PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian yang pesat dan kemajuan teknologi telah
menimbulkan perubahan cepat pada produk-produk kosmetik, sehingga banyak
berdiri industri-industri produk kosmetik. Dengan menggunakan teknologi
modern industri-industri kosmetik kini mampu memproduksi dalam skala yang
sangat besar dan dengan kemajuan transportasi maka produk- produk tersebut
dalam waktu yang singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan
distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.
Kemajuan di bidang industri yang kian pesat berefek pada timbulnya era
pasar bebas, yang membuat persaingan antar produsen semakin ketat terutama
untuk menarik konsumen terhadap berbagai macam produk yang ditawarkan
produsen. Dengan kondisi yang demikian, maka bisnis merupakan kegiatan yang
integral dari kehidupan masyarakat yang modern. Kondisi pasar yang diwarnai
persaingan ketat dan bervariasinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetika
Menurut keputusan kepala Badan POM Republik Indonesia No.
HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik, Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik. Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a.
c.
Permohonan izin edar diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan dengan
mengisi formulir dan disket pendaftaran dengan sistem registrasi elektronik
yang telah ditetapkan, untuk dilakukan penilaian.
Penilaian kosmetik golongan I dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu :
a. Proses pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan
dokumen;
b. Proses penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data
pendukung.
Penilaian kosmetik golongan II hanya dilakukan terhadap kelengkapan dan
keabsahan Dokumen. Kerahasiaan
keterangan
dan
atau
data
dalam
dan
permohonan
izin
edar
dilaksanakan melalui
penilaian
suatu
bahan
yang
dapat
mengganggu
kesehatan,
dan
tidak
wadah
dan
atau
pembungkus
harus
dicantumkan
sesuatu
yang
digunakan
dalam
kegiatan
produksi,
impor,
keterangan
penyimpanan,
mengenai
pengangkutan
kegiatan
dan
produksi,
penyerahan
impor,
distribusi,
kosmetik
termasuk
terhadap
ketentuan
dalam
keputusan
ini
dapat
Selain dikenai sanksi administratif dapat pula dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2. Cara Produksi Kosmetika yang Baik
2.1.1 Tenaga Kerja
a. Persyaratan Umum
Menurut Kemenkes RI No. 965/MENKES/ SK/XI/1992 tenaga kerja yang
melaksanakan kegiatan produksi kosmetika hendaknya memenuhi persyaratan
sesuai dengan jenis pekerjaaan yang dilakukan antara lain :
1. Sehat fisik dan mental;
2. Tidak berpenyakit kulit, berpenyakit menular atau luka terbuka;
3. Mengenakan pakaian kerja yang bersih;
4. Memakai penutup rambut dan alas kaki yang sesuai untuk yang bekerja
diruangan
produksi dan memakai sarung tangan serta masker apabila diperlukan;
5. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya;
6. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara
Produksi Kosmetika yang Baik.
b. Penanggung jawab teknis
1. Warga negara Indonesia;
2. Mempunyai kualifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya;
3. Mempunyai wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
4. Mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Menyiapkan prosedur produksi berupa ketentuan tertulis dan mengawasi
pelaksanaannya;
b. Menetapkan persyaratan bahan, alat dan prosedur produksi serta memeriksa
kebenarannya;
c. Bertanggung jawab terhadap keamanan dan mutu kosmetika;
d. Bertanggung jawab terhadap kebersihan sarana termasuk higiene dan
sanitasi;
2.2.3 Peralatan
1. Peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi kosmetika
hendaknya sesuai dengan jenis produksi.
2. Permukaan yang berhubungan dengan bahan maupun produk kosmetika
hendaknya tidak bereaksi, tidak mengadsorbsi dan tidak melepaskan serpihan.
3. Peralatan hendaknya mudah dibersihkan dan disanitasi.
4. Peralatan hendaknya ditata dan dipasang, sedemikian rupa agar memudahkan
proses produksi dan perawatannya.
5. Peralatan bebas dari unsur atau serpihan logam, minyak pelumas, dan bahan
bakar sehingga tidak mencemari hasil produksi.
6. Peralatan setelah digunakan harus dibersihkan dan disimpan dalam kondisi
yang bersih.
7. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya tertulis secara rinci dan jelas
diletakkan pada tempat yana mudah dilihat.
8. Peralatan yang digunakan untuk produksi kosmetika hendaknya tidak
digunakan untuk kegiatan lain.
9. Alat timbang, pengukur, penguji dan pencatat harus ditera atau dikaliberasi
secara berkala.
10. Peralatan dan perlengkapan laboratorium disesuaikan dengan persyaratan
pengujian setiap bentuk sediaan kosmetika dan prosedur pengujiannya.
11. Peralatan produksi dan laboratorium hendaknya dirawat secara teratur agar
tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat
merubah identitas, mutu dan kemurnian produk.
2.2.4 Sanitasi dan Higiene
Pada setiap aspek produk kosmetika hendaknya dilakukan upaya untuk
menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya
tersebut hendaknya dilakukan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan,
proses produksi, pengemas dan setiap hal yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu
program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
2.2.5 Pengolahan dan Pengemasan
10
11
12
dipercaya dalam menyediakan bahan baku dan bahan pengemas agar didapat
bahan dengan spesifikasi yang diinginkan.
E. Bagian Pengawasan Mutu hendaknya melakukan uji stabilitas terhadap setiap
produk jadi, terutama produk yang menggunakan bahan pengawet.
F. Bagian Pengawasan Mutu wajib melakukan pemantauan terhadap produk jadi,
baik yang masih berada di lingkungannya maupun di peredaran secara berkala.
G. Bagian Pengawasan Mutu wajib menyimpan contoh pertinggal dari bahan
baku, bahan pengemas dan produk jadi.
2.2.7 Inspeksi Diri
A. lnspeksi diri dilakukan secara berkala agar seluruh rangkaian produksi selalu
memenuhi Cara Produksi Kosmetika Yang Baik.
B. Kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada produksi hendaknya diperbaiki.
2.2.8 Dokumentasi
A. lnstruksi yang menyangkut produksi kosmetika dilakukan secara tertulis dan
jelas.
B. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap setiap tahap
kegiatan produksi sampai dengan distribusinya sehingga dapat ditelusuri
kembali produk dari setiap batch yang dikehendaki.
2.2.9 Penanganan Terhadap Hasil Pengamatan Produk di Peredaran
A. Keluhan dan laporan masyarakat yang menyangkut mutu, keamanan dan hal
lain yang merugikan atau menimbulkan masalah hendaknya dicatat, diperiksa,
dievaluasi dan ditindaklanjuti.
B. Kosmetika yang terbukti menimbulkan efek samping yang merugikan dan
keamanannya tidak memadai lagi harus ditarik dari peredaran dan
dimusnahkan.
2.3 Dasar Hukum Peraturan di Bidang Kosmetik
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai dasar
berbagai peraturan yang mengatur pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam
undang-undang tersebut dijelaskan
13
14
Pasal 196
Setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
kemanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus
juta rupiah).
BAB III
PEMBAHASAN
Peredaran produk-produk kosmetik sangat luas dan pesat di Indonesia ,
terutama di kota-kota besar. Dalam artikel berita www.tempo.co.id yang diakses
Jumat 18 November 2016, diberitakan bahwa Badan Pengawasan Obat dan
Makanan dibantu oleh aparat kepolisian, Jakarta pada tanggal 19 Desember 2014
melakukan penggerebegan pabrik pembuatan kosmetik palsu merk-merk ternama
di sebuah ruko di kawasan Peta Selatan, Kalideres, Jakarta Barat. Dalam
penggerebekan tersebut, polisi berhasil mengamankan 200 kardus berisi kosmetik
palsu. Selain para pemalsu memanfaatkan merk dasebuah produk yang terdaftar,
merka pun memanfaatkan desain kemasan baik itu kemasan luar (karton, dus, dll)
ataupun desain kemasan yang berhubungan langsung dengan isi (content).
Penyalahgunaan desain kemasan ini pun, sangat merugikan bagi konsumen.
Berdasarkan hasil observasi, produkproduk palsu tersebut dikemas dengan desain
15
kemasan yang memiliki merk dagang yang terdaftar. Sebenarnya merk dagang,
dan desain sebuah produk, baik yang berada dalam kemasan atau logo sebuah
produk dilindungi oleh HKI (Hak Kekayaan Intelektual). HKI meliputi Hak Cipta
(seni, sastra, dan ilmu pengetahuan lainnya), Paten (invensi teknologi), Merk
(symbol dagang barang dan jasa ), Desain Industri (penampilan produk industri),
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (desain tata letak rangkaian IC), dan Rahasia
Dagang (informasi rahasia yang bernilai ekonomi). Dalam penggunaan desain
kemasan legal menjadi desain kemasan produk palsu berkaitan dengan
pelanggaran hak dalam penyalahgunaan desain industri.
Dalam artikel tersebut BPOM juga mengumumkan 68 jenis kosmetik yang
ternyata positif mengandung bahan berbahaya yaitu Merkuri (Hg), Hidroquinon,
Asam Retinoat (Retinoic Acid), zat warna Rhodamin (Merah K.10) dan Merah
K.3. Merkuri (Hg) merupakan bahan berbahaya yang dapat berdampak buruk
pada kesehatan kulit dan bisa menimbulkan keracunan bila digunakan dalam
waktu yang lama kendati cuma dioleskan pada permukaan kulit namun Merkuri
(Hg) mudah diserap masuk ke daalam darah, lalu memasuki ke saraf tubuh. Maka
dari itu Merkuri (Hg) tidak boleh dipergunakan dalam kosmetik, sedangkan
Hidroquinon pemakaiannya tidak boleh lebih dari 2 persen itupun harus dibawah
pengawasan dokter. Jadi tidak bisa sembarangan digunakan.
Hasil dari penelitian Badan POM mengatakan produk kosmetik tersebut
mengandung Merkuri (Hg) yang dapat membahayakan kesehatan. Karena
pemakaian dari produk tersebut ada konsumen mengalami gatal-gatal pada kulit
dan timbul bintik-bintik seperti jerawat.yang cukup banyak pada muka.
Konsumen telah dirugikan yang harusnya dengan memakai produk kosmetik
whitening cream kulit menjadi halus dan cerah namun yang terjadi sebaliknya
kulit menjadi rusak. Kurangnya informasi yang diberikan oleh pelaku usaha telah
melanggar hak-hak konsumen. Kurangnya pengawasan dari Badan POM
menyebabkan produk-produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya masih
beredar dipasaran sehingga mudah ditemukan oleh para konsumen. Banyaknya
beredar merk-merk kosmetik yang dijual dipasaran dengan kemasan yang
menarik, dan menjanjikan akan mendapatkan hasil dalam waktu singkat perlu
16
diwaspadai oleh masyarakat. Konsumen harus lebih waspada serta jeli sebelum
membeli produk kosmetik. Produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya
memiliki efek samping yang berdampak pada kerusakan kulit akibat dari
pemakaian produk tersebut yang sebelumnya tidak ada keterangan atau petunjuk
dokter. Berdasar keputusan presiden dibentuk Badan POM, yang bertugas di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Oleh karena itu, berdasarkan Peraturan Menkes RI
Nomor 445/Menkes/PER/V/1998 tentang bahan, zat warna, substratum, zat
pengawet, dan tabir surya pada kosmetik serta Keputusan Kepala Badan POM
No.HK.00.05.4.1745
tentang
kosmetik,
penggunaannya
sudah
dilarang.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa isi dari kosmetik palsu
memiliki kandungan bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan jika dipergunakan
terus-menerus. Merkuri atau air raksa, termasuk logam berbahaya yang dalam
konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam kosmetik
dapat menyebabkan bintik hitam pada kulit, alergi, dan iritasi kulit. Tak hanya itu,
pemakaian dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak permanen, ginjal,
serta gangguan perkembangan janin. Hidroquinon termasuk obat keras. Bahaya
pemakaiannya tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit
menjadi merah dan rasa terbakar. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelainan
ginjal, kanker darah maupun kanker sel hati. Adapun bahan pewarna merah K.10
(rhodamin B) dan merah K.3 adalah zat warna sintetis. Umumnya digunakan
sebagai zat warna kertas, tekstil, atau tinta. Jika ini dipakai sebagai kosmetik, efek
yang diakibatkan dapat berupa iritasi saluran napas serta kerusakan hati.
Cara dalam mengatasi pemalsuan produk kosmetik yaitu sebagai berikut :
1. Dari Produsen
Dalam kasus pemalsuan kosmetik yang pertama dirugikan adalah
produsen kosmetik yang asli, penyalahgunaan merk dagang merka oleh oknum
pemalsu membuat kerugian bagi pihak produsen kosmetik asli. Para produsen
membuat program meredesain kemasan produk kosmetik merka untuk
menghindari pemalsuan, namun hal tersebut tidak memberikan hasil yang
memuaskan kosmetik merk merka yang palsu masih saja menarik perhatian para
konsumen.
17
2. Dari Konsumen
Konsumen merupakan unit terakhir dalam sistem peredaran kosmetik
palsu. Untuk itu, dengan merubah perilaku konsumen untuk tidak tergiur dengan
produk kosmetik palsu, dan memberikan pengetahuan dalam mengidentifikasi
produk palsu agar berhati-hati dalam membeli, dapat menekan angka peredaran
kosmetik maka penggunaan kosmetik palsu akan menurun sehingga peredaran
kosmetik palsu pun akan semakin berkurang. Berdasarkan hasil analisis masalah
dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang dapat mempengaruhi kasus
pemalsuan salah satunya adalah konsumen yang merupakan faktor penentu dalam
mengatasi angka pemalsuan produk kosmetik. Maka dari itu, perlu adanya
persuasi untuk merubah perilaku konsumen dalam menanggapi masalah
pemalsuan kosmetik.
3. Dari Pemerintah
Aparat dan lembaga terkait memiliki kekuatan hukum dalam menindak
oknum pemalsu kosmetik. Tindakan dan hukum berlapis yang mengancam para
pemalsu tidak membuat merka jera karena merka memiliki seribu satu cara dalam
melakukan pemalsuan produk.
Pemerintah membuat undang-undang dalam menanggapi masalah
pemalsuan produk kosmetik. Pemerintah pun menggerakkan aparat dan lembaga
terkait seperti BPOM untuk melakukan penggerebekan dan aksi sweeping.
Kurangnya perhatian masyarakat terhadap produk yang aman dan
penegakan hukum yang masih sangat kurang. Implementasi Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut
UUPK) juga kurang berjalan dengan baik, ini dapat dilihat dari berkali-kali
dilakukan razia terhadap produk-produk kosmetik yang tidak terdaftar dan
mengandung bahan berbahaya, namun di pasaran tetap saja banyak produkproduk tersebut masih terjual bebas.
Penanganan perlindungan konsumen selama ini belum dilaksanakan
terpadu, sehingga kepentingan konsumen terhadap hak dan kewajibannya masih
belum sesuai yang diharapkan, maka upaya memberdayakan masyarakat
18
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kosemtik tercantum
pada
Keputusan
kepala
Badan
POM
Republik
Indonesia
No.
20
kosmetik
palsu
akan
menurun
dan
dapat
berdampak
kosmetik
dan
P.,
BPOM
Rilis
68
Kosmetik
Berbahaya,
Apa
Saja?.
21