Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara tepat
oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning. Dalam modelling,
seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model.
Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modeling atau isekolahtasi,
sehingga kadang-kadang disebut belajar dengan pengajaran langsung. Pola
bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang
lain. Modelling dapat terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan
“vicarious reinforcement”. Sekolahsalnya, seseorang yang menjadi idola kita
menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa
memakai produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk melakukannya.
Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar pertama termasuk
reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya). Hal yang biasa jika
kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah
mengerjakan sebagaimana yang telah dikerjakan orang tuanya.
Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan
akadesekolahs dan motorik. Clarizio (1981) memberi contoh bagus tentang
bagaimana guru menggunakan modelling untuk mengembangkan sekolahnat
murid-murid terhadap literatur bahasa Inggris. la memberi contoh membaca buku
bahasa Inggris kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum, mengerutkan
dahi dan sebagainya, untuk membangkitkan sekolahnat anak terhadap buku itu.
Modelling bisa diterapkan di SEKOLAH dengan mengambil guru maupun orang
lain atau anak lain yang sebaya sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin
pelajaran akidah akhlak, Qur’an Hadits, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan lain-
lain. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik dan akadesekolahs.
Suatu sekolahsal siswa diajak ke suatu tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa
ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas/ sekolah.
3. Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak
mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan membuat/meniadakan
peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama
dengan metode lain seperti “modelling dan social reinforcement”. Sekolahsalnya,
Ana salah seorang siswi kelas tiga SEKOLAH selalu mengacungkan tangan
ketika guru mesekolahnta para siswa untuk menjawab pertanyaan. Tetapi guru
tidak memberikan perhatian pada Ana yang ingin menjawab pertanyaan gurunya
tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi mengacungkan tangan ketika guru
mesekolahnta para siswa untuk menjawab pertanyannya meskipun ia bisa
menjawabnya.
4. Satiasi
3. Menciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingkah laku yang
diinginkan. Sebelum memulai reinforcement untuk tingkah laku yang tepat, cobalah
periksa untuk menentukan apakah individu dapat mengatasi hambatan sehingga
sampai pada tingkah laku yang diinginkan seperti dengan persekolahntaan verbal
atau dengan mengembangkan suatu situasi di mana tingkah laku yang kita inginkan
itu barangkali terjadi. Contoh, “marilah anak-anak kita bersihkan masjid agar bisa
kita pakai untuk sholat berjamaah.”
5. Memperkuat tingkah laku yang diinginkan, dan jika perlu menggunakan prosedur-
prosedur untuk memperlemah tingkah laku yang tidak pantas. Sekolahsalnya, guru
memberi system token kepada kelas. Ia menjelaskan bagaimana setiap siswa akan
mendapatkan angka setiap kali guru ‘menangkap’ siswa mengikuti aturan kelas.
Angka ini dicatat oleh guru pada kartu identitas dan kemudian akan dibagikan pada
hari tertentu.