Anda di halaman 1dari 131

CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

Oleh :

Annisa Nurfiatul Aini 1941012003

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN I TAHUN 2019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
29 JULI – 21 SEPTEMBER 2019

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
akhir ini dalam rangka Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD Dr.
Achmad Mochtar, Bukittinggi.
Laporan akhir ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada Program Studi Profesi Apoteker,
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang. Selesainya penulisan laporan akhir ini
tidak terlepas dari dukungan, doa, dan semangat dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, baik moril maupun
materil, selama melaksanakan kegiatan PKPA.
2. Ibu Prof. Dr. Fatma Sri Wahyuni, S.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.
3. Ibu Deni Noviza, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
4. Bapak dr. Khairul, Sp.M selaku Direktur Utama dan Ibu Dra. Trizayenni, M.Sc.,
Apt selaku Wadir Penunjang dan SDM RSUD Dr. Achmad Mochtar, Bukittinggi
yang telah memberikan izin dan memfasilitasi untuk dilaksanakan kegiatan
PKPA.
5. Bapak Defi Oktafia, S.Si., M.Farm.Klin., Apt selaku Pembimbing I sekaligus
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang telah
memberikan banyak arahan dan bimbingan selama dilaksanakan kegiatan PKPA.
6. Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Andalas selaku Pembimbing II
yang telah membimbing penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
7. Bapak/Ibu Apoteker Instalasi Farmasi selaku preseptor di RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
dilaksanakan kegiatan PKPA.

ii
8. Bapak/Ibu Dokter dan Apoteker di Bangsal Anak, Bangsal Neurologi, dan
Bangsal Interne selaku preseptor di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama dilaksanakan kegiatan
PKPA.
9. Seluruh Tenaga Teknis Kefarmasian, Perawat/Ners dan Pegawai di lingkungan
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi atas segala bantuan, ilmu, dan
bimbingannya selama kegiatan PKPA.
10. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Profesi Apoteker Angkatan I Tahun
2018 Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
11. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran atas ketidaksempurnaan laporan akhir ini. Semoga laporan akhir ini dapat
bermanfaat di kemudian hari dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat
serta karunia-Nya kepada kita semua. Aamiin.

Bukittinggi, September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
1
I. CASE STUDY BANGSAL ANAK

HALAMAN PENGESAHAN 2
BAB I. TINJAUAN KASUS 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8
BAB III. ANALISA FARMAKOTERAPI DAN DRP 13
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26
27
II. CASE STUDY BANGSAL NEUROLOGI

HALAMAN PENGESAHAN 28
BAB I. TINJAUAN KASUS 29
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 32
BAB III. ANALISA FARMAKOTERAPI DAN DRP 36
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 56
DAFTAR PUSTAKA 57
58
III. CASE STUDY INSTALASI FARMASI

HALAMAN PENGESAHAN 59
BAB I. PENDAHULUAN 60
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 63
BAB III. PEMBAHASAN 75

iv
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 78
DAFTAR PUSTAKA 79
80
IV. CASE STUDY BANGSAL PENYAKIT DALAM

HALAMAN PENGESAHAN 81
BAB I. TINJAUAN KASUS 82
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 85
BAB III. ANALISA FARMAKOTERAPI DAN DRP 94
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 122
DAFTAR PUSTAKA 123

v
CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

STROKE HEMORAGIK+HIPERTENSI STAGE II

BANGSAL NEURO

Oleh :

Annisa Nurfiatul Aini 1941012003

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN I TAHUN 2019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
29 JULI – 21 SEPTEMBER 2019

1
BAB I

TINJAUAN UMUM KASUS

1.1 IdentitasPasien

No.RM : 52xxxx

Nama : Ny. VY

JenisKelamin : Perempuan

Umur : 42 tahun 11 bulan

Agama :Islam

Ruangan : HCU BangsalNeurologi

Pembayaran/Status : Umum

Diagnosa : StrokeHemoragik, hipertensi Stage II

MulaiPerawatan : 29 Juli 2019

Dokter : dr. AI, Sp.S

1.2 Anamnesa

 Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran sejak 4 hari yang lalu,

 Riwayat Penyakit Sekarang


Rujukan dengan penurunan kesadaran susp stroe hemoragik berulang +
NSTEMI, muntah (-) BAK dan BAB (+)

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat stroke (+) sejak 4 tahun yang lalu,riwayat DM (-), Riwayat

2
Hipetensi (+) 4 tahun yang lalu, Riwayat jantung (+)

1.3 DataPenunjang

1.3.1 Data PemeriksaanFisik

- BeratBadan : 100 kg
- TinggiBadan : 165 cm

1.3.2Data Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan
Nadi
Tanggal Darah Laju Nafas Suhu (°C)
(x/menit)
(mmHg)

29/7 180/90 75 27 37,5

30/2 174/90 65 24 37,5

31/7 160/90 98 26 36,5

01/8 158/111 114 16 38,5

02/8 180/100 98 20 37,2

03/8 160/80 98 20 37

04/8 160/80 98 20 37

05/8 140/90 87 20 38,5

3
1.3.3 Data Laboratorium

No Data Nilai Normal 27/ 29/07 30/07 02/08 Hasil


Laboratorium 07

1. Hb (hemoglobin) 12-14 g/dl - 15,2 14 - Normal

2. Leukosit 3,37- - 20,5 20,57 - Tinggi


10^3/mm3

3. Kalium 3,8-5 mmol/L 3,3 2,7 - 2,59 Rendah

4. Natrium 135/145 147 217 147 134 Normal


mmol/L

5. Klorida 97-206 99,8 - 93,7 Normal


mmol/L

6. BUN UV 26,5 33,3 Normal

7. kreatinin 0,6- 1,3 - 1,05 0,9 - Normal

8. SGPT 3- 45 Unit /L - - 10 - Normal

9. SGOT 0-35 Unit /L - - 24 - Normal

10. Glukosa 70-105 mg/dl - 123 - Sedang

11. Asam urat 3,0-6-6 mg/ dl - - 7,2 - Tinggi

12. HDL 207-414 U/L - - 436 - Tinggi

13. LDL 0-130 U/L - - 98 - Normal

14. Trigliserida 0-10 mg dl - - 85 - Normal

4
1.4 Diagnosa
Stroke Haemoregik, hipertensi stage 2, hipokalemia

1.5. Follow up pasien

Tanggal Keterangan

29 Juli 2019 Pasien di pindahkan dari IGD dengan penurunan kesaradaran


sejak 4 hai yang lalu, mual muntah , mata melotot (-) , bAB
dab BAK (+), TD : 180/90 N : 70, P: 24 T :37,6

30 juli 2019 Pasien masih belum sadar, mata melotot TD : 160/90 , N: 98


P: 26 , T

31 juli 2019 Pasien masih masih belum sadar penuh TD :166/97 N:110
P:26 T: 37,5

01 juli 2019 Tekanan sudah mulai turun pasien mulai sadar tapi anggota
gerak masih lemah, mata melotot ,aktivitas dibantu keluarga,
BAB (-) nyeri otot , TD : 158/111 N: 114 P : 16 T: 37,2

02 juli 2019 Pasien sudah mulai makan lewat mulut, anggota gerak pasien
masih lemah, mata melotot ,aktivitas di bantu keluarga, BAB
(+) tapi masih sedikit TD: 180/ 100 N: 96 P :34 T: 37

03 juli 2019 Sudah mulai sadar penuh, Tangan dan kaki pasien masih
lemah , mata masih melotot , TD : 160/ 80 P : 20 N : 98 T :
37

04 juli 2019 keluarga mengatakan pasien mengalmi sakit kepala, TD,


anggota gerak masih lemah, mata masih melotot, TD : 160/

5
80 N : 98 P : 20 T : 38,3

05 juli 2019 Pasien sudah sadar penuh, tapi anggota gerak kai masih
lemah, mata masih nelotot , tekanan darah sudah mulai
turun TD : 140/90 , N : 87 P: 20 T : 38,5

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke
2.1.1 Definisi stroke
Stroke merupakan onset mendadak dari defisit neurologis fokal yang
berlangsung setidaknya 24 jam dan dianggap berasal dari vaskuler (DiPiro, et
al., 2015). Sedangkan menurut Kemenkes RI (2016) stroke adalah kondisi
yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian
area di otak.

2.1.2 Klasifikasi Stroke


a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh pembentukan thrombus lokal atau emboli
yang terjadi pada arteri serebral. Hal tersebut menyebabkan kurangnya aliran
darah sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan otak juga berkurang
(DiPiro, et al., 2015; Caplan, 2009).
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah atau
terjadinya hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor. Thrombosis merupakan
obstruksi aliran darah karena proses oklusi lokal dalam satu atau lebih pembuluh
darah. Berbeda dengan thrombosis, embolisme tidak disebabkan oleh proses
lokal pada arteri yang terkena, namun oleh material yang terbentuk di tempat lain
dalam sistem vaskular yang berjalan di arteri. Hipoerfusi sistemik dapat terjadi
akibat hipotensi atau kegagalan pompa jantung yang merupakan akibat dari
infark miokard atau aritmia (Caplan, 2009).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pendarahan ke dalam jaringan otak dan
ruang ekstravaskuler di dalam tengkorak. Pendarahan dapat merusak otak
dengan memotong jalur penghubung dan menyebabkan luka tekanan yang
bersifat lokal atau general pada jaringan otak. Zat biokimia yang dilepaskan

7
selama dan setelah pendarahan juga dapat mempengaruhi pembuluh darah
terdekat dan jaringan otak (Caplan, 2009). Ruang ekstravaskuler atau
subarachnoid merupakan ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak (Feigin, 2006).

2.1.3 Definisi Stroke Hemoregik


Stroke hemoragik adalah kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya satu atau
lebih pembuluh darah di dalam otak. Darah keluar melalui pembuluh yang pecah di
sekeliling jaringan otak, terakumulasi dan menekan jaringan otak di sekitarnya
(Ikawati, 2011). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan
sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebral dan sekitar 5%
untuk perdarahan subaraknoid (Gofir, 2009).

2.1.4 Klasifikasi Stroke Hemoregik


Stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi pendarahan subakranoid,pendarahan
intraserebral, berdasarkan gambaran klinis dan CT scan.

Tabel 1. Perbedaan pendarahan intraserebral (PIS) dan pendarahansubarakhnoid


(PSA) (Junaidi, 2009).

Gejala dan tanda PIS PSA

Kelainan/deficit Hebat Ringan

Sakit kepala Hebat Sangat hebat

Kaku kuduk Jarang Biasanya ada


Kesadaran Terganggu Terganggu
sebentar
Hipertensi Selalu ada Biasanya tak ada
Lemah sebelah Ada sejak awal Awalnya tak ada

8
tubuh
Eritrosit pada >5000/mm3 >25000/mm3
cairan serebrospinal
(LCS)
CT-scan Area putih Kadang normal

2.1.5 Etiologi Stroke Iskemik


A. Stroke Pendarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, 70%
kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior batang otak dan
serebelum dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). Pada CT scan dan MRI
menunjukkan hematoma di dalam otak (Caplan, 2009).
a. Etiologi
Etiologi stroke pendarahan intraserebral adalah sebagai berikut:

a) Hipertensi arterial
Hipertensi merupakan penyebab utama terbanyak PIS, yaitu antara 70-
90%. Pada arteri tampak degenerasi tunika media dinding arteri yang
diinduksi oleh hipertensi.

b) Aneurisma intrakranial
Pendarahan intraserebral akibat ruptur aneurisma biasanya menuju ke
ruang subaraknoid. Sekitar 16-23% PIS disebabkan karena aneurisma
pecah.

c) Angiopati miloid
Sekitar 10% dari seluruh pendarahan intraserebral disebabkan oleh
angiopati miloid.
d) Malformasi arteri-venosa

9
Malformasi arteri-venosa (MAV) merupakan penyebab terbanyak
pendarahan intraserebral akut. Kelainan ini merupakan kelainan
kongenital yang terjadi pada minggu kedelapan kehidupan embrional,
yang kemudian menyebabkan hubungan persisten antara sistema arterial
dan vena (Setyopranoto, 2008).
e) Patofisologi
Stroke pendarahan intraserebral terjadi ketika suatu pembuluh
darah intraserebral pecah sehingga menyebabkan darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak, serta menyebabkan
terbentuknya hematoma. Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat
berakibat gangguan fungsi sel yang berat bahkan nekrosis sel saraf
(Junaidi, 2009). Stroke pendarahan intraserebral dapat menyebabkan
kerusakan melalui dua cara, yaitu: (1) kerusakan otak yang terjadi saat
pendarahan dan (2) hematoma yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya (Elliot & Smith, 2010).

f) Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya PIS dapat diklasifikasikan menjadi faktor
resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor tidak
dapat dimodifikasi antara lain, jenis kelamin, usia dan etnis. Sementara
resiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, konsumsi alkohol,
penggunaan obat-obat seperti warfarin dan aspirin dosis tinggi (Elliot &
Smith, 2010).

g) Tanda dan gejala


Gambaran klasik stroke pendarahan intraserebral adalah
munculnya (onset) secara tiba-tiba defisit neurologik yang progresif dari
beberapa menit sampai beberapa jam yang disertai dengan peningkatan
tekanan darah dan pertanda klinis dari peningkatan tekanan intrakranial,
yaitu berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah dan penurunan kesadaran
(Setyopranoto, 2008; Elliot & Smith, 2010).

10
Gejala defisit neurologik yang terjadi dapat berupa:

a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu


sisi tubuh
b. Mulut tidak simetris
c. Gangguan menelan
d. Gangguan bahasa dan bicara
e. Tidak memahami pembicaraan orang lain
f. Hilang kendali terhadap kandung kemih
g. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik
(Junaidi, 2011). Pertanda klinis lain yang sering terjadi pada pasien
dengan PIS diantaranya, hiperventilasi, takikardia, bradikardia, demam
dan hiperglikemia (Elliot & Smith, 2010).

B. Stroke Pendarahan Subaraknoid (PSA)


Perdarahan subaraknoid adalah keadaan akut dimana terdapatnya/
masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan yang terjadi di
pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak
atau bagian bawah otak. PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma
(50%). Pendarahan subaraknoid menunjukkan gejala nyeri kepala hebat
mendadak, terhentinya aktivitas, dan muntah tanpa tanda-tanda neurologis fokal.
CT scan menunjukkan darah dalam rongga subaraknoid dan sistema serebri, serta
cairan spinal mengandung darah (Goldszmidt & Caplan, 2009).
a. Etiologi
Penyebab yang paling sering dari pendarahan primer yang terjadi pada
rongga subaraknoid adalah robeknya aneurisma (51-75%), angioma,
gangguan koagulasi (iatogenik/obat antikoagulan), kelainan hematologik,
tumor, idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi,
2009).

b. Patofisiologi

11
Penyebab yang paling sering pada PSA primer adalah robeknya
aneurisma, dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma
kongenital (bawaan), yang terletak di sekitar lingkaran willisi. Aneurisma
adalah kantung patologis yang terbentuk dari dinding arteri yang lemah,
sehingga menonjol seperti balon (Junaidi, 2009).

Pada pendarahan subarakhnoid, pendarahan yang terjadi akan direspon


oleh tubuh. Untuk menghentikan pendarahan, tubuh akan melakukan
kontraksi pembuluh darah (vasokontrisksi atau vasospasme) yang dirangsang
oleh zat-zat yang bersifat vasokontriktor, seperti serotonin, prostatglandin dan
produk pecahan darah lainnya. Keadaan ini akan memicu ion kalsium untuk
masuk ke dalam sel otot polos pembuluh darah. Akibatnya kontraksi atau
spasme akan semakin hebat dan lambat laun yaitu sekitar hari kelima setelah
pendarahan, kontraksi akan mencapai puncaknya, sehingga terjadi penutupan
lumen atau saluran pembuluh darah secara total dan darah tidak dapat
mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan. Akhirnya terjadi kematian pada
sel saraf (Junaidi, 2009).
c. Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya pendarahan subaraknoid aneurismal, diantarannya:

a) Hipertensi
b) Merokok
c) Penggunaan obat-obat simpatomimetik, seperti kokain
d) Riwayat pendarahan subaraknoid aneurismal sebelumnya
e) Riwayat pendarahan subaraknoid aneurismal pada keluarga
f) Riwayat aneurisma pada keluarga
g) Stress mental dan fisik (Connoly et al., 2012).
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala umum sebagaimana yang terjadi pada tipe stroke lain
juga terjadi pada stroke pendarahan subaraknoid. Diantara tanda dan gejala
tersebut adalah:

12
a) Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher.
b) Mual dan muntah.
c) Fotofobia.
d) Paresis saraf okulomotoris, pupil ansokor, pendarahan retina pada
funduskopi.
e) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik).
f) Kaku leher dan kuduk (meningismus), bila pasien masih sadar.
g) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (sonmolen) sampai kesadaran
hilang (Junaidi, 2009).
e. Klasifikasi PSA berdasarkan Hunt & Hess
a) Stadium 1, pendarahan asimtomatik, sakit kepala ringan, sadikit kaku
kuduk.
b) Stadium 2, sakit kepala sedang sampai berat, kaku kuduk, belum ada
gangguan defisit neurologis.
c) Stadium 3, kesadaran hilang, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin
ada gannguaan otonom.
d) Stadium 4, koma, kaku decerebrate (Caplan, 2009).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab kerusakan


neurologi (iskemik atau perdarahan). Uji diagnosis stroke dapat dilakukan
dengan:

a. Riwayat penyakit pasien dan uji fisik


Pada beberapa pasien, terdapat tanda-tanda kerusakan neurologi seperti
infark hemisphere, oklusi basilar arteri, stroke dengan edema yang
menyebabkan tekanan pada batang otak sehingga menurunkan tingkat
kesadaran, sakit kepala (25% kasus), mual-muntah pada stroke batang otak
atau cerebellum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa riwayat pasien dan
uji fisik membantu membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik.

13
b. CT scan (Computed Tomographic Scan)
CT scan akan menunjukkan warna putih pada area perdarahan dan gelap
pada daerah infark. CT scan dapat membantu identifikasi penyebab kerusakan
neurologi nonvaskular seperti tumor otak. CT scan adalah standar
pemeriksaan yang direkomendasikan untuk pasien stroke.

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Hemoragik

Hipertensi merupakan faktor risiko utama stroke yang dapat


dimodifikasi, dengan perkiraan 51% dari kematian stroke yang terjadi
disebabkan oleh tekanan darah sistolik yang tinggi. Penatalaksanaan hipertensi
pada stroke ditentukan oleh waktu, jenis stroke, penggunaan trombolisis, kondisi
medis, dan variabel farmakologis (Bowry et al., 2014). Banyak studi
menunjukkan adanya hubungan berbentuk kurva U antara hipertensi pada stroke
akut (iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan kecacatan. Hubungan
tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu
berkaitan dengan tingginya kematian dan kecacatan (PERDOSSI 2011).
Berdasarkan penelitian Intensive Blood Pressure Reduction in Acute Cerebral
Haemorrhage Trial (INTRACT) II, penurunan tekanan darah yang intensif pada
pendarahan intraserebral hingga tekanan darah sistolik <140 mmHg cukup aman
(Anderson et al., 2013).

A. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Pendarahan Intraserebral


Pedoman penatalaksanaan hipertensi pada pasien stroke pendarahan
intraserebral akut menurut PERDOSSI (2004, 2011) yaitu:

a. Apabila Tekanan Darah Sistolik (TDS) >200 mmHg atau Mean Arterial
Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan

14
tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem)
intravena, digunakan dalam upaya diatas.
e. Bila tekanan sistolik <180 mmHg dan tekanan darah diastolik <105
mmHg, ditangguhkan pemberian obat antihipertensi.

B. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Pendarahan Subaraknoid

Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau


dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan
TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien,
berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.
Nimodipin oral harus diberikan kepada semua pasien dengan PSA. Calcium Channel
Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA
karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral
telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek
neuroprotektif dari nimodipin (PERDOSSI, 2011; Connoly et al., 2012).

15
C. Obat Antihipertensi pada Pasien Stroke Hemoragik

Kriteria obat yang ideal dalam penanganan hipertensi pada stroke akut
menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dalam
guideline stroke tahun 2004, yaitu:

a. Kerja cepat dan reversible


b. Efek dapat diprediksi dan dikendalikan
c. Resiko terapeutik-toksik rendah
d. Mempunyai efek vasodilatasi serebral yang minimal
e. Tidak mempunyai efek penekanan terhadap sistem saraf pusat
f. Tidak menurunkan aliran darah pada penumbra
g. Mudah di dapat dan relatif terjangkau

1) Antihipertensi Golongan Penghambat Beta (β-Blockers)


Beta blocker dikenal juga dengan nama antagonis reseptor β adrenergik, adalah
golongan obat yang bekerja dengan menghambat interaksi epinefrin, norepinefrin,
dan obat-obatan simpatomimetik dengan reseptor β (beta). Ada tiga subtipe reseptor
β, yaitu β1, β2, dan β3 (Brunton et al., 2008). Blokade reseptor ini mengakibatkan
peniadaan atau penurunan kuat aktifitas adrenalin dan noradrenalin (NA) (Tjay &
Rahardja, 2007).
Antihipertensi golongan penghambat beta yang direkomendasikan oleh
PERDOSSI (2011) dalam penatalaksanaan hipertensi pada stroke hemoragik adalah
labetalol dan esmolol. Labetalol merupakan antihipertensi dengan aktivitas α-blocker
dan β-blocker. Kombinasi aktivitas α-blocker dan β-blocker inilah yang
menyebabkan labetalol dinilai bermanfaat dalam penanganan hipertensi emergensi.
Sementara itu, esmolol merupakan penghambat β1 selektif yang dimetabolisme
dengan cepat oleh tubuh. Esmolol memiliki waktu paruh yang singkat (9 menit) dan
diberikan melalui infus intravena (Katzung, 2006).

16
2) Antihipertensi Penghambat Saluran Kalsium (Calsium Channel Blocker)
Penghambat saluran kalsium adalah obat penurun tekanan darah yang
memperlambat pergerakan kalsium ke dalam sel jantung dan dinding arteri sehingga
arteri menjadi rileks dan menurunkan tekanan dan aliran darah di jantung (Muchid,
2006). Ada dua jenis utama dari penghambat saluran kalsium: dihidropiridin, seperti
amlodipin dan nifedipin yang bekerja dengan melebarkan arteri, dan
nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil yang agak kurang melebarkan
arteri tetapi juga mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas (Weber et al., 2013).
Antagonis saluran kalsium bekerja menginduksi relaksasi otot polos pembuluh darah,
terutama arteri. Relaksasi yang terjadi pada otot polos pembuluh darah kemudian
menyebabkan penurunan tekanan darah (Luellmann, 2005).

Nikardipin hidroklorida termasuk penghambat saluran kalsium golongan


dihidropiridin. Nikardipin hidroklorida memiliki aktivitas vasodilator koroner dan
serebral, larut dalam air, sehingga cocok untuk pemberian intravena. Sebuah laporan
sebelumnya menunjukkan bahwa nikardipin intravena efektif dan aman untuk cepat
menurunkan tekanan darah (Hwang et al., 2012). Pada penatalaksanaan PIS,
nikardipin dapat diberikan secara intravena dengan dosis 5-15 mg/jam. Sedangkan
Pada PSA nimodipin diberikan dengan dosis 60 mg setiap 4 jam setelah serangan
PSA untuk jangka waktu 21 hari, dan harus dimulai segera setelah diduga adanya
pendarahan subaraknoid. Jika nimodipin menyebabkan hipotensi serius, dosis dapat
diubah ke 30 mg setiap 2 jam. Nimodipin harus diberikan enteral, melalui rute oral
atau nasogastrik, bila memungkinkan dapat digunakan intravena jika diruangan
Intensive Care Unit (ICU) (Sherratt dan Ugan, 2017).

17
Gambar . Algoritma terapi atihipertensi pada pasien stroke hemoragik

PERDOSSI, 2004, 2011

18
BAB III
ANALISA FARMAKOTERAPI DAN DRP

3.1 TerapiFarmakologi

Aturan Tanggal
No Nama Obat
29/7 30/7 31/7 01/8 02/8 03/8 04/8 05/8
Pakai
NonParenteral
1 Amlodipin 10 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
2 Candesartan 16 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
3 Simvastatin 20 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
4 Spironolakton 25 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
5 KSR 3x1 √ √ √ √ √ √ √
6 Concor (Bisoprolol) 1x1 √ √ √ Off
1,25 mg
7 Concor (Bisoprolol 1x1 √ √ √ √ √
2,5 mg)
8 Dulcolax supp 1x1 -- - - - √ - - -
Parenteral
1 Citicolin Injeksi 2 x 250 mg √ √ √ √ √ √ √ √
2 Lansoprazole Injeksi 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
3 Ceftazidime Injeksi 1x1 √ √ √ √ √ √ √ Off

19
4 Lasix injeksi 3x2 √ √ √ √ √ √ √ √
5 PCT √ √ √ √ √

Cairan Intravena

1 RL √ √ √ √ √ √ √ √
2 Nitrogliserin 10 μg/menit √ off
Trinitrat (NTG)
3 Infus manitol 4x100 cc √ √ √ √
4 Perdipine 2,5 √ √ √ Off
μg/menit

20
3.2 PerhitunganDosis

No Nama Obat Dosis Dosis Literatur Perhitungan Keterangan

1 Paracetamol 3x1 325-650 mg tiap 4 jam atau 1500 mg/hari Sesuai


bila perlu tidak lebih 4 g
/hari (Medscape)
2 KSR (600 mg) 3x1 1-2 tablet 2-3 kali sehari 1800 mg/hari Sesuai
(MIMS)

3 Ceftazidime Injeksi 2x1 1-2 g setiap 8-12 jam 2g Sesuai

(Martindale 36th)

4 Lasix Injeksi(20 3x2 20-40 mg/hari, dapat 120 mg Sesuai


mg/mL) ditingkatkan 20 mg setiap
2 jam, namun tidak lebih
dari 200 mg/hari
(Medscape)
5 Spironolakton (25 mg) 1x1 25-100 mg/ hari (AHFS) 25 mg/hari Sesuai

6 Amlodipin 10 mg 1x1 5-10 mg/hari (Martindale 10 mg/hari Sesuai

36th)
7 Candesartan 16 mg 1x1 8-32 mg sekali sehari 16 mg/hari Sesuai

21
(Martindale 36th)

8 Perdipine drip 2,5 1x1 0,5 μg-10µg/kgBB/menit 15 mg/jam Sesuai


μg/kgBB/menit 5 mg/jam-15 mg/jam

(Martindale 36th)
9 Bisoprolol 1,25 mg 1x1 Dosis awal 1,25 mg dosis 1,25 mg/hari Sesuai
tunggal, tingkatkan dua kali
lipat setelah 1 minggu

(Martindale 36th)
10. Bisoprolol 2,5 mg 1x1 Dosis awal 1,25 mg dosis 2,5 mg/hari Sesuai
tunggal, tingkatkan dua kali
lipat setelah 1 minggu

(Martindale 36th)
11. Manitol inf 20% w/v 4x100 ml 50-100 gram selama 24 jam 80 gram/hari Sesuai
dalam infus intravena 5 atau

20%. (Martindale 36th)


12. Simvastatin 20 mg 1x1 5-40 mg sekali sehari 20 mg/hari Sesuai
(Medscape)
13. Nitrogliserin 1x1 10-200 microgram/menit 1x 10 µg Sesuai
(Martindale 36th)
14. Dulcolax supp 1x1 5-15 mg/hari (MIMS) 1x 10 mg Sesuai

22
15. Citicolin Injeksi 2 x 250 Maksimal 1 g/hari 500 mg/hari Sesuai
mg (Martindale 36th)
16. Lansoprazole Injeksi 1x1 15-30 mg 1 x sehari selama 1x 15 mg Sesuai
4 minggu (MIMS)

3.3 Kajian Kesesuaian Indikasi

No Jenis Obat Indikasi Obat Komentar dan Alasan

1. Parasetamol Meredakan nyeri dan menurunkan demam Pemberian obat tepat, karena suhu tubuh pasien
tinggi maka diberikan obat ini

2. KSR Mengatasi kondisi dan gejala hypokalemia Pemberian obat tepat, karena kadar kalium pasien
rendah

3. Ceftazidime Mengatasi infeksi Pemberian obat tepat, karena kadar leukosit


dalam darah tinggi

4. Lasix Sebagai diuretic Pemberian obat tepat, karena pasien mengalami


edema sehingga dapat mengurangi volume cairan
darah.

23
5. Spironolakton Sebagai diuretic Pemberian obat tepat, karena pasien mengalami
edema sehingga dapat mengurangi volume cairan
darah.

6. Amlodipin Menurunkan tekanan darah Pemberian obat tepat, karena tekanan darah pasien
melebihi normal

7. Candesartan Menurunkan tekanan darah Pemberian obat tepat, karena tekanan darah pasien
melebihi normal

8. Perdipin/Nikardipin Menurunkan tekanan darah Pemberian obat tepat, karena tekanan darah pasien
melebihi normal

9. Concor/Bisoprolol Menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi Pemberian obat tepat, karena tekanan darah pasien
yang menderita penyakit jantung melebihi normal dan memiliki riwayat penyakit
jantung

10. Manitol Sebagai diuretik Pemberian obat tepat, karena pasien mengalami
edema sehingga dapat mengurangi volume cairan
darah.

11. Simvastatin 20 mg Menurunkan kadar kolesterol dalam darah Pemberian obat tepat, karena kadar kolesterol total
dan LDL pasien tinggi

12. Nitrogliserin Mencegah nyeri dada (angina) dan mengobati Pemberian obat tepat, karena pasien memiliki
gejala gagal jantung riwayat penyakit jantung dan mencegah serangan

24
jantung akut

13. Dulcolax
Obat konstipasi Untuk melancarkan BAB pasien

14. Citicolin Injeksi i.v Sebagai neuroprotektor Pemberian obat tepat, karena pasien mengalami
stroke, maka untuk mempertahankan fungsi otak
secara normal dan mengurangi jaringan otak yang
rusak diberikan obat ini. Selain itu citicolin mampu
meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di
otak serta mempercepat masa pemulihan akibat
stroke
15. Lansoprazole Injeksi Gangguan lambung Pemberian lansoprazole untuk mengatasi efek
samping obat yang berpotensi mengiritasi lambung

25
3.4 AnalisaPermasalahan

NO Jenis Pemasalahan Analisa Masalah PermasalahanTerkait Komentar/

Obat rekomendasi
1 Korelasi antara terapi obat 1. Adakah Obat tanpaindikasi? 1. TidakAda 1. Obat yang diberikan
dengan penyakit sudah sesuaiindikasi
2. Adakah pengobatan yang tidak 2. TidakAda
2. Semua kondisi klinis
dikenal?
sudahditerapi
3. TidakAda
3. Adakah kondisi klinis yang tidak
3. Semua kondisi klinis
diterapi?
sudahdiobati

2 Pemilihan obat yang 1. Bagaimana pemilihan obat? 1. Sudah 1. Obat yang diberikan
sesuai Apakah sudah efektif dan telah sesuai dengan
merupakan obat terpilih pada kasus 2. Sudah gejala penyakit dan
ini? liniterapi
3. Bisa
2. Apakah pemilihan obat tersebut 2. Tidak terdapat
relatifaman? masalah selama
masih dilakukan
3. Apakah terapi obat dapat
pemantauan
ditoleransi olehpasien?

26
3. Terapi obat dapat
ditoleransi oleh
pasien

3 Regimen Dosis 1. Apakah dosis, frekuensi dan cara 1. Sesuai 1. Dosis, frekuensi dan
pemberian mempertimbangkan cara pemberian telah
efektifitas keamanan dan sesuai dengan kondisi
kenyamanan serta sesuai dengan pasien
kondisipasien? 2. Jadwal pemberian
dosis
2. Apakah jadwal pemberiandosisbisa
2. Bisa bisamemaksimalkan
memaksimalkan efek terapi,
efek terapi,
kepatuhan, meminimalkan efek
kepatuhan,
samping, interaksi obat, dan
meminimalkan efek
regimen yang kompleks?
samping dan interaksi
3. Apakah lama terapi sesuai dengan
3. Sesuai obat
indikasi?
3. Lama terapi sudah
sesuai dengan
indikasi

27
4 Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi? 1. Ya 1. Amlodipin dan
nicardipin merupakan
obat antihipertensi
dengan golongan
yang sama yaitu
golongan CCB dan
digunakan secara
bersamaan
5 Alergi Obat atau intoleran 1. Apakah pasien alergi atau intoleran 1. Tidak ada 1. Tidak ada riwayat
terhadap salah satu obat? Permasalahan alergi pasien

2. Apakah pasien telah tahu yang


2. Tidak ada permasalahan
harus dilakukan jika terjadialergi?

6 Efek Merugikan 1. Apakah ada gejala/permasalahan Tidak ada permasalahan Tidak ada permasalahan

medis yang diinduksi obat? yang diinduksi obat

28
7 Interaksi dan 1. Apakah ada interaksi obat dengan 1. Ada interaksiobat 1. Interaksi obat yang
kontraindikasi obat? Apakah signifikan secara terjadi dapatdiatasi
klinis? 2. Tidak adapermasahan
2. Tidak ada interakasi
2. Apakah ada interaksi obat dengan obat dengan makanan
3. Tidak adapermasalahan
makanan? Apakah bermakna yang bermakna
secaraklinis? secaraklinis
3. Apakah ada interaksi obat dengan
3. Tidak ada interaksi
datalaboratorium?
obat dengan data
laboratorium

29
3.5 Lembar Pengkajian Obat

No. RM: 52xxxx Dokter: dr. Amilus Ismail, Sp. S


Nama: Ny. VY

Umur: 42 tahun 11 bulan


Ruangan: HCU Bangsal Neuro Farmasis: Devi Safitri, S.Farm, Apt
BB: 100 kg TB: 165 cm

No. Hari/Tanggal Kode Masalah Uraian Masalah Rekomendasi/Saran

1. Selasa/30 Juli 8, 17 Amlodipin dan nicardipin: amlodipin Selama penggunaan obat, dilakukan monitoring terhadap
2019 dan nicardipin dapat meningkatkan tekanan darah pasien dan kemungkinan terjadinya efek
efek antihipertensi samping obat

2. Selasa/30 Juli 8 Amlodipin dan Simvastatin: Waktu penggunaan obat dibedakan. Amlodipin digunakan
2019 amlodipin dapat meningkatkan efek pada pagi hari sedangkan simvastatin digunakan pada
dari simvastatin dan meningkatkan malam hari
risiko miopati

30
3. Selasa/ 30 8 Candesartan dan spironolakton dapat Selama penggunaan obat, dilakukan monitoring terhadap
Juli 2019 meningkatkan kadar kalium kadar kalium
(Interaksi Obat)

Kode Masalah:
1. Indikasi : 3. Dosis obat 7. Lama pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan: 14. Kompatibilitas
obat
a. Tidak ada indikasi a. Kelebihan (over dosis) 8. Interaksi obat a. Resep 15. Ketersediaan
obat/kegagalan mendapat obat
b. Ada indikasi, b. Kurang (under dosis) a. Obat b. Buku injeksi 16. Kepatuhan
tidak ada terapi 4. Interval pemberiab b. Makanan/minuman 11. Kesalahan penulisan resep 17. Duplikasi terapi
c. Kontra indikasi 5. Cara / waktu pemberian c. Hasil laboratorium 12. Stabilitas sediaan injeksi 18. Lain-lain

2. Pemilihan obat 6. Rute pemberian 9. Efek Samping Obat 13. Sterilitas sediaan injeksi

31
3.6 Monitoring Rencana PelayananFarmasi

No. RM: 52xxxx Dokter: dr. Amilus Ismail, Sp. S


Nama: Ny. VY

Umur: 42 tahun 11 bulan


Ruangan: HCU Bangsal Neuro Farmasis: Devi Safitri, S.Farm, Apt
BB: 100 kg TB: 165 cm

Tujuan Terapi Obat Obat Parameter Monitoring Efek Akhir Yang Frekuensi Monitoring
Diinginkan

Menurunkan suhu tubuh Parasetamol Suhu tubuh Suhu tubuh normal Setiap hari
pasien

Terapi menangani KSR Kadar kalium darah Kalium darah menjadi Setiap hari
kondisi hipokalemia normal
pasa pasien

Terapi menangani Ceftazidime Leukosit Leukosit darah Setiap hari/setiap dilakukan


infeksi pada pasien menjadi normal pemeriksaan laboratorium

32
Mengatasi kondisi Lasix Injeksi Kondisi cairan tubuh Cairan tubuh normal Setiap hari
kelebihan cairan pada pasien
pasien

Mengatasi kondisi Spironolakton Kondisi cairan tubuh Cairan tubuh normal Setiap hari
kelebihan cairan pada pasien
pasien

Menormalkan tekanan Candesartan Tekanan darah pasien Tekanan darah normal Setiap hari
darah pasien

Menormalkan tekanan Amlodipin Tekanan darah pasien Tekanan darah normal Setiap hari
darah pasien

Menormalkan tekanan Bisoprolol Tekanan darah pasien Tekanan darah normal Setiap hari
darah pasien

Tekanan darah pasien Nicardipin Tekanan darah pasien Tekanan darah pasien Setiap hari
normal normal

33
Mengatasi edema pada Manitol Kondisi cairan tubuh Cairan tubuh normal Setiap hari
pasien pasien

Mempertahankan fungsi Citicolin Injeksi Kemampuan kognitif Kemampuan kognitif Setiap hari
otak dan mempercepat dan motorik pasien dan motorik pasien
masa pemulihan kembali normal

Menurunkan kadar Simvastatin Kadar kolesterol darah Kadar kolesterol darah Setiap hari
kolesterol tinggi menjadi normal

Mencegah nyeri Nitrogliserin Nyeri jantung Intensitas nyeri pada Setiap hari
dada (angina), serangan angina (nyeri
membatasi jumlah dada) dapat berkurang.
serangan jantung
yang dimiliki.
Sebagai obat Dulcolax supp Sakit perut/ konstipasi BAB pasien tidak Setiap hari
pencahar, dan terhambat
mengurangi
konstipasi
Untuk Lansoprazole Injeksi Nyeri lambung Produksi asam Setiap hari
menurunkan lambung berkurang
produksi asam dan pasien tidak

34
lambung sehingga mengeluhkan nyeri
mengobati tukak lambung
lambung

35
3.7 Konseling

Uraian Rekomendasi/Saran

Parasetamol Parasetamol diminum 3 x sehari sesudah makan atau bila perlu

KSR Diminum 3 x sehari sesudah makan pada pagi, siang dan malam hari

Ceftazidime Diinjeksi 2 x sehari pada pagi dan malam hari

Lasix Diinjeksi 3 x sehari pada pagi, siang dan sore hari

Spironolakton Diminum 1 x sehari pada pagi hari

Candesartan Candesartan diminum 1 x sehari sesudah makan pada pagi hari

Amlodipin Amlodipin diminum 1 x sehari sesudah makan pada pagi hari

Bisoprolol Bisoprolol diminum 1x sehari sesudah makan

Simvastatin Simvastatin diminum 1 x sehari sesudah makan pada malam hari

Citicolin Injeksi Citicolin digunakan 2 x sehari pada pagi dan malam hari

36
Nitrogliserin Digunakan saat penderita terkena angina atau beberapa saat sebelum melakukan aktivitas fisik, misalnya berolahraga.

Dulcolax supp Digunakan 1x sehari 10 mg per hari setiap pagi hari.

Lansoprazole Injeksi lansoprazole 15 mg 1 x sehari 30 menit sebelum makan.

Terapi Non Farmakologi

1 Melatih pasien untuk mengatur koordinasi seperti cara berbicara, bergerak dll

2 Memperbanyak istirahat dan hindari stress

3 Mengatur pola makan

4 Hindari konsumsi garam berlebih dan makanan yang mengandung kolesterol tinggi

37
3.8 TinjauanObat

1. Paracetamol

Komposisi Paracetamol 500 mg


Kelas terapi Analgetik/Antipiretik
Indikasi Menurunkan demam
Mekanisme Menghambat siklooksigenase
Kerja

Dosis 325-650 mg tiap 4 jam atau bila perlu tidak lebih 4 g /hari
(Medscape)

Pemberian Obat Peroral


Kontraindikasi Hipersensitifitas, gangguan hati
Efek Samping Pusing, urticaria, leukopenia, neutropenia, angioedema
Peringatan Paracetamol tersedia dalam berbagai bentuk dan dosis,
periksa label dan hati-hati untuk menghindari overdosis

Farmakokinetika Absorbsi : Diserap dengan baik setelah pemberian oral,


dengan konsentrasi plasma puncak tercapai dalam 10-60
menit (persiapan lepas langsung) atau 60-120 menit
(persiapan lepas lambat). Penyerapan yang buruk atau
bervariasi setelah pemberian rektal; variasi yang cukup
dalam konsentrasi plasma puncak tercapai; waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak jauh lebih lama
daripada setelah pemberian oral.
Distribusi : Didistribusikan dengan cepat ke sebagian besar
jaringan tubuh. Melintasi plasenta dan didistribusikan ke
dalam ASI.
Metabolisme: Dimetabolisme terutama dengan konjugasi

38
sulfat dan glukuronida; 226 sejumlah kecil (5-10%)
dioksidasi oleh jalur yang bergantung pada CYP (terutama
CYP2E1 dan CYP3A4) menjadi metabolit toksik, N-acetyl-
p-benzoquinoneimine (NAPQI) .226 NAPQI didetoksifikasi
oleh glutathione dan dihilangkan; setiap metabolit toksik
yang tersisa dapat berikatan dengan hepatosit dan
menyebabkan nekrosis sel.
Ekskresi : Terutama diekskresikan dalam urin sebagai
konjugat.

2. KSR

Komposisi Kalium klorida 600 mg/tab


Kelas terapi Elektrolit
Indikasi Hypokalemia
Mekanisme memberikan kondisi toleransi lambung maksimum dan
Kerja penyerapan yang efektif untuk pengobatan semua jenis
defisiensi kalium, apakah alkalosis hipokloremik atau
hipokalemik.
Dosis 1-2 tablet 2-3 kali sehari (MIMS)

Pemberian Obat Peroral


Kontraindikasi Gagal ginjal lanjut, hiperkalemia, penyakit Addison yang
tidak diobati, dehidrasi akut, obstruksi GI.
Efek Samping Mual, muntah, diare, sakit perut
Peringatan Jika seorang pasien yang sedang dirawat dengan KSR
mengalami muntah-muntah parah, sakit perut kembung atau
perut kembung, atau pendarahan gastrointestinal, obat harus
segera dihentikan.

39
3. Ceftazidime

Kelas terapi Antibiotik golongan sefalosporin


Indikasi Infeksi saluran kemih
Mekanisme Ceftazidime berikatan dengan 1 atau lebih dari protein
Kerja pengikat penisilin (PBP) yang menghambat langkah
transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan di dinding sel
bakteri, sehingga menghambat biosintesis dan menahan
rakitan dinding sel yang mengakibatkan kematian sel
bakteri.
Dosis 1-2 gram setiap 8-12 jam/hari

Pemberian Obat Parenteral (Injeksi)


Kontraindikasi Hipersensitifitas
Efek Samping Diare, mual, muntah, sakit perut, rasa logam; eosinofilia,
trombositosis; pruritus, ruam (makulopapular, eritematosa),
urtikaria, fotosensitifitas, angioedema, demam;
Farmakokinetika Absorbsi: Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma:
Kira-kira 1 jam (IM), 5 menit (bolus IV).
Distribusi: Didistribusikan secara luas di jaringan tubuh
dan cairan; konsentrasi terapeutik terjadi pada CSF ketika
meninge meradang. Melintasi plasenta, didistribusikan
dalam cairan ketuban dan memasuki ASI. Volume
distribusi: 0,18-0,31 L / kg. Ikatan protein plasma: Sekitar
10%.
Metabolisme: Tidak dimetabolisme.
Ekskresi: Melalui urin dengan filtrasi glomerulus (kira-kira
80-90% sebagai obat tidak berubah dg dalam 24 jam).
Waktu paruh plasma: Kira-kira 2 jam.

40
4. Lasix (Furosemid)

Kelas terapi Antihipertensi golongan diuretic


Indikasi Hipertensi, edema
Mekanisme Furosemide menghambat reabsorpsi Na dan Cl terutama di
Kerja bagian medula dari loop naik Henle.

Dosis 20-40 mg/hari, dapat ditingkatkan 20 mg setiap 2 jam,


namun tidak lebih dari 200 mg/hari

Pemberian Obat Perenteral (injeksi)


Kontraindikasi Anuria, hipersensitivitas
Efek Samping hipotensi, pusing, ketidakseimbangan elektrolit
(hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia)
Farmakokinetika Absobsi: Cukup cepat diserap dari saluran GI. Ketersediaan
hayati: Sekitar 60-70%.
Distribusi: Melintasi plasenta; memasuki ASI. Ikatan
protein plasma: Hingga 99% (terutama albumin).
Metabolisme: Menjalani metabolisme hepatik minimal.
Ekskresi: Terutama melalui urin (sebagai obat tidak
berubah).

5. Spironolakton

Kelas terapi Antihipertensi golongan diuretic


Indikasi Hipertensi, edema
Mekanisme Spironolactone bekerja pada tubulus ginjal distal sebagai
Kerja antagonis kompetitif aldosteron, meningkatkan ekskresi
NaCl dan air sambil menghemat ion K dan hidrogen.

41
Dosis 25-100 mg/ hari (AHFS)

Pemberian Obat Peroral


Kontraindikasi Anuria, hiperkalemia, penyakit Addison, insufisiensi ginjal
akut atau progresif.
Efek Samping Mengantuk, pusing, sakit kepala, lesu, kram kaki, gangguan
GI (misalnya diare, kram), ataksia, kebingungan mental,
ruam, pruritus, alopesia, hiponatremia, gangguan elektrolit,
gynaecomastia, hirsutisme, ketidakteraturan menstruasi,
nyeri payudara.
Farmakokinetika Absorbsi: Diserap dengan baik dari saluran GI. Peningkatan
penyerapan bersama makanan. Ketersediaan hayati: Sekitar
90%. Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma: 3-4 jam
(terutama sebagai metabolit aktif).
Distribusi: Melintasi plasenta; memasuki ASI (seperti
canrenone). Ikatan protein plasma: Sekitar 90%.
Metabolisme: Dimetabolisme secara luas menjadi beberapa
metabolit aktif (mis. Canrenone dan 7α-
thiomethylspirolactone).
Ekskresi: Melalui urin dan feses sebagai metabolit.

6. Candesartan

Komposisi Candesartan 8 mg, candesartan 16 mg


Kelas terapi Angiotensin Reseptor Blocker II (Antihipertensi)
Indikasi Hipertensi, CHF

42
Mekanisme Candesartan menghambat ikatan angiotensin II pada
Kerja reseptor AT1 di jaringan yang menyebabkan vasodilatasi
dan pelepasan aldosteron.
Dosis HTN : 8-16 mg / hari
CHF : 4 mg / hari
Max : 32 mg / hari
Pemberian Obat Peroral
Kontraindikasi Hamil, hipersensitifitas, gangguan hati berat, diabetes
Efek Samping Udem perifer, pusing, hipertriglicerida,
Peringatan Riwayat angiodema, hipovolemia, resiko hipotensi,
perhatikan penggunaan pada pasien gangguanginjal,
lakukan penyesuaian dosis.
Farmakokinetika Absorbsi : diabsorbsi di saluran gastrointestinal,
bioavailabilitas absolut sekitar 15%. Waktu mencapai
puncak plasma 3-4 jam.
Distribusi : volume distribusi 0,13 L/Kg. Ikatan protein
plasma >99%
Metabolisme : candesartan cilextil mengalami hidrolisis
ester di saluran GI menjadi bentuk aktif candesartan
Ekskresi : melalui urin dan empedu dalam bentuk tak
berubah dan meabolit inaktif.

7. Amlodipin

Komposisi Amlodipine 10 mg
Kelas terapi Calcium channel Blockers (Antihipertensi, Antiangina)
Indikasi Hipertensi, penyakit arteri koroner, angina.

43
Mekanisme Menghambat perpindahan ion Ca melewati membran otot
Kerja tanpa mengubah konsentrasi kalsium serum sehingga
menghambat kontraksi otot jantung, otot polos vaskuler
dan otot rangka.
Dosis 5 mg / hari. Maksimal 20 mg / hari
Pemberian Obat Peroral
Kontraindikasi Hipersensitivitas
Efek Samping Udem, udem paru, sakit kepala, mual pusing, nyeri perut,

mengantuk.
Peringatan CHF, perhatikan reaksi pada kulit, angina lebih parah
dapat terjadi saat peningkatan dosis. Pehatikan
penggunaan pada pasien kardiomiopatihipertropik.
Farmakokinetika Absorbsi : diabsorbsi dnegan baik pada saluran GI.
Bioavailability sekitar 60-65%. Waktu mencapai puncak
plasma 6-12 jam
Distribusi : volume distribusi 21 L/Kg

Metbolisme : dimetabolisme di hati menjadi metabolit


inaktif
Ekskresi : diekskresikan melalui urin (umumnya dalam

bentuk metabolit, <10% dalam bentuk tidak berubah).

8. Perdipin

Komposisi Nikardipin
Kelas terapi Calcium Channel Blockers (Antihipertensi)
Indikasi Hipertensi, angina kronis, angina pektoris

44
Mekanisme Menghambat perpindahan ion Ca melewati membran otot
Kerja tanpa mengubah konsentrasi kalsium serum sehingga
menghambat kontraksi otot jantung, otot polos vaskuler
dan otot rangka.
Dosis Peroral : 20 – 40 mg setiap 8 jam.

IV : 5 mg/ jam (slow infusion). 5mL/jam, max 15 mg / jam


Pemberian Obat Drip / Infus
Kontraindikasi Hipersensitivitas, stenosis aorta tingkat lanjut
Efek Samping Sakit kepala, udem perifer, hipotensi, mual, pusing, ruam
Peringatan Menyebabkan hipotensi atau takikardia, menyebabkan
udem perifer, perhatikan penggunaan pada pasien
gangguan hati dan ginjal
Farmakokinetika Absorbsi : diabsorbsi sempurna di saluran GI dengan
bioavailability 35 %.
Distribusi : ikatan protein plasma >95%

Metabolisme : dimetabolisme di hati dengan isoenzim


CYP3A4.
Ekskresi : diekskresikan melalui urin dan feses dalam

bentuk metabolit inaktif.

9. Bisoprolol

Komposisi Bisoprolol
Kelas terapi Beta bloker (Antihipertensi)
Indikasi Hipertensi, angina pectoris, gagal jantung
Mekanisme Bisoprolol secara selektif dan kompetitif menghambat
Kerja reseptor β1-adrenergik pada jantung dan otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan denyut
jantung, curah jantung, tekanan darah.

45
Dosis
HTN, Angina pectoris: 5-10 mg dosis tunggal

Gagal jantung : 1,25 mg dosis tunggal, tingkatkan dua kali


lipat setelah satu minggu
Pemberian Obat Peroral
Kontraindikasi Hipersensitifitas, sinus bradikardia
Efek Samping Bradikardia, hipotensi, bronkospasme (pada β1 selektif
lebih jarang), sakit kepala, pusing, kelelahan
Peringatan Pasien dengan bronkospastik,sindrom raynaud, diabetes
mellitus,hipertiroidisme, hipoglikemia. Perhatian
penggunaan pada pasien gangguan hati dan ginjal serta
pasien hamil dan menyusui.
Farmakokinetika Absorbsi : diabsorbsi sempurna di saluran GI dengan
bioavailability 90%.
Distribusi : ikatan protein plasma 30%

Metabolisme : dimetabolisme di hati melalui oksidasi


CYP3A4 (95%) dan CYP2D6. Mengalami first pass
metabolism (10-20%)
Ekskresi : diekskresikan melalui urin (50% dalam bentuk
tidak berubah dan 50% sebagai metabolit inaktif) dan feses
(<2%)

10. Manitol

Komposisi Manitol
Kelas terapi Diuretik osmotic
Indikasi Peningkatan tekanan intracranial, cerebral edema, glaukoma

46
Mekanisme Manitol meningkatkan pengeluaran urin dengan
Kerja menghambat reabsorpsi air dan elektrolit pada tubulus.
Terjadi peningkatan tekanan osmotic plasma sehingga air
keluar dari jaringan tubuh
Dosis
50-100 gram selama 24 jam dalam infus intravena 5 atau
20%. Kecepatan infus 30-50 ml/jam
Pemberian Obat Drip/infus
Kontraindikasi Edema paru, pendarahan intracranial, anuria, dehidrasi
serius
Efek Samping Hipotensi, mual, muntah, haus, sakit kepala, pusing,
demam, takikardia, hiponatremia
Peringatan Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit. Osmolaritas
serum, fungsi paru dan ginjal

Farmakokinetika Absorbsi : Sebagian kecil diabsorpsi di saluran GI


Distribusi : Berkonsentrasi pada kompartemen
ekstraselular. Tidak berpenetrasi pada blood-brain barrier

Metabolisme : Sedikit dimetabolisme di hati, diubah


menjadi glikogen
Ekskresi : diekskresikan melalui urin melalui ginjal dalam
bentuk tidak berubah dan 50%

11. Citikolin (injeksi)

Komposisi Citikolin 250 mg / 2 ml


Kelas terapi Neurotropil
Indikasi Penyakit parkinson, gangguan serebrovaskular, cedera

Kepala
Mekanisme Citikolin meningkatkan laju aliran darah dan konsumsi O2

47
Kerja di otak.

Dosis Peroral : 200 – 600 mg /hari

IV / IM : maksimal 1 g /hari
Pemberian Obat Injeksi (IV / IM)
Kontraindikasi Riwayat Hipersensitivitas / alergi
Efek Samping Insomnia, sakit kepala, diare, mual, penglihatan terganggu,

sakit di bagian dada


Peringatan Sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan atau
mengoperasikan alat berat selama menjalani pengobatan
dengan citicolin, karena obat ini bisa menyebabkan sakit
kepala dan penglihatan buram.

12. Simvastatin

Komposisi Simvastatin 20 mg
Kelas terapi Agen Dislipidemia
Indikasi Hiperkolesterolemia, pencegahan gangguan koroner
Mekanisme Menghambat HMG-CoA reduktase, menghambat

Kerja biosintesis kolesterol.


Dosis Usual dose : 5-40 mg / hari
Initial dose : 10 – 20 mg / hari
Pasien dengan resiko jantung koroner : muli pada 40 mg /

Hari
Pemberian Obat Peroral
Kontraindikasi Hipersensitifitas, penyakit hati, kehamilan.
Efek Samping Konstipasi, infeksi saluran nafas atas, flatulen,sakit

kepala, mialgia, vertigo, nyeri perut

48
Peringatan Meningkatkan level gula darah dan HbA1c, perhatikan
penggunaan pada gangguan elektrolit berat, gangguan
endokrin dan metabolisme
Farmakokinetika Absorbsi : diabsorbsi 85% di saluran GI.Bioavailability

<5%.

Distribusi : ikatan protein plasm sekitar 95%


Metabolisme : dimetabolisme di hati dengan isoenzim
CYP3A4 menjadiB-hydroksiyacid
Ekskresi : umunya diekskresikan melalui feses (60%

sebagi metabolit), urin (10-15% dalam bentuk inaktif).

13. Nitrogliserin

Komposisi Nitroglycerin
Kelas terapi Vasodilator golongan nitrat
Indikasi Mengurangi intensitas serangan angina (nyeri dada),
terutama pada penderita penyakit jantung koroner.
Mekanisme Melebarkan pembuluh darah dengan cara dilatasi vena
perifer dan pembuluh darah koroner serta meningkatkan
Kerja
pasokan darah dan oksigen ke otot jantung.
Dosis 10-200 mikrogram/menit
Pemberian Obat Oral
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap nitrat; hipotensi atau hipovolemia
Efek Samping Sakit kepala, muka merah, hipotensi, pusing
Peringatan Penggunaan Nitroglycerin memang berfungsi
untuk menurunkan rasa nyeri pada saat serangan jantung
terjadi, tetapi penggunaan Nitroglycerin tidak dapat
mencegah kematian akibat gagal jantung.

49
14. Dulcolax supp

Komposisi Bisacodyl
Kelas terapi Stimulan laxative

Indikasi Obat pencahar untuk mengatasi sembelit atau konstipasi.

Mekanisme Merangsang saraf enterik sehingga menyebabkan kontraksi


Kerja kolon (usus besar).

Dosis Umur >10 tahun dan usia dewasa, 10 mg per hari setiap
pagi hari.
Pemberian Obat Suppositoria
Kontraindikasi Wanita hamil dan menyusui, obstruksi usus, perforasi usus,
dehidrasi berat.
Efek Samping Gangguan pada saluran pencernaan, Hiperkalemia,
Gripping.

Peringatan Hindari menggunakan Dulcolax bila mengalami sembelit


yang disertai dengan keluhan penyakit usus
buntu dan obstruksi usus, atau timbul BAB berdarah serta
muntah.

15. Lansoprazol injeksi

Komposisi Lansoprazole 30 mg
Kelas terapi Proton pump inhibitor (PPI)
Indikasi Kelebihan produksi asam lambung,
seperti gastroesophageal reflux disease (GERD),
tukak lambung atau tukak usus, dan erosif esophagitis.
Mekanisme menghambat secara spesifik dan irreversibel sistem pompa
Kerja asam dalam mukosa lambung. Obat ini menghambat

50
sistem enzim H + / K + ATPase pada sel parietal lambung.

Dosis 15 mg 1 x sehari 30 menit sebelum makan. Obat diberikan


selama 4 minggu.
Pemberian Obat Injeksi
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas
Efek Samping Gangguan saluran pencernaan, sakit kepala
Peringatan Penggunaan lanzoprazole dalam dosis tinggi dan jangka
waktu yang panjang dapat meningkatkan risiko retak tulang
terutama pada kelompok lansia dan penderita osteoporosis.

3.9 Pembahasan

Pasien bernama Ny. VY (42 tahun) datang ke IGD RS Achmad Mochtar


(RSAM) Bukittinggi pada tanggal 29 Juli 2019 dengan keluhan penurunan
kesadaran dan nyeri kepala hebat. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan
penyakit jantung. Tanda vital pasien saat masuk IGD adalah tekanan darah

180/90 mmHg, nadi 75 x/menit, nafas 27 x/menit, dan suhu tubuh 37,5oC.
Pasien didiagnosa menderita stroke iskemik, hipertensi stage 2 dan
hipokalemia. Pasien di rawat di HCU (Health Care Unit) bangsal neurologi RS
Achmad Mochtar Bukittinggi tanggal 29 Juli 2019 dan diberikan resep obat
yaitu nitrogliserin injeksi 1x1, concor 1x1,25 mg, spironolakton 1x25 mg, lasix
injeksi 3x2, citicolin injeksi 2x250 mg, lansoprazole injeksi 1x1, dan
ceftazidime injeksi 1x1.

Nitrogliserin merupakan vasodilator golongan nitrat yang bekerja


melebarkan pembuluh darah dengan cara dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner serta meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke otot jantung.
Nitrogliserin diberikan kepada pasien karena pasien memiliki riwayat penyakit
jantung. Nitrogliserin diberikan karena pasien memiliki riwayat penyakit
jantung

51
Concor atau bisoprolol merupakan obat antihipertensi golongan beta
bloker. Pasien diberikan concor sebagai obat antihipertensi dikarenakan
tekanan darah pasien masih diatas normal yaitu 174/90 mmHg. Bisoprolol
secara selektif dan kompetitif menghambat reseptor β1-adrenergik pada jantung
dan otot polos pembuluh darah yang menyebabkan penurunan denyut jantung,
curah jantung, tekanan darah.

Lasix dan spironolakton merupakan obat golongan diuretik yang


bekerja mengeluarkan kelebihan cairan pada tubuh. Kombinasi Lasix dan
spironolakton diberikan untuk mencegah terjadinya penurunan kadar kalium
pasien karena pasien mengalami hipokalemia. Lasix bekerja menghambat
reabsorpsi Na dan Cl terutama di bagian medula dari loop naik Henle.
Sedangkan spironolakton yang merupakan diuretic hemat kalium bekerja pada
tubulus ginjal distal sebagai antagonis kompetitif aldosteron, meningkatkan
ekskresi NaCl dan air sambil menghemat ion K dan hidrogen.

Citicolin diberikan pada pasien stroke dikarenakan citicolin merupakan


obat yang berfungsi sebagai vasodilator perifer, aktivator serebral dan sebagai
neuroprotektor. Citicolin dapat meningkatkan aliran darah ke otak,
meningkatkan konsumsi oksigen serta menurunkan resistensi vaskular. Sebagai
neuroprotektor dapat memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit
neurologis.

Pasien diberi injeksi lansoprazole untuk mengurangi produksi asam


lambung pasien. Lansoprazole merupakan obat golongan proton pump inhibitor
yang bekerja dengan mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat
enzim H+/K+ adenosin trifosfat yang terdapat pada permukaan secretor dari sel
parietal lambung. Ceftazidim injeksi diberikan kepada pasien untuk mengobati
infeksi. Infeksi pada pasien ditandai dengan peningkatan kadar leukosit dimana
kadar leukosit pasien berada diatas normal.

Pada tanggal 30 Juli 2019, penggunaan nitrogliserin dihentikan. Selain


itu pasien juga diberikan tambahan yaitu KSR untuk meningkatkan kadar

52
kalium pasien dan obat antihipertensi diantaranya amlodipin 10 mg,
candesartan 16 mg dan perdipin injeksi. Hal ini dikarenakan tekanan darah
pasien masih diatas normal yaitu 174/90. Amlodipin dan nicardipin merupakan
obatantihipertensi golongan Calcium Chanel Blocker (CCB) yang bekerja
dengan cara menghambat perpindahan ion Ca melewati membran otot tanpa
mengubah konsentrasi kalsium serum sehingga menghambat kontraksi otot
jantung, otot polos vaskuler dan otot rangka, sehingga efeknya dapat
menurunkan lanju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan tekanandarah. Candesartan merupakan antihipertensi golongan
angiostensin reseptor blocker (ARB) yang bekerja menghambat ikatan
angiotensin II pada reseptor AT1 di jaringan yang menyebabkan vasodilatasi
dan pelepasan aldosteron.

Simvastatin juga diberikan pada pasien di hari kedua pasien dirawat.


Simvastatin merupakan obat golongan statin yang bekerja Menghambat
HMG-CoA reduktase, menghambat biosintesis kolesterol. Kolesterol
jahat (LDL) mudah menggumpal dan menempel pada dinding pembuluh darah.

Pada tanggal 1 Agustus 2019 pasien diberi tambahan obat yaitu


dulcolax suppositoria karena pasien mengeluh susah buang air besar. Dulcolax
merupakan obat dengan kandungan bahan aktif bisacodyl. Selain itu obat
concor dinaikkan dosisnya menjadi 2,5 mg satu kali sehari karena tekanan
darah pasien masih tinggi yaitu 160/90 mmHg.

Pada tanggal 5 Agustus 2019 pasien diberi tambahan obat manitol yang
merupakan diuretic osmotic yang berfungsi untuk mengurangi edema pada
pasien. Manitol bekerja meningkatkan pengeluaran urin dengan menghambat
reabsorpsi air dan elektrolit pada tubulus. Terjadi peningkatan tekanan osmotic
plasma sehingga air keluar dari jaringan tubuh

Hasil analisa Drug Related Problem (DRP) yang mungkin ada dalam
terapi yang diberikan pada pasien adalah adanya interaksi obat dan duplikasi
terapi, yaitu pada obat amlodipin dengan nicardipin, candesartan dengan

53
spironolakton dan amlodipin dengan simvastatin. Amlodipin dengan nicardipin
merupakan obat antihipertensi dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angistensin Reseptor Blocker (ARB). Pemberian dua obat dalam satu
golongan yang sama dapat meningkatkan efek terapi dari obat tersebut
sehingga dapat terjadinya penurunan tekanan darah yang besar, selain itu juga
dapat menyebabkan peningkatan efek samping obat seperti hipotensi, sakit
kepala, udem perifer, hipotensi, mual, pusing, ruam. Oleh karena itu,
pemberian obat Amlodipin dengan Nicardipin perlu pemantauan tekanan darah
pasien dan efek samping yang mungkin terjadi pada pasien.
Interaksi candesartan dan spironolakton dapat meningkatkan kadar
kalium pasien. Pasien mengalami hipokalemia sehingga interaksi kedua obat ini
dapat meningkatkan kadar kalium pasien. Meskipun begitu tetap perlu dilakukan
monitoring kadar kalium pasien.

Interaksi obat amlodipin dengan simvastatin dapat meningkatkan efek


dari simvastatin dan meningkatkan risiko miopati. Penggunaan obat ini tidak
boleh diberikan secara bersamaan. Oleh karena itu, amlodipin diberikan pada
hari dan simvastatin diberikan pada malamhari.

54
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien didiagnosa menderita penyakit stroke iskemik, hipertensi
stage 2, dan hypokalemia

2. Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien telah


menerima pengobatan sesuai dengan indikasi klinis yang dialami
olehpasien

3. Drug related problem (DRP) yang terjadi diantaranya duplikasi


terapi dan interaksi obat

4. Masalah penggunaan obat pada pasien dapat ditangai melalui


pemberian obat yang berbeda dan pemantauan efek samping
dariobat.

4.2 Saran
1. Disarankan untuk memonitoring kondisi pasien secara berkala
(memantau tekanan darah, kadar kalium pasien dan kondisi
fisikpasien).
2. Kepada pasien atau keluarga pasien disarankan untuk
mengkonsumsi obat sesuai dengananjuran.
3. Perlu pemantauan efek samping dari obat yang diterima olehpasien.

55
DAFTAR PUSTAKA

Anderson CS, Huang Y, Wang JG, Arima H, Neal B. 2008. Intensive blood
pressure reduction in acute cerebral haemorrhage trial (INTERACT): A
randomized pilot trial. Lancet Neurology.7:391-399.

AHFS. 2011. AHFS Drug Information. America: Bethesda.

Bowry R, Digvijaya DV, Nichole RG. 2014.Blood pressure management in


stroke,five new things. Neurol Clin Pract: American Academy of
Neurology

Caplan, LR. 2009.Caplan’s Stroke A Clinical Approach 4th Edition. New York.
USA: Elsevier Inc;

Connoly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, Derdeyn CP, Dion J, Higashida
RT, Hoh BL, Kirkness CJ. 2012.Guidelines for the Management of
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: AGuideline for Healthcare
Professionals From The American Heart Association/American Stroke
Association. Dallas: AHA/ASA

DiPiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, DiPiro CV.2015. Pharmacotherapy


Handbook 9th Edition. New York, USA: McGraw-Hill

Elliot J, Smith M. 2010. The Acute Management of Intracerebral Hemorrhage: A


Clinical Review. Anesth. Analg;110(1)

Feigin V. 2006. Stroke. Jakarta, Indonesia: Bhuana Ilmu Populer

Gofir A.2009.Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Goldszmidt, Adrian J. dan Caplan LR. 2009.Essensial Stroke. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

56
Hwang SK, Kim SJ, Jung HK, Chang KH, Kook HY. 2012. Antihypertensive
treatment of acute intracerebral hemorrhage by intravenous nicardipine
hydrochloride: Prospective multi-center study. J Korean Med Sci. 9: 1085–
1090.

Ikawati. 2011.Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta, Indonesia:


Bursa Ilmu

Junaidin I. 2009.Stroke: Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of


High Blood Pressure (JNC). The Eight Report of the JNC (JNC-7). JAMA.
2014;289(19)

Katzung BG. 2006.Basic and Clinical Pharmacology (10th Edition). New York:
McGraw Hill

Luellmann H, Mohr K, Hein L, Bieger D. 2005.Color Atlas of Pharmacology.


Stuttgart: Thieme

Medscape. 2019. Medscape apps. New york.

Medidata. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 16. Jakarta: Bhuana Ilmu
Populer

Muchid A, Umar F, Chusun, Masrul, Wurjati R, Purnama NR. 2006.


Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2004.Guideline


Stroke. Jakarta, Indonesia: Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia

57
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2011. Guideline
Stroke Tahun 2011. Jakarta, Indonesia: Kelompok Studi Serebrovaskuler
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Setyopranoto I. Pendekatan evidence-based medicine pada manajemen stroke


perdarahan intraserebral. CDK. 2008;165(35):321-327.

Sherrat K, Ugan R. 2014. Management of subarachnoid haemorrhage.


Neurosurgical Anaesthesia.

Sweetman, S et al. 2009. Martindale 36th. London: The Pharmaceutical Press.

Tjay TH, Kirana R. 2010. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Jakarta: Alex Media
Komputindo

Weber MA, Ernesto LS, William BW, Samuel M, Lars HL, John GK. 2013.
Clinical practice guidelines for the management of hypertensionin the
community a statement by the american society of hypertension and the
international society of hypertension. The Journal of Clinical
Hypertension. 2013;1-13.

58
CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

BANGSAL NICU

Oleh :

Annisa Nurfiatul Aini 1941012003

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN I TAHUN 2019
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
29 JULI – 21 SEPTEMBER 2019

59
60
BAB I

TINJAUAN UMUM KASUS

1.1 Identitas Pasien

No. RM : 524xxx

Nama : By Ny. MD

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 0 tahun, 3 bulan

Agama : Protestan

Ruangan : NICU

Pembayaran/Status : BPJS

Mulai Perawatan : 19 Juli 2019

Dokter : dr. LA, Sp. A

Apoteker : SRG, S.Farm, Apt

1.2 Anamnesa

Keluhan Utama

- Pasien rujukan dari RSUD Ahmad Darwis dengan diagnosa BBLR, Udem

hipoalbumin dan suspect sepsis jamur.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Bayi dengan berat badan lahir 1100 g, lahir normal (27-28 minggu) di RS

adnan pada 12 mei 2019, kemudian dirawat di RS suliki ± 8 hari.

- Rujukan RS suliki BBLR 1400 gram + febris ec sepsis jamur + edema ec

hipoalbumin + riwayat NEC + r sec HMD + riwayat anemia.

61
- Sesak napas (-), biru (-), merintih (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

- post transfuse PRC 3x12 cc di RS Suliki

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada penyakit menular

Riwayat Kehamilan Ibu

- Ibu melahirkan secara normal 27-28 minggu (usia gestasi) G2P1A0H0.

- BBL 1100 gram.

Obat-Obatan yang telah diberikan

- Ceftazidime 2x60 mg (IV)

- Paracetamol 4 x 1,2 cc (IV)

- Lasix 1x1,5 mg (IV)

1.3 Data Penunjang

1.3.1 Data Pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital

Berat Badan Nadi


Tanggal Laju Nafas Suhu (°C)
(gram) (x/menit)

19/7 1380 137 46 37,7

20/7 1320 140 50 36,7

21/7 1290 150 54 36,5

22/7 1290 130 45 38,5

23/7 1320 139 67 37,3

24/7 1290 142 70 37,5

25/7 1290 150 46 37,4

62
26/7 1420 141 46 37,3

27/7 1480 148 57 37,3

28/7 1500 144 42 36,8

29/7 1440 150 52 37,2

30/7 1540 158 60 37,2

31/7 1520 160 40 37

1/8 1560 169 61 37,4

2/8 1540 - 54 37,6

3/8 1560 142 62 37,6

4/8 1580 136 50 37

5/8 1640 136 46 36,7

6/8 1640 159 52 37,6

7/8 1640 161 46 37,1

8/8 1780 152 50 36,5

9/8 1700 146 53 37

10/8 1660 122 18 36,1

11/8 1700 150 54 36,6

12/8 1700 126 58 37,2

13/8 1750 152 70 36,5

14/8 1760 - - 36,5

15/8 1820 188 70 38,6

16/8 1820 137 67 36,2

63
1.3.2 Data Laboratorium

Parameter Nilai Normal Hasil Tanggal

HGB 13-16 g/dL 13,3 g/dl 15/7/2019

9 g/dl 22/7/2019

11,6 g/dl 25/7/2019

7,3 g/dl 1/8/2019

18,4 5/8/2019

13,8 10/8/2019

RBC 4,5-5,5 x 3,21 x 10^6/uL 22/7/2019

10^6/uL 4,16 x 10^6/uL 25/7/2019

2,73 x 10^6/Ul 1/8/2019

6,64 x 10^6/uL 5/8/2019

4,94 x 10^6/uL 10/8/2019

WBC 5000- 10 x 11.200/uL 15/7/2019

10^3/uL 3.920/uL 22/7/2019

8.920/uL 25/7/2019

6.070/uL 1/8/2019

10.560/uL 5/8/2019

8.460/uL 10/8/2019

64
HCT 20-48 % 36,2 % 15/7/2019

26,2 % 22/7/2019

33,6 % 25/7/2019

23,1 % 1/8/2019

55,3 % 5/8/2019

42% 10/8/2019

Trombosit 150.000- 108.000 15/7/2019

400.000 u/L 60.000 22/7/2019

109.000 25/7/2019

100.000 1/8/2019

20.000 5/8/2019

29.000 10/8/2019

Kalium 3,5-5,5 mEq/L 2,7 mmol 15/7/2019

4,08 mEq/L 19/7/2019

3,79 mEq/L 20/7/2019

Natrium 135-147 mEq/L 134,9 mmol 15/7/2019

131,8 mEq/L 19/7/2019

131,0 mEq/L 20/7/2019

136,3 mEq/L 25/7/2019

134,8 mEq/L 6/8/2019

Klorida 100-106 mEq/L 111 mmol 15/7/2019

65
102,5 mEq/L 19/7/2019

100,4 mEq/L 20/7/2019

97,4 mEq/L 25/7/2019

103,8 mEq/L 6/8/2019

Calsium 8,62-10,31 9,2 mg/dl 15/7/2019

mg/dL 6,6 mg/dl 19/7/2019

6,8 mg/dl 20/7/2019

7,6 mg/dl 21/7/2019

Albumin 3,5-5,19 g/dL 1,9 g/dL 14/7/2019

1,57 g/dL 19/7/2019

2,8 g/dL 25/7/2019

3,1 g/dL 6/8/2019

2,93 g/dL 10/8/2019

1.3.3 Data Mikrobiologi

Identifikasi kuman : Staphylococcus epidermidis

Sensitivitas Intermediet Resisten Tanggal

Trimetropim Eritromisin Gentamisin 12/8/2019

Kloramfenicol Azitromisin Amikasin 12/8/2019

Ciprofloxacin Tetrasiklin Clindamisin 12/8/2019

66
Sulfametoxazol Novobiocin 12/8/2019

Levofloxacin Vancomycin 12/8/2019

Bacitracin Meropenem 12/8/2019

Norvloxacin 12/8/2019

1.4 Diagnosa

BBLR, Udem ec hipoalbumin, ferbris ec sepsis.

1.5 Follow Up Pasien

Tanggal Keterangan

19/7 Pasien kiriman dari RSUD Ahmad Darwis dengan keluhan

bengkak pada seluruh tubuh 2 minggu yang lalu, diagnosa

BBLR, Udem hipoalbumin dan suspect sepsis jamur.

Berat badan bayi 1380 gram, irama nafas teratur, gula

darah random 157 mg/dl, adanya gangguan keseimbangan

elektrolit dan adanya resiko infeksi.

20/7 Bayi dirawat di inkubator, diuresis 6,5 cc/jam/Kgbb,

transfusi albumin dilakukan, muntah (-), kembung (-),

BAB (+), BAK (+). Sore hari pasien edema (+), demam

67
(+).

21/7 Bayi dipasang albumin, Muntah (-), kembung (-), retraksi

(-), BAB (+), BAK (+). Sesak (+), Edema (+), terpasang

O2 Nasal dan albumin 0,7 cc/2 jam. Diuresis 4,35

cc/jam/KgBB

22/7 Pasien udem (+), muntah (-), kembung (-), sesak (-), BAB

(+), BAK (+). Retraksi (-). Transfusi albumin ke III

dimulai + injeksi lasix pertengahan.

23/7 Bayi sesak (+), retraksi (-), muntah (-), kembung (-),

diuresis 0,5 cc balance : 18,6 cc. Transfusi albumin selesai

06.00 WIB.

Pada malam hari pasien sesak (-), muntah (-), kembung (-),

retraksi (-), demam (-).

24/7 Bayi rawat di inkubator, muntah (-), BAB (+), BAK (+)

,sesak (+), retraksi (-), transfuse PRC II. Muntah (-),

kembung (-). Pada malam hari pasien kembung (-), muntah

(-), sesak (-), demam (+).

25/7 Bayi rawat di inkubator, terpasang O2 nasal 0,1, OGT,

sesak (-), retraksi (-), muntah (-), kembung (-), demam (-),

BAB (+), BAK (+). Diuresis 9,3 cc/jam balance 44,6.

Pada sore hari BB bayi menurun, kuning (-), sesak (+).

68
26/7 Bayi rawat di inkubator, terpasang O2 nasal 0,2, sesak (-),

retraksi (-), muntah (-), kembung (-), demam (-), BAB (+),

BAK (+), transfuse albumin 6 ml selama 1 jam (3 hari) +

lasix 1,3 dipertengahan.

27/7 Bayi rawat di inkubator, terpasang O2 0.2 lpm, muntah (-),

kembung (-), sesak (+), retraksi (-), diuresis 3,96 cc

balance cairan 61,66 cc.

Pada siang hari pasien sesak (+), retraksi (+), desaturasi

77-85 pasang CPAP FiO2 25 % dan peep 5 mmHg.

transfuse albumin akan selesai jam 24.00 WIB

28/7 Bayi rawat di inkubator, sesak (+), retraksi (+), muntah (-),

kembung (-), , BAB (+), BAK (+). Transfusi albumin ke-

III dimulai jam 14.00 + injeksi lasix dipertengahan 1,3 mg

(19,00 wib), Diuresis 2,3 cc/kgBB/jam balance 24,4 cc.

29/7 Bayi rawat di inkubator, sesak (-), retraksi minimal ,

muntah (-), kembung (-), transfuse albumin ke-III selesai

jam 24.00, BAB (+), BAK (+).

Pada malam hari pasien muntah (-), kembung (-), demam

(+), sesak (+), retraksi (+) minimal.

69
30/7 Bayi rawat di inkubator, muntah (-), kembung (+), demam

(+), sesak (-), retraksi minimal (+), CPAP 25-30% peep 5

mmhg, BAB (-), BAK (+), kembung (-).

31/7 Bayi rawat di inkubator CPAP 30%, , muntah (-), kembung

(-), sesak (-),demam (+), BAB (+), BAK (+). Diuresis 4,7

cc/kgBB/jam balance ±84,5 cc/24 jam.

1/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP dengan FiO2 33 %, sesak

(-), muntah (-), kembung (-), BAB (+), BAK (+). Diuresis

3 ml/jam balance ±18,6 ml/8 jam.

Pada malam hari transfuse PRC 3x20 cc/OGT, 1 x sehari,

BAB (+), BAK (+),demam (+), muntah (-), sesak (+),

retraksi minimal.

2/8 Bayi rawat di incubator, CPAP 30%, sesak (-), retraksi

minimal, demam (+), BAB (+), BAK (+), pucat (-),

transfusi PRC I 23.00 sd 01.30. Diuresis 12,3 cc/jam/kgbb

balance -55 ml/24 jam.

3/8 Bayi rawat di inkubator, transfuse PRC kolf ke II. Sesak

70
(+), retraksi minimal, kembung (-), BAB (+), BAK (+).

Diuresis 5,16 cc/jam/kgbb.

4/8 Bayi rawat di inkubator, sesak (-), retraksi (+) minimal,

demam (-), muntah (-), Diuresis 1,2 cc/kgbb/jam.

5/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP FiO2 25-30% peep 5

mmHg, diuresis 1,3 cc/kgbb/jam, kembung (-), muntah (-),

sesak (-), demam (-), petekie (+). Adanya risiko

pendarahan dan infeksi. Jam 18.00 diuresis 3,02

cc/kgbb/jam. Tranfusi trombosit 3x20.

6/8 Bayi rawat di inkubator, sesak (-), retraksi (+), desaturasi (-

), muntah (-), kembung (-), pendarahan (-). Peteki (+).

Transfuse albumin ke-I 20% 8 ml selama 10 jam (lasix 1,6

mg dipertengahan) selama 3 hari.

7/8 Bayi rawat di inkubator, muntah (-), kembung (-), demam

(-), BAB (+), BAK (+). Toleransi minum baik.

Sesak (+), retraksi (+), diuresis 1,25 cc/kgbb/jam.

Transfuse TC ke II dilakukan dan selesai pukul 17.00.

8/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP FiO2 21% PEEP 5 mmhg,

muntah (-), kembung (-), demam (-), sesak (+), retraksi (+),

BAB (+), BAK (+). Transfuse albumin 8 ml selama 10 jam

+ lasix 1,7 mg dipertengahan, BB meningkat 1780 g.

71
Diuresis 27 cc/jam/kgbb.

9/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP FiO2 25% PEEP 5 mmhg.

sesak (-), retraksi (-), muntah (-), kembung (-), demam (-),

BAB (+), BAK (+). Bayi sudah Transfuse TC III, bayi

sedang transfuse albumin kolf II + lasix dipertengahan 1,7

mg. Diuresis 2,6 cc/jam/kgbb balance 122,56 ml. infus

macet, dipasang lagi di kepala (transfuse albumin III).

Pasang CPAP FiO2 22%.

10/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP FiO2 25% dan 21% PEEP 5

mmhg, retraksi (+), sesak (-), muntah (-), toleransi minum

bagus, BAB (+), BAK (+). Diuresis 5,3 cc/jam/kgbb

balance 0,2 cc/24 jam. Hipotermi (-). Demam (-), kembung

(-).

11/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP dengan FiO2 25% dan 21%

PEEP 5 mmhg, retraksi (+), sesak (-), muntah (-), distensi

(-), toleransi minum bagus. Transfuse albumin tahap II kolf

I 8 cc dalam 10 jam + injeksi lasix. Diuresis 2,99

cc/kgbb/jam balance 65,8 cc.

12/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP dengan FiO2 25% dan 21%

PEEP 5 mmhg. muntah (-),kembung (-), sesak (-), retraksi

minimal (+), BAK (+), BAB (+). Transfuse albumin ke-III

72
jam 16.00 20% 8,5 ml selama 10 jam + lasix

dipertengahan.

13/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP dengan FiO2 21% PEEP 5

mmhg. sesak (+), retraksi minimal (+), demam (-), muntah

(-), kembung (-), BAB (+), BAK (+). Diuresis 3,13

cc/jam/kgbb. Transfuse albumin ke-III selesai 04.30 wib.

Siangnya bayi CPAP dengan FiO2 25% PEEP 5 mmhg.

sesak (-), retraksi minimal, demam (-), muntah (-),

kembung (-). Diuresis 3,2 cc/kgbb/jam.

14/8 Bayi rawat di inkubator, CPAP dengan FiO2 23% PEEP 5

mmhg, muntah (-), kembung (-), sesak (-), retraksi minimal

(+), BAB (+), BAK (+). Diuresis 3,4 cc/jam/kgbb balance

24 jam 28,84. Retraksi (-) salurasi 92%, pasang O2 nasal

0,1-0,2 lpm. Lanjutkan terapi Antibiotik.

15/8 Bayi rawat di inkubator, terpasang injeksi pump dan syring

pump, retraksi (-), diuresis 2,3 cc/kgbb/jam balance 66,8,

O2 nasal 0,1 lpm, sesak (+), kembung (-), demam (-).

BAB (+), BAK (+). Obat tetes mata diberikan (cendo

efrisel, cendo mydriatil). Besok dilakukan USG kepala.

16/8 Bayi rawat di inkubator, pasang O2 OGT, muntah (-),

sesak (+), retraksi (-), BAB (+), BAK (-). O2 nasal 0,1

73
lpm, kembung (-).

74
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian BBLR

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru

lahir. Rerata berat bayi normal adalah 3200 gram (usia gestasi 37 s.d. 41

minggu). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan

dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat

lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam pertama setelah

lahir (IDAI 2004; Damanik 2008).

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat

lahir rendah dibedakan dalam: (1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat

lahir 1500 – 2500 gram; (2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR),

berat lahir < 1500 gram ; (3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER)

berat lahir < 1000 gram.

2. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala yang terdapat pada bayi dengan bayi berat lahir rendah

(BBLR ) adalah :

a. Berat badan < 2500 gram

b. Letak kuping menurun

c. Pembesaran dari satu atau dua ginjal

d. Ukuran kepala kecil

e. Masalah dalam pemberian makan (refleks menelan dan menghisap

kurang)

75
f. Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan) (Maryunani dkk, 2009).

C. Penatalaksanaan BBLR

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan

bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus

diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan

bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun

penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :

a. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan

mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan

bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan

untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami

defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan

pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk

mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini

menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan

berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat

memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.

b. Termoregulasi

\ Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang

diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut

Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C,

sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah

36,7°C – 37,3°C.

76
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui

beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005):

1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan

ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai

penggantinya.

2) Pemancar pemanas

3) Ruangan yang hangat

4) Inkubator

d. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan

kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi

preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi

cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan

permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada

ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut

sangat peka terhadap kehilangan cairan.

77
c. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi

baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas

seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit.

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :

1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci

tangan terlebih dahulu.

2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.

Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang

perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk

memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk

mencegah penularan.

2.2 Sepsis

2.2.1 Definisi

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening organ

dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi. Insiden

sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi 1-18 tahun (9,7 versus 0,23

kasus per 1000 anak). (IDAI, 2016) .

Sepsis neonatal dapat didefinisikan dengan adanya setidaknya dua gejala

klinis dan setidaknya dua tanda laboratorium atau sebagai akibat infeksi yang

dicurigai atau terbukti (biakan positif, mikroskop atau reaksi berantai polimerase)

(Fucsh, 2016).Sepsis muncul ketika respons tubuh terhadap infeksi melukai

jaringan dan organnya sendiri. Jika tidak dikenali lebih awal dan dikelola dengan

78
segera, itu dapat menyebabkan syok septik, kegagalan banyak organ, dan

kematian (WHO, 2019).

2.2.3 Etiologi

Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Bakteri

merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari

jamur, virus, atau parasit. Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan

disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relative

tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru, otak,

saluran kemih, kulit, dan abdomen (IDAI, 2016).

Faktor risiko terjadinya sepsis antara lain (IDAI, 2016):

- usia sangat muda.

- kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan dan diabetes melitus,

trauma, atau luka bakar mayor.

Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia (IDAI, 2016):

Bayi dan anak di Streptococcus pneumonia

komunitas
Neisseria meningitides

Staphylococcus aureus

Streptokokus grup A

Haemophilus influenzae tipe B

Bordetella pertussis

79
Bayi dan anak di rumah Sesuai pola kuman di rumah sakit •

sakit
Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter

vaskular)

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA)

Organisme gram negatif:

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella

,E.coli,

Acinetobacter sp

Asplenia Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada

fungsional/asplenik penyakit sickle cell)

Organisme berkapsul: Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenza

Organisme lain Jamur (spesies Candida dan Aspergillus)

virus (influenza, respiratory syncytial virus, human

metapneumovirus, varicella dan herpes simplex

80
virus)

81
82
83
84
85
BAB II

ANALISA FARMAKOTERAPI DAN DRP

2.1 Terapi Farmakologi

Tanggal
No Nama Obat Aturan Pakai
19/7 20/7 21/7 22/7 23/7 24/7 25/7 26/7 27/7 28/7 29/7 30/7 31/7 1/8
Non Parenteral
1 Interlac 1x3 ml √ off
2 Nistatin drop 3x1 ml - √ √ √ √ √ √ - - - √ √ √ √

Parenteral
1 Ceftazidime 2 x 60 mg √ √ √ √ off
3x 60 mg - - - √ √ √ √ √ √ off
2 Paracetamol 4 x 1,2 ml √ √ off
3 Lasix 1 x 1,3 mg
- √ √ √ - - - √ √ √ - - - -

86
4. Micafungin 1 x 4 mg
- - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5 Gentamicin 1 x 6 mg/ 36
- - - - - - - √ √ √ √ √ √ √
jam
6 Meropenem 3 x 45 mg - - - - - - - - √ √ √ √ √ √

7 Dexametason 2 x 0,04 mg - - - - - - - - - - - - - √
Cairan Intravena
1 Infus kogtil √ √ √ √ √ √ off

87
Tanggal
No Nama Obat Aturan Pakai
2/8 3/8 4/8 5/8 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/8 12/8 13/8 14/8 15/8 16/8

Non Parenteral
1 Nistatin drop 3x1 ml √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3 Apialys 1 x 0,2 ml √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Parenteral
3 Lasix 1 x 1,6 mg - - - - √ - - - - - - - - - -

1x1,7 mg - - - - - - √ √ - √ √ - - - -

4 Micafungin 1 x 4 mg off
1x 4,5 mg √ √ √ √ off
5 Gentamicin 1 x 6 mg/ 36
√ √ √ √ √ √ off
jam
6 Meropenem 3 x 45 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ off
3 x 50 mg - - - - - - - - - - √ √ √ √ √

7 Dexametason 2 x 0,04 mg off


8 Flukonazol 1 x 19 mg - - - - √ Off

88
1 x 10 mg - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

89
2.2 PerhitunganDosis

No Nama Obat Dosis Dosis Literatur Perhitungan Keterangan

1 Meropenem (IV) 3x45 mg Untuk bb ≤ 2 kg: 30 30 mg/kgbb x 1,480 kg = 44,4 Sesuai


mg/kgbb tiap 8 jam mg ≈ 45 mg
(Lexicomp, 2019)
2. Meropenem (IV) 3x 50 mg Untuk bb ≤ 2 kg: 30 30 mg/kgbb x 1,700 kg = 51 mg Sesuai
mg/kgbb tiap 8 jam ≈ 50 mg
(Lexicomp, 2019)
3. Dexametason (IV) 2x 0,04 mg 0,02-0,3 mg/kg/hari dalam 0,02 mg/kgbb x 1,560 kg = Sesuai
4 hingga 2 dosis terbagi 0,0312 mg
(Lexicomp, 2019) 0,3 mg/kgbb x 1,560 kg = 0,468
mg
0,03 mg- 0,46 mg/hari
4. Interlac (PO) 1x3 cc 5 drops satu kali sehari, 1x3 ml Sesuai
dosis lebih tinggi tetap
aman (MIMS, 2019)
5. Micafungin 1x4 mg 2-10 mg/kg/hari satu kali sehari 2 mg/kgbb x 1,320 kg= 2,64 Sesuai
mg/hari
(Lexicomp, 2019) 10 mg/kgbb x 1,320= 13,20
mg/hari
3 mg-13 mg

90
6. Micafungin 1x4,5 mg 2-10 mg/kg/hari satu kali sehari
2 mg/kgbb x 1,540 kg= 3,08 Sesuai
mg/hari
(Lexicomp, 2019) 10 mg/kgbb x 1,540 kg= 15,40
mg/hari
3 mg-15 mg
7. Gentamisin 1x6 mg tiap Umur gestasi <30 minggu, umur 5 mg/kgbbx 1,290= 6,450 mg ≈ Sesuai
36 jam postnatal ≥15 hari: 5 6 mg/ 36 jam
mg/kg/dosis tiap 36 jam
(lexicomp, 2019)

8. Albumin 6,5 cc Albumin normal 3,5 gr/dl Rumus=(𝐷−𝐴)∗(𝐵𝑊∗40)∗2 = Tidak sesuai


(3,5−1,57)∗ (1,32∗40) ∗2 =

100

=1,94*1,056 = 2,048 gram

Volume adm Albumin 20%

=2,048 / 20% = 10,24 cc  10


cc

91
9. Albumin 6 cc Albumin normal 3,5 gr/dl Rumus=(𝐷−𝐴)∗(𝐵𝑊∗40)∗2 = Tidak Sesuai

(3,5−2,8)∗ (1,42∗40) ∗2 =

100
=0,7*1,136 = 0,7952 gram

Volume adm Albumin 20%

= 0,7952/ 20% = 3,97 cc  4 cc

10. Albumin 8 cc Albumin normal 3,5 gr/dl Rumus=(𝐷−𝐴)∗(𝐵𝑊∗40)∗2 = Tidak Sesuai

(3,5−3,1)∗ (1,64∗40) ∗2

100

=0,4*1,312= 0,524 gram

Volume adm Albumin 20%

=0,524 / 20% = 2,6 cc  3 cc

92
11. Nistatin 3 x 1 cc 3 kali sehari 1 cc ( Hassan., 300.000 unit (3 cc) Sesuai
et al, 2014)

12. Ceftazidime Injeksi 2 x 60 mg 30-100 mg/kg bb/ hari dalam 2- BB= 1,38 kg Sesuai
3 dosis terbagi (Martindale,
3 x 60 mg 2009) Dosis: 30 mg/kg/dosis x 1,38
kg= 41,4 mg/dosis

Dosis: 100 mg/kgbb x 1,38 kg=


138 mg

Range dosis: 41,4-138 mg

13. Lasix Injeksi 1 x 1,3 mg IM/IV, PMA < 31 minggu: BB: 1,38 kg Sesuai
usual dose: 1 mg/kg/dosis Dosis: 1 mg/kg/dosis x 1,38
1 x 1,6 mg setiap 24 jam, range dose: kg= 1,38 mg
0,5-2 mg/kg/dosis (Lexicome,
2019). BB: 1,640
Dosis: 1 mg/kg x 1,64= 1,64
mg

BB: 1,78 kg
Dosis : 1 mg/kg bb x 1,78= 1,7
mg

93
14. Paracetamol 4 x 1,2 cc IV, GA 28 - < 32 minggu, BB= 1,38 kg Sesuai
LD: 20 mg/ml/dosis, MD: 10 Dosis= 10 mg/kg/dosis x
mg/kg/dosis setiap 12 jam, 1,38kg= 13,8 mg
atau 7,5 mg/kg/dosis setiap 8
jam, DM: 22,5 mg/kg/hari Dosis= 7,5 mg/kg/dosis x
(Lexicome, 2019) 1,38 kg= 10,38 mg
15. Apialis 1 x 0,2 cc Drops<12 mth 0.3 mL sekali 0,3 mL Dosis kurang
sehari. (MIMS, 2019)

16. Flukonazol 1x19 mg dan Profilaksis infeksi fungi pada 3- 12 mg/kg/hari x 1,6 gram= Sesuai
pasien imun rendah 19,2 ~ 19 mg
1 x 10 mg
4 minggu- 11 tahun : 3-12 3 mg/kg/hari x 1,6 gram = 4,8
mg/kg/hari mg ~ 5 mg

(5 mg- 19 mg)

94
2.3 Penyiapan obat injeksi

No Nama Obat Bentuk Kompatibilitas Cara penyiapan Stabilitas

sediaan Kompatibel
Tambahkan 10 ml water 2-8oC = 7 hari
dengan NaCl
Serbuk
1. Ceftazidim for injection 20-25oC = 18 jam
0.9%,dekstrosa,
kering
RL

Kompatibel dng NaCl


-
2. Lasix 0.9% Lebih disukai dgn -
Larutan
RL

Tambahkan 5 ml NaCl 20-25oC = 24 jam


- 0,9% dan tambahkan NaCl
4. Micafungin Serbuk kering
0,9% hingga 100 ml

95
1vial(80 mg) 30 hari setelah kemasan ditusuk, 24 jam

Gentamisin Larutan Nacl 0.9 % dan dekstrosa Dilarutlam 50-200 mL D5 jika dicampur dengan NaCl dan
5.
atau NS dekstrosa

Kompatibel dgn Dextrosa


6. Fluconazol Larutan - -
5%, 10% dan RL

 500 mg: Tambahkan 10


2-8oC = 12 jam
ml water for injection
7. Meropenem Serbuk kering SWFI, NS, D5W
 1 gram: Tambahkan 20 ml 20-25oC = 2 jam

water for injection

96
2.4 Kajian Kesesuaian Indikasi

No Jenis Obat Indikasi Obat Komentar dan Alasan

1. Meropenem Infeksi bakteri, infeksi kulit, meningitis, sistik Tepat karena pasien didiagnosis sepsis dan

fibrosis antibiotik karbapenem adalah salah satu pilihan

antibiotik sepsis anak (IDAI, 2016).

2. Dexametason Inflamasi, edema, immunosupresif Tidak tepat karena pasien terindikasi infeksi

jamur. Deksametason kontraindikasi terhadap

pasien infeksi jamur (MIMS, 2019)

3. Interlac Menjaga kesehatan fungsi saluran pencernaan pada Tepat karena bertujuan menjaga fungsi saluran

neonates pencernaan bayi (MIMS, 2019)

4. Micafungin Infeksi jamur, candidiasis, profilaksis candidiasis Tepat untuk mencegah infeksi jamur pada

neonatus (IDAI, 2016)

5. Gentamisin Infeksi bakteri berat, infeksi saluran urin Tepat karena pasien didiagnosis sepsis dan

97
antibiotik golongan aminoglikosida

(gentamisin) adalah salah satu pilihan

antibiotik sepsis anak (IDAI, 2016).

6. Albumin Mengatasi hipoalbuminemia Pemberian obat tepat karena kadar albumin pasien

rendah akibat sepsis dengan hipoalbuminemia

(RSUD Soetomo, 2003)

7. Flukonazol Infeksi jamur, candidiasis, profilaksis candidiasis Tepat untuk mencegah infeksi jamur pada

neonatus (IDAI, 2016)

8. Parasetamol Meredakan nyeri dan menurunkan demam Pemberian obat tepat, karena suhu tubuh pasien
tinggi maka diberikan obat ini (MIMS, 2019)

9. Ceftazidime Mengatasi infeksi Pemberian obat tepat, karena kadar leukosit


dalam darah tinggi (MIMS, 2019)

10. Lasix Sebagai diuretic Pemberian obat tepat, karena pasien mengalami
edema sehingga dapat mengurangi volume cairan
darah (MIMS, 2019).

98
11. Nistatin Infeksi jamur, candidiasis, profilaksis candidiasis Tepat untuk mencegah infeksi jamur pada

neonatus (IDAI, 2016)

12. Apialis Meningkatkan sistim imun pasien Tepat karena sistem imun pasien turun karena
sepsis.

2.5 Analisa Permasalahan

NO JenisPemasalahan Analisa Masalah PermasalahanTerkait Komentar/ rekomendasi


Obat
1 Korelasi antara terapi obat 1. Adakah Obat tanpa indikasi? 1. Tidak Ada 1. Obat yang diberikan sudah
dengan penyakit sesuai indikasi

2. Semua kondisi klinis sudah


2. Adakah pengobatan yang tidak 2. Tidak Ada
diterapi
dikenal?
3. Kadar kalium dan Ureum
3. Adakah kondisi klinis yang tidak 3. Ada
pasien melebihi rentang
diterapi?
normal. Berikan terapi untuk

99
menurunkan kadar kalium
dan ureum.

2 Pemilihan obat yang 1. Bagaimana pemilihan obat? 1. Sudah 1. Obat yang diberikan telah
sesuai Apakah sudah efektif dan sesuai dengan gejala penyakit
merupakan obat terpilih pada kasus dan lini terapi
ini?
2. Pemilihan obat sudah aman
2. Apakah pemilihan obat tersebut 2. Sudah
3. Terapi obat dapat ditoleransi
relatif aman?
oleh pasien
3. Apakah terapi obat dapat
3. Bisa
ditoleransi oleh pasien?

3 Regimen Dosis 1. Apakah dosis, frekuensi dan cara 1. Sesuai namun ada 1. Dosis, frekuensi dan cara
pemberian mempertimbangkan beberapa yang tidak pemberian telah sesuai
efektifitas keamanan dan sesuai dengan kondisi pasien namun
kenyamanan serta sesuai dengan ada dosis yang kurang
kondisi pasien?
2. Jadwal pemberian dosis
2. Apakah jadwal pemberian dosis sudah memaksimalkan efek

100
bisa memaksimalkan efek terapi, 2. Bisa terapi, kepatuhan,
kepatuhan, meminimalkan efek meminimalkan efek samping
samping, interaksi obat, dan dan interaksi obat
regimen yang kompleks?
3. Lama terapi sudah sesuai
3. Apakah lama terapi sesuai dengan dengan indikasi
3. Sesuai
indikasi?
4 Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi? 1. Tidak ada 1. Terapi yang diberikan untuk
masing-masing indikasi
hanya diberi satu jenis obat

5 Alergi Obat atau intoleran 1. Apakah pasien alergi atau intoleran 1. Tidak ada 1. Tidak ada riwayat alergi
terhadap salah satu obat? Permasalahan pasien
2. Apakah pasien telah tahu yang
harus dilakukan jika terjadi alergi?
2. Tidak ada permasalahan

6 Efek Merugikan 1. Apakah ada gejala/permasalahan Tidak ada permasalahan Tidak ada permasalahan yang
medis yang diinduksi obat? diinduksi obat

101
7 Interaksi dan 1. Apakah ada interaksi obat dengan 1. Ada interaksi antara 1. Lasix dan furosemide dapat
kontraindikasi obat? Apakah signifikan secara Lasix dan gentamisin meningkatkan efek
klinis? nefrotoksisitas dan
ototoksisitas (Serius) serta
2. Apakah ada interaksi obat dengan
2. Tidak ada permasahan dapat berisiko menurunkan
makanan? Apakah bermakna
kadar kalium darah pasien
secaraklinis?
(monitor)

3. Apakah ada interaksi obat dengan 2. Tidak ada interakasi obat


3. Tidak ada permasalahan
data laboratorium? dengan makanan yang
bermakna secara klinis

3. Tidak ada interaksi obat


dengan data laboratorium

102
2.6 Lembar Pengkajian Obat

No. Hari/Tanggal Kode Masalah Uraian Masalah Rekomendasi/Saran

1. 26 Juli 2019; 8a (Serius):  Waktu penggunaan kedua obat dijarakkan

2 Agustus (Interaksi obat) Penggunaan furosemide dan  Monitoring fungsi ginjal pasien

2019; 3 gentamisin meningkatkan resiko  Monitoring kadar kalium pasien

Agustus 2019 ototoksisitas dan nefrotoksisitas

(Medscape)

(Monitor):

Penggunaan furosemide dan

gentamisin dapat menurunkan kadar

kalium pasien

Kode Masalah:
3. Indikasi : 3. Dosis obat 7. Lama pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan: 14. Kompatibilitas obat
d. Tidak ada indikasi a. Kelebihan (over dosis) 8. Interaksi obat a. Resep 15. Ketersediaan obat/kegagalan mendapat obat
e. Ada indikasi, b. Kurang (under dosis) a. Obat b. Buku injeksi 16. Kepatuhan
tidak ada terapi 4. Interval pemberiab b. Makanan/minuman 11. Kesalahan penulisan resep 17. Duplikasi terapi
f. Kontra indikasi 5. Cara / waktu pemberian c. Hasil laboratorium 12. Stabilitas sediaan injeksi 18. Lain-lain …

4. Pemilihan obat 6. Rute pemberian 9. Efek Samping Obat 13. Sterilitas sediaan injeksi
103
2.7 Monitoring Rencana PelayananFarmasi

Tujuan Terapi Obat Obat Parameter Monitoring Efek Akhir Yang Frekuensi Monitoring

Diinginkan

Mengatasi sepsis pada Meropenem WBC pasien, suhu tubuh, WBC rentang normal, Setiap hari dan setiap pemeriksaan

pasien (Infeksi S. sesak suhu tubuh normal, labor

Epidermidis) frekuensi sesak menurun

Mengatasi edema, Deksametason Inflamasi Inflamasi berkurang Setiap hari

inflamasi pada pasien

Profilaksis atau Micafungin Ada tidaknya infeksi Tidak ada infeksi jamur Setiap hari

pencegahan infeksi jamur pada sistemik pada sistemik

jamur pada sistemik

Mengatasi sepsis pada Gentamisin WBC pasien, suhu tubuh, WBC rentang normal, Setiap hari dan setiap pemeriksaan

pasien (Infeksi S. sesak suhu tubuh normal, labor

104
Epidermidis) frekuensi sesak menurun

Sebagai pengganti cairan Infus Kogtil Kadar elektrolit tubuh Kadar elektrolit tubuh Setiap hari

dan untuk nutrisi pasien pasien normal

Mencegah infeksi jamur Flukonazol Pantau LFT, tes fungsi Mencegah timbulnya Setiap hari
pada bayi dan baru lahir ginjal dan kadar serum K jamur pada permukaan
dan penggunaan antibiotic secara berkala (MIMS) kulit
spectrum luas

Mengendalikan infeksi Ceftazidime Suhu tubuh, leukosit Suhu tubuh normal, Setiap hari dan setiap pemeriksaan
leukosit normal labor
bakteri

Profilaksis atau Nystatin Jumlah Jamur di mulut Jumlah jamur dimulut Setiap hari

mengurangi atau berkurang

mengendalikan

infeksi jamur

105
Mengurangi udem atau Lasix Jumlah udem, Jumlah udem dan atau Setiap hari

mencegah udem pembengkakan tubuh pembengkakan pada tubuh

berkurang

Menurunkan deman Paracetamol Suhu tubuh Suhu tubuh normal Setiap hari

Meninggkankan sistem Apialis Suhu tubuh Suhu tubuh normal Setiap hari

imun

2.8 Konseling

Uraian Rekomendasi/Saran

Lasix Lasix digunakan 1 x sehari pada pertengahan pemberian injeksi albumin.

Gentamisin Gentamisin digunakan 1 x sehari

106
Infus kogtil Digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, dilakukan pemantauan nutrisi setiap hari

Meropenem Meropenem diinjeksikan secara intravena tiap 8 jam

Deksametason Deksametason diinjeksikan secara intravena

Interlac Interlac diberikan secara per oral (drop)

Micafungin Micafungin diinjeksikan secara intravena satu kali sehari

Gentamisin Gentamisin diinjeksikan secara intravena tiap 36 jam

Flukonazol Flukonazol diinjeksikan secara intravena 1x sehari

Ceftazidime Diinjeksi 2 x sehari pada pagi dan malam hari

Nystatin Diminum 3 x sehari setiap 8 jam, lamakan kontak pada mulut

Lasix Di injeksikan 1 x sehari atau pada pertengahan transfuse albumin atau darah

Apialis Diminum 1 x 0,3 mL dan diberikan secara peroral.

107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Untuk antibiotik empiris kombinasi yang bakteri penyebabnya belum

diketahui dapat diberikan kombinasi antibiotik sefalosporin generasi ketiga,

aminoglikosida, vankomisin, karbapenem. Pada tanggal 26 Juli 2019,

ditambahkan antibiotik gentamisin yang merupakan antibiotik golongan

aminoglikosida dan meropenem yang merupakan antibiotik golongan

karbapenem.

Pada tanggal 12 Agustus 2019, hasil uji sensitifitas bakteri terhadap

antibiotik keluar, namun hasil uji sensitifitas terkontaminasi oleh flora normal

manusia yang mungkin disebabkan karena kontaminasi saat pengambilan sampel

darah pasien. Berdasarkan data uji sesnsitifitas bakteri terhadap antibiotik

tersebut, bakteri resisten terhadap gentamisin dan intermediet terhadap

meropenem. Hal ini sangat disayangkan karena hasil uji sensitifitas tersebut tidak

dapat dijadikan patokan untuk pemilihan antibiotik.

Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Bakteri

merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi sepsis dapat pula berasal

dari jamur, virus, atau parasit. Maka dari itu, penggunaan antijamur pada terapi

sepsis juga diperlukan. Pemilihan antijamur profilaksis diantaranya mikonazol,

nistatin, flukonazol, dan amfoterisin (Hassan, 2014). Menurut IDAI, terapi lini

pertama antijamur untuk sepsis adalah fluconazole dan amfoterisin. Sedangkan

terapi lini kedua adalah mikafungin. Terapi antijamur yang diberikan kepada

pasien adalah nistatin oral, injeksi mikafungin, dan injeksi flukonazol. Nistatin

digunakan sebagai profilaksis infeksi jamur pada mulut, sedangkan mikafungin

122
dan flukonazol digunakan sebagai profilaksis infeksis jamur pada sistemik. Dosis

nistatin, mikafungin dan flukonazol yang diberikan kepada pasien telah sesuai.

Berdasarkan hasil laboratorium, kadar albumin pasien berada dibawah

normal sehingga pasien mengalami didiagnosa hipoalbuminemia. Keadaan

hipoalbuminemia dapat menyebabkan edema saat tekanan hidrostatik meningkat,

dan menurunnya ikatan dengan ikatan molekul tinggi protein lainnya. Untuk

meningkatkan kadar albumin pasien diberikan transfusi albumin 20% dengan

dosis 1-2 mg/kg/jam. Dipertengahan waktu transfusi albumin, diberikan injeksi

Lasix. Injeksi Lasix (furosemid) diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan

edema yang terjadi akibat hipoalbumin. Furosemid merupakan loop diuretic yang

bekerja secara reversibel dengan melekat pada situs pengikat klorida kotransporter

Na+ ClK+ di membran sel luminal pada segmen henle. Kotransporter ini

bertanggung jawab untuk transpor natrium dari saluran kemih ke dalam sel

tubulus melalui perbedaan konsentrasi. Efek utama penutupan kotransporter ini

adalah mengurangi reabsorbsi sodium sebanyak 20- 30%, sehingga akhirnya

terjadi diuresis. Furosemid juga berperan sebagai penghambat reabsorbsi natrium

pada tubulus proksimal melalui blokade karbonik anhydrase (Utami, 2017).

Hasil analisa Drug Related Problem (DRP) yang mungkin terjadi pada

terapi yang diberikan pada pasien adanya interaksi obat antara furosemide dan

gentamisin. Penggunaan furosemide dan gentamisin secara bersamaan dapat

meningkatkan resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas. Selain itu penggunaan

furosemide dan gentamisin dapat berisiko menurunkan kadar kalium pasien.

Solusi untuk DRP ini dengan menjarakkan penggunaan obat furosemide dan

123
gentamisin, dimana gentamisin diberikan pada pukul 12.00 dan furosemide pada

pukul 18.00. selain itu juga perlu dilakukan pamantauan terhadap fungsi ginjal

pasien dan kadar kalium pasien.

Deksametason bersifat kontraindikasi dengan pasien yang terinfeksi jamur.

Apabila benar-benar ditemukan infeksi jamur pada pasien maka penggunaan

deksametason harus dihentikan karena deksametason memiliki efek

imunosupresan yang dapat menurunkan sistem imun, sehingga dapat

mempermudah perkembangan jamur.

124
125
126

Anda mungkin juga menyukai