebagai takhayul (superstitious) karena hewan itu sepertinya percaya bahwa
apa yang dilakukannya akan menyebabkan datang nya makanan. Karena
penguat dalam situasi ini tidak bergantung pada perilaku hewan, maka ia
dinamakan noncontingent reinforcement (penguatan nonkontingen).
Orang dapat menyebutkan banyak contoh dari superstitious behavior (perilaku
takhayul) pada diri manusia. Olahraga misalnya, dipenuhi dengan banyak
contoh ini. Bayangkan apa yang terjadi pada pemain baseball yang sesudah
berhenti di plate, memasang topi nya dengan cara tertentu lalu berhasil
memukul bola hingga jauh. Masih ada kecerendungan kuat dalam diri pemain
itu untuk memasang topi dengan cara yang sama pada pukulan selanjutnya.
6. Schedule of Reinforcement (Jadwal Penguatan)
Ada beberapa jadwal penguatan yang lazim dipakai diantaranya sebagai
berikut:
a. Continuous reinforcement schedule. Dengan menggunakan Continuous
reinforcement schedule (CRF) (Jadwal penguatan berkelanjutan), setiap
respons yang tepat selama akuisisi akan diperkuat. Biasanya dalam studi
penguatan parsial, hewan dilatih dahulu pada jadwal penguatan 100 persen
dan kemudian dipindah ke penguatan parsial sulit untuk meraih akuisisi
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
setiap respons itu saat penguatan parsial dipakai selama periode training
awal.
b. Fixed Interval Reinforcement Schedule.
Deengan menggunakan fixed interval reinforcement schedule (FI)
(jadwal penguatan interval tetap), hewan akan diperkuat untuk satu
respons yang dibuat hanya setelah sederer interval waktu. Misalnya,
hanya respon setelah interval tiga menit sajalah yang akan diperkuat.
Pada awal interval waktu tetap, hewan merespon dengan lambat atau
bahkan tidak merespon sama sekali. Saat akhir waktu interval makin
dekat, hewan pelan-pelan meningkatkan kecepatan respons nya, dan
tampak mengantisipasi momen penguatan. Jenis respons ini
menghasilkan suatu pola pada pencatatan kumulatif yang disebut
sebagai fixed interval scallop.
Perilaku hewan dalam jadwal ini agak mirip dengan cara seseorang
berperilaku saat deadline makin dekat. Setelah tenggat waktu
penyelesaian tugas semakin dekat,aktifitas kerja juga makin
meningkat. Seringkali mahasiswa yang harus menyusun tugas paper
juga akan berperilaku seperti ini.
c. Fixed Ration Reinforcement Schedule.
Dengan fixed ration reinforcement schedule (FR) (jadwal penguatan
rasio teteap), setiap respons ke-n yang dilakukan hewan akan
diperkuat. FR5, misalnya, berarti bahwa hewan akan diperkuat setiap
memberikan respons ke lima. Faktor penting dalam menentukan kapan
suatu respons diperkuat adalah jumlah dari respons yang diberikan.
Secara teori, hewan pada jadwal interval tetap dapat membuat satu
respon saja disetiap akhir interval dan diperkuat setiap kali ia
merespons. Denga jadwal rasio tetap, hal itu tidak mungkin; hewan
harus merespon sejumlah tertentu sebelum diperkuat.
d. Variable Interval Reinforcement Schedule
Dengan variable intervak reinforcement schedule (VI) (jadwal
penguatan interval variabel), hewab diperkuat setelah memberi respon
pada akhir interval dari durasi variable. Yakni, alih-alih menggunakan
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
interval waktu tetap, seperti dalam jadwal FI, hewan itu diperkuat pada
rata-rata, misalnya setiap tiga menit, tetapi ia mungkin diperkuat
dengan segera setelah penguatan sebelumnya, atau mungkin diperkuat
setelah 30s atau setelah 7menit. Jadwal ini mengeliminasi efek yang
menyebabkan garis berlekuk-lekuk seperti yang di jumpai dijadwal FI
dan menghasilkan tingkat respons yang tetap dan moderat.
e. Variable Ratio Reinfprcement Schedule
Variable Ratio Reinforcement Schedule (VR) (jadwal penguatan rasio
variabel) ini mengeliminasi bentuk undak-undakan dalam catatan
kumulatif seperti yang dijumpai pada jadwal FR dan menghasilkan
tingkat respons yang tertinggi diantar lima jadwal yang telah dibahas
sejauh ini. Dengan jadwal FR, seekor hewan diperkuat setelah
memberikan sejumlah respons, misalnya lima respons. Dengan jadwal
VR5, hewan itu diperkuat pada rata-rata setiap lima respons; jadi ia
mungkin menerima dua kali penguatan secara berurutan atau mungkin
membuat lima sampai sepuluh respon tanpa di perkuat. Ringkasnya
penguatan yang kontinu menghasilkan resitensi terkecil terhadap
pelenyapan dan tingkat respons terendah selama training. Semua jadwa
penguatan parsial menghasilkan resistensi yang lebih besar terhadap
pelenyapan dan tingkat respons yang lebih tinggi selama training jika
dibandingkan dengan penguatan kontinu. Dalam istilah umum, jadwal
VR menghasilkan tingkat respons tertinggi, FR menghasilkan tingkat
respons tertinggi berikutnya, dan kemudian VI, lalu FI, dan akhirnya
CRF.
f. Concurrent Schedules and The Matching Law.
Skinner (1950) melatih burung dara untuk mematuk dua kunci operan
yang tersedia pada saat yang bersamaan tetapi memberikan penguatan
dibawah jadwal yang berbeda. Prosedur ini dinamakan sebagai
concurrent reinforcement schedules (jadwal penguatan secara
bersamaan). Dia melaporkan bahwa burung dara memberikan respons
nya berdasarkan jadwal penguatan yang diasosiasikan dengan masing-
masing kunci dan terus melakukannya selama proses pelenyapan.
Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.
Ferster dan Skinner (1957) juga memeriksa efek dari training jadwal
bersama, tetapi pada 1961 richard Herrnstein (1930-1994)
menkuantifikasikan hubungan antara penguatan dan kinerja dalam
jadwal bersamaan dan karya nya ini memberi arah bagi riset operan
selama 30tahun. Dia memperbaiki observasi skinner dengan
menyatakan bahwa dalam jadwal bersamaan frekuensi relative dari
perilaku akan sesuai dengan frekuensi relative dari penguatan,
Hubungan ini dinamakan matching law (hukum kesesuaian).
Herrnstein. Persamaan yang mengekspresikan persesuian ini ditulis
sebagai berikut; dimana B1 adalah frekuensi pematukan pada kunci 1
dan R1 adalah frekuensi penguatan untuk perilaku itu, dan seterusnya.
Pencocokan ini diilustrasikan di Gambar 5-8.
Dalam dua paper selanjutnyan Herrnstein (1970,1974)
memperluas implikasi dari hukum kesesuaian ini. Pertama, dia
mencatat bahwa bahkan dalam situasi pengujian, dimana ada dua kunci
untuk dipatuk burung dara, si burung dara itu juga melakukan tindakan
selain mematuk. Dia memasukan perilaku ekstra ini (Be) dan
penguatan yang mempertahankan perilaku ekstra (Re) kedalam
persamaan matematisnya: selanjutnya, dia membuat asumsi bahwa
dalam situasi pengujian tertentu, jumlah daro rata-rata semua perilaku
adalah konstan (k).
Daftar Pustaka
Hergenhahn, B.R Olson, M.H. (2013). An Intoduction to Theories of Learning.
New Jersey: Prentice Hall, Inc
Chance, P. (2009). Learning and Behavior. California: Wadsworth