Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak
lepas dari individu yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia,
untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar.
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang
berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari
pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang
merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran
diri sebagai pribadi.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini
dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu
ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai
makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat
diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi.
B. Rumusan Masalah
Apa pengertian teori belajaran sebagai landasan pembelajaran PAI?
Bagaimana teori belajar sebagai landasan pembelajaran PAI?
Bagaimana aplikasi teori belajar sebagai landasan pembelajaran PAI?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI
Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk
memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam
Dahar, 1988: 5).
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat sangat bergantung pada proses belajar yang dialami
siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah maupun keluarganya
sendiri. Oleh karenanya, pemagaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,
bentuk, dan manifestasinya mutlak di perlukan oleh para pendidik.
Adapun pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan
kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh,
meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan
pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar
atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Berdasarkan suatu teori
belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan peserta didik
sebagai hasil belajar (Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat dipahami sebagai prinsip
umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas
sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa belajar khususnya dalam
pembelajaran PAI.
Secara pragmatis, teori belajar dapat di fahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip
yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil
eksperimen terdapat tigal conditioning, dan macam yang sangat menonjol yakni
Connectionism, Classical conditioning, dan operant Conditioning. Teori-teori tersebut
merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya
untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar.
B. Beberapa Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu.
Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia
mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian
kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan
reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan
atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat
jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan
dan tingkahl laku adalah hasilJelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah
perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu
suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku dari stimulus yang diterimanya (Muhaimin, 2002: 196).
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-
hukumbelajar, diantaranya:
· Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi
antara Stimulus- Respons.
• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-
unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau
tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar
yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan
penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan
moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik
ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie
dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan
dorongan.
2. Teori Belajar kognitivisme
Beberapa teori yang termasuk kategori aliran Humanistik adalah:
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau
sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari
yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting
ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya..
b. Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya
yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki
Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang
paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham
Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang
terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat
pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau
“sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian
setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai
potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan
penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat
dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal
lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran
humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk
meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman,
berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam
spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan
manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa
pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat
emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat
keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan
merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah
satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat
keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan
yang menitikberatkan kognisi.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
c. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla,
California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman
sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa
saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat
menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di
University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi
dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis
pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention
of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan
tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak
bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia
menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang
membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State
University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American
Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing
klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan
pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik
yang penting diantaranya ialah :
1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian
dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

3. Teori Belajar Kognitif


Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)
sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi
dan akomodasi
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan

4. Teori Belajar Gestalt


Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:


a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”.
b. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya
kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan
luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku
“Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
c. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang
sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.
Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan
yang lebat (lingkungan geografis).
d. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya
penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
e. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses
yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan
suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
C. Aplikasi Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI

Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan aplikasinya
dalam kegiatan pembelajaran.

1. Aplikasi Teori Behaviorisme


Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non konkret,
berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar behaviorisme
dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri
pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :


a. Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar
mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-
muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

b. Aplikasi Teori Thorndike


1. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya
terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
2. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
3. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.

c. Aplikasi Teori Skinner


Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai
sesegera mungkin.
2. Aplikasi Teori Humanistik
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya
adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik
dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini
dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga
siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang
diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku
dan sikap atas kemauan sendiri.
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads
lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif
adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka
melukai perasaan siswa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan
kurang peka terhadap perubahan yang ada.
3. Aplikasi teori belajar kognitif Menurut Piaget
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.

4. Aplikasi teori belajar Gestalt


Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting
dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta
didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari
tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
Teori belajar humanisme, behaviorisme, piaget dan gestal memiliki ciri khas masing-masing .
Teori belajar humanisme berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
perilakunya bukan sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam
mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar
behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi
antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.
Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola
hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat
optimal. Teori piaget dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Sedangkan teori gestalt
Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat
menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam
pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
· Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta: 2005.
· Darsono, Max, Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
· Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara: 2007.
· Muhibbin Syah, Psikologi Belajar Rajawali press,Jakarta: 2009.
· Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru. Rosda. Bandung :
1997
· Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta.Jakarta:
2003.
· Sobry sutikno, Belajar dan Pembelajaran, Prospect. Bandung.2009.
· Sumadi Suryabrata,Psikologi Pendidikan, Rajawali Pers. Jakarta : 2008

Anda mungkin juga menyukai