Anda di halaman 1dari 8

1

MINDMAP
2

URAIAN MATERI

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk mengkaji
perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang dapat diamati,
bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut
aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam
individu

Menurut pendekatan behavioristik, belajar dipahami sebagai proses perubahan tingkah laku
teramati yang relatif berlangsung lama sebagai hasil dari pengalaman dengan lingkungan.
Pendekatan behavioristik berkembang melalui eksperimeneksperimen, baik pada manusia
maupun pada hewan (Kusmintardjo dan Mantja, 2011). Terdapat empat prinsip filosofis
utama dalam pengembangan teori ini yaitu : Manusia adalah binatang yang sangat
berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan
binatang lainnya; pendidikan adalah proses perubahan perilaku; peran guru adalah
menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif; efisiensi, ekonomi, ketepatan dan
obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan.

Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh
tidak dapat dipandang sebagai proses belajar (Syah, 2003). Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu, apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Dalam proses
pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambargambar, atau cara-cara tertentu untuk
membantu proses belajar (Budiningsih, 2003). Teori belajar Behavioristik memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.

2. Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

Para tokoh aliran behaviorisme antara lain Thorndike, Skinner, Pavlov, Gagne, dan Bandura

1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)


3

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera atau suatu perubahan dari lingkungan eksternal
yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (akibat adanya rangsangan). Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang
tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin,
2000). Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwaperistiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).

Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum
kesiapan (Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus
dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme


memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.

3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan

2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936)

Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.

3. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990)

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana
yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensikonsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu,
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
4

berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

4. Edwin Ray Guthrie (1886 – 1959)

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yaitu Contiguity dapat diartikan
sebagai rangkaian peristiwa, hal-hal atau benda-benda yang terus saling berkait antara satu
dengan lainnya. Teori ini dikembangkan oleh Edwin Ray Guthrie (1886-1956). Guthrie
menegaskan bahwa kombinasi stimulus yang muncul bersamaan dengan satu gerakan
tertentu, sehingga belajar adalah konsekuensi dari asosiasi antara stimulus dan respon tertentu
(Hitipew, 2009)

5. John Watson (1878-1958)

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi,
walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan
diukur.

6. Clark L. Hull (1884-1952)

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Gredler, 1991)

7. Albert Bandura (1925)

Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang
respon lingkungan. Oleh karenanya teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling.
Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku,
koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling sebagai
sebuah proses belajar. Inti utama dalam teori ini adalah bahwa dalam belajar tidak hanya ada
reinforcement dan punishment saja, namun menyangkut perasaan dan pikiran. Teori belajar
5

sosial menyatakan tentang pentingnya manusia dalam proses belajar, yang disebutnya dengan
sebutan proses kognitif. Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:

1) perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat;

2) penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik;

3) reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan


umpan balik;

4) motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri
(Kusmintardjo dan Mantja, 2011).

3. Prinsip-Prinsip Dalam Teori Belajar Behavioristik

(1) Reinforcement and Punishment/ penguatan dan hukuman


(2) Primary and Secondary Reinforcement / Penguatan primer dan sekunder
(3) Schedules of Reinforcement/ rancangan penguatan
(4) Contingency Management / manajemen kontingensi
(5) Stimulus Control in Operant Learning/
(6) The Elimination of Responses

4. Penerapan Teori Belajar Behavioristik

Langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam
proses pembelajaran adalah :

1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.

2. Melakukan analisis pembelajaran

3. Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar

4. Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.

5. Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)

6. Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu)

7. Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya)

8. Mengamati dan menganalisis respons pembelajar

9. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta

10. Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).


6

Menurut Irham & Wiyani (2015) menyebutkan bahwa halhal penting yang merupakan bentuk
atau ciri dari proses pembelajaran behavioristik dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya
adalah

(1) mendudukan siswa sebagai individu yang pasif;

(2) memunculkan perilaku-perilaku yang diharapkan menggunakan metode


pembiasaanpembiasaan atau drill;

(3) memandang pengetahuan merupakan sesuatu yang stagnan dan tidak pernah berubah
shingga akan disampikan sama pada setiap tahunnya;

(4) memandang mengajar hanya sebagai transfer pengetahuan dan belajar sebagai proses
memperoleh pengetahuan;

(5) kurikulum dikembangkan secara terstruktur dan pengetahuan sudah ada shingga siswa
tinggal mempelajarinya.

Sedangkan menurut Sugihartono, dkk (2007) Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

(1) mementingkan dan memerhatikan pengaruh lingkungan;

(2) mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui mekanisme stimulus-respon


(S-R);

(3) mementingkan dan memperhatikan kemampuan yang sudah dimiliki dan terbentuk pada
saat-saat sebelumnya;

(4) mementingkan pembentukan kebiasaan perilaku melalui latihan dan pengulangan;

(5) hasil belajar yang tercapai terwujud dalam bentuk perilaku-perilaku yang diinginkan.

Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pendidikan menurut Irham & Wiyani (2015)
terlihat dalam beberapa hal diantaranya:

(1) bahan-bahan pengajaran sudah siap digunakan;

(2) bahan pelajaran tersusun secara hierarkies, dari sederhana ke rumit dan kompleks;

(3) pembelajaran berorientasi hasil yang terukur dan teramati dalam bentuk perilaku yang
diinginkan;

(4) pengulangan dan latihan digunakan untuk membentuk kebiasaan;

(5) apabila perilaku yang diinginkan muncul diberi penguatan positif dan yang kurang
diinginkan mendapat penguatan negatif.
7

Proses pembelajaran yang berpijak pada teori belajar Behavioristik adalah sebagai berikut:

(1) menentukan tujuan pembelajaran dalam bentuk standart kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) serta indikator ketercapaian;

(2) menentukan materi pelajaran yang akan diberikan;

(3) merinci materi menjadi bagaian-bagaian kecil dalam bentuk pokok bahasan, sub pokok
bahasan, dan sebagainya;

(4) memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan, dan tugastugas


dalam proses pembelajaran;

(5) adanya aktivitas memberikan hadiah dan hukuman (Sugiyono & Hariyanto, 2011).

Metode pembelajaran Behavioristik tidak cocok digunakan untuk semua mata pelajaran
karena pada dasarnya metode pembelajaran behavioristik membutuhkan praktik dan
pembiasaan misalnya percakapan menggunakan bahasa asing, olahraga, penggunaan
komputer dan lain sebagainya yang membutuhkan latihan dan pembiasaan.

SOAL OBJEKTIF
8

DAFTAR PUSTAKA

Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori


Behaviorisme. Makasar: Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.

Shahbana, E. B., & Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam
Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 9(1), 24-33.

Muflihin, M. H. (2009). Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran


(Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran). Khazanah Pendidikan, 1(2).

Anda mungkin juga menyukai