Anda di halaman 1dari 101

Disusun oleh :

Aprita Silka
Astri Fajriati
Debi Anah Pita Utami
Denis Setiawan
Friska Handania Rois
Nitia Gusri Dewi

Kelompok 1
V Non Reguler
Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan
Kromatografi Adsorbsi
TIOCONAZOLUM
Tiokonazol ( FI edisi IV Hal. 793 – 794 )

Fase Gerak ( catatan buat fase gerak segar setiap hari) : buat campuran 440
mL asetonitril P, 400 mL metanol P dan 228 mL air. Saring dan awaudarakan.
Tambahkan 2,0 mL amonium hidrksida P campur. Bila perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem sprti yang tertera pada kromatografi
<931>.

Larutan Baku :
Timbang seksama sejumlah Tiokonazol BPFI, larutkan dalam metanol P hingga
kadar lebih kurang 200 µg per mL

Larutan Uji :
Timbang seksama lebih kurang 100 mg. Masukkan ke dalam labu tentukur 100
mL, larutkan dalam metanol P sampai tanda. Pindahkan 10,0 mL larutan ini ke
dalam labu tentukur 50 mL, encerkan dengan metanol P sampai tanda.
Sistem Kromatografi : lakukan seperti yang tertera pada
kromatografi<931>. Kromatografi cair kinerja tinggi
dilengkapi dengan detektor 219 nm, pra kolom 4 mm x 10
cm, berisi bahan pengisi L4 yang dipasang diantara
pompa dan injektor, dan kolom 5 mm x 25 cm berisi bahan
pengisi L1.(catatan ganti pra kolom tiap hari). Atur laju
aliran hingga diperoleh waktu retensi untuk tiokonazol
antara 12 menit dan 17 menit. Lakukan kromatografi
terhadap larutan baku, rekam respons puncak seperti yang
tertera pada prosedur. Efisiensi kolom yang ditentukkan
dari puncak analit tidak kurang dari 1000 lempeng teoritis,
faktor ikutan untuk puncak analit tidak lebih dari 2,0 dan
simpangan baku relatif untuk penyuntikkan ulang tidak
lebih dari 2,0%.
persyaratan
Tiokonazol mengandung tidak kurang dari
97,0 % dan tidak lebih dari 103,0%
Prosedur : suntikkan secara terpisah sejumlah
volume sama (lebih kurang 20 µL) larutan
baku dan larutan uji ke dalam kromatograf,
ukur respons puncak utama. Hitung jumlah
jumlah dalam mg. C16H13CI3N2OS, dengan
rumus :

C adalah kadar Tiokonazol BPFI dalam µg per


mL Larutan baku dihitung terhadap zat
anhidrat ; ru dan rs berturut – turut adalah
respons puncak larutan uji dan larutan baku.
SKEMA KERJA

Fase Gerak :
Dibuat campuran 440 mL asetonitril P, 400
mL metanol P dan 228 mL air.

Disaring dan awaudarakan.

Ditambahkan 2,0 mL amonium hidrksida P


campur. Bila perlu lakukan penyesuaian
menurut kesesuaian sistem seperti yang
tertera pada kromatografi <931>.
Larutan Baku (0,2mg/mL )
Ditimbang seksama sejumlah Tiokonazol BPFI

Dilarutkan dalam metanol P hingga kadar lebih


kurang 200 µg per mL.

Larutan Uji ( 0,2 mg/mL )


Ditimbang seksama lebih kurang 100 mg.

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL,


larutkan dalam metanol P sampai tanda.

Dipindahkan 10,0 mL larutan ini ke dalam labu


tentukur 50 mL, encerkan dengan metanol P
sampai tanda.
Sistem Kromatografi : lakukan seperti yang
tertera pada kromatografi<931>. Kromatografi
cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor
219 nm, pra kolom 4 mm x 10 cm, berisi bahan
pengisi L4 yang dipasang diantara pompa dan
injektor, dan kolom 5 mm x 25 cm berisi bahan
pengisi L1.(catatan ganti pra kolom tiap hari).
Atur laju aliran hingga diperoleh waktu retensi
untuk tiokonazol antara 12 menit dan 17 menit.
Lakukan kromatografi terhadap larutan baku,
rekam respons puncak seperti yang tertera pada
prosedur. Efisiensi kolom yang ditentukkan dari
puncak analit tidak kurang dari 1000 lempeng
teoritis, faktor ikutan untuk puncak analit tidak
lebih dari 2,0 dan simpangan baku relatif untuk
penyuntikkan ulang tidak lebih dari 2,0%.
Prosedur :
Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
(lebih kurang 20 µL) larutan baku dan larutan uji ke
dalam kromatograf

Diukur respons puncak utama.

Dihitung jumlah jumlah dalam mg. C16H13CI3N2OS,


dengan rumus :

C adalah kadar Tiokonazol BPFI dalam µg per mL


Larutan baku dihitung terhadap zat anhidrat ; ru dan
rs berturut – turut adalah respons puncak larutan uji
dan larutan baku.
Kromatografi Penekanan Ion
Baku Internal
PHENOBARBITALUM
Fenobarbital
Luminal
FI IV halaman 659
Penetapan kadar
Lakukan kromatografi cair kinerja tinggi seperti yang
tertera pada kromatografi <931>
Larutan dapar pH 4,5
Larutkan lebih kurang 6,6 gram natrium asetat
trihidrat P dan 3,0 mL asam asetat glasial P dalam
1000 mL air ; jika perlu, atur pH hingga 4,5 ± 0,1
dengan asam asetat glasial P.
Fase gerak
Buat campuran larutan dapar pH 4,5 metanol P ( 3 : 2
), saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti yang
tertera pada kromatografi <931>.

Larutan baku Internal


Timbang seksama sejumlah kafein, larutkan dalam
campuran metanol P - Larutan dapar pH 4,5 ( 1 : 1 )
hingga kadar lebih kurang 125 µg per mL.

Larutan baku
Timbang seksama lebih kurang 20 mg Fenobarbital
BPFI, larutkan dalam 15,0 mL larutan baku internal.
Jika perlu sonikasi
Larutan uji
Timbang seksama lebih kurang 20 mg, masukkan ke
dalam labu erlenmeyer, tambahkan 15,0 mL larutan
baku internal, sonikasi selama 15 menit. Saring
dengan penyaring membran dengan porositas 0,5 µm
atau lebih halus, sebelum digunakan.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera


pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 254 nm dan kolom 4 mm x 25 cm berisi
bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 2 mL per
menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku,
rekam respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur ; resolusi, R, antara puncak analit dan
puncak baku internal tidak kurang dari 1,2 , faktor
ikutan puncak analit dan puncak baku internal tidak
lebih besar dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
( lebih kurang 10 µL ) Larutan baku dan Larutan uji
ke dalam kromatograf, ukur respons puncak
utama. Waktu retensi relatif kafein dan
fenobarbital berturut-turut adalah lebih kurang 0,6
dan 1,0. Hitung jumlah dalam mg C12H12N2O3,
dengan rumus:

W adalah bobot Fenobarbital BPFI dalam mg dalam


mg Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah
perbandingan respons puncak larutan uji dan Larutan
baku.
persyaratan
 Fenobarbital mengandung tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
SKEMA KERJA
Larutan dapar pH 4,5

Ditimbang 6,6 gram natrium asetat trihidrat P

Ditambahkan 3,0 mL asam asetat glasial P

Dilarutkan dalam 1000 mL air

Diatur pH hingga 4,5 ± 0,1 dengan asam asetat glasial P. (jika perlu)

Fase gerak

Dibuat campuran larutan dapar pH 4,5 metanol P ( 3 : 2)

saring dan awaudarakan. (Jika perlu lakukan penyesuaian menurut


kesesuaian sistem seperti yang tertera pada kromatografi <931>.)
Larutan baku Internal

Ditimbang seksama sejumlah kafein

Dilarutkan dalam campuran metanol P - Larutan


dapar pH 4,5 ( 1 : 1 ) hingga kadar lebih kurang 125
µg per mL.

Larutan baku ( 1,33 mg/mL)

Ditimbang seksama lebih kurang 20 mg


Fenobarbital BPFI

Dilarutkan dalam 15,0 mL larutan baku internal.


(Jika perlu sonikasi)
Larutan uji ( 1,33 mg/mL)

Ditimbang seksama lebih kurang 20 mg

Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan 15,0 mL larutan baku internal,

Disonikasi selama 15 menit.

Disaring dengan penyaring membran dengan porositas 0,5 µm atau lebih


halus, sebelum digunakan.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi


<931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan
kolom 4 mm x 25 cm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 2 mL
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam respons
puncak seperti yang tertera pada Prosedur ; resolusi, R, antara puncak
analit dan puncak baku internal tidak kurang dari 1,2 , faktor ikutan puncak
analit dan puncak baku internal tidak lebih besar dari 2,0 dan simpangan
baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (


lebih kurang 10 µL ) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam
kromatograf

Diukur respons puncak utama. Waktu retensi relatif kafein


dan fenobarbital berturut-turut adalah lebih kurang 0,6 dan
1,0.

Hitung jumlah dalam mg C12H12N2O3, dengan rumus:

W adalah bobot Fenobarbital BPFI dalam mg dalam mg


Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah
perbandingan respons puncak larutan uji dan Larutan baku.
Kromatografi Penekanan Ion
Baku Eksternal
HALOPERIDOLI COMPRESSI
Tablet Haloperidol
FI IV halaman 426
Fase gerak
Buat campuran metanol P – dapar kalium fosfat
monobasa 0,05 M ( 60 : 40 ). Atur hingga pH 4,0
dengan natrium hidroksida 1 N atau asam fosfat
P saring dan awaudaraan. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti
yang tertera pada kromatografi <931>.
Larutan Baku (0,1 mg/mL)
Timbang seksama sejumlah Haloperidol BPFI,
larutkan dalam fase gerak dan encerkan secara
kuantitatif, jika perlu bertahap dengan fase gerak
hingga kadar lebih kurang 0,1 mg per mL.

Larutan Uji (0,1 mg/mL)


Timbang dan serbuk haluskan tidak kurang dari 20
tablet. Timbang seksama sejumlah serbuk setara
dengan lebih kurang 10 mg haloperidol, masukkan ke
dalam labu tentukur 100 mL, tambahkan 60 mL fase
gerak, sonifikasi selama 10 menit dan kocok secara
mekanik selama lebih kurang 1 jam. Encerkan
dengan fase gerak sampai tanda, saring, buang 20
mL filtrat pertama.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera
pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 254 nm dan kolom 3,9 mm x 25 cm,
berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 1
mL per menit. Lakukan kromatografi terhadap
Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang
tertera pada Prosedur ; faktor ikutan tidak lebih
dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidk lebih dari 2,0%
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
( lebih kurang 15 µL ) Larutan baku dan Larutan uji
ke dalam kromatograf, ukur respons puncak
utama. Hitung jumlah dalam mg C21H23ClFNO2,
dalam yang digunakan serbuk tablet dengan
rumus:

C adalah Kadar Haloperidol BPFI dalam mg per mL


Larutan baku ; ru dan rs berturut-turut adalah respons
puncak larutan uji dan Larutan baku.
persyaratan
 Tablet haloperidol mengandung
haloperidol tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
SKEMA KERJA
Fase gerak

Dibuat campuran metanol P – dapar kalium fosfat monobasa 0,05 M ( 60 :


40 ).

Diatur hingga pH 4,0 dengan natrium hidroksida 1 N atau asam fosfat P

Disaring dan awaudarakan. (Jika perlu lakukan penyesuaian menurut


kesesuaian sistem seperti yang tertera pada kromatografi <931>.)

Larutan Baku

Ditimbang seksama sejumlah Haloperidol BPFI

Dilarutkan dalam fase gerak dan encerkan secara kuantitatif, jika perlu
bertahap dengan fase gerak hingga kadar lebih kurang 0,1 mg per mL.
Larutan Uji
Ditimbang dan serbuk haluskan tidak kurang dari 20 tablet.

Ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 10 mg


haloperidol

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL

Ditambahkan 60 mL fase gerak

Disonifikasi selama 10 menit dan kocok secara mekanik selama lebih


kurang 1 jam.

Diencerkan dengan fase gerak sampai tanda, saring, buang 20 mL filtrat


pertama.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi <931>.


Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolom 3,9
mm x 25 cm, berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 1 mL per menit.
Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang
tertera pada Prosedur ; faktor ikutan tidak lebih dari 2,0 dan simpangan baku
relatif pada penyuntikan ulang tidk lebih dari 2,0%
Prosedur
Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume
sama ( lebih kurang 15 µL ) Larutan baku dan
Larutan uji ke dalam kromatograf

Diukur respons puncak utama.

DiHitung jumlah dalam mg C21H23ClFNO2, dalam


yang digunakan serbuk tablet dengan rumus:

C adalah Kadar Haloperidol BPFI dalam mg per mL


Larutan baku ; ru dan rs berturut-turut adalah respons
puncak larutan uji dan Larutan baku.
Kromatografi Pertukaran Ion ( Anion )
DOXYCYCILIN HYCLAS
Doksisiklin Hiklat
FI IV halaman 340-341
Penetapan kadar
Lakukan kromatografi cair kinerja tinggi seperti yang
tertera pada kromatografi <931>
Fase gerak
Buat campuran 450 mL natrium fosfat monobasa 0,1 M P
dan 550 mL metanol P. Tambahkan 3 mL N,N-dimetil-n-
oktilamina, atur pH dengan asam fosfat P hingga kadar
6,25 ± 0,05, saring melalui penyaring membran dengan
porositas 0,5 µm atau lebih kecil, dan awaudarakan. Jika
perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem
seperti yang tertera pada kromatografi <931>. ( Catatan
selama melakukan prosedur berikut ini lindungi Larutan
uji dan Larutan Baku )
Larutan Baku
Timbang seksama Doksisiklin BPFI, larutkan
dalam air hingga diperoleh larutan dengan kadar
lebih kurang 1000 µg doksisiklin, C12H24N2O8
per mL. saring melalui penyaring membran dengan
porositas 0,5 µm atau lebih kecil.

Larutan Uji
Timbang seksama lebih kurang 120 mg,
masukkan ke dalam labu tentukur 100 mL.
Larutkan dalam air, encerkan dengan air sampai
tanda dan campur. saring melalui penyaring
membran dengan porositas 0,5 µm atau lebih
kecil.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera
pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 280 nm dan kolom 4,6 mm x 3cm berisi
bahan pengisi L7, dan kolom analitik 3,9 mm x 30
cm berisi bahan pengisi L1 yang berkeasaman
rendah dengan ukuran partikel 10 µm. Laju aliran
lebih kurang 1,5 mL per menit. rekam respons
puncak seperti yang tertera pada Prosedur ;
efisiensi kolom yang ditetapkan dari puncak analit
tidak kurang dari 1000 lempeng teoritis, faktor
ikutan puncak analit tidak lebih dari 2,0 dan
simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang
tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
( lebih kurang 10 µL ) Larutan baku dan Larutan uji
ke dalam kromatograf, rekam dan ukur respons
puncak utama. Hitung potensi µg doksisiklin
dalam jumlah dalam mg C22H24N2O8 per mg
doksisiklin hiklat yang digunakan dengan rumus:

C adalah Kadar Doksisiklin dalam µg per mL


Larutan baku ; w adalah bobot doksisiklin hiklat
dalam mg yang diambil untuk membuat larutan uji
; Ru dan Rs berturut-turut adalah respons puncak
larutan uji dan Larutan baku.
persyaratan
 Doksisiklin hiklat mempunyai potensi
setara dengan tidak kurang dari 800 µg
dan tidak lebih dari 920 µg doksisiklin
per mg.
SKEMA KERJA
Fase gerak

Dibuat campuran 450 mL natrium fosfat monobasa 0,1 M P dan 550 mL metanol P.

Ditambahkan 3 mL N,N-dimetil-n-oktilamina

Diatur pH dengan asam fosfat P hingga kadar 6,25 ± 0,05

Disaring melalui penyaring membran dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil, dan
awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti
yang tertera pada kromatografi <931>. ( Catatan selama melakukan prosedur
berikut ini lindungi Larutan uji dan Larutan Baku )

Larutan Baku
Ditimbang seksama Doksisiklin BPFI

Dilarutkan dalam air hingga diperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 1000 µg
doksisiklin, C12H24N2O8 per mL.

Disaring melalui penyaring membran dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil.
Larutan Uji

Ditimbang seksama lebih kurang 120 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL.

Dilarutkan dalam air, encerkan dengan air sampai tanda dan campur.

Disaring melalui penyaring membran dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi <931>.


Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 280 nm dan kolom 4,6
mm x 3cm berisi bahan pengisi L7, dan kolom analitik 3,9 mm x 30 cm berisi bahan
pengisi L1 yang berkeasaman rendah dengan ukuran partikel 10 µm. Laju aliran
lebih kurang 1,5 mL per menit. rekam respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur ; efisiensi kolom yang ditetapkan dari puncak analit tidak kurang dari 1000
lempeng teoritis, faktor ikutan puncak analit tidak lebih dari 2,0 dan simpangan baku
relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (


lebih kurang 10 µL ) Larutan baku dan Larutan uji ke
dalam kromatograf

Direkam dan ukur respons puncak utama. Hitung


potensi µg doksisiklin dalam jumlah dalam mg
C22H24N2O8 per mg doksisiklin hiklat yang
digunakan dengan rumus:

C adalah Kadar Doksisiklin dalam µg per mL Larutan


baku ; w adalah bobot doksisiklin hiklat dalam mg
yang diambil untuk membuat larutan uji ; Ru dan Rs
berturut-turut adalah respons puncak larutan uji dan
Larutan baku.
Kromatografi Pertukaran Ion ( Kation )
Penetapan Cemaran Sefaleksin
dalam Sefadrin
FI IV halaman 183-184
Fase gerak
Larutkan 20 mLasam asetat 1N dan 48,4 g natrium sulfat
anhidrat P dalam 1900 mL air, atur pH hingga 4,7 dengan
natrum hidroksida 1 N, encerkan dengan air hingga 2000
mL, campur dan awaudarakan.

Dapar fosfat pH 8,3


Larutkan 28,4 g natrium fosfat dibasa anhidrat Pdalam 1900
mL air, atur pH hingga 8,3 dengan asam fosfat P, encerkan
dengan air hingga 2000 mL. Simpan larutan ini di lemari
pendingin.
Larutan Baku Internal
Timbang seksama 75 mg N’(4-metoksi-metil-6-metil-2-
metil-pirimidil) sulfanilamida, masukkan ke dalam labu
tentukur 50 mL, tambahkan 10,0 mL natrium hidroksida
0,1 N, campur sampai larut.encerkan dengan Dapar
pH 8,3 sampai tanda. Simpan larutan dalam lemari
pendingin.

Larutan Baku
Timbang seksama sejumlah sefaleksin BPFI yang
setara dengan lebih kurang 30 mg sefaleksin,
masukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, tambahkan
lebih kurang 15 mL air, kocok sampai larut. Encerkan
dengan air sampai tanda. Dalam waktu 2 jam, campur
sejumlah volume larutan iniyang diukur seksama
dengan sejumlah volume yang sama larutan baku
internal. Larutan ini mengandung sefaleksin lebih
kurang 0,15 mg per mL.
Larutan Uji
Timbang seksamamasukkan la lebih kurang 36 mg, masukkan labu
tentukur 25 mL, tambahkan lebih kurang 15 mL air, kocok sampa
larut. Encerkan dengan air sampai tanda. Dalam waktu 2 jam,
campur sejumlah volume larutan ini yang diukur seksama dengan
sejumlah volume yang sama larutan baku internal.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi


<931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm
dan kolom pelindung 2 mm x 20cm berisi bahan pengisi L6, dan
kolom analitik 2 mm x 1 m berisi bahan pengisi L6. Laju aliran lebih
kurang 0,5 mL per menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan
baku, pada tiga kali penyuntikan ulang. Rekam respons puncak
seperti yang tertera pada Prosedur ; simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %. Buat larutan baku Sefadrin
BPFI seperti yang tertera pada larutan uji dan lakukan kromatgrafi
seperti yang tertera pada Prosedur ; diperoleh 90 % sampai 110 %
dari jumlah sefaleksin yang dinyatakan.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
(lebih kurang 5 µL) Larutan baku dan Larutan uji ke
dalam kromatograf, ukur respons puncak utama.
Ururtan eluasi adalah sefaleksin, sefradin dan baku
internal. Hitung jumlah dalam mg sefaleksin,
C16H17N3O4S dalam sefradin yang digunakan
dengan rumus:

C adalah kadar sefaleksin dalam mg per mL


Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah
perbandingan respons puncak sefaleksin dan baku
internal dalam larutan uji dan Larutan baku.
persyaratan
 Sefaleksin tidak lebih dari 5,0% dihitung
sebagai anhidrat
SKEMA KERJA
Fase gerak

Dilarutkan 20 mL asam asetat 1N dan 48,4 g natrium sulfat anhidrat P


dalam 1900 mL air

Diatur pH hingga 4,7 dengan natrum hidroksida 1 N, encerkan dengan air


hingga 2000 mL

Dicampur dan awaudarakan.

Dapar fosfat pH 8,3

Dilarutkan 28,4 g natrium fosfat dibasa anhidrat P dalam 1900 mL air

Diatur pH hingga 8,3 dengan asam fosfat P

Diencerkan dengan air hingga 2000 mL.

Disimpan larutan ini di lemari pendingin.


Larutan Baku Internal

Ditimbang seksama 75 mg N’(4-metoksi-metil-6-


metil-2-metil-pirimidil) sulfanilamida

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 Ml

Ditambahkan 10,0 mL natrium hidroksida 0,1 N.


Dicampur sampai larut.

Diencerkan dengan Dapar pH 8,3 sampai tanda.

Disimpan larutan dalam lemari pendingin.


Larutan Baku

Ditimbang seksama sejumlah sefaleksin BPFI yang


setara dengan lebih kurang 30 mg sefaleksin

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL

DItambahkan lebih kurang 15 mL air, kocok sampai


larut.

Dincerkan dengan air sampai tanda. Dalam waktu 2


jam, campur sejumlah volume larutan ini yang diukur
seksama dengan sejumlah volume yang sama
larutan baku internal. Larutan ini mengandung
sefaleksin lebih kurang 0,15 mg per mL.
Larutan Uji

Ditimbang seksama masukkan la lebih kurang 36 mg

Dimasukkan labu tentukur 25 mL

Ditambahkan lebih kurang 15 mL air, kocok sampa larut.

Diencerkan dengan air sampai tanda. Dalam waktu 2 jam, campur


sejumlah volume larutan ini yang diukur seksama dengan sejumlah
volume yang sama larutan baku internal.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi


<931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan
kolom pelindung 2 mm x 20cm berisi bahan pengisi L6, dan kolom analitik
2 mm x 1 m berisi bahan pengisi L6. Laju aliran lebih kurang 0,5 mL per
menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku, pada tiga kali
penyuntikan ulang. Rekam respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur ; simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari
2,0 %. Buat larutan baku Sefadrin BPFI seperti yang tertera pada larutan
uji dan lakukan kromatgrafi seperti yang tertera pada Prosedur ; diperoleh
90 % sampai 110 % dari jumlah sefaleksin yang dinyatakan.
Prosedur

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih


kurang 5 µL) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam
kromatograf

Diukur respons puncak utama. (Ururtan eluasi adalah


sefaleksin, sefradin dan baku internal)

Dihitung jumlah dalam mg sefaleksin, C16H17N3O4S


dalam sefradin yang digunakan dengan rumus:

C adalah kadar sefaleksin dalam mg per mL Larutan baku ; Ru dan


Rs berturut-turut adalah perbandingan respons puncak sefaleksin
dan baku internal dalam larutan uji dan Larutan baku.
Kromatografi Partisi Fase Balik
Baku Internal
ETHINYL ESTRADIOLUM
Etinil Estradiol
FI IV halaman 368
Penetapan Kadar
Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi seperti
yang tertera pada kromatografi <931>.
Fase gerak
Buat campuran air − asetonitril P ( 1 : 1 ), saring dan awaudarakan. Jika
perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti yang
tertera pada kromatografi <931>.
Larutan baku internal
Timbang sejumlah etilparaben P, Larutkan dalam campura air − asetonitril
P ( 1 : 1 ) hingga kadar lebih kurang 0,5 mg per mL.
Larutan Baku (0,2 mg/mL)
Timbang seksama lebih kurang 10 mg Etinil Estradiol
BPFI, masukkan ke dalam labu tentukur 50 mL,
tambahkan 10 mL fase gerak, 5,0 mL larutan baku
internal dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda,
hingga diperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 0,2
mg Etinil Estradiol BPFI per mL.

Larutan Uji (0,2 mg/mL)


Timbang seksama lebih kurang 25 mg, masukkan ke
dalam labu tentukur 25 mL, tambahkan fase gerak
sampai tanda. Masukkan 10,0 mL larutan ini ke dalam
labu tentukur 50 mL, tambahkan 5,0 mL larutan baku
internal dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera
pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 280 nm dan kolom 4,6 mm x 15 cm berisi
bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 1 mL
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan
baku, rekam respons puncak seperti yang tertera
pada Prosedur ; resolusi, R, antara puncak analit
dan puncak baku internal tidak kurang dari 4,5
dan simpangan baku relatif pada penyuntikan
ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
( lebih kurang 25 µL ) Larutan baku dan Larutan uji
ke dalam kromatograf, ukur respons puncak
utama. Waktu retensi relatif etilparaben dan Etinil
Estradiol berturut-turut adalah lebih kurang 0,6
dan 1,0. Hitung jumlah dalam mg C29H24O2,
dengan rumus:

C adalah Kadar Etinil Estradiol BPFI dalam mg per


mL Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah
perbandingan respons puncak etilparaben dan Etinil
Estradiol larutan uji dan Larutan baku.
persyaratan
 Etinil estradiol mengandung tidak
kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
102,0% dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
SKEMA KERJA

Fase gerak
Dibuat campuran air − asetonitril P ( 1 : 1 )

Disaring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan


penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti yang
tertera pada kromatografi <931>.

Larutan baku internal

Ditimbang sejumlah etilparaben P

Dilarutkan dalam campuran air − asetonitril P ( 1 : 1 )


hingga kadar lebih kurang 0,5 mg per mL.
Larutan Baku (0,2 mg/mL)

Ditimbang seksama lebih kurang 10 mg Etinil


Estradiol BPFI

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL

Ditambahkan 10 mL fase gerak, 5,0 mL larutan


baku internal

Diencerkan dengan fase gerak sampai tanda,


hingga diperoleh larutan dengan kadar lebih
kurang 0,2 mg Etinil Estradiol BPFI per mL.
Larutan Uji (0,2 mg/mL)

Ditimbang seksama lebih kurang 25 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL

Ditambahkan fase gerak sampai tanda.

Dimasukkan 10,0 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 50 mL

Ditambahkan 5,0 mL larutan baku internal dan encerkan dengan fase gerak
sampai tanda.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi


<931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 280 nm dan
kolom 4,6 mm x 15 cm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 1
mL per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam respons
puncak seperti yang tertera pada Prosedur ; resolusi, R, antara puncak
analit dan puncak baku internal tidak kurang dari 4,5 dan simpangan baku
relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (


lebih kurang 25 µL ) Larutan baku dan Larutan uji ke
dalam kromatograf,

Diukur respons puncak utama. Waktu retensi relatif


etilparaben dan Etinil Estradiol berturut-turut adalah
lebih kurang 0,6 dan 1,0. Hitung jumlah dalam mg
C29H24O2, dengan rumus:

C adalah Kadar Etinil Estradiol BPFI dalam mg per mL


Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah
perbandingan respons puncak etilparaben dan Etinil
Estradiol larutan uji dan Larutan baku.
Kromatografi Partisi Fase Balik
Baku Eksternal
DIGOXINUM
Digoksin
FI IV halaman 317-318
Penetapan Kadar
Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi seperti
yang tertera pada kromatografi <931>.
Fase gerak
Buat campuran air − asetonitril P ( 37 : 13 ), saring dan awaudarakan. Jika
perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti yang tertera
pada kromatografi <931>.
Larutan Baku
Timbang seksamasejumlah Digoksin BPFI, larutkan dalam etanol encer P,
encerkan secara bertahap hingga kadar lebih kurang 250 µg per mL.
Sonifikasikan agar larut.
Larutan Uji
Timbang seksama lebih kurang 50 mg zat,
masukkan ke dalam labu tentukur 200 mL,
Larutkan dalam lebih kurang 150 mL etanol encer
P dengan cara sonifikasi, encerkan dengan pelarut
sama sampai tanda.

Larutan Kesesuaian Sistem


Timbang seksama sejumlah Digoksin BPFI dan
digoksigenin bisdigitoksosida, larutkan dalam
etanol encer P hingga kadar masing - masing lebih
kurang 40 µg per mL.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang
tertera pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi
dengan detektor 218 nm dan kolom 4,2 mm x
25 cm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih
kurang 3,0 mL per menit. Lakukan kromatografi
terhadap Larutan kesesuaian sistem, rekam
respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur ; simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %, faktor
ikutan puncak digoksin tidak lebih 2,0 dan
resolusi, R, antara puncak digoksin dan
dioksigenin bisdigotoksida tidak kurang dari 2,0.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume
sama ( lebih kurang 10 µL ) Larutan baku
dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur
respons puncak utama.Hitung jumlah dalam
mg C41H64O14, dengan rumus:

C adalah Kadar Digoksin BPFI dalam µg per mL


Larutan baku ; ru dan rs berturut-turut adalah
respons puncak larutan uji dan Larutan baku.
persyaratan
 Mengandung tidak kurang dari 95,0%
dan tidak lebih dari 101,0% dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
SKEMA KERJA
Fase gerak

Dibuat campuran air − asetonitril P ( 37 : 13 )

Disaring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut


kesesuaian sistem seperti yang tertera pada kromatografi <931>.

Larutan Baku

Ditimbang seksama sejumlah Digoksin BPFI

Dilarutkan dalam etanol encer P

Diencerkan secara bertahap hingga kadar lebih kurang 250 µg per


mL.

Disonifikasikan agar larut.


Larutan Uji

Ditimbang seksama lebih kurang 50 mg zat

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 200 mL

Dilarutkan dalam lebih kurang 150 mL etanol encer P dengan cara sonifikasi

Diencerkan dengan pelarut sama sampai tanda.

Larutan Kesesuaian Sistem

Ditimbang seksama sejumlah Digoksin BPFI dan digoksigenin bisdigitoksosida,

Dilarutkan dalam etanol encer P hingga kadar masing - masing lebih kurang 40 µg
per mL.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada kromatografi <931>.


Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 218 nm dan kolom 4,2
mm x 25 cm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 3,0 mL per menit.
Lakukan kromatografi terhadap Larutan kesesuaian sistem, rekam respons puncak
seperti yang tertera pada Prosedur ; simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang
tidak lebih dari 2,0 %, faktor ikutan puncak digoksin tidak lebih 2,0 dan resolusi, R,
antara puncak digoksin dan dioksigenin bisdigotoksida tidak kurang dari 2,0.
Prosedur

Disuntikkan secara terpisah sejumlah volume


sama ( lebih kurang 10 µL ) Larutan baku dan
Larutan uji ke dalam kromatograf

Diukur respons puncak utama.Hitung jumlah


dalam mg C41H64O14, dengan rumus:

C adalah Kadar Digoksin BPFI dalam µg per mL


Larutan baku ; ru dan rs berturut-turut adalah
respons puncak larutan uji dan Larutan baku.
Kromatografi Partisi Fase Normal
(Eksternal)
BENZALKONII CHLORIDUM
Benzalkonium Klorida
FI IV HALAMAN 130-131
Perbandingan Komponen Alkil
Fase gerak
Buat campuran natrium asetat 0,1 M dengan asam
asetat glasial P, atur ph hingga 5,0. Campur 55
bagian larutan ini dengan 45 bagian asetonitril P,
saring dan awaudarakan. Kadar asetonitril P
bervariasi antara 40 sampai 60 bagian hingga
memenuhi Kesesuaian sistem
Larutan Baku
Timbang seksama sejumlah Benzalkonium
Klorida BPFI, larutkan dalam air hingga
kadar lebih kurang 4 mg ml.
Larutan Uji
Timbang seksama lebih kurang 1 g,
masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
larutkan dan encerkan dengan air sampai
tanda. Pipet 5,0 mL larutan ke dalam labu
tentukur 25,0 mL, encerkan dengan air
sampai tanda.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang
tertera pada Kromatografi <931>.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilengkapi


dengan detektor 254 nm dan kolom berisi
bahan pengisi L10. Laju aliran lebih kurang 2 ml
per menit. Lakukan Kromatografi terhadap
larutan baku, dan rekam luas puncak seperti
yang tertera pada Prosedur; jumlah lempeng
teoritis puncak C12 tidak kurang dari dari 1,5
dan simpangan baku relatif pada penyuntikkan
ulang tidak lebih dari 2,0% untuk puncak C12
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
(lebih kurang 20 μL) Larutan baku dan Larutan
uji ke dalam kromtograf, ukur luas puncak.
Puncak-puncak homolog dapat diketahui
dengan membandingkan waktu retensi. Hitung
persentase amonium kuatener homolog dengan
rumus:

A adalah hasil perkalian luas homolog dengan


bobot molekulnya; B adalah jumlah luas seluruh
homolog. Bobot molekul C10,C12,C14, dan C16
berturut-turut adalah 312, 340 368 dan 396
Skema Kerja
Fase gerak
Dibuat campuran natrium asetat 0,1 M dengan asam asetat
glasial P

Diatur ph hingga 5,0


Dicampur 55 bagian larutan ini dengan 45 bagian asetonitril P

Disaring dan awaudarakan

Kadar asetonitril P bervariasi antara 40 sampai 60 bagian hingga


memenuhi Kesesuaian sistem
Sistem kromatografi
Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi <931>. Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolom berisi bahan
pengisi L10. Laju aliran lebih kurang 2 ml per menit. Lakukan Kromatografi
terhadap larutan baku, dan rekam luas puncak seperti yang tertera pada
Prosedur; jumlah lempeng teoritis puncak C12 tidak kurang dari dari 1,5 dan
simpangan baku relatif pada penyuntikkan ulang tidak lebih dari 2,0% untuk
puncak C12
Skema Kerja
Larutan Baku

Ditimbang seksama sejumlah Benzalkonium Klorida BPFI

Dilarutkan dalam air hingga kadar lebih kurang 4 mg ml.

Larutan Uji

Ditimbang seksama lebih kurang 1 g

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml

Dilarutkan dan encerkan dengan air sampai tanda

Dipipet 5,0 mL larutan ke dalam labu tentukur 25,0 mL dan


encerkan sampai tanda
Kromatografi Partisi Fase Normal
(Internal)
CHOLORDIAZEPOXIDUM
Klordiazepoksida
FI IV Halaman 198-199

Penetapan Kadar
Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi seperti yang tertera pada Kromatografi <931>

Fase Gerak
Buat campuran air-tetrahidrofuran P-metanol P (5:4:1)

Larutan Baku Internal Larutkan sejumlah sulfanilamida P


dalam Fase gerak hingga diperoleh larutan mengandung
lebih kurang 0,6 mg per ml
Larutan baku
Timbang seksama sejumlah Klordiazepoksida
BPFI, larutkan dalam Fase gerak dan encerkan
secara kuantitatif dengan Fase gerak hingga
diperoleh larutan mengandung lebih kurang 1 mg
per ml. Pipet 10,0 ml larutan ini ke dalam labu
tentukur 100 ml , tambahkan 10,0 ml Larutan baku
internal, encerkan dengan Fase gerak sampai
tanda.

Larutan Uji
Timbang seksama lebih kurang 50 mg
Klordiazepoksida, masukkan ke dalam labu
tentukur 50 mL, larutkan dan encerkan dengan fase
gerak samapi tanda. Pipet 10 ml larutan ini ke
dalam labu tentukur 400 mL, tambahkan 10,0 mL
Larutan baku internal, encerkan dengan fase gerak
sampai tanda
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang
tertera pada Kromatografi <931>.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilengkapi


dengan detektor 254 nm dan kolom 3,9 mm
x 30 cm dan bahan pengisi L1. Laju aliran
lebih kurang 1 ml per menit. Lakukan 5 kali
penyuntikkan ulang larutan baku, dan rekam
luas puncak seperti yang tertera pada
Prosedur; simpangan baku relatif tidak lebih
dari 2,0% dan faktor resolusi tidak lebih kecil
dari 1,5
persyaratan
 Klordiazepoksida mengandung
tidakkurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 102,0% dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan.
Skema Kerja
Fase gerak

Buat campuran air-tetrahidrofuran P-metanol P (5:4:1)


Larutan Baku
Internal
Larutkan sejumlah sulfanilamida P dalam Fase gerak hingga
diperoleh larutan mengandung lebih kurang 0,6 mg per ml
Larutan
Baku

Ditimbang seksama sejumlah Klordiazepoksida BPFI

Dilarutkan dalam Fase gerak dan encerkan secara kuantitatif dengan


Fase gerak hingga diperoleh larutan mengandung lebih kurang 1 mg
per ml

Dipipet 10,0 ml larutan ini ke dalam labu tentukur 100 ml


Ditambahkan 10,0 ml Larutan baku internal,

Di encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.,

Larutan Uji

Ditimbang seksama lebih kurang 50 mg Klordiazepoksida

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL

Dilarutkan dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda

Dipipet 10 ml larutan ini ke dalam labu tentukur 400 mL

Ditambahkan 10,0 mL Larutan baku internal, encerkan dengan fase gerak sampai
tanda
Kromatografi Pasangan Ion
Asam Nitrilotriasetat
Asam
FI IV halaman 329
Penetapan Kadar
Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja
tinggi seperti yang tertera pada kromatografi <931>.
Fase gerak
Tambahkan 10 mL larutan tetrabutil amonium hidroksida P
dalam metanol P ( 1 dalam 4 ) ke dalam 200 mL air, atur pH
7,5 ± 0,1 dengan asam fosfat 1 M. Pindahkan larutan ke dalam
labu tentukur 1000 mL, tambahkan 90 mL metanol P, encerkan
dengan air sampai tanda, saring melalui penyaring membran
dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil, dan awaudarakan.
Larutan tembaga ( II ) nitrat
Buat larutan yang mengandung lebih kurang 10 mg per mL
Larutan Baku Persediaan
Timbang seksama lebih kurang 100 mg asam
nitrilotriasetat P masukkan ke dalam labu tentukur
10 mL, tambahkan 0,5 mL amonium hidroksida P,
campur. Encerkan dengan air sampai tanda.

Larutan Baku
Timbang 1,0 g Dinatrium Edetat BPFI, masukkan
ke dalam labu tentukur 100 mL, tambahkan 100 µl
Larutan Baku Persediaan, encerkan dengan
Larutan tembaga ( II ) nitrat sampai tanda.
Sonikasi bila perlu agar larut sempurna.
Larutan Uji
Timbang 1,0 g zat, masukkan ke dalam labu tentukur 100 mL,
encerkan dengan Larutan tembaga ( II ) nitrat sampai tanda.
Sonikasi bila perlu agar larut sempurna.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada


kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm
dan kolom 4,6 mm x 15 cm, berisi bahan pengisi L7. Laju aliran
lebih kurang 2 mL per menit. Lakukan kromatografi 3 kali terhadap
Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur ; simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2,0 % dan faktor resolusi R, antara asam nitrilotriasetat
dan Dinatrium edetat tidak kurang dari 4,0.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
( lebih kurang 50 µL ) Larutan baku dan Larutan uji
ke dalam kromatograf, ukur respons puncak
utama. Waktu retensi asam nitrilotriasetat dan
Dinatrium edetat berturut - turut lebih kurang 3,5
menit dan 9 menit. Respons puncak asam
nitrilotriasetat dari larutan uji tidak lebih besar dari
selisih antara respons puncak asam nitrilotriasetat
yang diperoleh dari larutan uji dan larutan baku.
persyaratan
 Asam nitriloaasetat tidak lebih dari 0,1%
SKEMA KERJA

Fase gerak

Ditambahkan 10 mL larutan tetrabutil amonium


hidroksida P dalam metanol P ( 1 dalam 4 ) ke
dalam 200 mL air, atur pH 7,5 ± 0,1 dengan
asam fosfat 1 M.

Dipindahkan larutan ke dalam labu tentukur


1000 mL, tambahkan 90 mL metanol P,
encerkan dengan air sampai tanda, saring
melalui penyaring membran dengan porositas
0,5 µm atau lebih kecil, dan awaudarakan.
Larutan tembaga ( II ) nitrat
Dibuat larutan yang mengandung lebih kurang
10 mg per mL
Larutan Baku Persediaan
Ditimbang seksama lebih kurang 100 mg asam
nitrilotriasetat P

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL,


tambahkan 0,5 mL amonium hidroksida P,
campur.

Diencerkan dengan air sampai tanda.


Larutan Baku
Ditimbang 1,0 g Dinatrium Edetat BPFI,
masukkan ke dalam labu tentukur 100 mL,
tambahkan 100 µl Larutan Baku Persediaan,
encerkan dengan Larutan tembaga ( II )
nitrat sampai tanda.

Disonikasi bila perlu agar larut sempurna.


Larutan Uji

Ditimbang 1,0 g zat, masukkan ke dalam labu tentukur 100 mL,


encerkan dengan Larutan tembaga ( II ) nitrat sampai tanda.

Disonikasi bila perlu agar larut sempurna.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada


kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254
nm dan kolom 4,6 mm x 15 cm, berisi bahan pengisi L7. Laju
aliran lebih kurang 2 mL per menit. Lakukan kromatografi 3 kali
terhadap Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang
tertera pada Prosedur ; simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 % dan faktor resolusi, R,
antara asam nitrilotriasetat dan Dinatrium edetat tidak kurang
dari 4,0.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume
sama ( lebih kurang 50 µL ) Larutan baku dan
Larutan uji ke dalam kromatograf

Diukur respons puncak utama.

Waktu retensi asam nitrilotriasetat dan


Dinatrium edetat berturut - turut lebih kurang 3,5
menit dan 9 menit. Respons puncak asam
nitrilotriasetat dari larutan uji tidak lebih besar
dari selisih antara respons puncak asam
nitrilotriasetat yang diperoleh dari larutan uji dan
larutan baku.
catatan
 Kolom pelindung : kolom yang digunakan
untuk memudahkan kerja kolom analitik
supaya tidak bekerja lebih berat ( menyaring
pengotor ) serta dipasang sebelum kolom
analitik.

 Kolom analitik : kolom yang digunakan untuk


melakukan analisa pengukuran atau
pemisahan suatu zat.

 Fungsi Larutan tembaga ( II ) nitrat : untuk


mengencerkan Larutan Baku dan
Kromatografi Pasangan Ion
Basa
BLEOMICINI SULFAS STERILIS
Bleomisin Sulfat Steril
FI IV halaman 149-150
Fase gerak
Timbang 960 mg natrium 1-pentanasulfonat P,
larutkan dalam 1000 mL asam asetat 0,08 N, atur pH
4,3 dengan amonium hidroksida P, saring dan
awaudarakan. ( catatan untuk memperoleh
kromatogram yang memuaskan, dapat ditambahkan
1,86 g dinatrium EDTA P ). Gunakan gradien linier
dari 10% sampai 40% metanol P dalam campuran
larutan diatas, dengan waktu pencampuran gradien
60 menit dan biarkan kromatografi berlanjut dengan
campuran gradien terakhir selama 20 menit atau
hingga dimetil bleomisin A2 tereluasi.
Larutan uji
Larutkan sejumlah zat dalam air yang telah
diawaudarakan hingga kadar lebih kurang 2,5 unit
bleomisin per mL. Simpan dalam lemari pendingin
sebelum digunakan.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera
pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 254 nm dan kolom baja tahan karat 4,6
mm x 250 nm berisi bahan pengisi L1. laju aliran
leih kurang 1,2 mL per menit.
Prosedur
Suntikkan lebih kurang 10 µL larutan uji kedalam
kromatograf. Ukur respons puncak dari semua puncak.
Urutan eluasi adalam asam bleomisinat, asam
bleomisin A2 ( puncak utama ), bleomisin A5, bleomisin
B2 ( puncak utama ), bleomisin B4 demetilbleomisin A2.
hitung persentase dari bleomisin A2, bleomisin B2 ,
bleomisin B4.

Rf adalah respons puncak bleomisin yang ditentukan


dan rt adalah total respons semua puncak. Kandungan
bleomisin A2 adalah antara 55 % dan 70 % ; bleomisin
B2 adalah antara 25 % dan 32 %; bleomisin B4 tidak
lebih dari 1% ; dan persentase campuran bleomsin A2
dan bleomisin B2 tidak kurang dari 85 %.
persyaratan
 Bila dikemas untuk bentuk sediaan
mengandung tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 120,0% bleomisin
dari jumlah yang tertera pada etiket.
SKEMA KERJA
Fase gerak

Ditimbang 960 mg natrium 1-pentanasulfonat P

Dilarutkan dalm 1000 mL asam asetat 0,08 N

Diatur pH 4,3 dengan amonium hidroksida P

Disaring dan awaudarakan.

(catatan untuk memperoleh kromatogram yang memuaskan, dapat


ditambahkan 1,86 g dinatrium EDTA P ). Gunakan gradien linier dari
10% sampai 40% metanol P dalam campuran larutan diatas, dengan
waktu pencampuran gradien 60 menit dan biarkan kromatografi
berlanjut dengan campuran gradien terakhir selama 20 menit atau
hingga dimetil bleomisin A2 tereluasi.
Larutan uji

Dilarutkan sejumlah zat dalam air yang telah


diawaudarakan hingga kadar lebih kurang 2,5 unit
bleomisin per mL.

Disimpan dalam lemari pendingin sebelum


digunakan.

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera


pada kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan
detektor 254 nm dan kolom baja tahan karat 4,6 mm
x 250 nm berisi bahan pengisi L1. laju aliran leih
kurang 1,2 mL per menit.
Prosedur

Disuntikkan lebih kurang 10 µL larutan uji kedalam


kromatograf.

Diukur respons puncak dari semua puncak. Urutan eluasi


adalah asam bleomisinat, asam bleomisin A2 ( puncak
utama ), bleomisin A5, bleomisin B2 ( puncak utama ),
bleomisin B4 demetilbleomisin A2. hitung persentase dari
bleomisin A2, bleomisin B2 , bleomisin B4.

Rf adalah respons puncak bleomisin yang ditentukan dan rt adalah


total respons semua puncak. Kandungan bleomisin A2 adalah
antara 55 % dan 70 % ; bleomisin B2 adalah antara 25 % dan 32
%; bleomisin B4 tidak lebih dari 1% ; dan persentase campuran
bleomsin A2 dan bleomisin B2 tidak kurang dari 85 %.
Kromatografi Eksklusi Ukuran
Penetapan komposisi protein dalam
IMMUNOGLOBULINUM NORMAL
Immunoglobulin Normal ( FI Edisi IV Hal. 456-457 )

Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi eksklusi seperti yang tertera pada Kromatografi <931>
Gunakan 2 mL larutan uji, yang telah diencerkan dengan Larutan Dapar Fosfat campuran pH 7,0 dengan
azida hingga mengandung protein 4,0% hingga 5,0%. Kromatograf pada suhu kamar menggunakan a)
kolom ( 1 m x 25 mm ) berisi agarose yang dijebak dalam jaringan poliakrilamida sambung silang dan
mempunyai rentang fraksi linier yang sesuai untuk fraksionasi butiran protein dalam rentang bobot
molekul dari 20.000 sampai 350.000 ( misalnya ultrogel AcA34 ), b) fase gerak campuran dapar fosfat
pH 7,0 dengan azida dengan laju aliran lebih kurang 20 mL ( 4 mL per cm dari luas kolom ) per jam, c)
detektor 280 nm.

Kumpulkan eluat dalam fraksi lebih kurang 4 mL. Tetapkan kromatogram bandingkan dengan seperti
pada gambar kromatogram immunoglobulin normal. Jumlah luas puncak yang mengandung IgG
monomer, dimer, albumin dan protein lain dengan ukuran molekul yang sama ( area B ) tidak kurang
dari 85% dari luas total kromatogram. Tidak lebih dari 10% dari luas total kromatogram menunjukkan
protein yang dieluasi lebih dulu dari IgG dimer ( area A ) ; jika area A dapat dibagi menjadi dua area,
area yang sesuai dengan protein yang lebih besar tidak lebih dari 5% dari luas total kromatogram. tidak
lebih dari 5% dari luas total kromatogram menunjukka protein yang dieluasi sesudah monomer IgG dan
albumin ( area C )
SKEMA KERJA

Digunakan 2 mL larutan uji, yang telah diencerkan dengan Larutan Dapar Fosfat
campuran pH 7,0 dengan azida hingga mengandung protein 4,0% hingga 5,0%.

Kromatograf pada suhu kamar menggunakan a) kolom ( 1 m x 25 mm ) berisi


agarose yang dijebak dalam jaringan poliakrilamida sambung silang dan mempunyai
rentang fraksi linier yang sesuai untuk fraksionasi butiran protein dalam rentang
bobot molekul dari 20.000 sampai 350.000 ( misalnya ultrogel AcA34 ), b) fase gerak
campuran dapar fosfat pH 7,0 dengan azida dengan laju aliran lebih kurang 20 mL (
4 mL per cm dari luas kolom ) per jam, c) detektor 280 nm.

Dikumpulkan eluat dalam fraksi lebih kurang 4 mL.

Ditetapkan kromatogram bandingkan dengan seperti pada gambar kromatogram


immunoglobulin normal.
Jumlah luas puncak yang mengandung IgG monomer, dimer,
albumin dan protein lain dengan ukuran molekul yang sama ( area
B ) tidak kurang dari 85% dari luas total kromatogram. Tidak lebih
dari 10% dari luas total kromatogram menunjukkan protein yang
dieluasi lebih dulu dari IgG dimer ( area A ) ; jika area A dapat
dibagi menjadi dua area, area yang sesuai dengan protein yang
lebih besar tidak lebih dari 5% dari luas total kromatogram. tidak
lebih dari 5% dari luas total kromatogram menunjukka protein yang
dieluasi sesudah monomer IgG dan albumin ( area C )
Kromatografi Eksklusi
Kromatografi eksklusi, disebut kromatografi permeasi gel
jika digunakan fase gerak organik atau kromatografi filtrasi
gel jika digunakan fasse gerak yang mengandung air,
adalah metode pemisahan yang tergantung pada
pertukaran molekul terlarut diantara pelarut fase gerak dan
pelarut yang sama dalam pori – pori bahan pengisi kolom.
Rentang ukuran pori bahan pengisi kolom menentukan
rentang ukuran molekul pada pemisahan yang terjadi.

Alat terdiri dari kolom kromatografi berisi bahan yang


mampu melakukan fraksinasi pada rentang ukuran
molekul yang sesuai dan dapat dikendalikan suhunya.
Ukuran kolom dinyatakn pada monoografi sebagai
(panjang X diameter dalam ). Fase gerak melewati klom
pada laju aliran yang tetap, baik oleh gravitasi atau
menggunakan pompa yang sesuai.
masing-masing adalah volume retensi untuk
komponen yang diinginkan, komponen yang tidak tertahan
(volume eksklusi) dan komponen yang msuk seluruhnya
ke dalam pori-pori penyangga (volume permeasi total).
Harus dinyatakan dalam satuan ukuran

yang sama.

penetapan komposisi relatif komponen Lakukan pengujian


dengan kondisi seperti yang tertera pada monografi. Jika
seluruh komponen contoh menunjukkan respons yang
sama terhadap detektor, maka jumlah relatif dari setiap
komponen dapat ditetapkan dengan membagi masing-
masing luas puncak dengan jumlah luas puncak
komponen-komponen yang diinginkan. Jika respons tidak
sama hitung komposisi relatif komponen dari kurva
kalibrasi yang diperoleh dengan baku kalibrasi yang tertera
pada monografi atau dengan cara lain yang tertera pada
monografi.
Contoh dilewatkan melalui kolom dengan salah satu dari
kelima cara berikut :
 Alirkan langsung ke permukaan kolom tanpa kolom
dibiarakan kering
 Lapisan di bawah fase gerak , untuk contoh yang lebih
berat dari fase gerak.
 Menggunakan adaptor pengalir
 Menggunakan alat penyunti melalui septum
 Menggunakan katup penyuntik

Saluran luar kolom dihubungkan dengan detektor yang


dilengkapi dengan suatu perekam automatik untk
merekam kadar relatif komponen contoh. Suatu
pengumpul fraksi automatik dapat dipasang jika
diperlukan. Suhu kolom, jika berbeda dengan suhu kamar,
sifat bahan pengisi kolom, komposisi dan laju aliran fase
gerak serta cara deteksi tertera pada monografi.
Cara memperlakukan dan mengisi kolom harus
sesuai dengan petunjuk produsen.

Kinerja kolom dapat dievaluasi dari angka lempeng


teoritis per meter (n), dihitung dari persamaann:
n=

Vr adalah volume retensi komponen yang diinginkris


tegak lurus yan; L adalah panjang kolom dalam
meter; Wk adalah lebar puncak pada setengah tinggi
dengan satuan dengan Vr dan volume retensi addlah
jarrak sepanjang garis dasar antara titik penyuntikan
dan garis tegak lurus yang ditarik dari maksimum
puncak yang diinginkan.

Koefisien distribusi (Kd) bila tertera pada monografi


didefinisikan dengan persamaan :
Penetapan bobot molekul Lakukan pengujian pada
contoh dan baku kalibrasi menggunakan prosedur
yang tertera pda monografi. Buat gragik volume
retensi dari baku kalibrasi sebagai fungsi logaritma
bobot molekul. Kurva umumnya mendekati garis
lurus dalam batas eksklusi dan batas permeasi
total. Bobot molekul komponen yang diinginkan
dapat diperkirakan dari kurva kalibrasi. Kalibrasi
absah hanya untuk sistem tertentu yang digunakan
pada kondisi percobaan tertentu.

Bahan
Agaroa FC butiran mengembang berdiameter 60
µm sampai 140 µm, dibuat dalam bentuk suspensi
4% dalam air. Digunakan untuk pemisahan protein
dengan bobot molekul 6 x 104 sampai 2 x 107 dan
polisakarida dengan bobot molekul 3 x 103 sampai
5 x 106.
Agarosa FC ikatan silang. Dibuat dari agarosa yang dibuat
dengan 2,3-dibromopropan-1-ol dalam suasana basa kuat.
Berbentuk butiran yang mengembang dengan diameter 60
µm sampai 140 µm dan dibuat dalam bentuk suspensi 4%
dalam air. Digunakan untuk pemisahan protein dengan
bobot molekul 6 x 104 sampai 20 x 106 dan polisakarida
dengan bobot molekul 3 x 103 sampai 5 x 106.

Silika gel FC serbuk terbagi sangat halus dengan ukuran


partikel rata-rata lebih kurang 10 µm dengan permukaan
sangat hidrofilik. Diameter pori-pori rata lebih kurang 30
nm. Dapat bercampur dengan larutan yang mengandung
air pH 2-8 dan dengan pelarut organik. Digunakan untuk
pemisahan protein dengan bobot molekul 1 x 103 sampai 3
x 105.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai