BEHAVIORAL VIEWS OF LEARNING Dalam Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Oleh : Ayudyah Khusuma Wardani Yuni Aulia A. HAKIKAT TEORI BEHAVIORISME
1. Konsep Teori Behaviorisme
Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami kompleksitas yang melekat pada proses belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Teori belajar memperhatikan bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk membuat proses pembelajaran. Tujuan dari teori belajar adalah untuk menentukan metode/strategi pembelajaran yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimal. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan serta pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Menurut pendekatan behavioristik, belajar dipahami sebagai proses perubahan tingkah laku teramati yang relatif berlangsung lama sebagai hasil dari pengalaman dengan lingkungan. Pendekatan behavioristik berkembang melalui eksperimen-eksperimen, baik pada manusia maupun pada bianatang. Terdapat empat prinsip filosofis utama dalam pengembangan teori ini yaitu : a. Manusia adalah binatang yang sangat berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan binatang lainnya. b. Pendidikan adalah proses perubahan perilaku. c. Peran guru adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif. d. Efisiensi, ekonomi, ketepatan dan obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Tetapi yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar.
Teori belajar behavioristik yaitu teori belajar yang
memprioritaskan adanya perubahan tingkah laku dikarenakan suatu sebab dan akibat. Istilah lain dapat diperumpamakan bahwa belajar sebagai bagian perubahan kemampuan siswa, interaksi dan tingkah laku siswa melalui stimulus dan respon. Menurut teori ini belajar merupakan interaksi antara stimulus dan respon, sehingga seseorang akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukkan perubahan perilaku. Stimulus adalah penyampaian materi, pembentukan karakter, nasihat, dan lain-lain yang diberikan guru, sedangkan respon merupakan reaksi atau tanggapan dari peserta didik terhadap stimulus tersebut. Sementara itu, dapat dimaknai arti belajar ialahsuatu aktifitas dan kegiatan adanya stimulus (S) dan respon (R).
Konsep behaviorisme mempunyai pengaruh yang besar terhadap
masalah belajar, dimana belajar dimaknakan sebagai Latihan
2 Behavioral views of learning
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Atau belajar meupakan akibat adanya antara stimulus dan respons (Slavin, 2020). Dengan memberikan stimulus yang dapat berwujud materi pelajaran, pelatihan, pujian ataupun hukuman, maka peserta didik akan memberikan respons. Hubungan antara stimulus dan respons akan menyebabkan dan memberikan kondisi sehingga muncul kebiasaan yang bersifat ototmatis untuk belajar. Dengan pemberian stimulus yang memiliki frekuensi tidak terputus, maka akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respons, inilah yang disebut S-R theory. Hal ini dapat ditransfer ke dalam situasi lain, baik dalam pembelajaran secara formal, nonoformal dan informasl menurut hukum transfer. Kelemahan teori ini adalah adanya penekanan pada refleks dan otomatisasi dalam melakukan sesuatu, dan selalu terfokus pada hasil dan tujuan (a pusposive behavior) Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati dan dikukur. Teori ini tidak menjelaskan perubahan yang disebabkan oleh factor internal yang terjadi di dalam diri peserta didik. Tetapi teori ini hanya membahas peruabahan perilaku yang dapat dilihat dengan indera dan semua yang dapat diamati. Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam proses belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks- refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori ini menganggap peserta didik sebagai pelajar yang pasif.
2. Prinsip-Prinsip Teori Behaviorisme
a. Stimulus dan Respons Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya. Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.
3 Behavioral views of learning
b. Reinforcement (penguatan) Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku disebut dengan hukuman (punishment). 1) Penguatan positif dan negatif Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk memperkuat perilaku disebut penguatan negative. 2) Penguatan primer dan sekunder Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik. Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non fisik. 3) Kesegeraan memberi penguatan (immediacy) Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian penguatan yang diulur-ulur waktunya. 4) Pembentukan perilaku (Shapping) Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang diperlukan Langkah-langkah berikut : a) Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan- tahapan yang lebih rinci b) menentukan penguatan yang akan digunakan c) Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang semakin dekat dengan perilaku yang akan dibentuk. 5) Kepunahan (Extinction) Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.
4 Behavioral views of learning
A. TEORI-TEORI BEHAVIORISME 1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) Edward Lee Thorndike mengemukakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan- kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action). Ini artinya, teori behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungkin bisa dilakukan. Teori ini menggambarkan bahwa tingkah laku siswa dikontrol oleh kemungkinan mendapat hadiah external atau reinforcement yang ada hubungannya antara respons tingkah laku dengan pengaruh hadiah. Bagi pendidik yang setuju dengan teori behaviorisme ini mengasumsikan
5 Behavioral views of learning
bahwa tingkah laku siswa pada hakikatnya merupakan suatu respons terhadap lingkungan yang lalu dan sekarang, dan semua tingkah laku yang dipelajari. Mencermati asumsi ini, pendidik harus mampu menciptakan lingkungan belajar (lingkungan kelas atau sekolah) pada diri siswa yang dapat memungkinkan terjadinya penguatan (reinforcement) bagi siswa. Lingkungan yang dimaksud di sini bisa berupa benda, orang atau situasi tertentu yang semuanya dapat berdampak pada munculnya tingkah laku anak yang dimaksud. Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : 1) The Law of Readiness (hukum kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum latihan), dan 3) The Law of Effect (hukum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini merupakan prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa) cenderung akan mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan Thorndike mengemukakan bahwa Teori Behaviorisme terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum- hukum berikut: a. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. b. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. c. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
6 Behavioral views of learning
2. John Watson (1878-1958 Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi, walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. 3. Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936) Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Mula-mula ia menunjukkan makanan (unconditioned stimulus) kepada anjing yang sedang kelaparan dan mengeluarkan air liur (unconditioned response). Kemudian Pavlov membunyilkan bel yang (conditioned stimulus) yang diteruskan dengan pemberian makanan (unconditioned stimulus) kepada anjing (unconditioned response). Selanjutnya, dalam penelitian Pavlov, yang terjadi adalah ketika bel mulai dibunyikan maka pada saat yang sama anjing mengeluarkan air liurnya. Anjing merespon bel tersebut dengan air liur meskipun tanpa adanya makanan. Classical conditioning telah terjadi. Pebelajar (anjing) mengenali hubungan antara unconditioned stimulus (makanan) dengan conditional stimulus (bel) Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing: Teori Behaviorisme a. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
7 Behavioral views of learning
A. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karena anjing melihat daging. B. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging. C. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat
diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
4. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990)
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Skinner mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
8 Behavioral views of learning
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Manajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, kemudian makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping. Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain
9 Behavioral views of learning
menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang. Beberapa prinsip Skinner antara lain: a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan; b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar; c. Materi pelajaran, digunakan sistem moduldalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri; e. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah Jurnal 5. Edwin Ray Guthrie (1886 – 1959) Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yaitu Contiguity dapat diartikan sebagai rangkaian peristiwa, hal-hal atau benda-benda yang terus saling berkait antara satu dengan lainnya. Teori ini dikembangkan oleh Edwin Ray Guthrie (1886-1956). Guthrie menegaskan bahwa kombinasi stimulus yang muncul bersamaan dengan satu gerakan tertentu, sehingga belajar adalah konsekuensi dari asosiasi antara stimulus dan respon tertentu. Teori Behaviorisme Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.
10 Behavioral views of learning
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak. 6. Clark L. Hull (1884-1952) Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam- macam. 7. Albert Bandura (1925) Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon lingkungan. Oleh karenanya teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar. Inti utama dalam teori ini adalah bahwa dalam belajar tidak hanya ada reinforcement dan punishment saja, namun menyangkut perasaan dan pikiran.
11 Behavioral views of learning
B. Teori Behaviorisme Pada Pendidikan Teknologi Kejuruan 1. Pendidikan Vokasi atau Kejuruan Vokasi berasal dari bahasa Lain, vocare, yang berarti dipanggil, surat panggilan, perintah, dan undangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (okupasi). Vocare dalam bahasa Inggris menjadi vocation sebagai kata benda (noun) dan vocational sebagai kata sifat (adjective). Vocation diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi vokasi. Vocational dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi vokasional atau kejuruan. Vocational educational diterjemahkan menjadi pendidikan kejuruan. Keterampilan, sikap, dan pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan pendidikan. Pendidikan yang memberikan bekal keterampilan untuk bekerja adalah pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan individuindividu yang siap berkerja sesuai dengan bidang keahlian tertentu yang ia pelajari. Bidang keahlian yang ada pada jenjang pendidikan kejuruan menyesuaikan dengan dunia kerja yang ada. Pendidikan kejuruan mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menitikberatkan pada peningkatan dan pengembangan keimanan, akhlak, serta potensi-potensi peserta didik. Sedangkan tujuan khusus pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu mempersiapkan peserta didik yang mandiri, mampu mengisi lowongan pekerjaan sesuai bidang keahlian dan beradaptasi dengan lingkungan pekerjaannya sesuai dengan bidang keahliannya. Pendidikan kejuruan merupakan bagian dalam sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang lebih mampu bekerja pada satu kelompok atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang lainnya. Menurut Prosser (1950: 2), pendidikan kejuruan merupakan sebuah konsep pengalaman menyeluruh bagi setiap individu yang belajar untuk kesuksesan dunia kerja. Dalam hal ini, pendidikan kejuruan banyak belajar tentang
12 Behavioral views of learning
persiapan-persiapan sebelum ke dunia kerja. Pembelajaran itu mulai pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evans (1978) mendefinisikan bahwa pendidikan vokasi adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Pendidikan kejuruan dalam hal ini bukan luasnya kompetensi yang dipelajari, tetapi kedalaman kompetensi pada suatu bidang tertentu. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu dan siap pula melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada bidang teknologi dan kejuruan dapat langsung terjun ke dunia kerja tanpa diragukan lagi kemampuannya. Sebab, peserta didik yang telah lulus melalui jenjang pendidikannya kejuruan sudah mempunyai bekal dan pengalaman pada bidang tertentu. Selain itu, dalam konteks negara Indonesia, dapat juga bahwa nantinya setelah selesai dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai bidang keahliannya. Sistem pendidikan di indonesia membagi pendidikan kejuruan secara terpisah dengan pendidikan akademik. Pendidikan kejuruan di tingkat menengah dislelenggarakan di SMK dan MAK sedangkan Pendidikan akademik diselenggarakan di SMA dan MA. Pemisahan pendidikan kejuruan dan pendidikan akademik merupakan ciri pokok dari pendidikan dengan aliran filosofi esensialisme. Pendidikan kejuruan dilihat dari kurikulum harus relevan dengan dunia kerja, perlu ada hubungan yang jelas dalam konteks pedagogi dan perlu kejelasan dalam aplikasi pendidikan kejuruan yang dipelajari di sekolah dengan dunia kerja. Dengan demikian, Pendidikan kejuruan
13 Behavioral views of learning
memang selalu mengaitkan antara pendidikan akademik di sekolah dengan dunia kerja Prinsip-prinsip Pendidikan kejuruan dalam memncapai tujuan memiliki beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Charles Prosser (1925) : a. Pendidikan Kejuruan akan efisien jika disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan (replika) lingkungan di tempat kelak mereka akan bekerja. b. Latihan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas-tugas yang diberikan di dalam Latihan memiliki kesamaan operasional dengan peralatan yang sama dan mesin yang sama dengan yang akan dipergunakan di dalam kerjanya kelak. c. Pendidikan Kejuruan akan efektif jika latihan diberikan secara langsung dan spesifik di dalam pemikiran, perhatian, minat, dan intelegensi intrinsik dengan kemungkinan pengembagan terbesar. d. Pendidikan Kejuruan akan efektif jika sejak latihan sudah dibiasakan dengan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaaannya kelak. e. Pemberian latihan kejuruan yang efektif untuk semua profesi,perdagangan, pekerjaan hanya dapat diberikan kepada kelompok terpilih yang memang memerlukan, menginginkan dan sanggup memanfaatkannya. f. Latihan Pendidikan Kejuruan akan efektif jika pemberian latihan yang berupa pengalaman khusus dapat diberikan terwujud dalam kebiasaan- kebiasaan yang benar dalam melakukan dan berpikir secara berulang- ulang hingga diperoleh penguasaan yang tepat guna dipekerjaannya. g. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pelatihnya cukup berpengalaman dan menera Pendidikan Kejuruanan kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar. h. Untuk setiap pekerjaan terdapat kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh individu agar bisa menjabat pekerjaan itu. Jika pelatihan
14 Behavioral views of learning
tidak diarahkan mencapai kompetensi minimal individu dan masyarakat akan rugi. i. Pendidikan Kejuruan harus mengenal kondisi kerja dan harapan pasar. j. Proses pemantapan yang efektif tentang kebiasaan bagi setiap pelajar akan sangat tergantung dari proporsi sebagaiman latihan memberikan kesempatan untuk mengenal pekerjaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya tiruan. k. Sumber data yang paling tepat untuk meneta Pendidikan Kejuruanan materi pelatihan Pendidikan Kejuruan tidak ada lain kecuali pengalaman yang erat kaitannya dengan pekerjaan. l. Untuk setiap jabatan terdapat bagian inti yang sangat penting dan ada bagian lain yang bisa cocok dengan pekerjaan lain atau jabatan lain. m. Pendidikan Kejuruan akan dirasakan efisien sebagai penyiapan pelayanan bagi masyarakat untuk kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. n. Pendidikan Kejuruan akan bermanfaat secara sosial jika hubungan manusiawinya diperhatikan. o. Administrasi Pendidikan Kejuruan kejuruan akan efisien jika bersifat lentur dibandingkan yang kaku. p. Walaupun untuk sesuatu jenis Pendidikan Kejuruan telah diupayakan agar biaya per unit itu diperkecil, namun jika sudah sampai batas minimal tetapi ternyata hasilnya tidak efektif sebaiknya penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan dibatalkan.
15 Behavioral views of learning
2. Penerapan Teori Behaviorisme Pendidikan Vokasi atau Kejuruan Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi pelajaran karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan (Sugandi, 2007). Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa. Metode pembelajaran Behavioristik tidak cocok digunakan untuk semua mata pelajaran karena pada dasarnya metode pembelajaran behavioristik membutuhkan praktik dan pembiasaan. Prinsip-prinsip dalam pendidkan kejuruan seperti yang sudah diuraikan, juga menekankan pada Latihan dan pengalaman, Teori behavioristik dapat diterapkan dalam pendidikan kejuruan yaitu pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran langsung. Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, daya tahan. Teori belajar behaviorisme ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran di Pendidikan kejuruan, karena pembelajaran Pendidikan kejuruan mengutamakan pembelajaran yang sifatnya praktek. Jadi semua pembelajaran yang dilaksanakan dengan model praktek bisa menerapkan teori belajar behaviorisme ini. Pembelajaran praktek adalah pembelajaran yang mengutamakan pengalaman belajar mealui latihan yang berlanjut di bawah panduan dan
16 Behavioral views of learning
bimbingan (stimulus) dari guru. Sebelum melakukan suatu pekerjaan anak melihat apa yang dicontohkan oleh guru, kemudian mencoba dengan meniru perilaku guru dan dilakukan berulang-ulang. Cirri-ciri pembelajaran kejuruan adalah sangat sesuai dengan ciri-ciri dari teori behaviorisme yaitu : a. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil; b. Lebih bersifat mekanistis; c. Menekankan pentingnya latihan; d. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon; dan e. Menekankan peranan lingkungan dalam proses pembelajara
Menurut Putu Sudira (2016:163), teori belajar behavioristik relevan
digunakan dalam belajar skill motorik pada level pemula. Pembelajar kejuruan pemula sebelum berlatih suatu skill motorik memerlukan interaksi sosial dengan mengamati kemudian meniru sikap dan cara kerja expert atau guru (teori Bandura), mempraktikkan secara langsung (teori Skinner), diulang-ulang hingga menguasai (teori Pavlov), mempersiapkan perangkat latihan dan mental peserta didik sebelum latihan (teori Thorndike). Teori belajar behavioristik bermanfaat pula untuk menghadapi pembelajar kejuruan yang pasif.
Penerapan teori behavioristik dapat dilakukan di pembelajaran PTK
yang dilangsungkan di bengkel/labarotorium maupun pembelajaran yang diindustry.situasi dan kondisi belajar di PTK dibuat sesuai dengan kondisi/settinglingkungan kerja sesungguhnya di industry. Bagaimana penerapan teori Behaviorime dalam PTKPenerapan teori behavioristik ini melalui kegiatan praktek terstruktur yangdipandu oleh guru. Maupun melalui pembelajaran industry yang dibimbinglangsung oleh praktisi industry. Hasil belajar PTK dapat diamati dan diukur secaralangsung (sesuai dengan ciri belajar behaviorisme).
17 Behavioral views of learning
Metode belajar behavioristik diterapkan untuk melatih dan membimbing anak yang membutuhkan dorongan dari orangtua, suka meniru, dan suka mengulangi perilaku setelah mendapatkan reward atau hadiah, dan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya konsep pembelajaran dalam teori belajar behavioristik sebagai ajang pelatihan agar terbentukya perilaku yang akibat dari adanya hubungan stimulus- respon yang terjadi berulangulang kali dengan adanya dukungan hadiah dan hukuman.
Berdasarkan dari prinsip pembelajaran dalam Pendidikan kejuruan
yang sifatnya praktek, dan untuk menghasilkan pengalaman yang menyiapkan peserta didik siap untuk menghadapi dunia kerja. Teori belajar behaviorisme ini menjadi model pembelajaran yang sangat cocok dalam pengaplikasiannya dalam penedidikan kejuruan, karena pembelajaran praktek adalah pembelajaran yang mengutamakan pengalaman belajar melalui Latihan yang berlanjut di bawah panduan dan bimbingan (stimulus) dari guru.
18 Behavioral views of learning
DAFTAR PUSTAKA
Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori
Behaviorisme. Makasar: Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar. M, Arsyad. 2021. Teori Belajar dan Peran Guru pada Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0.Banjarmasin : Lambung Mangkurat University Press Muhajirah. 2020. Basic Of Learning Theory (Behaviorism, Cognitivism, Constructivism, And Humanism). Sulawesi : IJAE Vol 1 No 1 Mursyidi, W. (2019). Kajian Teori Belajar Behaviorisme Dan Desain Instruksional. Almarhalah| Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 33-38. Nahar, N. I. (2016). Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran. NUSANTARA: jurnal ilmu pengetahuan sosial, 1(1). Putu, Sudira. 2017. TVET Abad XXI, Filosofi, Teori, Konsep, dan Strategi Pembelajaran Vokasional Yogyakarta : UNY Press Rojewski. J.W. (2009). A conceptual framework for technical and vocational education and training. Dalam R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of education for the changing world of work, bridging academic and vocational learning (pp. 11-39). Bonn, Germany: Springer Science+Bussines Media. Rusli, R. K., & Kholik, M. A. (2013). Teori belajar dalam psikologi pendidikan. Jurnal Sosial Humaniora, 4(2). Shahbana, E. B., & Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 9(1), 24-33.