Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian
bagi para remaja dan orang dewasa. Jerawat adalah radang kulit akibat adanya
peningkatan produksi sebum, keratinosid, dan pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acne sehingga pori-pori tersumbat (BPOM, 2012).
Propionibacterium acne merupakan patogenesis penyebab jerawat, bakteri
propionibacterium acne akan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak
bebas dari lipid kulit dimana asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi
jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan menjadi penyebab
terjadinya jerawat. (Azrifitria, 2010).
Jerawat dapat di hindari dengan cara menjaga kebersihan kulit wajah.
Kebersihan kulit wajah dapat dilakukan dengan mencuci muka dua kali sehari
dengan sabun cuci muka atau cleanser. Selain itu, jerawat dapat di cegah dengan
melakukan perawatan fisik seperti membersihkan komedo dengan menggunakan
scrub atau porepack. Di sisi lain, jerawat akan bertambah parah apabila terlalu
sering membersihkan wajah dengan sabun atau cleanser karena hal tersebut dapat
memicu kulit kering atau dehidrasi. Dehidrasi kulit dapat mengganggu lapisan
kulit (stratum korneum) dalam proses deskuamasi alami (proses pelepasan lapisan
sel kulit mati) sehingga risiko jerawat akan bertambah parah (Quairoli and Foster,
2009).
Jerawat dapat di obati menggunakan tanaman herbal, salah satu tanaman
herbal yang dapat digunakan adalah daun jambu biji (Psidium guajava Linn).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani tahun 2006 bahwa daun
jambu biji mengandung golongan senyawa seperti polifenol, flavonoid, saponin
dan tanin. Daun jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti-inflamasi, anti-
mutagenik, anti jerawat dan analgesik. Flavonoid dalam daun jambu biji
merupakan antibakteri alami dalam bentuk kuersetin (Agoes, 2011 : 10) dimana
flavonoid dalam ekstrak jambu biji pada konsentrasi rendah dapat merusak
membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang
menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu
merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Robinson,1995)
Menurut Gilman (Kamilah, 2010) ion H+ dari senyawa fenol dan flavonoid
akan menyerang gugus polar (gugus fosgat) yang akan menyebabkan kerusakan
membran sel, sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam
karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu
mempertahankan bentuk membran sel, sehingga membran akan bocor dan bakteri
mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian.
Fenol dan polifenol bersifat toksik terhadap mikroorganisme, hidroksilasi
yang meningkat menyebabkan toksisitas yang meningkat. Fenol dapat berfungsi
sebagai inhibitor enzim dalam mikroorganisme hal ini menyebabkan membran
sitoplasma rusak dan menyebabkan bocornya metabolit penting, selain itu Fenol
juga membuat interaksi non-spesifik dengan protein dan secara total dapat
mengendapkan protein sel (Volk and Wheeler, 1988; Sarastani dkk, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruhana dan Euis pada tahun 2017
mengenai “kadar hambat minimum dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne
secara in-vitro” dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kadar hambat
minimum pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dari ekstrak daun jambu
biji (Psidium guajava Linn) 25 mg/ml atau 2,5%, berdasarkan kadar hambat
minimum pada penelitian tersebut pada penelitian ini dilakukan pembuatan
sediaan krim dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dengan
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes
Rl,1979:312). Krim berfungsi sebagai bahan pembawa subtansi obat untuk
pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit dan sebagai pelindung kulit
yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan
kulit (Anief, 2000).
Sediaan krim dalam pembuatannya menggunakan basis trietanolamine dan
propilen glycol (Depkes RI, 1978), yang membuat sediaan krim memiliki
beberapa keuntungan yaitu mudah menyebar dan merata, serta pada krim jenis
minyak dalam air (M/A) tidak lengket dan mudah dibersihkan dari pada sediaan
salep (Widodo,2013: 170)
Sediaan krim memiliki 2 jenis basis, basis M/A dan A/M. Krim dengan basis
M/A pada umumnya lebih disukai dari pada krim dengan basis A/M karena lebih
mudah dicuci dengan menggunakan air dan tidak licin saat diaplikasikan di kulit.
Basis yang dapat dicuci dengan air ini dikenal sebagai “vanishing krim”.
Vanishing krim diberi istilah demikian karena waktu krim ini digunakan dan
digosokan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya
krim yang sebelumnya. Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah
oleh minyak dalam air yang terkandung di dalamnya. (Lachman et al., 1994)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah yaitu
“ dari penelitian sebelumnya ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn)
memiliki kandungan flavonoid dan polifenol dimana kedua zat tersebut dapat
berfungsi sebagai antibakteri alami untuk mengatasi bakteri Propionibacterium
acne”, hal ini membuat penulis menjadi tertarik untuk membuat sediaan krim dari
ektrak daun jambu biji dengan konsentrasi 5%, 10 % dan 15%

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk membuat formulasi sediaan krim dari ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) dengan variasi konsentrasi 5%, 10 % dan 15% beserta
melakukan evaluasi sediaan berupa uji organoleptis (Setyaningsih dkk, 2010),
uji pH (Widodo, 2013), uji homogenitas (Depkes RI, 1979)., uji daya sebar
(Widodo, 2013), uji kesukaan (Setyaningsih dkk, 2010)

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui sifat organoleptis meliputi wama, aroma, dan tekstur
sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dengan
konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Setyaningsih dkk, 2010)
b. Untuk mengetahui pH sediaan krim daun jambu biji (Psidium guajava Linn)
dengan konsentrasi 5%, 10 % dan 15% (Widodo, 2013).
c. Untuk mengetahui homogenitas sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Depkes RI,
1979).
d. Untuk mengetahui daya sebar sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% (Widodo, 2013).
e. Untuk mengetahui tingkat kesukaan sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% terhadap
responden. (Setyaningsih dkk, 2010)

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi akademik
Menginformasikan tentang hasil uji sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn) dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Bagi peneliti
Menambah dan mengaplikasikan keilmuan penulis selama mengikuti
perkuliahan di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
khususnya dalam bidang ilmu farmasetika.
3. Bagi masyarakat
Menginformasikan kepada masyarakat tentang sediaan krim ekstrak daun
jambu biji (Psidium guajava Linn) sebagai obat untuk mengatasi jerawat.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava Linn) yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi dan dibuat dalam
formulasi krim dengan konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15% Evaluasi krim yang
dilakukan meliputi organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar dan uji kesukaan.
Penelitian ini bersifat eksperimental dilakukan di Laboratorium Farmasetika
jurusan Farmasi Poltekkes Tanjungkarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jerawat
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan dan kehidupan. Secara histopatologi kulit tersusun atas tiga lapisan
utama yaitu, lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis (Wasita
atmadja, 1997::3) kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting,
selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain
yaitu estetik (Djuanda, 2007:7)
Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel
polosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustus, nodus dan kista
pada tempat predileksi (Saragih, dkk, 2016:2). Meskipun jerawat tidak berdampak
fatal, tetapi jerawat dapat cukup merisaukan karena berhubungan dengan
menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan pada wajah
penderita (Saragih, dkk, 2016:2)
1. Etiologi dan Patogenesis Jerawat
Penyebab timbulnya jerawat dikarenakan beberapa faktor antara lain,
kelenjar minyak yang terlalu aktif, penyumbatan pori-pori kulit, aktivitas bakteri
penyebab jerawat, dan peradangan (Fauzi dan Nurmalina, 2012:84). Meskipun
etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang
berkaitan dengan patogenesis penyakit.
a. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi yang biasanya
berlangsung longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dari
saluran folikel tersebut
b. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne.
c. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses
inflarnasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada
patogenesis penyakit.
d. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes, dulu:
Conybacterium acnes , Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidermis)
yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim
lipolitik pengubah fraksi lipid sebum.
e. Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies
yang rnernperberat akne.
f. Peningkatan kadar horrnon androgen, anabolik, kortikosteroid,
gonadotropin serta ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada
kegiatan kelenjar sebasea.
g. Terjadinua stres psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik
secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
h. Faktor lain seperti usia, ras, familial, makanan, cuaca atau musim yang
secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis
tersebut (Djuanda, 2007:254-255).
Bakteri Propinilbacterium acnes pada dasarnya adalah bagian normal dari
permukaan kulit yang menjaga kulit dari serangan bakteri berbahaya. Ketika
minyak terperangkap dalam folikel rarnbut, bakteri Propinilbacterium acnes akan
berkembang biak di pori-pori kulit yang terblokir. Bakteri ini menghasilkan bahan
kimia yang mengubah komposisi minyak yang membuatnya lebih mengiritasi
kulit dan menyebabkan peradangan (Fauzi dan Nurmalina, 2012:86)
2. Anti Jerawat
Anti jerawat dapat berasal dari bahan sintetik dan bahan alam. Sediaan anti
jerawat yang banyak beredar di pasaran mengandung antibiotik sintetik seperti
eritromisin dan klindamisin, namun tidak sedikit yang memberikan efek samping
seperti iritasi, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi bahkan
kerusakan organ dan imunohipersensitivitas (Fissy, dkk. 2014:194).

B. Kosmetika
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (Permenkes RI No. 1176/2010:VIII:1(1)).
1. Penggolongan dan jenis kosmetika
a. Penggolongan kosmetika
Berdasarkan kegunaannya bagi kulit, kosmetika digolongkan sebagai berikut
(Tranggono dan Latifah, 2007:8)
1) Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di
dalamnya
a) Kosmetik untuk membersihkan kutil (cleanser); sabun, cleanseing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener)
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing
cream, night cream, anti wrnkle cream
c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion.
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengampelas (abrasiver)
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
3) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence), dalam
kosmetik riasan, peran zat pewarna dan pewangi sangat besar.
b. Jenis kosmetika
Beberapa jenis kosmetika antara lain sebagai berikut (Wasitaatmadja,1997):
1.) Kosmetika perawatan
2.) Sabun
3.) Sampo dan kondisioner
4.) Kosmetika pelembab
5.) Kosmetika dekoratif
6.) Kosmetika pengharum
7.) Kosmetika medik
8.) Kosmetika tradisional
2. Kosmetik Medik
Istilah kosmetik medik (medicated cosmetics, cosmedic, cosmeceutical) mulai
ditemukan oleh lubowe (1995) mengenai preparat kosmetika yang tidak hanya
dapat merawat, membersihkan, memperbaiki daya tarik dan mengubah rupa
seperti tercantum dalam definisi kosmetika, tetapi juga dapat mempengaruhi
struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal (Wasitaatmadja, 1997:148)
Sulfur, resorsin dan asam salisilat merupakan zat antiakne sekaligus keratolitik
yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaannya dalam kosmetika antiakne
atau keratolitik (peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan
kosmetika tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan kulit yang berjerawat
(Wasitaatmadja, 1997:151)

C. Krim
1. Definisi krim
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes
Rl,1979:312). Definisi lain, krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa
emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni, 2006: 74).
Tipe krim ada dua yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) clan krim minyak
dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umunnya
berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolesterol, dan cera alba. Untuk
krim tipe M/A digunakan sabun monovalen seperti trietanolaminum stearat,
natrium stearat, kalium stearat, ammonium stearat (Anief, 1990).
a. Dalam penyimpanan harus tetap memiliki sifat berikut :
1) Harus tetap homogen dan stabil
2) Tidak berbau tengik
3) Bebas partikulat dan tajam
4) Tidak mengiritasi kulit.
b. Keuntungan dan kerugian krim
Beberapa keuntungan dari penggunaan sediaan krim (Widodo,2013: 170)
1) Mudah menyebar rata.
2) Praktis.
3) Mudah dibersihkan atau dicuci.
4) Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat.
5) Tidak lengket terutama tipe M/A.
6) Memberikan rasa dingin (misalnya cold cream), terutama tipe A/M.
7) Digunakan sebagai kosmetik.
8) Bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorbsi tidak cukup
beracun.

Adapun kerugian dari penggunaan sediaan (Widodo,2013:170)


l) Susah dalam pernbuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas
2) Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
3) Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem
carnpuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.(Widodo,2016:172)
c. Persyaratan krim
1) Stabil selama masih dipakai untuk mengobati
2) Lunak
3) Mudah dipakai
4) Terdistribusi secara merata (Widodo,2016:168)
Cara pembuatan krim:
Komponen yang tidak bercampur dengan air, seperti minyak dan lilin
dicairkan bersama-sama di dalam penangas air suhu 70-75°C. sementara itu
semua larutan berair dipanaskan pada suhu yang sama pada komponen lemak.
Kemudian komponen air ditambahkan ke dalam campuran lemak dan diaduk
secara konstan, temperature dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah
kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya, campurkan perlahan-lahan didinginkan
dengan pengadukan yang terus menerus sampai mengental.(Widodo,2016:172)
Wadah Botol atau pot plastik bermulut lebar dengan tutup ulir. Penyirnpanan,
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya matahari, ditempat sejuk.
Penandaan harus juga tertera" obat luar" (Depkes RI,1997:33).
2. Formulasi sediaan krim
Formula umum suatu sediaan krim terdiri dari
a. Bahan dasar
Krim mempunyai suatu emulsi minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak
(A/M)
1) Asam stearat
2) Adeps lanae
3) Parafin liquid
4) Aquades
b. Bahan aktif
Bahan aktif yang biasanya terkandung dalam sediaan adalah bahan yang larut
dalam air, larut dalam minyak atau memberi efek lokal pada kulit.
c. Zat tambahan
Bahan tarnbahan yang sering digunakan untuk memberikan keadaan yang
lebih baik dari suatu krim. Bahan tambaban yang sering digunakan adalah :
1.) Zat pengemulsi
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis sifat krim yang
dikehendaki, sebagai pengemulsi dapat digunakan triethanolamin, emulgid, lemak
bulu domba, setaseum, setil alkohol, dan golongan sorbitol, polisorbat.
2.) Zat pengawet
Mencegah timbulnya bau tengik dalam sediaan krim biasanya ditambahkan
antioksidan sebagai pengawet dapat digunakan nipagin.
3.) Zat pewangi dan zat pewarna
Zat-zat lain berguna untuk meningkatkan daya tarik suatu krim dan warna
yang sebenarnya dari krim (Wasitaadmadja, 1997:47)
3. Formulasi dasar krim
berikut adalah formula krim tipe M/A:
Formulasi krim M/A
a) Formula Standar (FMS )
R/ Acid Stearin 142
Glycerin 100
Natrium Biborat 2,5
Triatehanolamin 10
Nipagin q.s
Aquadest ad 750
b) Formulasi krim M/A dalam Formula Kosmetika Indonesia
(Kemenkes RI, 2012)
%
Asam stearat 8,0
Stearil alkohol 4,0
Butil stearat 6,0
BHA/BHT/tocopherol q.s
Gliserin monostearat 2,0
Propilen glikol 5,0
KOH 0,4
Pengawet q.s
Air ad 100
Pewangi q.s
c) Formulasi krim M/A dalam Ilmu Meracik Obat (Anief, 2016)
Acid Stearinici 15,0
Cerae Albi 2
Vaselini Albi 8
Triethanolamini 1,5
Propylene Glycoli 8,0
Aquadest 65,5
4. Pemerian bahan-bahan sediaan krim yang digunakan
a. Asam Stearat
Merupakan zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur,
putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Kelarutan praktis tidak larut
dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%), dalam 2 bagian kloroform
dan dalam 3 bagian eter (Depkes RI, 1979).
b. Cera Alba
Merupakan zat padat, lapisan tipis bening, putih kekuningan, bau khas
lemah. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) dingin, larut dalam kloroform, dalam eter hangat, dalam
minyak lemak dan minyak atsiri (Depkes RI, 1979).
c. Vaselin album
Vaselin album atau vaselin putih merupakan massa lunak, lengket,
bening, putih. Tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%). Kegunaan
sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).
d. Triethanolamin
Merupakan cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau
lemah mirip amoniak,higroskopik. Kelarutan mudah larut dalam air dan
dalam etanol (95%), larut dalam kloroform (Depkes RI,1979).
e. Propylene Glycoli
Merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis,
higroskopik. Kelarutan dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan
Kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tdiak dapat campur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak (Depkes RI, 1979)
f. Aqua Destillata
Air suling adalah cairan jernih; tidak berwarna ; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa (Depkes RI,1979). Penggunaan sebagai pelarut.
5. Evaluasi mutu krim
Sediaan topikal, mata dan yang berhubungan dengan hidung, dalam kategori
ini adalah salep, krim, lotion, pasta, gel, dan aerosol non-material untuk kulit.
Preparasi topikal harus dievaluasi untuk penampilan, kejelasan warna,
homogenitas, bau, pH, kemampuan pensuspensi (untuk lotion), konsistensi,
viskositas, distribusi ukuran partikel (untuk suspensi, jika memungkinkan), uji
produk degradasi pengawet dan kandungan antioksidan (jika ada), batas
mikroba/sterilitas dan penurunan berat (jika perlu) (Asean Guideline On Stability
Study of Drug Product, 2005:5).
Beberapa pengujian yang dilakukan dalam proses evaluasi mutu krim, antara
lain organoleptik, pH, daya sebar, penentuan ukuran droplet, dan aseptabilitas
sediaan (Widodo, 2013:173).
a. Organoleptik
Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan alat
indera manusia sebagai alat ukur terhadap penilaian suatu produk. Indera
manusia adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari
indra penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran. Proses
pengindraan terdiri dari tiga tahap, yaitu adanya rangsangan terhadap indra oleh
suatu benda, akan diteruskan oleh sel-sel saraf dan datanya diproses oleh otak
sehingga kita memperoleh kesan tertentu terhadap benda tersebut (Setyaningsih;
dkk, 2010:7). Penilaian kualitas sensorik produk bisa dilakukan dengan melihat
bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna dan sifat-sifat permukaan dengan
indera penglihatan. ( Setyaningsih; dkk, 2010:8).
Bau dan aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk
diklasifikasikan dan diperjelas karena ragamnya yang begitu besar. Penciuman
dapat dilakukan terhadap produk secara langsung (Setyaningsih; dkk, 2010:9).
Indera peraba terdapat pada hampir semua permukaan tubuh, beberapa bagian
seperti rongga mulut, bibir, dan tangan lebih peka terhadap sentuhan. Untuk
menilai tekstur suatu produk dapat dilakukan perabaan menggunakan ujung jari
tangan. Biasanya bahan yang akan dinilai diletakkan antara permukaan ibu jari,
telunjuk, atau jari tengah. Penilaian dilakukan dengan menggosok-gosokkan jari
tersebut ke bahan yang diuji diantara kedua jari (Setyaningsih; dkk, 2010:11).
b. Uji pH
Semakin asam suatu bahan yang mengenai kulit dapat mengakibatkan kulit
menjadi kering, pecah-pecah, dan mudah terkena infeksi. Maka dari itu
sebaiknya pH kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH
fisiologis kulit yaitu antara 4,5-6,5. Kosmetik demikian disebut kosmetik dengan
“pH-balanced” (Tranggono dan Latifah, 2007:21). Evaluasi pH dilakukan
dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH meter hanya bekerja
pada zat yang berbentuk larutan, maka krim harus dibuat dalam bentuk larutan
terlebih dahulu. Krim dan air dicampur dengan perbandingan 60g:200ml air,
kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan agar mengendap. Setelah itu,
pH airnya diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH meter
(Widodo, 2013:174).
c. Homogenitas
Sediaan diamati secara subjektif dengan cara mengoleskan sedikit krim
diatas kaca objek dan diamati susunan partikel yang terbentuk atau
ketidakhomogenan partikel terdispersi dalam krim yang terlihat pada kaca objek
(Depkes RI, 1979:33).
d. Daya sebar
Evaluasi ini dilakukan dengan cara sejumlah zat tertentu diletakkan di atas
kaca yang berskala. Kemudian, bagian atasnya diberi kaca yang sama dan
ditingkatkan bebannya, dengan diberi rentang waktu 1-2 menit. Selanjutnya,
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur) (Widodo, 2013:174).
e. Uji kesukaan
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping penulis
mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik. Misalnya dakam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti amat
suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka”
dapat mempunyai skala hedonik sepetri suka dan agak suka, terdapat
tanggapannya yayng disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan
tidak suka (neither like nor dislike) (Setyaningsih;dkk, 2010:59)
D. Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Sumber https://bit.ly/34TYiZ8
Gambar 2.1 daun jambu biji
Jambu biji (Psidium guajava L.) atau senng juga disebut jambu batu, jambu siki,
dan jambu klutuk adalah tanarnan tropis yang berasal dari Brasil, di negara
asalnya dikenal sebagai goiabeira atau goiaba, guayava (Amerika), dan di negara-
negara berbahasa Spanyol menyebutnya dengan guayaba (agoes, 2011:39)
1. Taksonomi
Klasifikasi tanaman jambu biji
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
(http://plantamor.com/species/info/psidium/guajava)
2. Morfologi
pohon jarnbu biji (Psidium guajava L.) mencapai tinggi 3-10 m. Batangnya
bengkok. bercabang dekat permukaan tanah, kulitnya licin. sering mengelupas,
dan berwarna coklat. Bunga tunggal atau mengelompok, tiga bunga muncul dari
ketiak daun, benang sari panjang, warna mahkota dan benang sari putih, dan
mudah gugur. Buah berbentuk bulat seperti buah pir, ketika muda berwarna hijau
dan ketika masak berwarna kuning, bijinya kecil, bentuk gepeng, dan berwarna
coklat-kunging (Evizal, 2013:80). Daun jambu biji berbau aromatik dan rasanya
sepat. Daun merupakan daun tunggal, berwarna hijau keabuan, helai-helai daun
berbentuk jorong sampai bulat memanjang, ujung daun meruncing, sedang
pangkal daun meruncing pula tetapi membulat, dan berukuran panjang antara 6
cm sampai 15 cm serta lebar antara 3 cm sampai 7,5 cm (Kartasapoetra, 1996:29)
3. Kandungan
Daun jambu biji kaya akan senyawa flavonoid. Daun jambu biji mengandung
flavonoid yang meruoakan antibakteri alami dalam bentuk kuersetin. Daun jambu
biji juga bersifat antioksidan karena daun jambu biji memiliki kandungan
polifenol (Agoes, 2011:40). Daun jambu biji mengandung zat penyemak
(psiditanin) sekitar 9%, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung
egenol sekitar 0,4% minyak lemak 6 % damar 3% dan garam-garam mineral
(Kartasapoetra, 1996:29). Daun jambu biji mengandung flavonoid total tidak
kurang dari 0,20% dihitung sebagai kuersetin (Depkes RI, 2008:29)

Gambar 2.2 Struktur Kuersetin


Sumber: Depkes RI, 2008: 30
4. Khasiat
Efek farmakologis dari daun jambu biji antara lain antidiare, anti inflamasi
(anti radang, dan menghentikan pendarahan (hemostatik). Kegunaan daun jambu
biji sebagai obat antara lain, sebagai obat diare akut, disentri,gangguan
pencernaan pada bayi, keputihan, peluruh haid, mempermudah persalinan,
hepatoprotektif, spermatoprotektif, analgesik, antipiretik, dan sebagai anti jerawat
(Evizal, 2013:81)

E. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa
kimia murni (Depkes RI, 1989). Pada penelitian ini pembuatan simplisia daun
jambu biji dilakukan dengan cara mengumpulkan pucuk daun kemudian dicuci
dengan air bersih, setelah pucuk daun jambu biji yang sudah bersih dikeringkan di
bawah sinar matahari sampai kering lalu disimpan (Depkes RI : 1985)

F. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan penyaringan atau pemisahan zat-zat berkhasiat dari
suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan (Astriani, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil dari ekstraksi yaitu lama waktu ekstraksi yang digunakan. Metode ekstraksi
digolongkan ke dalam 2 golongan ,yaitu:
2. Metode ekstraksi secara dingin
a. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
(Marjoni, 2016)
Keuntungan metode ini tidak memerlukan langkah tambahan, sampel selalu
diberikan pelarut baru. Adapun kekurangan metode ini yaitu kontak antara sampel
padat dengan pelarut tidak merata dan terbatas, pelarut menjadi dingin selama
proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien,
membutuhkan pelarut yang relatif banyak. (Marjoni, 2016)
b. Maserasi
Maserasi adalah penyarian zat aktif dengan cara perendaman selama 3 x 5
hari dimana tiap 5 hari diadakan pergantian pelarut dengan sekali-kali diaduk
(Astriani, 2014).
Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 15o-20o C dalam waktu selama
3 hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dinyatakan lain, maserasi
dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia atau campuran simplisia
dengan derajat kehalusan tertentu ke dalam sebuah bejana, lalu tuangi dengan 70
bagian cairan penyari yang cocok, tutup dan biarkan selama 3-5 hari pada tempat
yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sari. Pindahkan
dalam bejana tertutup dan biarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya matahari
selama 2 hari, lalu pisahkan endapan yang diperoleh (Marjoni, 2016). Pelarut
yang dapat digunakan pada maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter
(Marjoni, 2016).
Keuntungan ekstraksi secara maserasi adalah peralatan yang digunakan
sederhana, teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan, biaya
operasionalnya relatif rendah, dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa
yang bersifat termolabil karena maserasi dilakukan tanpa pemanasan (Marjoni,
2016).
Kekurangan ekstraksi secara maserasi seperti memerlukan banyak waktu,
beberapa senyawa sulit diekstraksi pada suhu kamar, pelarut yang digunakan
cukup banyak (marjoni, 2016). Pada penelitian ini ekstraksi daun jambu biji
dilakukan dengan metode maserasi, hal ini karena senyawa flavonoid dalam daun
jambu biji tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Rompas,
2012)
3. Metode ekstraksi secara panas
Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang di dalam
prosesnya dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat mempercepat terjadinya
proses ekstraksi karena cairan penyari akan lebih mudah menembus rongga-
rongga sel simplisia dan melarutkan zat aktif yang ada dalam simplisia yang
mengandung zat aktif yang tahan dengan pemanasan dan simplisia yang
mempunyai tekstur yang keras seperti kulit, biji dan kayu. Ada beberapa ekstraksi
secara panas, yakni:
a. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam
simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit). (Marjoni, 2016)
b. Coque (pengadokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisia
menggunakan api langsung dan hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat
secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya hasil godokannya saha tanpa
ampas (Marjoni, 2016)
c. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC sambil sekali-sekali diaduk. (Marjoni, 2016)
d. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan
maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 30-40oC
metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang disari baik pada suhu biasa.
(Marjoni, 2016)
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa, perbedaannya
hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta
lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30 menit terhitung setelah suhu
mencapai 90oC. (Marjoni, 2016)
f. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut
selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendinginan balik
(kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu
pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna. (Marjoni,
2016)
g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat khusus
berupa ekstraktor soxhletasi. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan
dengan suhu pada metode refluks. (Marjoni, 2016)
Adapun keuntungan proses soxhletasi ini seperti dapan digunakan untuk
tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, waktu
yang digunakan lebih efisien, proses berlangsung cepat, jumlah sampel yang
diperlukan sedikit.
Kelemahan pada proses ini adalah tidak baik dipakai untuk mengekstraksi
bahan-bahan tumbuhan yang mudak rusak dengan adanya pemanasan, terjadinua
reaksi penguraian akibat proses daur ulang pelarut, pelarut yang digunakan
mempunyai titik didih rendah sehingga mudah menguap, bila soxhletasi dilakukan
dalam skala yang besar mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut yang
titik didih terlalu tinggi. (Marjoni, 2016)
G. Kerangka Teori
jerawat

Propionibacterium
acnes

Pengobatan Pengobatan
sintetik Tradisional

Antibiotik Daun
Jambu Biji

Kandungan daun jambu biji


Tanin Alkaloid
Flavonoid Terpenoid
Polifenol Saponin

Sediaan Sediaan Krim


Salep

Tipe A/M Tipe M/A

Formulasi Sediaan Krim


Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L)
dengan konsentrasi 5%, 10 % dan 15%

Evaluasi Sediaan
Organoleptis (Setyaningsih dkk, 2010)
pH (Widodo, 2013)
Homogenitas (Depkes RI, 1979)
Daya sebar (Widodo, 2013)
Uji kesukaan (Setyaningsih dkk, 2010)
H. Kerangka Konsep

Evaluasi Sediaan
Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Daun Organoleptis
Jambu Biji (Psidium guajava L) Homogenitas
pH
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%
Daya sebar
Uji kesukaan
I. Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
Penelitian

No Variabel Definisi Cara ukur Alat Hasil Ukur Skala


Penelitian Ukur

1 Pembuatan Pembuatan Memformulasikan Neraca Formula Rasio


sediaan krim sediaankrimek ekstrak daun Analitik krim ekstrak
ekstrak daun strak daun Jambu biji daun Jambu biji
Jambu biji Jambu biji (Psidium guajav) dengan
(Psidium guajav) (Psidium guajav) L.)dengan Variasi
L.)dengan L.)dengan Variasi konsentrasi konsentrasi 5%,
Variasi Variasi 5%, 10 % dan 10 % dan 15%.
konsentrasi 5%, konsentrasi 5%, 15%.
10 % dan 15%. 10 % dan 15%.

2 Organoleptis
a. Warna Tampilan yang Melihat warna Checklist 1=Hijau Nominal
dapat diukur dari krim yang Kecoklatan
dengan visual. telah dibuat 2=Hijau
3=Putih

(Depkes RI,
2008)
1= Bau Khas
Performa yang Mencium bau Checklist 2= Tidak Nominal
b. Bau dapat diukur krim yang telah Berbau
melalui indra dibuat (Depkes RI,
penciuman. 20108)

Bentuk yang 1= setengah


timbul saat Merasakan tekstur Checklist padat Ordinal
c. Tekstur dirasakan dari krim yang cenderung
dengan 2 telah dibuat padat
ujung jari. 2=setengah
padat
3= setengah
padat
cenderung
cair

3 Homogenitas Ada atau Melihat dan Checklist 1=homogen Ordinal


tidaknya mengamati krim 2=tidak
susunan yang dioleskan Homogen
partikel kasar pada kaca objek
pada sediaan
krim yang
diamati pada
kaca objek

4 pH Besarnya nilai Melihat nilai pH pH meter Nilai pH Rasio


keasaman atau krim dengan alat (dalam
kebasaan krim pH meter angka)
(0-14)
5 Daya sebar Ukuran yang Pengukuran Penggaris Nilai diameter Rasio
menyatakan sebar
diameter
penyebaran krim
ekstrak daun
Jambu biji
konsentrasi 5%,
10% dan 15%..

6. Uji kesukaan Penilaian Panelis Cheklist 1=sangat Ordinal


terhadap memberikan suka
tingkatan penilaian dari 2=suka
kesukaan krim yang 3=tidak suka
terhadap diaplikasikan ke
sediaan krim kulit lalu mengisi
meliputi lembar ceklis
warna, bau yang disediakan
dan tekstur
krim
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental yang bertujuan untuk
mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya
perlakuan tertentu. Penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki
kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengadakan intervensi
atau mengenakan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen,
kemudian hasil (akibat) dari intervensi tersebut dibandingkan dengan kelompok
yang tidak dikenakan perlakuan (Notoatmodjo,2010). Pengulangan pada
eksperimen ini (Hanafiah, 2011:9) adalah:
(t - 1)(r - 1) > 15
(3 - 1)(r - 1) > 15
2r – 2>15
r > 8,5
r>9
Keterangan: t = jumlah perlakuan
r = jumlah pengulangan
Pada penelitian ini dilakukan 3 perlakuan yaitu F1, F2, F3 dengan 9 kali
pengulangan.

B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah formulasi krim dari ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava L.) yang dimodifikasikan menjadi formula dengan konsentrasi
yang berbeda-beda yaitu 5%, 10 % dan 15%.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika Poltekkes Tanjung
Karang dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.
2. Waktu
Penelitian dilakukan mulai dari bulan January sampai dengan bulan April 2021.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik, pisau,
nampan, kaca objek, sudip, kaca arloji, pipet tetes, spatula, batang pengaduk,
cawan porselen, kertas saring, corong, gelas ukur 25,0 mL, gelas ukur 500,0 mL,
mortir dan stamper, gelas piala 100,0 mL, gelas piala 500,0 mL, pH meter merk
ATC range 0.0-14.0 pH, blender merk panasonic , penangas air, neraca analitik
merk quattro , rotary evaporator merk EYELA.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu biji (Psidium
guajava L.), etanol 96%, asam stearat, trietanolamin, gliserin, natrium biborat,
metil paraben, aquadest, dan buffer pH 7.

E. Prosedur Kerja Penelitian


1. Identifikasi Tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di Jurusan Farmasi Poltekkes Tanjung
Karang untuk mengidentifikasi kebenaran sampel daun jambu biji (Psidium
guajava L.) yang diambil dari desa Nambahrejo, Kec. Kotagajah, Kab. Lampung
Tengah.
2. Pembuatan simplisia daun jambu biji
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1985 tentang
pembuatan simplisia, tentang cara pembuatan simplisia :
a. Dikumpulkan bahan baku yang akan dijadikan simplisia (berupa daun
jambu biji).
b. Dilakukan sortasi basah dengan memilih bahan baku dari bahan baku yang
sudah tak layak lagi maupun dari kotoran – kotoran.
c. Dicuci bersih bahan baku menggunakan air mengalir.
d. Dilakukan pengubahan bentuk atau perajangan dengan cara mengiris tipis-
tipis bahan baku, kemudian masukkan ke dalam nampak bambu.
e. Dikeringkan dengan cara pengeringan secara tidak langsung (bahan baku
ditutupi koran atau kain hitam) di bawah sinar matahari hingga mengering.
f. Dilakukan sortasi kering dengan cara pemilihan bahan baku dari bahan –
bahan yang rusak atau terkena kotoran.
g. Diperhalus bahan baku dengan cara menumbuk atau menggunakan blender
menjadi partikel – partikel yang lebih kecil lagi, masukkan dalam wadah
3. Pembuatan ekstrak etanol daun jambu biji
a. Ditimbang simplisia sebanyak 600 gram dengan menggunakan kertas
perkamen pada neraca analitik, masukkan ke dalam beaker glass.
b. Ditambahkan etanol 70% sebanyak 2,1 L.
c. Ditutup dan dibiarkan selama 3 hari, terlindung dari cahaya sambil sering
diaduk.
d. Setelah 3 hari, disaring dengan kertas saring rangkap, dimasukkan filtrat ke
dalam beaker glass lalu ditutup dengan alumunium foil.
e. Direndam kembali ampas dengan 2,1 L etanol 70% selama 2 hari sambil
sering diaduk.
f. Setelah 2 hari disaring kembali dengan kertas saring rangkap, dimasukkan
filtrat ke dalam beaker glass.
g. Dikumpulkan semua filtrat, lalu diuapkan dengan rotary evaporator.
h. Dilakukan pemekatan ekstrak dengan menggunakan waterbath pada suhu
60oC sampai menjadi ekstrak kental daun jambu biji
(Marjoni, 2016: 42 dan Guanti, 2018: 200)
4. Formulasi dasar krim
Formula dasar krim tipe M/A yang digunakan yaitu :
Formulasi krim M/A dalam Ilmu Meracik Obat (Anief, 2016)
R/ Acid Stearinici 15,0
Cera Alba 2
Vaselin Alba 8
Trethanolamini 1,5
Propilen Glycoli 8,0
Aquadest 65,5
Berdasarkan formula di atas jumlah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
membuat 20 gram sediaan krim ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 5%,
10%, dan 15% tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1 Formulasi krim ekstrak daun jambu biji dalam 20 gram

Formula (gram)
Komposisi Kegunaan F1 F2 F3

(%) (g) (%) (g) (%) (g)


Ekstrak daun Bahan aktif 5 1 10 2 15 3
Jambu Biji
Acid stearinci Pengemulsi 15 3 15 3 15 3
Cerae alba Bahan dasar 2 0,4 2 0,4 2 0,4
Vaselini alba Pengemulsi 8 1,6 8 1,6 8 1,6
Triethanolamin Pengemulsi 1,5 0,3 1,5 0,3 1,5 0,3
Propilen glycoli Emolien 8 1,6 8 1,6 8 1,6
Aquadest Pelarut 60,5 12,1 55,5 11,1 50,5 10,1

(perhitungan di lampiran)

5. Penimbangan bahan

a. Formula untuk konsentrasi 5%

1) Ditimbang asam stearat 3 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,

2) Ditimbang cera alba 0,4 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,

3) Ditimbang vaselin alba 1,6 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,

4) Ditimbang trietanolamin 0,3 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,

5) Ditimbang propilen glycol 1,6 gram dalam kaca arloji dengan neraca analitik,

6) Ditimbang ekstrak daun jambu biji 1 gram dalam kaca arloji dengan neraca
analitik,
7) Diambil aquadest 12,1ml menggunakan gelas ukur.

Cara yang sama dilakukan untuk penimbangan formula F2, dan F3 sesuai
dengan berat yang tertera dalam tabel 3.1 (formula krim ekstrak daun jambu
biji dalam 20 gram).

6. Pembuatan Krim
a. Formula untuk konsentrasi 5%, 10%, dan 15%

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang bahan-bahan yang dibutuhkan

3) Dilebur asam stearat, cera alba, dan vaselin album di tangas air hingga suhu
70oC (fase minyak)
4) Dilarutkan triethanolamin dan propilenglikol di dalam aquadest, dipanaskan
hingga suhu 70oC (fase air)
5) Ditambahkan fase air kedalam fase minyak sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga terbentuk krim.
6) Menambahkan ektrak kental daun jambu biji yang sudah diencerkan terlebih
dahulu dengan sedikit air (diambil dari aquades pada formula) ke dalam
basis krim, digerus hingga homogen.
7. Evaluasi krim

Evaluasi krim yang dilakukan yaitu :

a. Uji organoleptik
Pengujian ini dilakukan untuk melihat secara visual penampilan fisik dari
sediaan yang dibuat. Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan
dari tekstur, warna dan bau sediaan menggunakan pancaindra. Uji ini dilakukan
oleh 15 panelis, data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel (Setyaningsih
dkk, 2010 : 7-11).
1) Warna

Warna yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 3 kategori:

a) Hijau kecokelatan, apabila warna yang dihasilkan berwarna hijau


kecokelatan tanpa ada unsur warna lain.
b) Hijau, apabila warna yang dihasilkan berwarna hijau tanpa ada unsur warna
lain
c) Putih, apabila warna yang dihasilkan berwarna putih tanpa ada unsur warna
lain.

2) Aroma
Aroma yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 2 kategori:

a) Berbau khas, apabila terdapat bau khas daun jambu biji yang terkandung di
dalam sediaan krim.
b) Tidak berbau, apabila tidak terdapat bau khas daun jambu biji di dalam
sediaan krim.
3) Tekstur

Tekstur yang dihasilkan dari sediaan krim yang telah dibuat meliputi 3 kategori
a) Setengah padat cenderung padat, apabila sediaan krim tidak dapat mengalir
atau jatuh saat dimiringkan.
b) Setengah padat, apabila sediaan krim dapat mengalir atau jatuh beberapa
saat ketika dimiringkan.
c) Setengah padat cenderung cair, apabila sediaan krim dapat langsung
mengalir atau jatuh saat dimiringkan.
4) Pemeriksaan pH

pH meter hanya bekerja pada zat yang berbentuk larutan, maka krim harus
dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu. Krim dan air dicampur dengan
perbandingan 60g : 200ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan
agar mengendap. Setelah itu, pH airnya diukur dengan pH meter. Nilai pH akan
tertera pada layar pH meter (Widodo, 2013).
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Cara mengukur pH (Singer,
2001 dalam Reza) adalah sebagai berikut:
a) Elektroda pH meter dikalibrasi dengan pH 7

b) Mencelupkan elektroda dalam sediaan krim

c) Mencatat pH yang diukur oleh pH meter

5) Uji homogenitas

Sediaan diamati secara subyektif dengan cara mengoleskan sedikit krim


diatas kaca objek dan diamati susunan partikel yang terbentuk atau
ketidakhomogenan partikel terdispersi dalam krim yang terlihat pada kaca objek
(Depkes RI, 1979). Uji homogenitas dilakukan oleh 15 orang panelis yaitu
mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Tanjung Karang.
6) Daya sebar

Evaluasi ini dilakukan dengan cara sejumlah zat tertentu diletakkan di atas
kaca yang berskala. Kemudian, bagian atasnya diberi kaca yang sama dan
ditingkatkan bebannya, dengan diberi rentang waktu 1-2 menit. Selanjutnya,
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur) (Widodo, 2013:174).
7) Uji kesukaan

Krim yang telah dibuat diuji tingkat kesukaannya dengan cara pengamatan
terhadap warna, tekstur dan bau pada krim. Tingkat kesukaan diukur berdasarkan
penilaian 15 orang panelis yang sekaligus melakukan yaitu mahasiswa Jurusan
Farmasi Poltekkes Tanjung Karang. Pada uji kesukaan ini panelis diminta untuk
menilai 3 formula krim yang telah dibuat.
Panelis diminta untuk memberikan penilaiannya dengan mengisi kolom
berdasarkan kriteria penilaian yang ditentukan dalam formulir uji kesukaan
dengan persyaratan :
a) Bersedia untuk melakukan uji kesukaan dan dalam keadaan sehat.

b) Tidak phobia atau alergi terhadap sediaan krim.

c) Memiliki kepekaan indra yang baik seperti tidak buta warna dan memiliki
penciuman yang baik (Setyaningsih; dkk, 2010).
F. Alur Penelitian

Laboratorium Farmasetika Poltekkes


Perizinan Penelitian
tanjungkarang

Persiapan Sampel Pengumpulan, identifikasi dan


pembuatan simplisia daun jambu biji

Dilakukan teknik penyarian maserasi pada


Pembuatan krim ekstrak simplisian daun jambu biji, kemudan
daun jambu biji maserat diuapkan hingga terbentuk ekstrak
yang akan di perlukan

Konsentrasi 5%
Pembuatan formulasi
sediaan krim Konsentrasi 10%

Konsentrasi 15%

1. Uji organoleptik
2. Uji homogenitas
Evaluasi sifat fisik sediaan 3. Uji pH
4. Uji daya sebar
5. Uji kesukaan

Data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil


Pengumpulan data uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH,
daya sebar dan uji kesukaan

Analisa data Data yang diperoleh dianalisa dengan


analisa univariat
G. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pengamatan organoleptis,uji


homogenitas, pengukuran pH, uji daya sebar dan uji kesukaan.Pengamatan
organoleptik dilakukan oleh panelis meliputi warna, tekstur dan bau dari sediaan
krim. Data dikumpulkan dengan tabel cheklist.
Uji homogenitas meliputi penilaian terhadap krim ekstrak daun jambu biji
dilakukan untuk mengetahui susunan partikel dan mengetahui ada tidaknya butir-
butir kasar yang ditujukan kepada panelis. Pada uji ini teknik pengumpulan data
dilakukan dengan metode cheklist yang dilakukan oleh panelis lalu data
dimasukan ke dalam tabel dengan memberi kode 1=homogen, 2=tidak homogen.
Pengumpulan data pH dilakukan oleh peneliti dengan pengukuran
menggunakan pH meter terhadap sediaan krim untuk seluruh varian basis dan
dicatat nilai pH yang tertera pada pH meter.
Pengumpulan data uji daya sebar dilakukan oleh peneliti terhadap sediaan
krim yang telah dibuat. Data dikumpulkan dan ditulis dalam bentuk tabel
terhadap hasil pengukuran penyebaran krim.
Pengumpulan data uji kesukaan dilakukan oleh panelis terhadap sediaan
krim yang telah dibuat. Data dikumpulkan menggunakan tabel cheklist dengan
memberi nilai 1= sangat suka, 2= suka, 3= tidak suka.
H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Pengecekan kembali data yang diperoleh dari hasil pengamatan.


Pengecekan dilakukan terhadap semua lembar pengujian yang meliputi
organoleptis, pH, homogenitas, dengan memeriksa kelengkapan data untuk
diproses lebih lanjut.
b. Coding

Setelah data diedit, dilakukan pengkodean yakni merubah bentuk


kalimat atau huruf menjadi data angka / bilangan yang dimaksudkan untuk
memudahkan dalam melakukan analisis. Seperti data organoleptik warna
dilakukan pengkodean yaitu 1=Hijau Kecoklatan, 2=Hijau, 3=Putih

c. Entrying

Data-data yang telah selesai di editing dan coding selanjutnya


dimasukkan ke dalam program komputer untuk dianalisis. Data dimasukkan
ke dalam program komputer pengolah tabel dan data disesuaikan dengan
kode yang sudah diberikan untuk masing-masing evaluasi seperti
organoleptik, homogenitas, lalu dianalisis untuk mendapatkan persentase.
d. Tabulasi

Setelah data dianalisis, hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel
dan grafik. Data pada program komputer pengolah tabel dan data dibuat
dalam bentuk tabel agar mempermudah dalam menganalisis dan disajikan
dalam bentuk grafik agar lebih mudah dalam pemahaman.
e. Analisa Data

Teknik Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat


yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi seperti jumlah
panelis yang memilih variabel organoleptik, homogenitas, pH, uji kesukaan
dan persentase dari tiap variabel organoleptik, homogenitas, dan uji
kesukaan yang didapat yang telah diketahui jumlah distribusinya
(Notoatmodjo, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar. 2011. Tanaman Obat Indonesia1. Jakarta: Salemba Medika.
Hal. 39-40

Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta; Gadjah Mada University
Press. 231 Halaman.

Anonim, 2005, ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product, 34,


ASEAN, Filipina.

Astriani, (2014). Laporan Lengkap Praktikum Ekstraksi Herba Putri Malu


(Mimosa pudica L). Universitas Hasanuddin Makassar.

Azifitria, et.al . 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Dan Umbi
Crinum asiatum L,Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Puslit Biologi
LIPI, Cibinong

BPOM RI.2012. Formulasium Ramuan Etnomedisin Obat Asli Indonesia.


Volume II. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1031 Halaman

Departemen Kesehatan. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid I-V. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan
Departemen Kesehatan RI. 1997. Sistem Kearsipan Rekam Medis. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 2010. Peraturan menteri kesehatan RI


No.1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djuanda, Adhi. 207. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Hal. 7, 254-255

Evizal, Rusdi. 2013. Tanaman Rempah dan Fitofarmaka. Bandar Lampung:


Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Hal 80-81

Fauzi, Aceng Ridwan; Nurmalina, Rina. 2012. Merawat Kulit dan Wajah.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal. 84, 86.

Fissy, Octy Novy; Sari, Rafika; Pratiwi, Liza. 2014. Efektivitas Gel Anti
Jerawat Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Rosc.
Var. Rubrum) terhadap Propinibacterium Acnes dan Staphylococcus
epidermis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian Indonesia. 12(2):194.

Guanti, Neni Sri. 2018. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava) Sebagai Gel Facial Wash Anti Jerawat. Jurnal Prodi Farmasi
Fakultas Teknologi dan Ilmu Komputer Universitas Buana Perjuangan.
Karawang. 3(2): 199-205.

Indriani S. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava


L.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 2006;11(1):13–7.
Kamilah, E. 2010. Dibalik Mukzizat Tanaman Jambu Sebagai Pengawet
Alami. Tersedia : http:// elokkamilah. wordpress.com diakses tanggal 11
November 2020.

Kartasapoerta, G. 1996. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: PT.


Rineka Cipta. Hal. 29

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Marjoni, Riza. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: C.V Trans Info Media.
153 Halaman. Hal. 39-46

Quairoli, K, Foster, KT 2009, Acne. In: Berardi, Rosemary, R, Ferreri, SP,


Handbook of Nonprescription Drugs,16th Edition, American Pharmacist
Association, Washington.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB, Bandung

Ruhana dan Euis. 2017. Uji Anti Bakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L) Terhadap Zona Hambat Bakteri Jerawat Propionibacterium
Acnes Secara In Vitro. Universitas Galuh. Jawa Barat

Saragih, D. F., Opod, Hendri., Pali, Cicila. 2016. Hubungan Tingkat


Kepercayaan Diri dan Jerawat (Acne Vulgaris) Pada Siswa-Siswi Kelas
XII di SMA Negri 1 Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm). 4 (1): 2

Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyanto, Maya Puspita Sari. 2010. Analisis


Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. 180
Halaman.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Kedokteran EGC. Jakarta

Tranggono Retno Iswati, Latifah Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu


Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 987
Halaman.

Volk and Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima, Jilid 1


dan ,Jakarta: Erlangga.

Wasitaatmadja, Sjarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta :


Universitas Indonesia (UI-Press). 219 Halaman.

Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Cetakan Pertama.
Penerbit D-MEDIKA. Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan penimbangan bahan
Ekstrak daun jambu biji yang dibutuhkan
5
F (1) = x 20 gram = 1 gram x 9 9 gram
100
10
F (2) = x 20 gram = 2 gram x 9 18 gram
100
15
F (3) = x 20 gram = 3 gram x 9 27 gram
100
Jadi, seluruh total ekstrak daun jambu biji yang digunakan 54 gram
Formulasi krim M/A dalam Ilmu Meracik Obat (Anief, 2016)
R/ Acid Stearinici 15,0
Cera Alba 2
Vaselin Alba 8
Trethanolamini 1,5
Propilen Glycoli 8,0
Aquadest 65,5
Pada penelitian ini dilakukan 3 (tiga) perlakuan yaitu, F (Ekstrak daun jambu biji
konsentrasi 5%), F2 (Ekstrak daun jambu biji konsentrasi 10%), F3 (Ekstrak daun
jambu biji konsentrasi 15%)
1. F1 = formulasi krim ekstrak daun jambu biji konsentrasi 5%
5
F (1) = x 20 gram = 1 gram x 9 = 9 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 1 gram = 12,1 gram
100
= 12,1 gram x 9 = 108,9 gram

10
F (2) = x 20 gram = 2 gram x 9 = 18 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 2 gram = 11,1 gram
100
= 11,1 gram x 9 = 99,9 gram
15
F (3) = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
15
a. Acid stearinici = x 20 gram = 3 gram x 9 = 27 gram
100
2
b. Cera alba = x 20 gram = 0,4 gram x 9 = 3,6 gram
100
8
c. Vaselin alba = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
1,5
d. Trethanolamini = x 20 gram = 0,3 gram x 9 = 2,7 gram
100
8
e. Propilen glycoli = x 20 gram = 1,6 gram x 9 = 14,4 gram
100
65,5
f. Aquadest = x 20 gram = 13,1 gram – 3 gram = 10,1 gram
100
= 10,1 gram x 9 = 90,9 gram
Lampiran 2. Lembar Pengumpulan Data

LEMBAR PENGUJIAN ORGANOLEPTIK FORMULASI SEDIAAN


KRIM DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn) SEBAGAI ANTI
JERAWAT

Dihadapan anda disajikan Sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn), anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disediakan berdasarkan
pengamatan anda terhadap warna, bau, dan tekstur. Beri tanda ceklis pada kolom
yang telah disediakan. Pada kolom warna: 1= Hijau Kecoklatan, 2= Hijau, 3=
Putih. Pada kolom aroma: 1= Bau Khas, 2= Tidak Berbau. Pada kolom tekstur:
1=Setengah padat cenderung padat, 2 = Setengah padat, 3= Setengah padat
cenderung cair

Formula krim jambu


Warna Aroma Tekstur
biji (Psidium
guajava Linn)
1 2 3 1 2 1 2 3
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9
*peneliti menceklis jawaban
Bandar Lampung,
Peneliti

(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN HOMOGENITAS FORMULASI SEDIAAN KRIM
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn) SEBAGAI ANTI JERAWAT

Dihadapan anda disajikan Sediaan krim daun jambu biji (Psidium guajava Linn),
anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disedikian berdasarkan
pengamatan anda terhadap homogenitas jambu biji (Psidium guajava Linn). Beri
tanda ceklis pada kolom yang telah disediakan berdasarkan homogenitas
sediaan, 1= Homogen, 2= Tidak Homogen.

Uji Homogenitas
Formula krim jambu biji (Psidium Homogenitas
guajava Linn) 1 2
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9
*peneliti menceklis jawaban
Bandar Lampung,
Peneliti

(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN pH FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)
Uji Ph

Formula krim jambu biji (Psidium


pH Rata-rata Keterangan
guajava Linn)
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9

Bandar Lampung,
Peneliti

(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN DAYA SEBAR FORMULASI SEDIAAN KRIM
DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)
Uji Daya Sebar

Formula krim jambu biji (Psidium guajava


Diameter Rata-rata
Linn)

1
2
3
4
F1
5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3
5
6
7
8
9

Bandar Lampung,
Peneliti

(Akrom Abdurrofi’)
LEMBAR PENGUJIAN KESUKAAN FORMULASI SEDIAAN KRIM
EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn)

Dihadapan anda disajikan Sediaan krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
Linn), anda diminta untuk mengisi kolom yang telah disedikian berdasarkan
pengamatan anda terhadap homogenitas Sediaan krim ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava Linn). Beri tanda ceklis pada kolom yang telah disediakan
berdasarkan kesukaan sediaan, 1= Tidak suka, 2= Kurang suka, 3= Suka, 4=
Sangat suka.

Uji Kesukaan
Formula krim jambu biji (Psidium Skala
guajava Linn) 1 2 3 4
1
2
3
4
F1 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F2 5
6
7
8
9
1
2
3
4
F3 5
6
7
8
9
*peneliti menceklis jawaban
Bandar Lampung,
Peneliti

(Akrom Abdurrofi’)

Anda mungkin juga menyukai