PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian
bagi para remaja dan orang dewasa. Jerawat adalah radang kulit akibat adanya
peningkatan produksi sebum, keratinosid, dan pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acne sehingga pori-pori tersumbat (BPOM, 2012).
Propionibacterium acne merupakan patogenesis penyebab jerawat, bakteri
propionibacterium acne akan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak
bebas dari lipid kulit dimana asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi
jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan menjadi penyebab
terjadinya jerawat. (Azrifitria, 2010).
Jerawat dapat di hindari dengan cara menjaga kebersihan kulit wajah.
Kebersihan kulit wajah dapat dilakukan dengan mencuci muka dua kali sehari
dengan sabun cuci muka atau cleanser. Selain itu, jerawat dapat di cegah dengan
melakukan perawatan fisik seperti membersihkan komedo dengan menggunakan
scrub atau porepack. Di sisi lain, jerawat akan bertambah parah apabila terlalu
sering membersihkan wajah dengan sabun atau cleanser karena hal tersebut dapat
memicu kulit kering atau dehidrasi. Dehidrasi kulit dapat mengganggu lapisan
kulit (stratum korneum) dalam proses deskuamasi alami (proses pelepasan lapisan
sel kulit mati) sehingga risiko jerawat akan bertambah parah (Quairoli and Foster,
2009).
Jerawat dapat di obati menggunakan tanaman herbal, salah satu tanaman
herbal yang dapat digunakan adalah daun jambu biji (Psidium guajava Linn).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani tahun 2006 bahwa daun
jambu biji mengandung golongan senyawa seperti polifenol, flavonoid, saponin
dan tanin. Daun jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti-inflamasi, anti-
mutagenik, anti jerawat dan analgesik. Flavonoid dalam daun jambu biji
merupakan antibakteri alami dalam bentuk kuersetin (Agoes, 2011 : 10) dimana
flavonoid dalam ekstrak jambu biji pada konsentrasi rendah dapat merusak
membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang
menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu
merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Robinson,1995)
Menurut Gilman (Kamilah, 2010) ion H+ dari senyawa fenol dan flavonoid
akan menyerang gugus polar (gugus fosgat) yang akan menyebabkan kerusakan
membran sel, sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam
karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu
mempertahankan bentuk membran sel, sehingga membran akan bocor dan bakteri
mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian.
Fenol dan polifenol bersifat toksik terhadap mikroorganisme, hidroksilasi
yang meningkat menyebabkan toksisitas yang meningkat. Fenol dapat berfungsi
sebagai inhibitor enzim dalam mikroorganisme hal ini menyebabkan membran
sitoplasma rusak dan menyebabkan bocornya metabolit penting, selain itu Fenol
juga membuat interaksi non-spesifik dengan protein dan secara total dapat
mengendapkan protein sel (Volk and Wheeler, 1988; Sarastani dkk, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruhana dan Euis pada tahun 2017
mengenai “kadar hambat minimum dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne
secara in-vitro” dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kadar hambat
minimum pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dari ekstrak daun jambu
biji (Psidium guajava Linn) 25 mg/ml atau 2,5%, berdasarkan kadar hambat
minimum pada penelitian tersebut pada penelitian ini dilakukan pembuatan
sediaan krim dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dengan
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes
Rl,1979:312). Krim berfungsi sebagai bahan pembawa subtansi obat untuk
pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit dan sebagai pelindung kulit
yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan
kulit (Anief, 2000).
Sediaan krim dalam pembuatannya menggunakan basis trietanolamine dan
propilen glycol (Depkes RI, 1978), yang membuat sediaan krim memiliki
beberapa keuntungan yaitu mudah menyebar dan merata, serta pada krim jenis
minyak dalam air (M/A) tidak lengket dan mudah dibersihkan dari pada sediaan
salep (Widodo,2013: 170)
Sediaan krim memiliki 2 jenis basis, basis M/A dan A/M. Krim dengan basis
M/A pada umumnya lebih disukai dari pada krim dengan basis A/M karena lebih
mudah dicuci dengan menggunakan air dan tidak licin saat diaplikasikan di kulit.
Basis yang dapat dicuci dengan air ini dikenal sebagai “vanishing krim”.
Vanishing krim diberi istilah demikian karena waktu krim ini digunakan dan
digosokan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya
krim yang sebelumnya. Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah
oleh minyak dalam air yang terkandung di dalamnya. (Lachman et al., 1994)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah yaitu
“ dari penelitian sebelumnya ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn)
memiliki kandungan flavonoid dan polifenol dimana kedua zat tersebut dapat
berfungsi sebagai antibakteri alami untuk mengatasi bakteri Propionibacterium
acne”, hal ini membuat penulis menjadi tertarik untuk membuat sediaan krim dari
ektrak daun jambu biji dengan konsentrasi 5%, 10 % dan 15%
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk membuat formulasi sediaan krim dari ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) dengan variasi konsentrasi 5%, 10 % dan 15% beserta
melakukan evaluasi sediaan berupa uji organoleptis (Setyaningsih dkk, 2010),
uji pH (Widodo, 2013), uji homogenitas (Depkes RI, 1979)., uji daya sebar
(Widodo, 2013), uji kesukaan (Setyaningsih dkk, 2010)
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui sifat organoleptis meliputi wama, aroma, dan tekstur
sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dengan
konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Setyaningsih dkk, 2010)
b. Untuk mengetahui pH sediaan krim daun jambu biji (Psidium guajava Linn)
dengan konsentrasi 5%, 10 % dan 15% (Widodo, 2013).
c. Untuk mengetahui homogenitas sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Depkes RI,
1979).
d. Untuk mengetahui daya sebar sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Widodo, 2013).
e. Untuk mengetahui tingkat kesukaan sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% terhadap
responden. (Setyaningsih dkk, 2010)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi akademik
Menginformasikan tentang hasil uji sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Bagi peneliti
Menambah dan mengaplikasikan keilmuan penulis selama mengikuti
perkuliahan di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
khususnya dalam bidang ilmu farmasetika.
3. Bagi masyarakat
Menginformasikan kepada masyarakat tentang sediaan krim ekstrak daun
jambu biji (Psidium guajava Linn) sebagai obat untuk mengatasi jerawat.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi dan dibuat dalam
formulasi krim dengan konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15% Evaluasi krim yang
dilakukan meliputi organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar dan uji kesukaan.
Penelitian ini bersifat eksperimental dilakukan di Laboratorium Farmasetika
jurusan Farmasi Poltekkes Tanjungkarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jerawat
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan dan kehidupan. Secara histopatologi kulit tersusun atas tiga lapisan
utama yaitu, lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis (Wasita
atmadja, 1997::3) kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting,
selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain
yaitu estetik (Djuanda, 2007:7)
Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel
polosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustus, nodus dan kista
pada tempat predileksi (Saragih, dkk, 2016:2). Meskipun jerawat tidak berdampak
fatal, tetapi jerawat dapat cukup merisaukan karena berhubungan dengan
menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan pada wajah
penderita (Saragih, dkk, 2016:2)
1. Etiologi dan Patogenesis Jerawat
Penyebab timbulnya jerawat dikarenakan beberapa faktor antara lain,
kelenjar minyak yang terlalu aktif, penyumbatan pori-pori kulit, aktivitas bakteri
penyebab jerawat, dan peradangan (Fauzi dan Nurmalina, 2012:84). Meskipun
etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang
berkaitan dengan patogenesis penyakit.
a. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi yang biasanya
berlangsung longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dari
saluran folikel tersebut
b. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne.
c. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses
inflarnasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada
patogenesis penyakit.
d. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes, dulu:
Conybacterium acnes , Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidermis)
yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim
lipolitik pengubah fraksi lipid sebum.
e. Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies
yang rnernperberat akne.
f. Peningkatan kadar horrnon androgen, anabolik, kortikosteroid,
gonadotropin serta ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada
kegiatan kelenjar sebasea.
g. Terjadinua stres psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik
secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
h. Faktor lain seperti usia, ras, familial, makanan, cuaca atau musim yang
secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis
tersebut (Djuanda, 2007:254-255).
Bakteri Propinilbacterium acnes pada dasarnya adalah bagian normal dari
permukaan kulit yang menjaga kulit dari serangan bakteri berbahaya. Ketika
minyak terperangkap dalam folikel rarnbut, bakteri Propinilbacterium acnes akan
berkembang biak di pori-pori kulit yang terblokir. Bakteri ini menghasilkan bahan
kimia yang mengubah komposisi minyak yang membuatnya lebih mengiritasi
kulit dan menyebabkan peradangan (Fauzi dan Nurmalina, 2012:86)
2. Anti Jerawat
Anti jerawat dapat berasal dari bahan sintetik dan bahan alam. Sediaan anti
jerawat yang banyak beredar di pasaran mengandung antibiotik sintetik seperti
eritromisin dan klindamisin, namun tidak sedikit yang memberikan efek samping
seperti iritasi, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi bahkan
kerusakan organ dan imunohipersensitivitas (Fissy, dkk. 2014:194).
B. Kosmetika
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (Permenkes RI No. 1176/2010:VIII:1(1)).
1. Penggolongan dan jenis kosmetika
a. Penggolongan kosmetika
Berdasarkan kegunaannya bagi kulit, kosmetika digolongkan sebagai berikut
(Tranggono dan Latifah, 2007:8)
1) Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di
dalamnya
a) Kosmetik untuk membersihkan kutil (cleanser); sabun, cleanseing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener)
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing
cream, night cream, anti wrnkle cream
c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion.
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengampelas (abrasiver)
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
3) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence), dalam
kosmetik riasan, peran zat pewarna dan pewangi sangat besar.
b. Jenis kosmetika
Beberapa jenis kosmetika antara lain sebagai berikut (Wasitaatmadja,1997):
1.) Kosmetika perawatan
2.) Sabun
3.) Sampo dan kondisioner
4.) Kosmetika pelembab
5.) Kosmetika dekoratif
6.) Kosmetika pengharum
7.) Kosmetika medik
8.) Kosmetika tradisional
2. Kosmetik Medik
Istilah kosmetik medik (medicated cosmetics, cosmedic, cosmeceutical) mulai
ditemukan oleh lubowe (1995) mengenai preparat kosmetika yang tidak hanya
dapat merawat, membersihkan, memperbaiki daya tarik dan mengubah rupa
seperti tercantum dalam definisi kosmetika, tetapi juga dapat mempengaruhi
struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal (Wasitaatmadja, 1997:148)
Sulfur, resorsin dan asam salisilat merupakan zat antiakne sekaligus keratolitik
yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaannya dalam kosmetika antiakne
atau keratolitik (peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan
kosmetika tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan kulit yang berjerawat
(Wasitaatmadja, 1997:151)
C. Krim
1. Definisi krim
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes
Rl,1979:312). Definisi lain, krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa
emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni, 2006: 74).
Tipe krim ada dua yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) clan krim minyak
dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umunnya
berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolesterol, dan cera alba. Untuk
krim tipe M/A digunakan sabun monovalen seperti trietanolaminum stearat,
natrium stearat, kalium stearat, ammonium stearat (Anief, 1990).
a. Dalam penyimpanan harus tetap memiliki sifat berikut :
1) Harus tetap homogen dan stabil
2) Tidak berbau tengik
3) Bebas partikulat dan tajam
4) Tidak mengiritasi kulit.
b. Keuntungan dan kerugian krim
Beberapa keuntungan dari penggunaan sediaan krim (Widodo,2013: 170)
1) Mudah menyebar rata.
2) Praktis.
3) Mudah dibersihkan atau dicuci.
4) Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat.
5) Tidak lengket terutama tipe M/A.
6) Memberikan rasa dingin (misalnya cold cream), terutama tipe A/M.
7) Digunakan sebagai kosmetik.
8) Bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorbsi tidak cukup
beracun.
Sumber https://bit.ly/34TYiZ8
Gambar 2.1 daun jambu biji
Jambu biji (Psidium guajava L.) atau senng juga disebut jambu batu, jambu siki,
dan jambu klutuk adalah tanarnan tropis yang berasal dari Brasil, di negara
asalnya dikenal sebagai goiabeira atau goiaba, guayava (Amerika), dan di negara-
negara berbahasa Spanyol menyebutnya dengan guayaba (agoes, 2011:39)
1. Taksonomi
Klasifikasi tanaman jambu biji
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
(http://plantamor.com/species/info/psidium/guajava)
2. Morfologi
pohon jarnbu biji (Psidium guajava L.) mencapai tinggi 3-10 m. Batangnya
bengkok. bercabang dekat permukaan tanah, kulitnya licin. sering mengelupas,
dan berwarna coklat. Bunga tunggal atau mengelompok, tiga bunga muncul dari
ketiak daun, benang sari panjang, warna mahkota dan benang sari putih, dan
mudah gugur. Buah berbentuk bulat seperti buah pir, ketika muda berwarna hijau
dan ketika masak berwarna kuning, bijinya kecil, bentuk gepeng, dan berwarna
coklat-kunging (Evizal, 2013:80). Daun jambu biji berbau aromatik dan rasanya
sepat. Daun merupakan daun tunggal, berwarna hijau keabuan, helai-helai daun
berbentuk jorong sampai bulat memanjang, ujung daun meruncing, sedang
pangkal daun meruncing pula tetapi membulat, dan berukuran panjang antara 6
cm sampai 15 cm serta lebar antara 3 cm sampai 7,5 cm (Kartasapoetra, 1996:29)
3. Kandungan
Daun jambu biji kaya akan senyawa flavonoid. Daun jambu biji mengandung
flavonoid yang meruoakan antibakteri alami dalam bentuk kuersetin. Daun jambu
biji juga bersifat antioksidan karena daun jambu biji memiliki kandungan
polifenol (Agoes, 2011:40). Daun jambu biji mengandung zat penyemak
(psiditanin) sekitar 9%, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung
egenol sekitar 0,4% minyak lemak 6 % damar 3% dan garam-garam mineral
(Kartasapoetra, 1996:29). Daun jambu biji mengandung flavonoid total tidak
kurang dari 0,20% dihitung sebagai kuersetin (Depkes RI, 2008:29)
E. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa
kimia murni (Depkes RI, 1989). Pada penelitian ini pembuatan simplisia daun
jambu biji dilakukan dengan cara mengumpulkan pucuk daun kemudian dicuci
dengan air bersih, setelah pucuk daun jambu biji yang sudah bersih dikeringkan di
bawah sinar matahari sampai kering lalu disimpan (Depkes RI : 1985)
F. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan penyaringan atau pemisahan zat-zat berkhasiat dari
suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan (Astriani, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil dari ekstraksi yaitu lama waktu ekstraksi yang digunakan. Metode ekstraksi
digolongkan ke dalam 2 golongan ,yaitu:
2. Metode ekstraksi secara dingin
a. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
(Marjoni, 2016)
Keuntungan metode ini tidak memerlukan langkah tambahan, sampel selalu
diberikan pelarut baru. Adapun kekurangan metode ini yaitu kontak antara sampel
padat dengan pelarut tidak merata dan terbatas, pelarut menjadi dingin selama
proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien,
membutuhkan pelarut yang relatif banyak. (Marjoni, 2016)
b. Maserasi
Maserasi adalah penyarian zat aktif dengan cara perendaman selama 3 x 5
hari dimana tiap 5 hari diadakan pergantian pelarut dengan sekali-kali diaduk
(Astriani, 2014).
Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 15o-20o C dalam waktu selama
3 hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dinyatakan lain, maserasi
dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia atau campuran simplisia
dengan derajat kehalusan tertentu ke dalam sebuah bejana, lalu tuangi dengan 70
bagian cairan penyari yang cocok, tutup dan biarkan selama 3-5 hari pada tempat
yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sari. Pindahkan
dalam bejana tertutup dan biarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya matahari
selama 2 hari, lalu pisahkan endapan yang diperoleh (Marjoni, 2016). Pelarut
yang dapat digunakan pada maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter
(Marjoni, 2016).
Keuntungan ekstraksi secara maserasi adalah peralatan yang digunakan
sederhana, teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan, biaya
operasionalnya relatif rendah, dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa
yang bersifat termolabil karena maserasi dilakukan tanpa pemanasan (Marjoni,
2016).
Kekurangan ekstraksi secara maserasi seperti memerlukan banyak waktu,
beberapa senyawa sulit diekstraksi pada suhu kamar, pelarut yang digunakan
cukup banyak (marjoni, 2016). Pada penelitian ini ekstraksi daun jambu biji
dilakukan dengan metode maserasi, hal ini karena senyawa flavonoid dalam daun
jambu biji tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Rompas,
2012)
3. Metode ekstraksi secara panas
Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang di dalam
prosesnya dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat mempercepat terjadinya
proses ekstraksi karena cairan penyari akan lebih mudah menembus rongga-
rongga sel simplisia dan melarutkan zat aktif yang ada dalam simplisia yang
mengandung zat aktif yang tahan dengan pemanasan dan simplisia yang
mempunyai tekstur yang keras seperti kulit, biji dan kayu. Ada beberapa ekstraksi
secara panas, yakni:
a. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam
simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit). (Marjoni, 2016)
b. Coque (pengadokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisia
menggunakan api langsung dan hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat
secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya hasil godokannya saha tanpa
ampas (Marjoni, 2016)
c. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC sambil sekali-sekali diaduk. (Marjoni, 2016)
d. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan
maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 30-40oC
metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang disari baik pada suhu biasa.
(Marjoni, 2016)
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa, perbedaannya
hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta
lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30 menit terhitung setelah suhu
mencapai 90oC. (Marjoni, 2016)
f. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut
selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendinginan balik
(kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu
pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna. (Marjoni,
2016)
g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat khusus
berupa ekstraktor soxhletasi. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan
dengan suhu pada metode refluks. (Marjoni, 2016)
Adapun keuntungan proses soxhletasi ini seperti dapan digunakan untuk
tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, waktu
yang digunakan lebih efisien, proses berlangsung cepat, jumlah sampel yang
diperlukan sedikit.
Kelemahan pada proses ini adalah tidak baik dipakai untuk mengekstraksi
bahan-bahan tumbuhan yang mudak rusak dengan adanya pemanasan, terjadinua
reaksi penguraian akibat proses daur ulang pelarut, pelarut yang digunakan
mempunyai titik didih rendah sehingga mudah menguap, bila soxhletasi dilakukan
dalam skala yang besar mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut yang
titik didih terlalu tinggi. (Marjoni, 2016)
G. Kerangka Teori
jerawat
Propionibacterium
acnes
Pengobatan Pengobatan
sintetik Tradisional
Antibiotik Daun
Jambu Biji
Evaluasi Sediaan
Organoleptis (Setyaningsih dkk, 2010)
pH (Widodo, 2013)
Homogenitas (Depkes RI, 1979)
Daya sebar (Widodo, 2013)
Uji kesukaan (Setyaningsih dkk, 2010)
H. Kerangka Konsep
Evaluasi Sediaan
Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Daun Organoleptis
Jambu Biji (Psidium guajava L) Homogenitas
pH
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%
Daya sebar
Uji kesukaan
I. Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
Penelitian
2 Organoleptis
a. Warna Tampilan yang Melihat warna Checklist 1=Hijau Nominal
dapat diukur dari krim yang Kecoklatan
dengan visual. telah dibuat 2=Hijau
3=Putih
(Depkes RI,
2008)
1= Bau Khas
Performa yang Mencium bau Checklist 2= Tidak Nominal
b. Bau dapat diukur krim yang telah Berbau
melalui indra dibuat (Depkes RI,
penciuman. 20108)
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah formulasi krim dari ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava L.) yang dimodifikasikan menjadi formula dengan konsentrasi
yang berbeda-beda yaitu 5%, 10 % dan 15%.
Formula (gram)
Komposisi Kegunaan F1 F2 F3
(perhitungan di lampiran)
5. Penimbangan bahan
1) Ditimbang asam stearat 3 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,
2) Ditimbang cera alba 0,4 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,
3) Ditimbang vaselin alba 1,6 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,
4) Ditimbang trietanolamin 0,3 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,
5) Ditimbang propilen glycol 1,6 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,
6) Ditimbang ekstrak daun jambu biji 1 gram dalam kaca arloji dengan neraca
analitik,
7) Diambil aquadest 12,1ml menggunakan gelas ukur.
Cara yang sama dilakukan untuk penimbangan formula F2, dan F3 sesuai
dengan berat yang tertera dalam tabel 3.1 (formula krim ekstrak daun jambu
biji dalam 20 gram).
6. Pembuatan Krim
a. Formula untuk konsentrasi 5%, 10%, dan 15%
3) Dilebur asam stearat, cera alba, dan vaselin album di tangas air hingga suhu
70oC (fase minyak)
4) Dilarutkan triethanolamin dan propilenglikol di dalam aquadest, dipanaskan
hingga suhu 70oC (fase air)
5) Ditambahkan fase air kedalam fase minyak sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga terbentuk krim.
6) Menambahkan ektrak kental daun jambu biji yang sudah diencerkan terlebih
dahulu dengan sedikit air (diambil dari aquades pada formula) ke dalam
basis krim, digerus hingga homogen.
7. Evaluasi krim
a. Uji organoleptik
Pengujian ini dilakukan untuk melihat secara visual penampilan fisik dari
sediaan yang dibuat. Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan
dari tekstur, warna dan bau sediaan menggunakan pancaindra. Uji ini dilakukan
oleh 15 panelis, data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel (Setyaningsih
dkk, 2010 : 7-11).
1) Warna
Warna yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 3 kategori:
2) Aroma
Aroma yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 2 kategori:
a) Berbau khas, apabila terdapat bau khas daun jambu biji yang terkandung di
dalam sediaan krim.
b) Tidak berbau, apabila tidak terdapat bau khas daun jambu biji di dalam
sediaan krim.
3) Tekstur
Tekstur yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 3 kategori
a) Setengah padat cenderung padat, apabila sediaan krim tidak dapat mengalir
atau jatuh saat dimiringkan.
b) Setengah padat, apabila sediaan krim dapat mengalir atau jatuh beberapa
saat ketika dimiringkan.
c) Setengah padat cenderung cair, apabila sediaan krim dapat langsung
mengalir atau jatuh saat dimiringkan.
4) Pemeriksaan pH
pH meter hanya bekerja pada zat yang berbentuk larutan, maka krim harus
dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu. Krim dan air dicampur dengan
perbandingan 60g : 200ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan
agar mengendap. Setelah itu, pH airnya diukur dengan pH meter. Nilai pH akan
tertera pada layar pH meter (Widodo, 2013).
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Cara mengukur pH (Singer,
2001 dalam Reza) adalah sebagai berikut:
a) Elektroda pH meter dikalibrasi dengan pH 7
5) Uji homogenitas
Evaluasi ini dilakukan dengan cara sejumlah zat tertentu diletakkan di atas
kaca yang berskala. Kemudian, bagian atasnya diberi kaca yang sama dan
ditingkatkan bebannya, dengan diberi rentang waktu 1-2 menit. Selanjutnya,
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur) (Widodo, 2013:174).
7) Uji kesukaan
Krim yang telah dibuat diuji tingkat kesukaannya dengan cara pengamatan
terhadap warna, tekstur dan bau pada krim. Tingkat kesukaan diukur berdasarkan
penilaian 15 orang panelis yang sekaligus melakukan yaitu mahasiswa Jurusan
Farmasi Poltekkes Tanjung Karang. Pada uji kesukaan ini panelis diminta untuk
menilai 3 formula krim yang telah dibuat.
Panelis diminta untuk memberikan penilaiannya dengan mengisi kolom
berdasarkan kriteria penilaian yang ditentukan dalam formulir uji kesukaan
dengan persyaratan :
a) Bersedia untuk melakukan uji kesukaan dan dalam keadaan sehat.
c) Memiliki kepekaan indra yang baik seperti tidak buta warna dan memiliki
penciuman yang baik (Setyaningsih; dkk, 2010).
F. Alur Penelitian
Konsentrasi 5%
Pembuatan formulasi
sediaan krim Konsentrasi 10%
Konsentrasi 15%
1. Uji organoleptik
2. Uji homogenitas
Evaluasi sifat fisik sediaan 3. Uji pH
4. Uji daya sebar
5. Uji kesukaan
1. Pengolahan Data
a. Editing
c. Entrying
Setelah data dianalisis, hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel
dan grafik. Data pada program komputer pengolah tabel dan data dibuat
dalam bentuk tabel agar mempermudah dalam menganalisis dan disajikan
dalam bentuk grafik agar lebih mudah dalam pemahaman.
e. Analisa Data
Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta; Gadjah Mada University
Press. 231 Halaman.
Azifitria, et.al . 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Dan Umbi
Crinum asiatum L,Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Puslit Biologi
LIPI, Cibinong
Djuanda, Adhi. 207. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Hal. 7, 254-255
Fauzi, Aceng Ridwan; Nurmalina, Rina. 2012. Merawat Kulit dan Wajah.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal. 84, 86.
Fissy, Octy Novy; Sari, Rafika; Pratiwi, Liza. 2014. Efektivitas Gel Anti
Jerawat Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Rosc.
Var. Rubrum) terhadap Propinibacterium Acnes dan Staphylococcus
epidermis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian Indonesia. 12(2):194.
Guanti, Neni Sri. 2018. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava) Sebagai Gel Facial Wash Anti Jerawat. Jurnal Prodi Farmasi
Fakultas Teknologi dan Ilmu Komputer Universitas Buana Perjuangan.
Karawang. 3(2): 199-205.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Marjoni, Riza. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: C.V Trans Info Media.
153 Halaman. Hal. 39-46
Ruhana dan Euis. 2017. Uji Anti Bakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L) Terhadap Zona Hambat Bakteri Jerawat Propionibacterium
Acnes Secara In Vitro. Universitas Galuh. Jawa Barat
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Cetakan Pertama.
Penerbit D-MEDIKA. Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan penimbangan bahan
Ekstrak daun jambu biji yang dibutuhkan
5
F (1) = x 20 gram = 1 gram x 9 9 gram
100
10
F (2) = x 20 gram = 2 gram x 9 18 gram
100
15
F (3) = x 20 gram = 3 gram x 9 27 gram
100
Jadi, seluruh total ekstrak daun jambu biji yang digunakan 54 gram
Formulasi krim M/A dalam Ilmu Meracik Obat (Anief, 2016)
R/ Acid Stearinici 15,0
Cera Alba 2
Vaselin Alba 8
Trethanolamini 1,5
Propilen Glycoli 8,0
Aquadest 65,5
Pada penelitian ini dilakukan 3 (tiga) perlakuan yaitu, F (Ekstrak daun jambu biji
konsentrasi 5%), F2 (Ekstrak daun jambu biji konsentrasi 10%), F3 (Ekstrak daun
jambu biji konsentrasi 15%)
1. F1 = formulasi krim ekstrak daun jambu biji konsentrasi 5%
5
F (1) = x 20 gram = 1 gram x 9 = 9 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 1 gram = 12,1 gram
100
= 12,1 gram x 9 = 108,9 gram
10
F (2) = x 20 gram = 2 gram x 9 = 18 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 2 gram = 11,1 gram
100
= 11,1 gram x 9 = 99,9 gram
15
F (3) = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 3 gram = 10,1 gram
100
= 10,1 gram x 9 = 90,9 gram
Lampiran 2. Lembar Pengumpulan Data
Dihadapan anda disajikan Sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn), anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disediakan berdasarkan
pengamatan anda terhadap warna, bau, dan tekstur. Beri tanda ceklis pada kolom
yang telah disediakan. Pada kolom warna: 1= Hijau Kecoklatan, 2= Hijau, 3=
Putih. Pada kolom aroma: 1= Bau Khas, 2= Tidak Berbau. Pada kolom tekstur:
1=Setengah padat cenderung padat, 2 = Setengah padat, 3= Setengah padat
cenderung cair
(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN HOMOGENITAS FORMULASI SEDIAAN KRIM
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn) SEBAGAI ANTI JERAWAT
Dihadapan anda disajikan Sediaan krim daun jambu biji (Psidium guajava Linn),
anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disedikian berdasarkan
pengamatan anda terhadap homogenitas jambu biji (Psidium guajava Linn). Beri
tanda ceklis pada kolom yang telah disediakan berdasarkan homogenitas
sediaan, 1= Homogen, 2= Tidak Homogen.
Uji Homogenitas
Formula krim jambu biji (Psidium Homogenitas
guajava Linn) 1 2
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9
*peneliti menceklis jawaban
Bandar Lampung,
Peneliti
(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN pH FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)
Uji Ph
Bandar Lampung,
Peneliti
(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN DAYA SEBAR FORMULASI SEDIAAN KRIM
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)
Uji Daya Sebar
1
2
3
4
F1
5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3
5
6
7
8
9
Bandar Lampung,
Peneliti
(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN KESUKAAN FORMULASI SEDIAAN KRIM
EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)
Dihadapan anda disajikan Sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn), anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disedikian berdasarkan
pengamatan anda terhadap homogenitas Sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn). Beri tanda ceklis pada kolom yang telah disediakan
berdasarkan kesukaan sediaan, 1= Tidak suka, 2= Kurang suka, 3= Suka, 4=
Sangat suka.
Uji Kesukaan
Formula krim jambu biji (Psidium Skala
guajava Linn) 1 2 3 4
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9
*peneliti menceklis jawaban
Bandar Lampung,
Peneliti
(Akrom Abdurrofi’)