Anda di halaman 1dari 23

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kulit Pada dasarnya kecantikan secara fisik adalah karunia yang dimiliki oleh
setiap wanita. Namun, kecantikan tidak akan muncul dengan sendirinya. Kecantikan yang
dimiliki seorang wanita dapat menghilang jika tidak dilestarikan dan ditingkatkan.
Dengan merawat dan memelihara kulit, penampilan akan terlihat lebih sehat, terawat,
serta memancarkan kesegaran (Wirajayakusuma, 1998). Memang tidak semua wanita
dikaruniai kecantikan lahiriah yang sempurna, namun tidak berarti wanita tak bisa tampil
menarik. (Saryanto Nanik, 2007).

Kulit merupakan bagian tubuh yang perlu mendapat perhatian khusus dalam hal
kecantikan (Wibowo, 2008). Setiap orang memiliki jenis kulit yang berbeda-beda hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor baik dari dalam tubuh, misalnya: bertambahnya usia, ras,
jenis kelamin, hormon. Sedangkan faktor luar, misalnya: udara kering, terik sinar
matahari, cuaca yang berubah-ubah, serta penyakit kulit. Radikal bebas ini yang
menyebabkan antioksidan alami kewalahan, memicu oksidasi, dan berkontribusi terhadap
kerusakan fungsional seluler sehingga menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem
pertahanan antioksidan di dalam tubuh (Zalukhu dkk., 2016) Radikal bebas yang
berlebih akan menyebabkan stres oksidatif sehingga menimbulkan kerusakan kulit yang
ditandai dengan terlihatnya keriput, kulit bersisik, kering, pecah-pecah, kusam, berkerut,
serta kulit menjadi lebih cepat tua dan muncul flek-flek hitam (Maysuhara, 2009).

Antioksidan merupakan substansi dalam kadar yang rendah mampu


menghambat proses oksidasi. Dalam melindungi tubuh dari serangan radikal bebas,
antioksidan berfungsi untuk menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan
elektron dari radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai (Herman.,
2010). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih,
sehingga jika terbentuk banyak radikal maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.
Antioksidan dapat berasal dari bahan alam maupun bahan sintetik. Adanya
kekhawatiran kemungkinan terjadinya efek samping yang belum diketahui dari
antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat
dibutuhkan (Sayuti dan Yenrina., 2015).
3

Daun suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman lokal yang mudah


dibudidayakan sehingga memiliki produktivitas dan ketersediaan yang baik di Indonesia.
Namun pengolahan dan pemanfaatan daun suji secara komersial masih belum
berkembang dengan baik (Wibella., 2016). Senyawa yang terkandung dalam daun suji
yaitu klorofil telah terbukti memiliki aktifitas antioksidan (Prangdimurti dkk., 2006).
Kandungan klorofil daun suji lebih besar bila dibandingkan dengan beberapa jenis
daun hijau lain seperti daun katuk, kangkung, bayam, caisin dan hampir setara dengan
kandungan pada daun singkong yang tercatat sebagai sumber klorofil terbesar
(Wibella., 2016).

Body scrub atau dalam beberapa produk ditulis dengan istilah lulur mandi
merupakan lulur yang digunakan saat tubuh dalam keadaan basah (mandi).
Penggunaannya adalah dengan mengoleskan pada seluruh bagian tubuh lalu
menggosoknya perlahan. Lulur jenis ini relatif lebih cocok digunakan untuk pemilik kulit
sensitif karena butiran scrub yang lebih kecil dan lembut, penggunaannya saat kulit dalam
keadaan basah, dan terdapat bahan pembawa yang berfungsi melicinkan kulit sehingga
akan terhindar dari iritasi saat penggosokan (Novitasari, 2018).

Salah satu bentuk sediaan kosmetik body scrub yang beredar di pasaran adalah
dalam bentuk sediaan krim. Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung
satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Ditjen
POM, 1995). Krim mempunyai daya tarik estetika yang lebih besar karena sifatnya tidak
berminyak dan kemampuan menyerap dalam kulit pada saat pengolesan (Ansel, 1989).

Menurut penelitian Prangdimurti dkk., (2006) bahwa daun suji yang


diekstraksi menggunakan Na sitrat 12 mM dan tween 80 1% dapat menghasilkan
aktivitas antioksidan yang paling tinggi yaiu sebesar 14,13%, dimana kandungan
klorofil total sebesar 2,586 mg/ 10 mL dan kadar klorofil larut air sebesar 0,670 mg/ 10
mL. Penilaian tersebut dilanjutkan pada penelitian pengukuran kadar (Malondaldehida)
MDA, aktivitas SOD dan aktivitas katalase hati. Pemberian ekstrak daun suji diketahui
bahwa dapat meningkatkan kadar antioksidatif yang ditunjukan oleh adanya penurunan
kadar MDA hati sebesar 70%, peningkatan aktivitas katalase hati sebesar 40% dan
peningkatan aktivitas SOD hati 25%.

Pemanfaatan efek antioksidan daun suji (Pleomele angustifolia) dengan


membuat suatu sediaan. salah satu bentuk sediaan kosmetika topikal adalah masker
gel peel-off. Banyaknya kandungan air dalam sediaan gel bertujuan untuk
meningkatkan pelepasan senyawa aktif sehingga cepat mencapai tempat aksi.
Keuntungan sediaan gel dibandingkan sediaan topikal lain yaitu daya sebar yang baik,
4

dapat mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci serta pelepasan obat
yang baik. Dalam sediaan gel digunakan gelling agent bertujuan untuk
mempertahankan stabilitas gel, kekompakan perancah, keseimbangan ikatan dari fase
cair dan membentuk elastisitas gel (Voigt, 1984).

Gelling agent merupakan senyawa yang dapat meningkatkan tahanan cairan atau
membentuk viskositas larutan membentuk massa gel yang kompak (Adhiningrat., 2015).
Penggunaan gelatin sebagai gelling agent karena sifatnya yang tidak toksik, fleksibel,
kuat untuk membentuk gel dengan baik, absorbsivitas air yang baik, kadar transmisi uap
air yang optimal (Balakrisman dkk., 2005). Masker berbentuk gel mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya penggunaan yang mudah, mudah dibilas dan dibersihkan. Selain
itu, dapat juga diangkat atau dilepaskan seperti membran elastik (Izzati., 2014). Menurut
penelitian Rahmawanty dkk., (2015) menyatakan bahwa variasi konsentrasi gelatin
sebesar 10%, 15%, 20% dapat mempengaruhi organoleptis, waktu kering, homogenitas,
daya lekat dan daya sebar sediaan, tetapi tidak mempengaruhi pH sediaan.

Pemanfaatan suji yang masih terbatas dan belum adanya penelitian pemanfaatan
daun suji sebagai antioksidan yang dibuat dalam sediaan topikal yaitu masker gel peel-
off. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh variasi konsentrasi gelling agent gelatin terhadap karakteristik fisika kimia dan
antioksidan masker gel peel-off ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia).
1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan :


1. Apakah ekstrak biji durian dapat di formulasikan dalam sediaan krim bodyscrub?
2. Apakah perebedaan konsentrasi ekstrak biji durian pada sediaan krim bodyscrub
mempengaruhi efektifitas?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ekstrak biji durian dapat di formulasi dalam sediaan krim bodyscrub
2. Untuk mengetahui perbedaan konsentrasi ekstrak biji durian pada sediaan krim bodyscrub
dapat mempengaruhi efektivitas

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti :

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan ekstrak biji durian yang diformulasikan menjadi sediaan krim body scrub
sehingga dapat meningkatkan daya guna dari pemanfaatan ekstrak biji durian lebih bernilai
ekonomis dalam sediaan kosmetika.

1.4.2 Bagi masyarakat

1.4.3 Bagi Instansi

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1. Deskripsi Tanaman Durian
Menurut Rukmana (1996) Dalam Alputri (2011) mengenai Durian (Durio Zibethinus
Murr) adalah termasuk dalam suku Bombacaceae yang hanya terdapat di daerah tropis. Di
indonesia durian merupakan buah yang sangat populer, bahkan diluar negeri terkenal dengan
sebutan “The King of Fruits” atau “Raja Buah”. Tiap pohonnya dapat menghasilkan 80
sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah
terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih. Buah durian berbentuk kapsul yang bulat, bulat telur atau
lonjong, berukuran panjang mencapai 25 cm, berwarna hijau sampai kecoklatan, tertutup
oleh duri- duri yang berbentuk piramid lebar, tajam dan panjang 1 cm.
2
3

2.1.2. Klasifikasi Durian


Klasifikasi biji buah durian (Durio zibethinus Murr) Dalam sistematik (taksonomi)
tumbuhan, kedudukan biji buah durian diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Family : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus Murr(Amir & Saleh, 2014)

Gambar 2.1 biji buah durian (Durio zibethinus Murr)

Menurut Rukmana (1996) Dalam Ambarita (2012) Biji durian berbentuk bulat-telur,
berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-
6 biji atau lebih. Biji durian merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara
generatif, terutama untuk batang bawah pada penyambungan.

2.1.3. Morfologi

Bentuk pohon, tinggi 15-30 m. Batang: Tegak, berkayu, bulat percabangan


simpodial, putih kehijauan. Daun: Tunggal, tersebar, lonjong, tepi rata, ujung runcing,
pangkal meruncing, panjang 11-15 cm, lebar 4-6 cm, tangkai silindris, panjang ± 5 cm, hijau,
3
4

kelopak bentuk lonceng, benang sari bentuk kipas, putih, tangkai putik silindris, putih,
mahkota lepas, panjang 4-5 cm, putih kekuningan. Buah: kotak, bulat, bulat telur, panjang
15-30 cm, garis tengah 13-15 cm, berduri tajam, masih muda hijau setelah tua kunig. Biji:
Bulat telur, diameter ± 3 cm, dilapisi selaput biji, kuning, Akar: Tunggang, putih kotor.

2.1.4. Manfaat ekstrak biji durian

Buah durian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman dengan potensi
antioksidan. Selain mendapat julukan “The King of Fruit” durian juga mendapat julukan
sebagai bintang lima karena kandungan gizinya yang lengkap dibanding buah yang lain,
diantaranya kalium, magnesium, zat besi, fosfor seng, thiamin, riboflavin, omega 3 dan 6,
vitamin B dan vitamin C (Amir & Saleh, 2014).

Durian banyak mengandung zat antioksidan dan polyphenol yang dikatakan memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dari pada antioksidan yang berupa vitamin, sedangkan durian
memiliki kedua jenis antioksidan ini, baik vitamin (vitamin C) maupun nonvitamin.
Kandungan vitamin C pada buah durian bisa mencapai 200 mg/100 g daging buah. Karena
kandungan gizi pada buah durian yang banyak maka buah ini memiliki manfaat yang banyak
pula, diantaranya menonaktifkan zat penyebab kanker, meningkatkan kekebalan tubuh,
mencegah katarak, menghambat pertumbuhan tumor, mencegah depresi, mencegah anemia,
menekan tekanan darah dan masih banyak lainnya (Amir & Saleh, 2014).

2.1.5. Kandungan ekstrak biji buah durian

Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak biji buah durian(Durio zibethinus


Murr) kandungan senyawa yang teridentifikasi yaitu alkaloid, fenolik, flavonoid, dan
triterpenoid. Durian banyak mengandung zat antioksidan dan polyphenol yang dikatakan
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada antioksidan yang berupa vitamin,
sedangkan durian memiliki kedua jenis antioksidan ini, baik vitamin (vitamin C) maupun
nonvitamin. Kandungan vitamin C pada buah durian bisa mencapai 200 mg/100 g daging
buah. Durian juga memiliki kandungan gizi yang lengkap dibanding buah yang lain,
diantaranya kalium, magnesium, zat besi, fosfor seng, thiamin, riboflavin, omega 3 dan 6,
vitamin B dan vitamin C (Amir & Saleh, 2014)

4
5

2.1.6. Antioksidan

Antioksidan dalam pengertian kimia merupakan senyawa atau molekul


pemberi elektron (electron donors). Secara biologis antioksidan merupakan senyawa atau
molekul yang mampu mengatasi dampak negatif oksidan dalam tubuh. Keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan kerja fungsi sistem imunitas
tubuh(Ariyanti & Aditya, 2016 dalam Lestari dkk., 2018). Antioksidan adalah senyawa yang
mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktifitas senyawa oksidan bisa dihambat (Winarsi, 2007 dalam Rachmaniar dkk., 2018).
Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah yang berlebih
sehingga apabila terbentuk banyak radikal bebas maka tubuh membentuk antioksidan
eksogen. Antioksidan eksogen didapat dari luar tubuh. Antioksidan dibagi menjadi dua
berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Sayuti &Yerina,
2015; Werdhasari, 2014 dalam Lestari dkk., 2018).

Menurut Anies (2009),antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:

1. Antioksidan primer, bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru menjadi
molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi.
Contohnya: enzim superoxyd dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya
sel-sel dalam tubuh dan mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Enzim SOD
sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita, namun kerjanya membutuhkan zat-zat gizi mineral
seperti mangan, seng, tembaga dan selenium (se), selain itu dapat berperan sebagai
antioksidan. Jadi, untuk menghambat gejala dan penyakit degeneratif, mineral- mineral
tersebut hendaknya tersedia dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari.

2. Antioksidan sekunder, berfungsi untuk menangkap senyawa dan mencegah terjadinya reaksi
berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Antioksidan tersier berfungsi untuk memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang
disebabkan radikal bebas. Contoh; enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki
DNA pada inti sel.

2.1.7. Kulit

5
6

Gambar 2.2

Kulit(Lachman dkk., 1994)

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapi-lapis, menutupi permukaan lebih
dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Kulit merupakan
jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan
mempunyai berat 15% dari total berat badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari beberapa
lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu:
epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman dkk., 1994).

A. Lapisan Epidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelum dan terdiri dari sejumlah
lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak, yaitu selapis lapisan tanduk dan
selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi
diperoleh dari transudasi cairan pada dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila
(Lachman dkk., 1994; Junquera & Kelley, 1997).

B. Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Permukaan
dermis tersusun dari papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah kapiler. Tebal lapisan
dermis sekitar 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan penyangga berserat yang berperan
sebagai pemberi nutrisi pada epidermis (Lachman dkk., 1994; Junquera & Kelley, 1997).

6
7

C. Lapisan Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak jelas. Kedalaman
dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit (Lachman dkk., 1994; Junquera &
Kelley, 1997).

D. pH Kulit

Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh tubuh dan juga
membentuk perlindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering
menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda pada setiap bagian
tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisikokimia seperti struktur, suhu, pH,
keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali
oleh Heuss pada tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada
tahun 1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya
sebagai “pelindung asam”. Beberapa literatur saat ini menyatakan bahwa pH permukaan
kulit sebagian besar asam antara 4,5-6,5. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada
setiap orang karena tidak semua permukan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti
perbedaan cuaca. Selain itu banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada
rata- rata 4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 sampai 6,8. pH permukaan
kulit tidak hanya bervariasi dilokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH
di stratum korneum (Ansari dkk., 2009).

2.1.8. Bodyscrub

Body scrub atau dikenal juga dengan istilah lulur mandi atau lulur badan merupakan
lulur yang digunakan saat tubuh dalam keadaan basah (mandi). Luluran adalah aktivitas
menghilangkan kotoran, minyak atau sel kulit mati yang dilakukan dengan pijatan diseluruh
badan. Hasilnya dapat langsung terlihat, kulit lebih halus, kencang, harum, dan sehat
bercahaya (Fauzi, 2012).

Body scrub (lulur badan) merupakan perawatan tubuh oleh dalam keadaan tubuh
basah dengan menggunakan berbagai ramuan, seperti herbal lulur badan. Tujuan penggunaan
dari body scrub (lulur badan) adalah untuk mengangkat sel kulit mati, kotoran, dan membuka
pori-pori sehingga pertukaran udara bebas dan kulit menjadi lebih cerah dan putih. Meskipun
termasuk masih baru di dunia barat, scrub tubuh ini sudah menjadi tradisi di negara-negara
7
8

timur tengah selama berabad-abad. Body scrub yang baik mempunyai butiran sehingga
ketika dipegang dan dioleskan terasa kasar sehingga semua kotoran yang menempel pada
kulit dapat terangkat. Butiran itu tidak boleh terlalu kasar supaya tidak melukai kulit, terlalu
halus sehinggatidak berfungsi sebagai pengampelas, terlalu runcing, dan terlalu bulat
sehingga licin dan tidak bekerja sebagai pengampelas (Fauzi, 2012).

Berikut beberapa manfaat body scrub untuk tubuh (Fauzi, 2012):

a. Membuang sel kulit mati lebih maksimal.

Setiap hari kulit mengalami regenerasi. Mandi adalah usaha membersihkan kulit dan
membuang sel kulit mati. Namun mandi saja tak cukup membersihkan semua sel kulit mati,
yang akhirnya menumpuk dan menyebabkan kulit kusam. Body scrub membantu
pengelupasan kulit dengan lebih sempurna.

b. Menyehatkan kulit.

Dengan membersihkan lapisan sel kulit mati, berarti kulit menjadi lebih sehat. Kulit yang
bersih akan merangsang tumbuhnya sel kulit baru, yang akan menampilkan kulit yang lebih
halus dan bersih.

c. Menghaluskan kulit.

Body scrub bekerja seperti mengampelas kulit, sehingga kulit kasar akan hilang. Sesudah
memakai body scrub, kulit tubuh akan terasa lebih licin dan halus.

2.1.9. Krim

Menurut FI ed. III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi yang
mengandung air tidak kurang dari 60%, dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Adapun
menurut FI ed. IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Secara garis besar krim terdiri dari 3 komponen yaitu bahan aktif, bahan dasar dan
bahan pembantu. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dalam fase air yang dicampur dengan
penambahan bahan pengemulsi (emulgator) kemudian akan membentuk basis krim
(Muliyawan dan Suriana, 2013).

8
9

Sebagai sediaan luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama pemakaian. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada
suhu kamar dan kelembaban yang ada di dalam kamar.

b. Lunak. Semua bahan dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.

c. Mudah dipakai. Umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.

d. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Widodo, 2013).

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air atau disperse air
dalam minyak tergantung tipe emulsi sediaan serta lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetik dan estetika. Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh
perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara
berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan pengenceran yang
cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam waktu satu bulan (Syamsuni, 2006).

2.2 Kerangka Pemikiran

9
10

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Ekstrak biji durian


yang sudah kering

 Uji Homogenitas
 Uji Stabilitas (bau,
warna)
Evaluasi sediaan  Uji pH
krim body scrub  Uji Tipe emulsi
 Uji Efektivitas

 Tidak mengiritasi
Formulasi krim body  Kulit kemerahan
Uji Iritasi
scrub ekstrak biji  Kulit gatal-gatal
durian  Kulit bengkak


UjiAntioksidan

2.3 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:

1. Ekstrak biji durian dapat diformulasikan dalam sediaan krim body scrub.

2. Perbedaan konsentrasi ekstrak biji duriam pada sediaan krim body scrub mempengaruhi
efektivitas.

10
11

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi formulasi


sediaan, evakuasi mutu fisik sediaan, homogenitas, analisis pH, uji iritasi iritasi kulit,uji
stabilitas fisik, penentuan tipe emulsi sediaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmasi Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar Banten

3.2 Alat dan Bahan penelitian

Bahan yang akan digunakan terdiri atas bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan aktif
ialah ekstrak biji durian. Bahan tambahan ialah asam stearat, aquadest, beras ketan putih,
gliserin, metil paraben, PEG, propil paraben, sodium lauryl sulfate,dan α-tokoferol.

Alat yang akan digunakan ialah batang pengaduk, cawan porselin, corong, gelas
kimia, gelas ukur, kain flanel, kertas perkamen, pH meter , lumpang dan alu, pisau steinless
steel, pipet tetes, sendok tanduk, timbangan analitik dan digital

3.3 Teknik pengumpulan dan Identifikasi sampel


3.3.1. Teknik pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan
bahan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah ekstrak biji durian yang
telah kering.

3.4 Pemeriksaan karakterikstik sampel

Parameter pemeriksaan karakteristik sampel meliputi: penetapan kadar air, penetapan


kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, penetapan
kadar abu tidak larut dalam asam.
3.4.1 Penetapan kadar air

11
12

a. Penjenuhan toluen:

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi
selama 2 jam, kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung
penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia:

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat
berisi toluen tersebut, lalu dipanasan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih
kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes perdetik sampai bagaian terdestilasi, bagian
dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 meit kemudian tabung
penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna
volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.
Kada air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.4.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-


klorofrom (2,5 ml kloroform dalam air suling 100 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali
dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20
ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan
dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari
yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkse RI,
1995).

3.4.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol
96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam, disaring, lalu 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105°C sampai
bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(Depkes RI, 1995).

3.5 Skrinning Fitokimia

12
13

Skrining fitokimia simplisia biji durian meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid,


flavonoid, saponin, tanin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam


klorida 2N dan 9 ml air sulit, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, dididinginkan
dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloida, diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalam
masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung pertama ditambakan 2
tetes pereaksi Meyer, tabung kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, dan tabung
ketiga ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Alkaloida disebut positif jika terjadi
endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditimbang kemudian ditambahkan 100 ml air


panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh
kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat
dan 2 ml amil alkohol, lalu dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi
warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.5.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling kemudian disaring,
filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan
ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna hijau, biru
atau kehitamana menunukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.4 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan n-heksana selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya
steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid
(Farnsworth, 1996).

3.5.5 Pemeriksaan glikosida


13
14

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7


bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air. Direfluks selama 30 menit, lalu
didinginkan dan disari. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu
dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian
kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak 3 kali.

Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C. Sisanya
dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml
larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan dipenangas air. Sisa
dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi molish, kemudian secara perlahan
ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Depkes
RI, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia diamsukkan ke dalam tabung reaksi dan


ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuatkan selama 10 detik,
timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm, pada
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1995)

3.6 Formula dan Pembuatan Sediaan Krim Body Scrub ekstrak biji durian
14
15

3.6.1 Formula standar

Formula standar yang digunakan (Lestari, 2017)

Arang aktif cangkang sawit 15%

Madu 5%

Setil alkohol 1%

Propilen glikol 5%

Trietanolamin (TEA) 1,2%

Asam stearat 15%

Gliserin 5%

Silica 2,5%

Parfum 0,01%

Akuades ad 100 ml

3.6.2 Formula modifikasi krim body scrub ekstrak biji durian

Formula yang digunakan dimodifikasi tanpa menggunakan madu dan gliserin karena
fungsinya sama dengan propilen glikol yaitu sebagai humektan. Dan tanpa menggunakan
silika, karena fungsinya digantikan dengan ekstrak biji durian sebagai scrub dalam sediaan.

15
16

Tabel 3.1 Formulasi modifikasi sediaan krim body scrub ekstrak biji durian

Konsentrasi
Bahan Fungsi
0% 5% 10% 15%

Setil alkohol (g) Pengemulsi 1 1 1 1

Asam stearat (g) Pengemulsi 15 15 15 15

Trietanolamin (g) Pengatur pH dan Humektan 2 2 2 2

Propilen glikol (g) Humektan 5 5 5 5

Metil paraben(g) Antimikroba,pengawet 0,3 0,3 0,3 0,3

Propil paraben (g) Pengawet,antimikroba 0,05 0,05 0,05 0,05

Ekstrak biji durian (g) Zat Aktif - 5 10 15

Parfum Pemberi Aroma 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes

Aquadest ad (ml) pelarut 100 100 100 100

16
3.6.3 Prosedur pembuatan basis krim

Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Pisahkan bahan menjadi dua


kelompok yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak terdiri dari asam stearat
dan setil alkohol, dilebur di atas penangas air dengan suhu 70ºC, kemudian
ditambahkan propil paraben (massa I). Fase air yang terdiri dari propilen glikol,
trietanolamin dan metil paraben dilarutkan di dalam air panas dengan suhu 70°C
(massa II). Masukkan massa I ke dalam lumpang panas, lalu masukkan massa II
sedikit demi sedikit digerus konstan sampai terbentuk massa krim. Setelah
terbentuk massa krim, dicampurkan dengan ekstrak biji durian sesuai konsentrasi
sedikit demi sedikit, digerus sampai terbentuk krim yang homogen. Ditambahkan
3 tetes parfum, dihomogenkan sampai terbentuk basis krim.

3.6.4 Formula mengandung ekstrak biji durian

Konsentrasi ekstrak biji durian yang digunakan adalah 5%, 10%, dan 15%
. Formula dasar krim yang tidak mengandung ekstrak biji durian digunakan
sebagai blanko. Formulasi masing-masing konsentrasi sediaan krim body scrub
dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Komposisi konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15%

Bahan konsentrasi

17
F0 F1 F2 F3

Ekstrak biji durian 0 5 10 15

Basis 100 95 90 85

Keterangan :

F0 : krim body scrub tanpa ekstrak biji durian (blanko)

F1 : krim body scrub ekstrak biji durian 5%

F2 : krim body scrub ekstrak biji durian 10%

F3 : krim body scrub ekstrak biji durian 15%

Cara pembuatan untuk formula yang mengandung ekstrak biji durian


adalah ekstrak biji durian yang telah ditimbang ditambahkan basis krim yang
telah dibuat sedikit demi sedikit. Gerus hingga merata dan terbentuk krim
homogen.

3.7 Evaluasi Mutu Fisik sediaan krim body scrub

Analisis terhadap krim body scrub meliputi: pemeriksaan homogenitas,


penentuan tipe emulsi, uji stabilitas fisik, uji pH, uji iritasi kulit sukarelawan, dan
uji efektivitas sediaan krim body scrub.

18
3.7.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada kaca objek atau bahan lain
yang transparan yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan homogen, tidak
terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.7.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Menurut Syamsuni (2006), penentuan tipe emulsi dapat ditentukan dengan


pengenceran fase dan pewarnaan dengan metilen biru. Pengenceran fase
dilakukan dengan mengencerkan 0,5 gram sediaan dengan 25 ml air dalam beaker
gelas. Jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk
emulsi tipe m/a sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam
air, maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m (Ditjen POM, 1985). Pewarnaan
dilakukan dengan menambahkan larutan metilen biru sebanyak 1 tetes dengan 1
tetes sediaan,lalu diaduk merata. Bila metilen biru tersebar merata berarti sediaan
tersebut emulsi tipe m/a, tetapi bila metilen biru tersebar tidak merata berarti
sediaan tersebut emulsi tipe a/m (Ditjen POM, 1985).

3.7.3 Uji stabilitas fisik

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan


pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna,
dan terpisahnya emulsi selama penyimpanan 12 minggu dengan interval
pengamatan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan 0 (selesai dibuat), 2, 4,
6, 8, 10 dan 12 minggu (National Health Surveillance Agency, 2005).

3.7.4 Analisis pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.


Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapat standar
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan
dengan tisu. Sampel dibuat dalam masing-masing konsentrasi yaitu ditimbang

19
0,25 gram sediaan dan dilarutkan hingga 25 ml air suling. Kemudian elektroda
dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins,
2003).

3.8 Uji Iritasi Kulit

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan dengan tujuan untuk mengetahui


sifat iritatif sediaan.

20

Anda mungkin juga menyukai