Anda di halaman 1dari 16

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM

PEMBELAJARAN

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik


Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Koneksionisme
(connectionism), merupakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus‐respons. Siapa yang menguasai
stimulus‐respons sebanyak‐banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar.
Pembentukan hubungan stimulus‐ respons dilakukan melalui ulangan‐ulangan. Tokoh yang
terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874‐1949), dengan eksperimentnya
belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and
error.
Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi‐koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal‐hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan.
Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
1. Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk
melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon
akan menghasilkan respon yang memuaskan.
2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa
yang telah didapat.
3. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik. Pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari
koneksionisme.
Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849‐1936) menggunakan obyek yaitu anjing.
Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa,
sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap.
Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan
makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang
telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar
kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada
waktu diadakan percobaan, alat‐alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan,
lampu senter, dan sebuah bunyi‐bunyian. Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu
Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan‐gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan dua macam refleks, yaitu
refleks bawaan dan refleks hasil belajar.
Sebenarnya hasil‐hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita
perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut
pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu
adanya latihan‐latihan dan kebiasaan‐kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat
mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill. Penguatan
(reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori
pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada
teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya.
Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan
dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai
yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar
lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori
Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon . tingkah
laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan. Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner
juga menyakini adanya pola hubungan stimulus‐respons. Tetapi berbeda dengan para
pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati
dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana
yang digambarkan oleh tokoh‐tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus‐stimulus yang
diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang diberikan. Beberapa konsep yang berhubungan dengan
operant conditioning:
1. Penguatan positif (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan
kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai
prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan
dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau
token (seperti nilai ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan perasaan
menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak
mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku.
Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR
karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau
menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak
mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman‐temannya saat jam istirahat
sebagai bentuk hukuman.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, siswa belum
dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya sudah mengajarkan
dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian,
maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau
output yang berupa respons. Menurut bapak/ibu, apa yang dimaksud stimulus dan respon dalam
proses pembelajaran?

STIMULUS adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya
daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk
membantu belajar siswa, sedangkan RESPON adalah reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa
saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga
dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru,
ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas
tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar.
Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya,
maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar.
Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau
dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons. Tokoh-tokoh aliran
behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas, namun
ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka.

B. Prinsip‐Prinsip Teori Behavior


Prinsip‐Prinsip Teori Behavior adalah:
a. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c. Mementingkan pembentukan kebiasaan Aristoteles berpendapat bahwa pada watu lahir
jiwa manusia tidak memiliki apa‐ apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh
pengalaman.
Menurut John Locke(1632‐1704), salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia
tidak mempunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah
satu‐ satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk dari
pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen
ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience).
Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu. Kesulitan empirisme dalam
menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia
berperilaku tertentu. Hedonisme, memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk
memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan, dan menghindari penderitaan. Dalam
utilitarianismem perilaku anusia tunduk pada prinsip penghargaan dan hukuman. Bila
empirisme digabung dengan hedonisme dan utilitariansisme, maka itulah yang disebut dengan
behaviorisme.
Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dala pembentukan perilaku,
menyiratkan betapa plastisnya manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apa pun dengan
menciptakan lingkungan yang relevan. Thorndike dan Watson, kaum behaviorisme
berpendirian: organisme dilahirkan tanpa sifat‐sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil
pengalaman dan prilaku digerakan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak
kesenangan dan mengurangi penderitaan. Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi‐asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori
belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing
yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis
bila knop di dalam sangkar disentuh.
Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri‐ciri belajar dengan Trial dan
Error Yaitu: adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai
terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi‐reaksi mencapai tujuan. Thorndike
menemukan hukum‐hukum. Hukum kesiapan (Law of Readiness) Jika suatu organisme
didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat. Semakin sering
suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum akibat
hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibanya tidak memuaskan.
Ivan Petrovich Pavlo (1849‐1936). Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli
yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang
melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang‐ulang, stimuli yang
netral melahirkan respons terkondisikan. Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap
anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat
pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk
penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi‐bunyian
yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut
diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan.
Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat‐syarat yang menimbulkan
reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan.
Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan
pribadi dihiraukan.
Skinner (1904‐1990) menganggap reward dan reinrforcement merupakan faktor penting
dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol
tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak
akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operans conditioning
adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan. Operant conditioning menjamin
respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing
siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan
mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

C. Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)


Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku
akibat dari kegiatan belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak
kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Gambar 2 Proses pembelajaran behaviouristik

Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat


menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-
tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga sebagai aliran
Koneksionisme (Connectionism).

D. Teori Belajar Menurut John Broades Watson (1878-1958)


J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike.
Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat
diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam
diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang
tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak
siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau
belum karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman
empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan
cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi
setelah seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3 Teori Belajar Watson
Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak
dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika
belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.

E. Teori Belajar Menurut Clark Leaonard Hull (1884-1952)


Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang
dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,
teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian
tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan
teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di
laboratorium.

F. Teori Belajar Menurut Edwin Ray Guthrie (1886-1959)


Sebagaimana Hull, Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan
oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin
diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga
mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka
diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku
seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya
penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam
belajar.

G. Teori Belajar Menurut Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)


Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak diperbincangkan, konsep-
konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih
komprehensif.

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya akan menimbulkan perubahan tingkah laku.

Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling


berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon
yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk
memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan
antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner
juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Pandangan
teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua
pendukung teori ini, teori Skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus– respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi
setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau
belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori
behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai
respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori
behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responnya.
Sebagai contoh, motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan
behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan di luar kelas
(bermain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Siswa tersebut mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan-kegiatan di luar
pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di kelas. Pandangan
behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa
menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi
dan berimajinasi.
Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses
belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat
negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan
(sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu
yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah
yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa
penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat
respons.

Prinsip belajar Skinners:

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi
penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan
sebagai sistem modul.
3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan
hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforce dalam pembelajaran digunakan
shapping
H. Kelebihan Teori Behavioristik
Adapun kelebihan teori Belajr Behavioristik adalah:
1. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
3. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku
yang tampak.
4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika
anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan
pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. E
5. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian‐bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.
6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure‐unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. h.
Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan
suka dengan bentuk‐bentuk penghargaan langsung.

I. Kekurangan Teori Belajar Behaviouristik


Adapun kekurangan Teori Belajar Behaviouristik adalah:
1. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di
dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
4. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan oleh guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh
siswa.
7. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif. h. Pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
8. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
J. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan
praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu
dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Istilah-istilah
seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang
tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement
dan hukuman, ini semua merupakan unsurunsur yang sangat penting dalam teori behavioristik.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti
Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir
yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behavioristik
memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur,
maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan lebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran
lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Siswa atau siswa adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku
wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut.
Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan guru
dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk
dengan sendirinya.
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah.
Karena mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah
cukup.
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu
akan digunakan.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.
Maksudnya, bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Salah satu contoh pembelajaran behavioristik adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed
Instruction), di mana pembelajaran terprogram ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip
pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Dalam Schunk (2012) PI
melibatkan beberapa prinsip pembelajaran.
Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan
yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang
akan direspon oleh siswa. Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada
pembelajaran dengan powerpoint dan multimedia. Dalam pembelajaran dengan powerpoint,
pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yang
telah disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, siswa
diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan
perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung
memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung
diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran
yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model
pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada siswa bila
memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback
pada akhir test.

Anda mungkin juga menyukai