Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kosmetik merupakan campuran bahan yang digunakan pada atau dalam tubuh atau
bagian tubuh manusia seperti kulit , kuku , rambut , bibir, gigi yang memiliki fungsi untuk
merawat, membersihkan , serta menambah daya tarik, melindungi agar tetap dalam
keadaan baik namun bukan untuk penyembuhan.
Dewasa ini kasus tentang peredaran kosmetik ilegal marak terjadi khususnya di
Indonesia , banyak pelaku usaha yang memperdagangkan kosmetik yang tidak sesuai
persyaratan dan ketentuan undang-undang seperti tidak memasang label pada produk ,
tidak mencantumkan keterangan atas barang yang biasanya tercantum nama produk,
ukuran produk , berat/isi bersih dari produk tersebut, komposisi produk juga sangat perlu
diperhatikan, tanggal pembuatan serta aturan pakai produk tersebut agar tidak timbul efek
negatif dari penggunaan produk , efek samping serta keterangan lain , yang mana jika tidak
ada penjelasan pada produk tersebut konsumen tidak mengetahui informasi secara pasti
terhadap kandungan produk tersebut, hal ini dapat berakibat buruk bagi konsumen saat
mengkonsumsi barang tersebut, selain itu banyak sekali pelaku usaha yang menjual
kosmetik yang tidak memiliki pendaftaran izin edar dari BPOM , dan kosmetik yang tidak
memiliki asal usul yang jelas.
Dengan adanya ketentuan perundang-undangan seperti UndangUndang Kesehatan ,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan lainya yang terkait dengan
kosmetik ilegal seharusnya kasus peredaran kosmetik ilegal berkurang dan dapat
ditanggulangi , karena undang undang tersebut sudah mengatur secara tegas sanksi dari
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik ilegal. Namun,
dalam kenyataannya undang undang tersebut belum berjalan dengan baik, terutama dari
segi pengawasan atas peredaran produk kosmetik ilegal dan dari segi penerapan sanksi
yang diterapkan oleh hakim , kasus kosmetik ilegal masih sangat merajalela di Indonesia,
hal ini tentunya sangat merugikan pihak yang menggunakan kosmetik ilegal tersebut yaitu
konsumen.

1
Bertitik tolak dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji dalam pembuatan
makalah penulis dengan judul “Telaah Peraturan dan Perundang-Undangan Analisis
Kosmetika”.
1.2. Identifikasi Masalah
Adapun hal-hal yang akan dibahas pada materi Telaah Peraturan dan Perundang-
Undangan Analisis Kosmetika adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan Tujuan analisis kosmetika
2. Peraturan analisis kosmetika
3. Cara pembuatan kosmetika yang baik
4. Sistem pengemasan produk
5. Penerapan peraturan dan perundangan
6. Permasalahan Penerapan Peraturan dan Perundang-Undangan

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah yang berjudul “Landasan Ekonomi” adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui konsep dasar analisis kosmetika
2. Mengetahui Peraturan analisis kosmetika
3. Mengetahui Cara Pembuatan kosmetika yang baik
4. Mengetahui Sistem pengemasan produk
5. Menganalisis Penerapan peraturan dan perundangan
6. Menganalisis Permasalahan Penerapan Peraturan dan Perundang-Undangan

2
BAB II
METODE PENULISAN

2.1 Pengumpulan Data dan Informasi


Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan
penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui
internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari skripsi, media elektronik, dan
beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka
yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis
mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,
diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh
suatu solusi dan kesimpulan.
2.2 Pengolahan Data dan Informasi
Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif berdasarkan data
sekunder.

2.3 Analisis dan Sintesis


Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu Telaah Peraturan dan Perundang-Undangan
Analisis Kosmetika. Sintesis yang dijelaskan yaitu alternatif solusi untuk mengatasi
permasalah yang dianalisis.

3
BAB III
TEORI DAN PEMBAHASAN

3.1 Konsep Dasar Analisis Kosmetika


Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar),
atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, dan
mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik.
Analisis Kosmetik juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengetahui
suatu jenis kosmetika dari segi komposisi bahan, kualitatif maupun kuantitatif telah
memenuhi standar yg dibolehkan.
Undang-undang Kosmetika, yang disahkan dalam 2005, menetapkan prinsip-
prinsip untuk pemberitahuan, pengawasan pasar dan inspeksi produk-produk ini sebelum
ditempatkan di pasar untuk memastikan kualitas, keamanan, dan akses efektif produk-
produk kosmetik kepada orang orang. Area penerapan undang-undang ini ditentukan
sebagai berikut: Ini dipersiapkan untuk diterapkan ke berbagai bagian tubuh manusia
seperti epiderma, kuku, rambut, rambut, bibir dan organ genital eksternal, dan untuk
diterapkan pada gigi dan mukosa mulut, untuk memberikan bau, untuk mengubah
penampilan, untuk meningkatkan bau badan, Zat yang digunakan untuk melindungi dan
menjaga dalam kondisi baik.
Analisis Kosmetika, bertujuan untuk memastikan bahwa produk-produk kosmetik
menjangkau konsumen dengan informasi yang akurat dan dapat dimengerti dengan cara
yang tidak akan menyebabkan kesalahan manusia dan membahayakan kesehatan manusia.
Dalam konteks ini, peraturan tersebut menetapkan prinsip-prinsip kualifikasi teknis produk
kosmetik, informasi pengemasan, deklarasi, pengantar mereka ke pasar, pengawasan dan
inspeksi pasar, inspeksi di lokasi produksi, dan langkah-langkah yang harus diambil pada
akhir inspeksi. Adanya tujuan lain dari analisa kosmetik antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui Komposisi suatu sediaan kosmetik & kadar yg digunakan
2. Melindungi masyarakat dari efek yg tidak diinginkan akibat kosmetik yg
substandard
3. Pembuktian kebenaran komposisi bhn terhadap data analisis

4
3.2 Peraturan Analisis Kosmetika
Pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.08.11.07331 Tahun 2011 Tentang Metode Analisis Kosmetika dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. BAB III Metode Analisis Pasal 3
Metode Analisis untuk pengujian cemaran mikroba sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 angka 1, berupa Metode Analisis untuk:
a. Penetapan Angka Kapang Khamir dan Uji Angka Lempeng Total dalam
Kosmetika sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini; dan
b. Uji Efektivitas Pengawet dalam Kosmetika sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
2. BAB III Metode Analisis Pasal 4
Metode Analisis untuk pengujian logam berat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 angka 2, berupa Metode Analisis Penetapan Kadar Logam Berat (Arsen,
Kadmium, Timbal, dan Merkuri) dalam Kosmetika sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
3. BAB III Metode Analisis Pasal 5
Pasal 5 Metode Analisis untuk pengujian beberapa bahan yang dilarang
digunakan dalam Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3
berupa Metode Analisis untuk:
a. identifikasi Asam Retinoat dalam Kosmetika secara Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini
b. identifikasi Bahan Pewarna yang Dilarang dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini
c. identifikasi dan Penetapan Kadar Hidrokinon dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

5
(KCKT) sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini
d. identifikasi Senyawa Kortikosteroid dalam Kosmetika secara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
4. BAB III Metode Analisis Pasal 5
Metode Analisis untuk pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan
dalam Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 4 berupa Metode
Analisis Identifikasi dan Penetapan Kadar Pengawet dalam Kosmetika secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

3.3 Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik


Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 25 Tahun 2019
Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik adalah sebagai berikut:
1. Bahan Awal
Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu
produk.
2. Bahan Baku
Bahan yang ada dalam formula produk Kosmetika.
3. Bahan Pengemas
Bahan yang digunakan untuk mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
4. Batch
Sejumlah produk Kosmetika yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan
yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
5. Dokumentasi
Seluruh prosedur dan instruksi tertulis serta catatan yang terkait dalam
pembuatan dan pengawasan mutu produk.

6
6. Kalibrasi
Kombinasi pemeriksaan suatu instrumen (alat ukur) dan penyetelannya agar
memenuhi syarat batas akurasi sesuai standar yang diakui.
7. Karantina
Status suatu bahan atau produk yang ditempatkan terpisah secara fisik atau
sistem, sambil menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk diolah,
dikemas atau didistribusikan.
8. Nomor Batch
Suatu nomor dan/atau huruf atau kombinasi keduanya yang mengidentifikasi
riwayat pembuatan batch secara lengkap, termasuk pengawasan mutu dan
distribusi.
9. Diluluskan
Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diolah, dikemas atau
diedarkan.
10. Pembuatan
Suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengadaan semua bahan awal, proses
pengolahan dan pengemasan sampai pelulusan produk jadi untuk
didistribusikan dan pengawasan mutu yang dilakukan pada setiap langkah
kegiatan tersebut.
11. Pengawasan Selama Proses
Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam suatu
rangkaian produksi termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan
dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk jadi memenuhi
spesifikasi.
12. Pengawasan Mutu
Tindakan pengendalian untuk memastikan hasil keluaran produk yang seragam
dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
13. Pengemasan
Bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk
menghasilkan produk jadi.

7
14. Pengolahan
Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan baku sampai
menjadi produk ruahan.
15. Ditolak
Status bahan atau produk yang tidak boleh digunakan untuk diolah, dikemas
atau didistribusikan.
16. Kosmetika
adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian
luar, atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
17. Produksi
Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.
18. Produk Antara
Suatu bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu atau lebih tahap
pengolahan namun masih membutuhkan tahap pengolahan selanjutnya.
19. Produk Jadi
Suatu produk yang telah melalui semua tahap proses pembuatan.
20. Produk Kembalian
Produk jadi yang dikirim kembali kepada produsen.
21. Produk Ruahan
Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan dan sedang menanti
pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
22. Sanitasi
Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan
yang ditangani.
23. Spesifikasi Bahan
Deskripsi bahan atau produk yang meliputi sifat fisik, kimiawi dan biologi,
yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang ditoleransi.

8
24. Tanggal Pembuatan
Tanggal pembuatan suatu batch produk tertentu.

3.4 Sistem Pengemasan Produk


Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 25 Tahun 2019
Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik pada bagian
pengemasan, sebagai berikut:
1. Kesiapan lini pengemasan dilaksanakan sebelum lini pengemasan dioperasikan
antara lain:
a. Peralatan bersih dan berfungsi baik.
b. Lini dikosongkan dari seluruh bahan dan produk yang dikemas sebelumnya.
2. Selama proses pengemasan berlangsung, harus diambil sampel secara acak dan
diperiksa.
3. Setiap lini pengemasan ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur.
4. Sisa bahan pengemas dikembalikan ke gudang dan dicatat. Bahan pengemas
yang ditolak dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.

3.5 Penerapan Peraturan dan Perundangan


Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik Produksi, sebagai berikut:
1. BAB IV Pasal 9
1) Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik dilaksanakan secara
bertahap dengan memperhatikan kemampuan industri kosmetik.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik ditetapkan oleh Kepala Badan.
2.
3.6 Permasalahan Penerapan Peraturan dan Perundangan

9
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dari beberapa hal penting dalam landasan ekonomi pendidikan adalah
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga
tenaga kerja yang memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan, yang

10
tenaga kerja yang mumpuni menjadi tugas pendidikan kejuruan untuk
memenuhinya.
2. Ekonomi pendidikan memegang peran cukup penting, dalam menyukseskan misi
pendidikan.
3. Fungsi ekonomi pendidikan adalah sebagai penunjang kelancaran proses
pendidikan dan sebagai materi pelajaran untuk membentuk manusia ekonomi
4. Secara historis perkembangan dan ketersediaan, pendidikan kejuruan sebagai
sumber pasokan tenaga kerja, yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi.
5. Sumber dana pendidikan selain dari pemerintah atau yayasan dan masyarakat,
lembaga pendidikan masih bisa menggali sumber-sumber lain sebanyak mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Muliyawan dan Neti Suriana , 2013 , A-Z Tentang Kosmetik , PT Elex Media Komputindo ,
Jakarta , h. 11

11

Anda mungkin juga menyukai