Disusun Oleh:
KELOMPOK : 2
A. Kasus
Ny. L (P) berusia 56 tahun, BB 63 kg, TB 158 cm. Keluhan saat masuk
rumah sakit nyeri perut, perut membesar, lemas, demam (malam hari), sesak,
mual, muntah, BAB hitam, gelisah susah tidur, dan kurang nafsu makan.
Data lab : Tanda-tanda vital pasien saat MRS suhu tubuh 370C, Nadi 80
x/menit, Nafas 20 x/menit, dan tekanan darah 130/80 mmHg.
Keluhan :
Lemas + + + - +
Sesak nafas + - - - -
Mual + - - - -
BAB hitam + + ++ ++ +
Tanda-tanda vital
Suhu 0
C 37 37 37 36,7 36,4
Nafas x/menit 20 21 20 20 20
Data laboratorium
Globulin - - 4,13 - - -
SGPT 77 - - - - -
SGOT 104 - - - - -
Terapi saat di rumah sakit
Urdahex po 2x1 √ √ √ √ √ √
Albuforce po 3x1 - √ √ √ √ √
Spironolactone po 1-0-0 - - - - - √
B. Dasar Teori
Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu penilaian fungsi
hati, mengukur aktivitas enzim, dan mencari etiologi penyakit. Pada
penilaian fungsi hati diperiksa fungsi sintesis hati, eksresi, dan detoksifikasi
(Azma, 2016). Hati merupakan organ yang memiliki kemampuan regenerasi
yang cepat, akan tetapi kemampuan tersebut dapat dirusak oleh penggunaan
alkohol jangka panjang maupun virus hepatitis. Dalam jangka panjang
kerusakan hati akan berkembang menjadi sirosis hati Sirosis hati ditandai
dengan peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis difus dan nodul-nodul
regenerasi sel hati (Farida et al., 2014).
Ketika sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai
kemungkinan komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan hepatik ensefalopati.
Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait. Asites hanya akan
muncul jika pasien mengalami hipertensi portal. Pasien yang mengalami
varises esofagus akan berisiko terjadi perdarahan karena ruptur esofagus,
pada keadaan perdarahan akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
Hepatik ensefalopati (Farida et al., 2014).
B.1. Patofisiologi
Akibat masukan alkohol, infeksi hepatitis virus tipe B/C, atau toxin
lain, mengakibatkan destruksi hepatosit yang berkepanjangan, muncul
fibroblas (termasuk miofibroblas yang memiliki kemampuan berkontraksi)
di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di zona
periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring yang
akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan
jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada,
lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun terjadi
regenerasi pada sel hati yang masih ada, kerusakan sel biasanya melebihi
perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan kolagen yang
berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol (noduler),
dan menjadi keras karena berbentuk Cirrhosis “stadium akhir” (Setiawan,
2011).
2. Produksi sitokin dari sel endogen yang terstimulasi (sel Kupffer, sel
endotel, hepatosit, dan sel epitel duktus biliaris)
B.1.2 Asites
1. Subjective
Usia : 56 tahun
Riwayat pengobatan : -
2. Objective
a. Parameter penyakit
TD (mmHg) 120/80 130/ 130/ 150/ Tidak ada 120/ 110/ Meningkat
80 80 100 pemeriksaan 100 70
Lemas - + + + - + Positif
Demam - + + + - + Positif
(malam hari)
Mual - + - - - - Positif
Penjelasan :
1. Tekanan darah
2. Nyeri perut
Nyeri perut disebabkan karena terjadinya inflamasi atau peradangan pada sel
hati pada sirosis hati. Nyeri perut hanya terjadi pada hari pertama dan mulai
hilang atau berkurang pada hari kedua perawatan. Adanya indikasi tidak
diterapi yaitu indikasi nyeri pada hari pertama.
3. Perut membesar
Perut membesar diakibatkan dari penumpukan cairan pada rongga perut atau
disebut ascites.
4. Lemas
6. Sesak nafas
7. Mual
8. BAB hitam
BAB hitam karena terjadi pecahnya pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan Tekanan darah.
Kurang napsu makan mulai berkurang pada hari ke 5 dan 6 selaras dengan
mulai berkurangnya rasa tidak nyaman akibat pembesaran perut.
Gelisah susah tidur dialami dari awal hingga akhir sebagai akibat dari
ketidaknyamanan diperut untuk tidur, akan berkurang seiring dengan
tertanganinya asites.
b. Data Laboratorium
Penjelasan :
1. Albumin
3. Globulin
4. Hemoglobin
5. Total protein
Hipoprotein terjadi akibat kematian sel hati, terapi transfusi albumin iv pada
hari kedua dan kelima sehingga sedikit memperbaiki kadar protein total yang
dialami pasien meskipun pasien masih hipoprotein dan hal ini juga terkait
kadar albumin yang meningkat pada hari tersebut.
Peningkatan SGPT dan SGOT disebabkan oleh kerusakan sel hati pada
penyakit sirosis hepatis yang diderita
3. Problem medik
Urdahex po 2x1 √ √ √ √ √ √
Albuforce po 3x1 - √ √ √ √ √
Spironolactone po 1-0-0 - - - - - √
21/2 Sirosis hati Nyeri perut, Penurunan DRP : Adjusment dose (Inj.
sd. perut Albumin, Cefotaxime)
26/2 membesar, Peningkatan
Terapi cefotaxime digunakan sebagai
demam, bilirubin direct,
Terapi empiris pada pasien SBP
mual, indirect dan total,
adalah 2 gram setiap 8 jam selama 5
muntah, BAB Peningkatan SGPT
hari.
hitam, dan SGPT
gelisah susah
tidur.
21/2 Sirosis hati Nyeri perut, Penurunan DRP : Terapi kurang efektif (Inj.
sd. perut Albumin, Omeprazole)
26/2 membesar, Peningkatan
Omeprazole merupakan golongan
demam, bilirubin direct,
obat PPI (Proton Pump Inhibitor)
mual, indirect dan total,
ketika penggunaan jangka panjang
muntah, BAB Peningkatan SGPT
pada pasien sirosis hati dapat
hitam, dan SGPT
meningkatkan insiden patah tulang,
gelisah susah
infeksi clostridium difficile (CDI),
tidur.
HE dan SBP. Sehingga perlu
dilakukan pergantian terapi yaitu
terapi H2RA (ranitidin) yang tidak
memiliki resiko pada pasien sirosis
hati.
Penurunan Hb
5. Plan
Peningkatan
SGOT dan SGPT
Penurunan Hb
1. Cefotaxime Inj
Terapi empiris pada SBP sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
asites yang mempunyai satu atau lebih tanda berikut:
a. Suhu diatas 37,8°C
b. Nyeri perut dan/atau perih
c. Perubahan status mental
d. Nilai PMN cairan asites ≥250 sel/mm3 (Runyon, 2016).
Pasien mempunyai 2 tanda tersebut di atas, yaitu demam pada malam
hari dan nyeri perut. Selain itu, menurut Starr dan Raines (2011) pasien
sirosis dengan asites yang mengalami gejala Ensefalopati Hepatik dapat
dikatakan positif terkena SBP. Maka pasien tersebut diberikan terapi
antibiotik untuk mengatasinya.
3. Aminofusin hepar iv
Pasien menerima terapi aminofusin hepar iv dengan kecepatan
infus 10 tpm. Menurut Kalbemed (2019) dosis aminofusin hepar adalah
0,7-1 gr/KgBB/hari atau 14-20 ml/KgBB/hari. Berdasarkan perhitungan
kebutuhan aminofusin hepar adalah 25200 ml/hari dengan kecepatan 17
tpm. Berikut perhitungan aminofusin hepar
b. Terapi Asites
1. Octreotide
R th
50 mcg/jam R ݁ ݊
= 0,833 mcg/menit
d. Terapi melena
e. Terapi Hipoalbumin
1. Transfusi albumin iv
Inj Cefataxime 3 x 2 gr √ √ √ √ √ -
Octreotide 50 mcg IV √ √ √ √ √ -
(Sandostatin) bolus diikuti
dengan infus iv
kontinyu 50
mcg/jam.
Spironolactone po 100 mg √ √ √ √ √ √
Furosemid 40 mg √ √ √ √ √ √
2. Istirahat total
a. Kepada pasien :
1. Menjaga kebugaran pasien agar tidak lemas
2. Obat diminum secara teratur
3. Istirahat yang cukup
10. Monitoring
b. Monitoring Obat
Keberhasilan ESO
Inj Ranitidin Mengechek nilai Sakit kepala dan Albumin : 3,5 – 5,5
g/dL
albumin, bilirubin sakit perut
inderect, bilirubun Bilirubin indirect :
0,2-0,7 mg/Dl
direct, bilirubin
Biliribun direct :
total, SGPT dan
SGOT setiap 2 0,1-0,3 mg/Dl
hari sekali Bilirubin total :
0,3-1,0 mg/Dl
SGPT : 0-30 U/l
SGOT: 0-40 U/l
D. Kesimpulan
1. DRP pada kasus asites permagna sirosis hepatik yaitu adjusment dose (Inj.
Cefotaxime, Aminofusin hepar iv dan Inj. Vitamin K), terapi kurang efektif
(Inj. Omeprazole), obat kurang tepat (Urdahex po), indikasi tanpa terapi
(spironolakton po, Octreotide dan Transfusi Albumin iv), dan kebutuhan
terapi tambahan (Furosemid).
2. Terapi farmakologi yang dipilih kasus asites permagna sirosis hepatik yaitu
inj. Cefataxime, Inj. Ranitidine, Ocreotide, Inj. Vitamin K, Albuforce po,
Spironolactone po, Furosemid, Aminofusin Hepar iv, dan Transfusi Albumin
iv.
DAFTAR PUSTAKA
Alnajjar Asma, Abaalkhail Faisal, Beidas Tala, Abdelfattah Mohamed R., dan
Elsiesy Hussein, 2017, Non-pharmacological Treatment of Ascites, Intech.
Angeli P, Fasolato S, Mazza E, et al. 2010, Combined versus sequential diuretic
treatment of ascites in non-azotaemic patients with cirrhosis, results of an
open randomised clinical trial, Vol.59(1):98-104.
Azma Rosida, 2016, Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati, Jurnal Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin. Vol.2(1) : 123-131.
Bai M., Yang, Z., Qi, X., Fan, D., and Han, G., 2013, L-ornithine L-Aspartate for
Hepatic Encephalopathy in Patients with Cirrhosis: a Meta-analysis of
Randomized Controlled Trials, Journal Gastroenterol Hepatol, 28 (5):
783-792.
Caropeboka, M.D., 2013, Ensefalopati Hepatikum pada Pasien Sirosis Hepatis,
Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Vol.1(4) : 108-116.
Dipiro et al., 2011, Pharmacotherapy Pathophisiologic Approach,Mc Graw Hill,
USA.
Dipiro, Cecily, V.,et al., 2015, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. The
McGraw-Hill Companies, USA.
Elfatma, Y., Arnelis, dan Rachmawati, N., 2017, Gambaran Derajat Varises
Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis, Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Vol.6(2):457-462.
European Association for the Study of the Liver, 2010, EASL: clinical practice
guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis,
and hepatorenal syndrome in cirrhosis, J Hepatol, Vol.53(1) :397-417.
Farida,Y., Andayani, T.M., dan Ratnasari, N., 2014, Analisis Penggunaan Obat
Pada Komplikasi Sirosis Hati, Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi,
Vol. 4(2):77-84.
Hasan, I. dan Araminta, A.P., 2014, Encefalopati hepatik: Apa, Mengapa dan
Bagaimana, Leading Article, 27 (3) : 1-11
Kalbe, 2019, Aminofusin, http://www.kalbemed.com/CDK/Read-CDK-
Article/ArtMID/471/ArticleID/159/AMINOFUSIN-HEPAR, diakses pada
tanggal 16 maret 2019.
Kashani, A., Landaverde, C., Medici, V., dan Rossaro, L., 2008, Fluid retention in
cirrhosis, Pathophysiology and management, Vol.101(2):71-85.
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kemenkes RI, Jakarta.
Medscape, 2019, Ranitidine, www.medscape.com diakses pada 17 Maret 2019.
Medscape, 2019, Octreotide, www.medscape.com diakses pada 17 Maret 2019.
Moore, K.P., dan Aithal, G.P, 2009, Guidelines on the management of ascites in
cirrhosis, Gut.bmj.com. Diakses pada 17 Maret 2019.
Mustafa, A, Widodo, M.A., dan Kristianto, Y., 2012, Albumin and zinc content of
snakehead fish (Channastriata) extract and its role in health, IJSTE,
Vol.1(2):1-8.
Nursat S, Muhammad S, Javid F, dan Mohammad F M., 2014, Cirrhosis and its
complications: Evidence based treatment, World J Gastroenterol, Vol
20(18): 5442–5460.
Park, J.G., Won, Y.T., Soo, Y.P., Young, O.K., 2017, Effect of Branched-chain
Amino Acids (BCAAs) on the Progression of Advanced Liver Disease,
Medicine, 96 (24): 1-7.
PPHI, 2017, The 10th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA
ASL/PPHI 2017, Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Jakarta.
Reiberger T, Andreas P, Maria S, Franziska B, Theresa B, Christian D, Werner D,
Arnulf F, Armin F, Ivo G, Stephanie H, Franz K, Elisabeth K, Andreas M,
Mattias M, Markus P, Florian R, Philipp S, Vanessa S, Rudolf S, Herbert
T, Michael T, Heinz Z, Rainer S, dan Peter F., 2017, Austrian Consensus
Guidelines On The Management And Treatment Of Portal Hypertension
(Billroth III), Wien Klin Wochenschr, Vol 129 (3): 135-158.
Runyon, Bruce A., 2012, Management of Adult Patients with Ascites Due to
Cirrhosis, Practice Guideline The American Association for the Study of
Liver Diseases, America.
Runyon, Bruce A., 2016, Spontaneous bacterial peritonitis in adults: Treatment
and prophylaxis, www.uptodate.com, diakses pada 17 maret 2019.
Setiawan, M., 2011, Hubungan Antara Kejadian Asites Pada Cirrhosis Hepatis
Dengan Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis, Jurnal Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang, Vol.7(15) :79-92.
Starr, S. P., dan D., Raines, 2011, Cirrhosis: Diagnosis, Management, and
Prevention , American Family Physician , 84(12) : 1353-1359.
Suk K. T, Soon K, Jung H, Jae Y, Yong H, Chang H, Young S, Jin W, Dong J,
Sung W, Seong G, Joo H, Moon Y, Young B, Jae G, Yong K, Moon S,
Hyung J, Hyun W, Seung U, Ja K, Jin Y, Dae W, Won Y, Byung S,
Byoung K, Woo J, Hong S, Jae Y, Soung W, Sang G, Oh S, Young K,
Won H, June S, In H, Jae J, Gab J, Si H, Yeon S, Dae H, and Se J., 2012,
Revision and Update On Clinical Practice Guideline for Liver Cirrhosis,
The Korean Journal of Hepatology, Vol 18: 1-21.
Tajri, K. Dan Shimizu, Y., 2018, Branched-chain Amino Acids in Liver Diseases,
Review Article, 3 (47): 1-11.
Tsochatzis E.A, and Alexander L Gerbes, 2017, Diagnosis and treatment of
ascites, Journal of Hepatology,Vol 67 (1):184–185.
Vaezi, Michael F., Yu-Xiao Yang, dan Colin W., Howden, 2017, Reviews In
Basic And Clinical Gastroenterology And Hepatology : Complications of
Proton Pump Inhibitor Therapy, Gastroenterology, 153:35–48.
Virgonita Septina dan Zulkarnain A. Karim, 2012, Pola Penggunaan Obat pada
Pasien Sirosis Hati di Instalasi Rawat Inap Bangsal Penyakit Dalam
Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, Majalah Farmasetik UGM.
WHO, 2011, Global Hepatitis Report , World Health Organization, Geneva.
Widjaja, F.F., dan Karjadi, T., 2011, Pencegahan Perdarahan Berulang pada
Pasien Sirosis Hati, Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian
Berkelanjutan, Vol.61(10) : 417-424.
Zhu, Jia, Haonan Yu, Andrea Mancuso, dan Xingshun Qi, 2017, Proton pump
inhibitors in liver cirrhosis: a review of benefits and harms, AME Med J,
2(36) : 1-9.