Anda di halaman 1dari 27

ASMA

Anatomi, Fisiologi dan Patofisiologi


Anatomi Sistem Pernafasan

Anatomi keadaan normal dan asma bronkial


Anatomi Sistem Pernafasan

Patofisiologi
Patofisiologi
 Hiperaktivitas saluran nafas terhdp stimulus fisik, kimia,farmakologi
 Hipertropi dan hiperplasia yg jelas dari otot halus saluran nafas
 Peningkatan ketebalan dinding saluran nafas yg disebabkan oleh reaksi inflamasi
 Hipertropi kelenjar mukus dan hipersekresi mukus
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang akan
mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas, gangguan
saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada
proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena
adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran
udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama
didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE,
masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong )
terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating
factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan
mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran
pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema
saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein
melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator
adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur non-
alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan
nervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak
ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan
sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi

A. FAKTOR PEMICU ASMA (etiologi)

 ISPA (rhinovirus, influenza, pneumonia, dll)


 Alergen (debu, serbuk sari bunga, tengu, kecoa, jamur,dll)
 Lingkungan (udara dingi, gas SO2, NO2, asap rokok, dll
 Emosi : cemas, stress,
 Olahraga :terutama pada suhu dingin dan kering (untuk mencegah lebih baik orang yang
asma tidak usah olahraga yang berat-berat.
 Obat/pengawet : aspirin, NSAID, sulfit, benzalkonium klorida, bera bloker (ada beberapa
orang yang sensitiv terhadap obat biasanya ini adalah orang yang asma)
 Stimulus pekerjaan

Istilah - stilah asma terkait etiologi


 allergic asthma  extrinsic asthma
 infectious asthma  disebabkan oleh infeksi virus
 exercise-induced asthma  disebabkan karena olah raga, dimungkinkan karena
hilangnya / berkurangnya air dan panas dari epithelium pada jalan nafas. Yang paling
sering terjadi karena ventilasi udara terganggu (bisa diperparah karena olahraga),
udara pernafasan yang dinngin dan kering lebih juga mempengaruhi serangan asma.

B. PATOFISIOLOGI

 inflamasi  antiinflamasi
 bronkokonstriksi  bronkodilator
 hipersekresi mukus  mukolitik
 hipperresponsitivitas

hiperresponsitivitas merupakan respon yang berlebihan dimana cara mengukurnya dengan


metakolin test (yang bekerja di achetilkolinergik) inflamasi  kata kunci untuk
menjelaskan perubahan patofisiologis yang terjadi pada asma dan inflamasi ini merupakan
reaksi pertahanan diri terhadap invasi organisme asing dengan tujuan perbaikan jaringan
 respon yang menguntungkan tetapi pada asma inflamatory response terjadi secara tidak
tepat  adverse effects

Inflamasi pada asma dikarakteristik oleh :

 infiltrasi eosinofil dan lomfosit ke jaringan saluran nafas


 penglupasan (shedding) epithelial cells bronkus dan penebalan lapisan subepitelial
Yang terjadi pada proses inflamasi umum
gejala panas, bengkak,  kenapa bengkak ???
 Saat bengkak terjadi (berisi cairan) dan terjadi
peningkatan permeabilitas vaskuler (artinya
jaringan lebih mudah ditembus oleh cairan-cairan).
Lalu bengkak juga warnanya merah karena terjadi
juga vasodilatasi pembuluh darah (aliran darah
menuju ketempat bengkak semakin banyak.) lalu
terjadi nanah juga kan terkadang, nah itu
sebenarnya adalah sel darah putih migrasi kejaringan. Normalnya kan di pembuluh darah tapi
karena ada patogen-patogen diluar yang ganas sehingga sel darah putih yang siap bertempur
bergerak migrasi menuju jaringan untuk memakan patogen-patogen itu. Jika ini berlebihan
maka tidak baik karena sesungguhnya inflamasi itu pada dasarnya pada kadar tertentu bagus.
Tapi jika itu terjadi pada jaringan paru gimana ? karena ada proses requitmen
(penarikan/tertariknya jaringan iosinofil bebahaya.

Ketika leukosit tertarik (nanah), netrofil yang tertarik asma. Penjelasan gambar :
Dimana jika ada antigens yang masuk maka sel darah putih akan memaknnya dan terjadi
penarikan Eosinofil  jaringan dibawahnya ada sel saraf.

A B
Spesimen Mukosa bronkus dari Subjek tanpa Asma (Panel A) dan Pasien dengan Asma
Mild (Panel B) (Hematoksilin Eosin dan). Dalam subjek tanpa asma, epitel masih utuh, tidak
ada penebalan subbasement membran, dan tidak ada seluler menyusup. Sebaliknya, di pasien
dengan asma ringan, ada bukti hiperplasia goblet-sel dalam epitel-sel lapisan. Membran
subbasement menebal, dengan kolagen deposisi di daerah submukosa, dan ada infiltrat selular.

Inflamasi Eosinofilik Pada Asma


 Eosinofil yang semestinya ada di pembuluuh darah akan transmigrasi menuju
kejaringan.

Modern View Of Asma

Penjelasan Gambar:
 Alergen masuk kemudian diterima makrofag dan akan melepaskan eosinofil.
 Ada pembuluh darah (yang penyusunnya namanya endotileal) mendapat paparan
sehingga kontraksi dan mengakibarkan peningkatan permeabilitas cairan plasmanya
dan menjadi beesar (udem) Epithelial shedding mengelupas
 Ada contoh terdapat dua orang yang satu sehat dan yang satu mempunyai penyakit
asma, kemudian diberikan paparan secara langsung, maka orang yang sehat akan biasa
saja karena tidak terlalu sensitif, namun orang satunya yang mempunyai penyakit asma
akan mengalami asmanya karena respon tubuhnya yang sangat sensitiv terhadap
paparan.
Terjadi juga goblet sel (penghasil mukus), muncul plag  mempersempit saluran nafas.
Ada akifitas kolinergik  bronkokonstriksi.

C. TUJUAN TERAPI

Tujuan : memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan
atau tanpa gejala (karena asama bukan progresif kaya PPOK,)
Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain adalah :
 Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan menganggu, seperti batuk, sesak nafas
 Mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek
 Menjaga fungsi paru “mendekati” normal
 Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olah raga, dll)
 Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS
 Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru, dan untuk anak-anak mencegah
berkurangnya pertumbuhan paru-paru
 Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sesedikit mungkin efek samping

D. TATALAKSANA TERAPI

Strategi terapi
 Terapi non-farmakologi  pencegahan (menghindari allergen misalnya)
 Terapi farmakologi:
 Terapi jangka panjang : Obat kontrol jangka panjang (sebelumnya disebut
pencegah, pengontrol, atau obat maintenance) yang digunakan secara teratur untuk
mencapai dan mempertahankan kontrol asma persisten
 Terapi serangan akut : obat pelega (sebelumnya disebut penghilang atau
penyelamat) digunakan jika diperlukan untuk mengobati gejala-gejala akut dan
episod

1. β2 Agonis
- Mekanisme Kerja: stimulasi reseptor β2 adrenergik mengaktivasi adenyl cyclase,
yang menghasilkan peningkatan pada cyclic AMP sel. Ini menyebabkan relaksasi
otot, stabilisasi membran sel mast, dan stimulasi sel otot rangka.
- Albuterol dan agonis β2 selektif aksi singkat lainnya diindikasikan untuk
penanganan episode spasma bronki dalam interval dan menjadi perawatan pertama
untuk asma akut parah. Karena agonis β2 aksi singkat yang dihirup tidak
meningkatkan pengendalian simtom jangka panjang, penggunaannya bisa digunakan
untuk mengukur pengendalian asma. Agen-agen sebaiknya digunakan hanya ketika
diperlukan untuk mengurangi simtom.
- Formoterol dan salmaterol adalah agonis β2 aksi panjang yang dihirup yang
diindikasikan sebagai kontrol jangka panjang tambahan untuk pasien dengan simtom
yang sudah menggunakan glukokortikoid dosis rendah yang dihirup dan akan
menggunakan glukokortikoid dosis sedang sampai tinggi yang dihirup. Agonis β 2
aksi singkat sebaiknya dilanjutkan pemberiannya pada kondisi memburuknya asma
yang parah. Agen aksi panjang tidak efektif untuk asma parah akut karena bisa butuh
waktu 20 menit untuk onset dan 1-4 jam untuk bronkodilasi maksimum setelah
dihirup.
- Pada asma akut parah, agonis β2 aksi singkat (seperti, albuterol) sebaiknya diberikan
dalam dosis tinggi menggunakan nebulizer sesering mungkin atau menggunakan
metered dose inhaler (MDI)

Nilai Keparahan
Ukur PEF: nilai <50% dari nilai terbaik atau nilai
prediksi personal kemungkinan menunjukkan
pemburukan akut

Lihat tanda dan simtom: Tingkatan batuk, tidak


bisa bernafas, bengek, dan sesak dada
korelasinya dengan tingkat keparahan tidak
terlalu tepat
Penggunaan accesory muscle dan retraksi
suprasternal menunjukkan kemungkinan
pemburukan akut
Perawatan Awal
~Agonis β2 aksi singkat: sampai tiga kali
perawatan 2-4 semprotan menggunakan metered
dose inhaler dalam interval 20 mnt atau
penggunaan nebulizer tunggal

Respon Baik Respon Tidak Penuh Respon Jelek


Pemburukan Ringan Pemburukan Sedang Pemburukan Akut
PEF >80% nilai prediksi atau nilai terbaik PEF 50-80% nilai prediksi atau nilai terbaik PEF <50% nilai prediksi atau nilai terbaik
personal personal personal
Tanpa bengek dan nafas pendek Bengek dan nafas pendek yang bertahan Bengek dan nafas pendek bermakna
Respon terhadap agonis β2 tertunda selama 4 jam ~Tambahkan glukokortikoid oral ~Tambahkan glukokortikoid oral
~Bisa melanjutkan agonis β2 tiap 3-4 jam selama ~Lanjutkan agonis β2 ~Ulangi pemberian agonis β2 sesegera mungkin
24-48 jam ~Jika kondisi parah dan tidak merespon, hubungi
~Untukpasien yang menggunakan glukokorti dokter dan kirim ke bagian gawat darurat;
koid inhalasi, gandakan dosis untuk 7-10 hari pertimbangkan memanggil ambulan atau 9-1-1
Segera hubungi klinisi (pada hari yang sama)
untuk petunjuk

Kirimkan ke bagian gawat darurat


Hubungi klinisi untuk petunjuk lanjutan

Gambar 2. Penanganan di rumah untuk pemburukan asma yang parah. Pasien beresiko untuk kematian terkait asma sebaiknya menjalani pengawasan klinis segere
setelah perawatan awal. Terapi tambahan bsa diperlukan
PEF = peak expiratory flow

2. Metylxanthin
- Mekanisme Kerja: bronkodilasi dengan inhibisi phosphodiesterase (PDE), juga
menghasilkan efek antiinflamasi dan aktivitas nonbronkodilator lainnya melalui
penurunan pelepasan mediator dari sel mast, penurunan pelepasan protein basic dari
eosinofil, penurunan proliferasi limfosit T, penurunan pelepasan sitokin sel T, dan
penurunan eksudasi plasma. Teofilin juga menginhibit permeabilitas vaskular,
meningkatkan kliren mukosiliari, dan memperkuat kontraksi diafragma yang
kelelahan.
- Methylxanthine tidak efektif diberikan dengan aerosol dan harus diberikan sistemik
(oral atau IV). Teofilin lepas lambat adalah sediaan oral yang lebih disukai,
sedangkan kompleks dengan ethylendiamine (aminophyline) adalah produk
parenteral yang disukai karena peningkatan kelarutan. Teofilin intravena juga
tersedia.

Gambar Skema untuk titrasi lambat dosis theophylline dan panduan untuk penyesuaian dosis terakhir
berdasar konsentrasi serum theophylline. Untuk bayi <1 tahun, dosis harian awal bisa dihitung dengan
persamaan berikut: Dosis (mg/kg) – (0,2) (usia dalam minggu) + 5,0. Kapanpun efek samping muncul, dosis
sebaiknya dikurangi ke dosis terendah sebelumnya yang masih ditolerir

SRT = theophylline pelepasan tertunda


3. Antikolinergik
(Ipratropium bromide dan atropine sulphate)
- Mekanisme Kerja: inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik; menghasilkan
bronkodilasi hanya pada bronkokontriksi yang dimediasi sistem kolinergik.
Antikolinergik merupakan bronkodilator yang efektif tapi tidak sekuat agonis β 2.
Agen ini mengurangi, tapi tidak menghambat, asma yang diinduksi alergen atau
latihan fisik tergantung dosis.
- Antikoinergik hanya sedikit berperan dalam penanganan asma. Pada asma kronik,
penambahan ipratropium bromide tidak meningkatkan hasil terapi dibandingkan
dengan agonis β2 tunggal.
- Ipratropium bromide berguna sebagai terapi tambahan pada asma akut parah yang
tidak merespon penuh agonis β2. Ipratropium yang dihirup umumnya menghasilkan
perbaikan fungsi paru tambahan 10-15% dibandingkan pemberian agonis β2 tunggal.
Penambahannya bisa mengurangi jumlah masuk rumah sakit pada anak dengan
pemburukan asma yang parah.

4. Natrium Cromolyn dan Natrium Nedocromil


- Mekanisme Kerja: menginhibit respon terhadap alergen dan juga EIB tapi tidak
menyebabkan bronkodilasi.
- Kedua agen ini efektif hanya dengan dihirup dan tersedia dalam bentuk MDI;
cromolyn juga tersedia dalam bentuk larutan kabut.
- Cromolyn adalah obat pilihan kedua untuk pencegahan EIB dan bisa digunakan
bersamaan dengan agonis β2 pada kasus yang lebih parah yang tidak merespon
penggunaan tunggal dari kedua agen.

5. Glukokortikoid
- Mekanisme Kerja: meningkatkan jumlah reseptor β2 dan meningkatkan daya
respon reseptor terhadap stimulasi β2 adrenergik, sehingga mengurangi produksi
mukus dan hipersekresi, mengurangi BHR dan mencegah reversing airway
remodeling.
- Cara Pakai: Inhalasi (terapi jangka Panjang)
dan sistemik (asma akut parah)
- Kontraindikasi: penderita DM

Tabel. Produk Glukokortikoid Inhalasi, Pengiriman ke Paru yang Tersedia, dan Dosis
Perbandingan
Glukokortikoid inhalasi Produk Pengiriman ke Parua
Beclomethasone 42 μg/penggunaan CFC MDI, 200 4-10%
dipropionate (BDP) kali penggunaan
40 dan 80 μg/penggunaan HFA 55-60%
MDI, 120 kali penggunaan
Budesonide (BUD) 200 μg/dosis DPI, Turbuhaler, 200 32% (16-59%)
dosis 6%
Funisolide (FLU) Ampul 200 dan 500 μg, 2 mL tiap 32%
ampul
Fluticasone propionate (FP) 250 μg/penggunaan CFC MDI, 100 26-30%
kali penggunaan
44, 110, dan 220 μg/penggunaan 15% (13-18%)
CFC MDI, 120 kali penggunaa
50, 100, dan 250 μg/dosis DPI, 15%
Rotadisk, 4 dosis
Mometasone furoate (MF) 50, 100, dan 250 μg/dosis DPI, Tidak diketahui
Diskus, 60 dosis
Triamcinolone acetonide 200 dan 400 μg/dosis DPI, 22%
(TAA) Twisthaler, 14, 30, 60, dan 120
dosis
100 μg/penggunaan CFC MDI, 240
kali penggunaan dengan spacer
Perbandingan Dosis Harian (μg)
Dosis Rendah, Dosis Sedang, Dosis Tinggi,
Anak/Dewasa Anak/Dewasa Anak/dewasa
BDP
CFC MDI 84-336/168-504 336-672/504/840 >672/>840
HFA MDI 40-160/80-240 160-320/240/400 >320/>400
BUD
DPI 100-200/200-400 200-400/400-800 >400/>800
Kabut 250-500/UK 500-1000/UK >1000/UK
FLU, CFC MDI 500-750/500-1000 750-1250/1000- >1250/>2000
FP 2000
CFC MDI 88-176/88-264 >440/>660
DPI 100-200/100-300 176-440/264-660 >400/>600
MF, DPI UK/200-400 200-400/300-600 UK/>800
TAA, CFC MDI 400-800/400-1000 UK/400-800 >1200/>2000
800-1200/1000-
2000
a
Pengirimam ke paru pada in vivo radiolabel scintigraphy atau studi farmakokinetik
CFC = chlorofluorocarbon; HFA = hydrofluoroalkane; MDI = metered-dose inhaler; UK =
tidak diketahui; DPI = dry powder inhaler
Tabel 79-4. Perbandingan Glukokortikoid Sistemik
Nama Generik Potensi Anti Potensi Durasi Waktu Paruh
Inflamasi Mineralokortikoid Aktivitas Eliminasi
Biologis (jam) (jam)
Hydrocortisone 1 1,0 8-12 1,5-2,0
Prednisone 4 0,8 12-36 2,5-3,5
Methylprednisone 5 0,5 21-36 3,3
Dexamethasone 25 0 36-54 3,4-4,0

6. Leukotriene Modifier
Zafirlukast (Accolate) dan montelukast (Singulair)
- Mekanisme Kerja: antagonis reseptor leu kotrien oral yang mengurangi efek
proinflamasi (peningkatan permeabilitas mikro vaskular dan edema jalan udara) dan
bronkokontriksi dari leukotriene D4.
- Dosis : dewasa zafirlukast adalah 20 mg dua kali sehari, digunakan paling tidak 1
jam sebelum atau 2 jam setelah makan; dosis untuk anak usia 5-11 tahun adalah 10
mg dua kali sehari. Untuk montelukast, dosis dewasa adalah 10 mg sekali sehari,
digunakan di sore hari dengan tidak memperdulikan makanan; dosis anak usia 6-14
tahun adalah tabel kunyah 5 mg sekali sehari di sore hari.

7. Terapi pengendali kombinasi


 Advair adalah produk kombinasi yang dikembangkan untuk menangani komponen
inflamasi dan bronkokonstriksi dari asma sedang sampai parah yang bertahan
dengan pemberian fluticasone (100, 200, atau 500 μg) dengan salmeterol dosis tetap
(50 μg). Produk ini mempunyai onset yang cepat (dalam 1 minggu), dan komponen
salmeterol bisa mengurangi glukokortikoid yang dihirup sampai 50% pada pasein
dengan asma yang bertahan.
 Methotrexate dosis rendah (15 mg/minggu) telah digunakan untuk mengurangi
dosis glukokortikoid sistemik pada pasien dengan asma tergantung-steroid yang
parah. Agen ini menyebabkan pengurangan dosis steroid sistemik (sekitar 23%) dan
tidak menginduksi remisi (pemulihan, masa tanpa simtom) penyakit. Methotrexate
sebaiknya dianggap sebagai agen eksperimental dan disimpan untuk asma
tergantung-steroid yang patah dibawah pengawasan spesialis, dengan pengawasan
seksama fungsi hepatik dan pulmonal.

A. PRINSIP TERAPI SERANGAN AKUT


 short-acting ß2-agonists (salbutamol, terbutalin)  merupakan terapi pilihan untuk
meredakan gejala serangan akut dan pencegahan bronkospasmus akibat exercise
 Anticholinergics (ipratropium bromide)  memberi manfaat klinis sebagai tambahan
inhalasi beta agonis pada serangan akut yang berat, merupakan bronkodilator alternatif
bagi pasien yang tidak bisa mentoleransi beta agonis
 Systemic corticosteroids  digunakan jangka pendek untuk mengatasi eksaserbasi yang
sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi
berulang
 Oksigen  diberikan via kanula hidung atau masker utk menjaga SaO2 >90 %(>95 % utk
wanita hamil dan pasien dgn gangguan jantung), saturasi oksigen perlu dimonitor sampai
diperoleh respon thd bronkodilator.

B. PRINSIP TERAPI JANGKA PANJANG


 Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment yang esensial utk asma
 Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada pasien sangat penting
 Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya dan
dimodifikasi secara fleksibel tahap demi tahap
 Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-kadang diperlukan
 Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati karena 10-20% pasien asma alergi
terhadap obat ini
 Beta bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
 Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien
1. Tatalaksana terapi asma pada usia 5-11 tahun

2. Tatalaksana terapi asma pada anak >12 tahun dan dewasa


Tabel 79-2. Dosis Obat untuk Pemburukan Parah yang Akut dari Asma pada Bagian Rawat Darurat atau Rumah Sakit
Dosis Komentar
Medikasi >6 tahun <6 tahun
Agonis β2 Inhalasi
Albuterol 2,5-5 mg tiap 20 mnt untuk 3 0,15 mg/kg (dosis minimum 2,5 Hanya agonis β2 selektif yang
Larutan untuk nebulizer (5 dosis, lalu 2,5-10 mg tiap 1-4 mg) tiap 20 mnt untuk 3 dosis, dianjurkan
mg/mL) jam jika perlu, atau 10-15 lalu 0,15-0,3 mg/kg sampai 10 Untuk pengiriman optimal,
mg/jam secara berkelanjutan mg tiap 1-4 jam jika perlu, atau encerkan aerosol sampai
0,5 mg/kg/jam dengan nebulasi minimal 4 mL pada aliran gas
4-8 semprotan tiap 30 mnt berkelanjutan 6-8 L/mnt
MDI (90 μg/semprotan) sampai 4 jam, lalu tiap 1-4 jam 4-8 semprotan tiap 30 mnt Pada pasien dengan gangguan
jika perlu sampai 4 jam, lalu tiap 1-4 jam yang parah, nebula lebih
jika perlu disukai; guna kan holding-
Levalbuterol Berikan setengah dosis chamber-type spacer
Larutan untuk nebulizer albuterol diatas Berikan setengah dosis Isomer tunggal albuterol
Bitolterol Lihat dosis albuterol albuterol diatas kemungki nan dua kali
Larutan untuk nebulizer (2 Lihat dosis albuterol; potensi potensinya
mg/mL) diperki rakan sama sampai Belum dipelajari pada asma
Lihat dosis albuterol setengahnya albuterol jika parah akut; jangan campur
Pirbuterol MDI (200 dalam mg dengan obat lain
μg/semprotan) Belum dipelajari pada asma
parah akut
Agonis β Sistemik 0,3-0,5 mg tiap 20 mnt untuk 3 Lihat dosis albuterol; potensi
Epinephrine dosis SC setengahnya albuterol jika Terapi sistemik tidak terbukti
1:1000 (1 mg/mL) 0,25 mg tiap 20 mnt untuk 3 dalam μg lebih menguntungkan dari
Terbutaline (1 mg/mL) dosis SC aerosol
0,01 mg/kg sampai 0,5 mg tiap Tidak dianjurkan
20 mnt untuk 3 dosis SC
0,01 mg/kg tiap 20 mnt untuk 3
dosis, lalu tiap 2-6 jam jika
perlu SC

Tabel 79-2. (lanjutan)


Dosis
Medikasi >6 tahun <6 tahun Komentar
Antikolinergis
Ipratropium bromide 500 μg tiap 30 mnt untuk 3 250 μg tiap 20 mnt untuk 3 Bisa dicampurkan dalam
Larutan untuk nebulizer dosis, lalu tiap 2-4 jam jika dosis, lalu 250 μg tiap 2-4 jam nebulizer yang sama dengan
(0,25 mg/mL) perlu albuterol; jangan gunakan
sebagai terapi pilihan per
tama; hanya tambahkan ke
MDI (18 μg/semprotan) terapi agonis β2
4-8 semprotan jika perlu tiap 2- 4-8 semprotan jika perlu tiap 2- Tidak dianjurkan karena dosis
Glukokortikoid 4 jam 4 jam pada inhaler rendah dan
Prednisone, methylprednisone, belum dipelaja ri pada asma
pred nisolone akut
60-80 mg dalam 3 atau 4 dosis 1 mg/kg tiap 6 jam untuk 48 Untuk penggunaan pada
terba gi untuk 48 jam, lalu 30- jam, lalu 1-2 mg/kg/hari dalam serangan mendadak di pasien
40 mg/hari sampai PEF 2 dosis terbagi sampai PEF rawat jalan gunakan 1-2
tercapai 70% nilai terba ik tercapai 70% nilai terba ik mg/kg/hari maks. 60 mg
personal personal untuk 3-7 hari; tidak
diperlukan untuk menurunkan
dosis perlahan
Catatan: Tidak ditemukan keuntungan dari glukokortikoid dosis sangat tinggi pada asma parah yang akut, maupun keuntungan apapun pemberian
intravena atas terapi oral. Regimen lazim adalah melanjutkan pendosisan ganda harian sampai pasien mencapai FEV1 atau PEF 50% nilai personal
atau prediksi terbaik dan lalu turunkan dosisnya sampai pendosisan dua kali sehari. Ini biasanya terjadi dalam 48 jam. Durasi terapi setelah masuk
rumah sakit atau bagian gawat darurat biasanya dari 7-14 hari. Jika pasien memulai perawatan dnegan glukokortikoid inhalasi, studi
mengindikasikan bahwa tidak diperlukan menurunkan dosis steroid sistemik secara bertahap. Jika terpai lanjutan diberikan sekali sehari, studi
mengindikasikan bahwa ada keuntungan dalam pemberian dosis tunggal harian di sore hari sekitar pukul 3.00
E. TERAPI PADA PENDERITA KHUSUS

WANITA HAMIL
 Pencegahan asma pada wanita hamil sama dengan pada pasien lainnya  misalnya dgn
beklomethason inhalasi  aman digunakan dalam kehamilan
 Sodium kromoglikat juga digunakan sebagai profilaksis asma  dgn inhalasi, cukup aman
pada kehamilan
 Treatment: salbutamol, terbutalin  jika digunakan scr inhalasi, tidak mempengaruhi uterus
 Kortikosteroid oral jangka pendek, spt prednisolon 20-50 mg sehari utk 4-7 hari cukup aman
 Jika perlu, sebelum proses melahirkan: injeksi hidrokortison i.m. atau i.v 100 mg setiap 8
jam selama 24 jam cukup menjamin tersedianya kortikosteroid eksogen
 teofilin sebaiknya tidak digunakan pada masa akhir kehamilan efek stimulant : irritability,
jitteriness, dan takikardi pada neonatus
ANAK - ANAK
 Penggunaan inhalasi menggunakan nebuliser atau MDI denganspacer merupakan cara
penggunaan obat yang paling tepat
 Inhalasi kortikosteroid cukup aman untuk anak-anak

GERIATRI
 Lebih diperhatikan pada kemungkinan terjadi efek samping, terutama pada penggunaan
aminofilin/teofilin

PASIEN ASMA YANG AKAN MENJALANI PEMBEDAHAN


 Perlu dievaluasi sebelum pembedahan meliputi gejala, obat asma yang digunakan (khususnya
kortikosteroid sistemik lebih dari 2 minggu dalam 6 bulan terakhir), dan fungsi paru
 Jika mungkin, perlu dilakukan perbaikan fungsi paru sebelum pembedahan sehingga fungsi
paru mencapai level terbaik.
 Jika perlu diberikan kortikosteroid oral jangka pendek untuk mengoptimasi fungsi parunya.
 Utk pasien yang menggunakan KS sistemik 6 bulan terakhir sebelum operasi, atau pasien-
pasien tertentu yang menerima steroid inhalasi dosis tinggi jangka panjang, perlu diberikan
100 mg hydrocortisone setiap 8 jam secara i.v. selama periode operasi dan turunkan dosis
secara cepat dalam 24 jam setelah pembedahan.

F. PEMANTAUAN TERAPI

 Pasien harus dipantau dalam 1-2 minggu sampai 1-6 bulan


 Kalau terkontrol baik,  stepdown, sebaliknya jika tidak terkontrol  step up
 Sebelum memutuskan untukstep-up, harus dipastikan dahulu apakah teknik penggunaan obat
(inhaler) sudah benar dan apakah ada paparan alergen.
 Pemantauan dilakukan dengan menggunakan parameter FEV1/FVC atau PEF dari hasil
spirometer atau peak flow meter
Sediaan Aerosol inhaler

Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif terapetik
yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.

Metode pembuatan sediaan aerosol:


1. Pengisian dengan pendinginan
Konsentrat (umumnya didinginkan sampai suhu di bawah 0⁰C) dan propelan dingin diukur
dengan wadah terbuka (biasanya didinginkan).katup penyemprot kemudian dipasang pada
wadah hingga memnemtuk tutup kedap tekanan. Selamainterval antara penambahan propelan
dan pemasangan katup terjadi penguapan propelan yang cukup untuk mengeluarkan udara di
wadah
2. Pengisisan dengan tekanan
Konsentrat ditempatkan dalam wadah, dan propelan ditekan melalui lubang katup sesudah
katup ditutup, atau propelan dibiarkan mengalir di bawah tutup katup, kemudian katup ditutup
(pengisian di bawah tutup)
3. Pengisian dengan tekanan
Metode ini harus diusahakan agar terjadi pengosongan udara dengan alat hampa udara
ataudengan pemindahan menggunakan sejumlah kecil propelan

Komponen-komponen dasar pada sediaan ini yaitu wadah, propelan, konsentrat mengandung
zat aktif, katup dan penyemprot. Sifat komponen-komponen ini menentukan karakteristik
distribusi ukuran partikel, keseragaman pelepasan dari katup untuk katup terukur, kecepatan
pelepasan, kebasahan dan suhu semprotan, bobot jenis busa atau kekentalan cairan.

Praformulasi
Aerosol terdiri dari sistem dua fase (gas dan cair) atau sistem tiga fase (gas, cair dan padat
atau cair). Sistem dua fase terdiri dari larutan zat aktif dalam propelan cair dan propelan bentuk
uap. Pelarut yang digunakan terdiri dari propelan atau campuran propelandan kosolven seperti
etanol, propilenglikol dan polietilen glikol yang sering digunakan untuk menambah kelarutan zat
aktif.

Propelan akan memberikan tekanan sehingga dapat mengeluarkan bahan dari wadah, dan
dalam kombinasi dengan komponen lain, mengubah bahan ke bentuk fisik yang
diinginkan.propelan umumnya memiliki tekanan yang lebih besar dibanding tekanan atmosfer.
Menurut definisi ini propelan meliputi berbagai hidrokarbon, khususnya turunan
fluoroklorometana dan etana, hidrokarbon dengan bobot molekul rendah seperti butana dan
pentana dan gas mampat seperti karbon dioksida, nitrogen dan nitrosa.

Istilah “aerosol” digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari suatu sistem bertekanan
tinggi. Dalam aerosol inhalasi, ukuran partikel partikel obat harus dikontrol dan ukuran rata-rata
partikel harus lebih kecil dari 10 µm. Sediaan ini juga dikenal sebagai inhaler dosis terukur.
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi yang terdiri atas satu atau lebih bahan obat
yang diberikan mealui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau
sistemik.

Larutan bahan obat dalam air steril atau dalam larutan natrium klorida untuk inhalasi dapat
disemprotkan menggunakan gas inert. Penyemprot hanya sesuai untuk pemberian larutan
inhalasi jika memberikan tetesan dengan ukuran cukup halus dan seragamsehingga kabut dapat
diisap langsung dari alat penyemprot atau alat penyemprot dapat disambungkan pada masker
plastik, selubung atau alat pernapasan dengan tekanan positif yang terputus-putus.

Kelompok sediaan lain yang dikenal sebagai inhaler dosis terukur adalah suspensi atau larutan
obat dalam gas propelan cair dengan atau tanpakosolven dan dimaksudkan untuk memberikan
dosis obat terukur ke dalam saluran pernapasan. Inhaler dosis terukur mengandung 25 µl hingga
100 µl (dapat juga dinyatakan dalam mg) tiap kali semprot. Serbuk dapat juga diberikan secara
inhalasi, menggunakan alat mekanik secara inhalasi menghasilkan tekanan atau inhalasi yang
dalam bagi penderita yang bersangkutan.

Jenis inhalasi khusus yang disebut inhalan terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang
karena bertekanan uap tinggi, dapat terbawaoleh aliran udara ke dalamsaluran hidung dan
memberikan efek. Wadah obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler.

UJI AEROSOL

PERHATIAN: Propelan hidrokarbon sangat mudah terbakar dan meledak. Perhatikan tindakan
pengamanan, lakukan pengambilan cuplikan danpekerjaan analitik dalam lemari asam
berventilasi baik.

Prosedur umum pengambilan sampel


Prosedur ini digunakan untuk pengambilan cuplikan propelan dalam bentuk gas pada suhu
lebih kurang 25⁰ dan disimpan dalam silinder cuplikan dari baja bahan tahan karat, yang
dilengkapi dengan katup tahan karat, berkapasitas tidak kurang dari 200 ml dan daya tekanan 24
psi atau lebih. Keringkan silinder dengan katup terbuka pada suhu 110⁰ selama 2 jam,dan
hampakan silinder panas tersebut hingga tekanan kurang dari 1 mmHg. Tutup katup, dinginkan
dan timbang.sambungkan salah satu ujung unit pengisi secra ketat pada wadah propelan,
sedangkan ujung lain disambungkan secara longgar pada silinder cuplikan. Buka wadah propelan
hati-hati, dan biarkan propelan mengalir keluar unit pengisi melalui sambungan yang dapat
dilonggarkan. Hindari pengaliran terlampau cepat yang mengakibatkan kelembaban membeky
pada unit pengisi dan sambungan. Ketatkan sambungan silinder cuplikan dan buka katup
propelan mengalir ke dalam silider yang telah dikosongkan. Lanjutkan pengambilan cuplikan
hingga diperoleh jumlah cuplikan yang dibutuhkan, kemudian tutup katup wadah propelan, dan
akhirnya tutup katup silinder cuplikan. Perhatian silinder tidak boleh diisi berlebihan. Timbang
silinder cuplikan yang sudah terisi dan hitung bobot cuplikan.

Jumlah Total Semprotan Tiap Wadah atau Inhaler


Pengujian dilakukan pada saat dan wadah yang sama untuk uji Keseragaman Kandungan
Semprotandan untuk Penetapan Kadar. Tentukan jumlah semprotan penghantaran dengan
menghitung jumlah sempurna untuk persiapan, ditambah bagian yang digunakan untuk
penentuan kandungansemprotan,dan lanjutkan penyemprotan sampai wadah atau inhaler kosong.
Persyaratan dipenuhi jika semua wadah atau inhaler yang diuji mengandung tidak kurang dari
jumlah semprotan seperti tertera pada etiket.

Uji Kebocoran
Pilih 12 wadah aerosol, catat tanggal dan waktu dengan ketelitian setengah jan. Timbang
masing-masing wadah dengan ketelitian mg dan catat berat dari masing-masing wadah sebagai
W1. Biarkan wadah dalam posisi tegak lurus pada suhu kamar selama tidak kurang dari 3 hari,
dan timbang kembali masing-masing wadah. Catat beratnya sebagai W2. Catat tanggal dan waktu
dengan ketelitian setengah jam. Tentukan waktu T, dalam jam, yaitu jangka waktu pengujian.
Hitung laju kebocoran dalam mg per tahun, dan masing-masing wadah dengan rumus:

(365)( )(W1-W2)

Jika pengujian dilakukan terhadap wadah aerosol dari kaca berlapis plastik, keringkan wadah
dalam desikator selama 12 jam sampai 18 jam, dan diamkan selama 24 jam. Lakukan pengujian
pada kondisi kelembaban yang sama. Kosongkan isi masing-masing wadah menggunakan cara
yang aman. Hilangkan semua residu kandungan dengan pembilasan beberapa kali dengan
metanol. Kumpulkan wadah, katup, dan semua bagian yang ada hubungan sebagai kesatuan
wadah dan panaskan pada suhu 100⁰ selama 5 menit. Dinginkan, timbang, dan catat bobot
sebagai W3 dan tentukan bobot isi bersih (W1-W3) untuk masing-masing wadah yang diuji. Jika
bobot rata-rata isi bersih sudah ditentukan sebelumnya, harga ini dapat digunakan sebagai bobot
isi bersih.
Persyaratan dipenuhi jika laju kebocoran rata-rata per tahun untuk ke 12 wadah tidak lebih dari
3,5% dari bobot bersih dan tidak satupun wadah menunjukkan kebocoran > 5% dari bobot isi
bersih per tahun. Jika 1 wadah menunjukkan kebocoran > 5 % per tahun dan tidak satupun wadah
menunjukkan kebocoran > 7 % pertahun, tentukan laju kebocoran dari 24 wadah yang lain. Tidak
lebih 2 dari 36 wadah menunjukkan kebocoran > 5 % bobot isi bersih per tahun dan tidak satupun
dari 36 wadah yang menunjukkan kebocoran > 7 % bobot isi bersih per tahun. Apabila bobot isi
bersih < 15 g dan pada etiket tertera masa kadaluarsa, persyaratan dipenuhi jika laju kebocoran
rata-rata dari 12 wadah > 525 mg per tahun dan tidak satupun menunjukkan kebocoran > 750 mg
per tahun. Jika satuwadah menunjukkan lebocoran > 750 mg per tahun, tetapi tidak lebih dari 1,1
g per tahun, tentukan laju kebocoran dari 24 wadah tambahan lain. Tidak lebih dari 750 mg per
tahun, dan tidak satupun dari 36 wadah yang menunjukkan kebocoran lebih dari 1,1 g per tahun.

INHALER DOSIS TERUKUR BERTEKANAN


Uji berikut dapat diterapkan untuk inhaler dosis terukur bertekanan yang diformulasikan
sebagai suspensi atau larutan bahan aktif dalam propelan.

Kinerja Pengukuran
Pilih 10 inhaler bertekanan, lengkap dengan penyemprot, beri tanda pada masing-masing
wadah. Kocok selama 5 detik, dan dengan unit batang katup mengarah ke bawah, buang 1 kali
semprotan. Ulangi langkah di atas hingga 5 kali semprotan. Sesudah 1 menit, timbang unit
tersebut dan catat bobot sebagai W1. Kocok lagi selama 5 detik, dan dengan unit batang katup
mengarah ke bawah, buang 1 kali semprotan. Sesudah 1 menit, timbang unit tersebut dan catat
bobot sebagai W2. Hitung bobot, WD1, isi yangdikeluarkan dari setiap wadah inhaler
menggunakan rumus: W1-W2

Letakkan masing-masing 10 inhaler, lengkap dengan penyemprot pada posisi tegak, dengan
batang katup mengarah atas,diamkan unit tersebut tanpa gangguan selama 6 jam atau jangka
waktu antara dosis-dosis seperti dinyatakan pada etiket. Setelah waktu tersebut lewat, balikkan
masing-masing unit hingga batangkatup mengarah ke bawah, kocok baik-baik, dan segera buang
satu semprotan. Timbang inhaler, dan catat bobot sebagai W3. Hitung bobot, WD2, isi yang
dikeluarkan dari masing-masing wadah inhaler menggunakan rumus: W2-W3

Untuk tiap inhaler yang diuji, hitung persentase variasi dalam bobot yang disemprotkan,
menggunakan rumus: 100( )
Persyaratan uji dipenuhi jika tidak lebih 1 dari 10 hasil uji berada di luarrentang 75% -125%.
Jika tidak lebih dari 2 hasil uji terletak di liar rentang 75%-125%,lakukan uji pada 10 inhaler
tambahan. Perysratan uji dipenuhi jika tidak lebih 2 dari 20 hasil uji berada di luar rentang 75%-
125%.

Keseragaman Kandungan Semprotan


Pentapan kandungan bahan aktif dalam semprotan dari inhaler dosis terukur bertekanan, dapat
dilakukan menggunakan alat untuk pengambilan cuplikan semprotan yang diuraikan berikut.
Alat ini dianggap memenuhi syarat untuk pengambilan cuplikan dengan laju aliran rendah (12,5
liter per menit).

Ukuran Partikel
Partikel inhaler dosis terukur tipe suspensi tidak lebih dari 10 µm, jika selama inhalasi
dimaksudkan agar terdeposit pada paru-paru. Dalam hal ini, biasanya partikel dihaluskan hingga
lebih kecil dari 5 µm, dan jumlah partikel besar yang disemprotkan dariinhaler dosis terukur
dievaluasi dengan cara seperti yang tertera pada mikroskopi. Demikian juga halnya dengan
Distribusi Ukuran Aerodinamik yang menentukan Median Diameter Massa Aerodinamik
(MDMA) dan Simpangan Baku Geometrik (SBG) obat yang dikeluarkan inhaler dosis terukur.

1. Sediaan tablet
Formulasi tablet:
a. Zat aktif
b. Pengis, seperti laktosa, pati,kalium fosfat dibasa dan mikrokistal.
c. Pengikat, bermanfaat untumemberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan
daya kohesi pada bahan pengisi. Penambahan bahan pengikat lebih efektif dalam bentuk
larutan dibanding bentuk kering. Contoh bahan pengikat yaitu gom akasia,gelatin,
sukrosa,povidon, metilselulosa, karboksimetilselulosa, dan pasta pati terhidrolisis. Bahan
pengikat kering untuk kempa langsung yaitu selulosa mikrokrstal.
d. Disintegran membantu menghancurkan tablet setelah ditelan. Disintegran yang paling banyak
digunakan yaitu pati. Selain itu ada juga selulosa yang termodifikasi kimia,asam alginat,
selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang.
e. Lubrikan mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan mencegah massa tablet
melekat pada cetakan. Contohnya Mg stearat, asam stearat, dan talk.
f. Glidan sebagai bahan yang dapat meningkatkan daya alir serbuk. Glidan yang paling efektif
adalah silika pirogenik koloidal.
g. Bahan pewarna
Metode pembuatan tablet

Granulasi Basah Granulasi Kering Kempa Langsung


- Zat aktif tahan - Zat aktif yang - Zat aktif maupun
terhadap lembab dan memiliki dosis eksipiennya
panas efektif yang terlalu memiliki aliran
tinggi untuk yang bagus
dikempa langsung
- Sifat aliran dan - Zat aktif yang - Zat aktif yang kecil
kompresibilitasnya sensitif terhadap dosisnya
tidak baik pemanasan dan
kelembaban
- Zat aktif tersebut
tidaktahan terhadap
panas danlembab
Cara pembuatan
- Semua bahan - Semua bahan - Semua bahan
ditimbang dan ditimbang dan ditimbang dan
dicampur dicampur dicampur
- Kemudian dilakukan - Kemudian - IPC: uji
uji homogenitas dilakukan uji homogenitas,
homogenitas kecepatan aliran, BJ
nyata, BJ mampat,
% kompresibilitas,
dandistribusi ukuran
- Campuran dibuat - Buatlah menjadi - Pencetakan granul
menjadi granul slug (slugging) dan evaluasi tablet
(granulasi basah),
kemudian diayak dan
dikeringkan
- IPC: kandungan - Dilakukan
lembab pengayakan
- Diayak kembali. - IPC: kecepatan
IPC: kecepatan aliran, BJ nyata, BJ
aliran, BJ nyata, BJ mampat, %
mampat, % kompresibilitas,
kompresibilitas, distribusi ukuran,
distribusi ukuran, dan kadar zat aktif
dan kadar zat aktif dalam granul
dalam granul
- Selanjutnya - Selanjutnya
ditambahkan ditambahkan
lubrikan dan lubrikan dan
dilakukan dilakukan
pencetakan pencetakan
- Evaluasi tablet - Evaluasi tablet
Evaluasi tablet:
a. Keseragaman ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet
b. Keseragaman bobot
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai
berikut:
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh
lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari kolom A, dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih dari yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet;
tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan kolom A dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari
bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg- 150 mg 10% 20%
151 mg-300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

c. Waktu Hancur
Waktu hancur tablet tidak bersalut enterik
Alat: Tabung gelas panjang 80 mm sampai 100 mm, diameter dalam ± 28 mm, diameter luar
30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat, lubang sesuai dengan
pengayak nomor 4, berbentuk keranjang.
Keranjang disisipkan searah di tengah-tengah tabung kaca, diameter 45 mm, dicelupkan ke
dalam air bersuhu antara 36° dan 38° sebanyak ±1000 mL, sedalam tidak kurang dari 15 cm
sehingga dapat dinaik turunkan dengan teratur. Kedudukan kawat kasa pada posisi tertinggi
tepat di atas permukaan air dan kedudukan terendah mulut kerangjang tepat di permukaan ait.
Metode: masukkan 5 tablet ke dalam keranjang,turun naikkan keranjang secara teratur 30 kali
tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di aras kasa,
kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan 5 tablet:
Jenis Tablet Waktu
Tablet tidak bersalut Tidak lebih dari 15 menit
Tablet salut gula dan selaput Tidak lebih dari 60 menit
Jika tablet tidak memenuhi syarat: ulangi pengujian menggunakan tablet satu persatu,
kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun.

2. Sediaan sirop
Formula sediaan larutan oral
a. Pembawa, yang umum digunakan adalah purified water
b. Co-solvent seperti propilenglikol, gliserin dan alkohol
c. Agen peningkat kelarutan, seperti surfaktan
d. Pengawet, seperti parahydroxybenzoate ester (methylhydroxybenzoate dan
propilhidrokssibenzoat), asam borat dan borat garam, asam sorbat dan garam sorbat,
fenolat
e. Pemanis, seperti glukosa, sakarin, aspartam
f. Antioksidan, seperti natrium formaldehida sulfoksilat, butylated hydroxyanisole, dan
butylated hydroxytoluene
g. Pewarna dan perasa
h. Buffer, seperti buffer sitrat

Evaluasi sirup:
a. Penetapan kadar sakarosa
Timbang saksama ± 25 gram sirop dalam labu tentukur 100 m, tambahkan 50 mL air dan
sedikit larutan aluminum hidroksida P. Tambahkan larutan timbal (II) subasetat P tetes
demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbuhkan kekeruhan. Tambahakan air
secukupnya hingga 100 mL, saring, buang 10 mL filtrat pertama. Masukkan 50 mL filtrat
ke dalam labu tentukur 55 mL, tambahkan campuran 79 bagian volume asam klorida P
dan 21 bagian volume air secukupnya hingga 55 mL. Panaskan labu dalam tangas air pada
suhu antara 68° dan 70° selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu lebih
kurang 20°. Jika perlu hilangkan warna menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang jerap
P. Ukur rotasi optik larutan yang belum diinversi menggunakan tabung 22 cm pada suhu
pengukur yang sama antara 10° dan 25°. Hitung kadar dalam %, C12H22O11, dengan
rumus:
C= ( , )

Keterangan:
α1: rotas optik larutan yang belum diinversi
α2: rotasi optik larutan yang telah diinversi
t: suhu
Pengelolaan Sediaan

Berdasarkan peraturan yang berlaku, yaitu PMK 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, pengelolaan sediaan farmasi terdiri dari:

A. Perencanaan
Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan jenis, jumlah dan waktu pembelian sediaan yang harus
dibeli. Metode yang digunakan yaitu konsumsi, epidemiologi, serta budaya dan kemampuan
masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui
jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan
dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat
serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
E. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
2. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya
memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundan-gundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.

Pelayanan Sediaan Farmasi

Perlu dilakukan monitoring terhadap penggunaan obat-obatan dibawah ini:


1. β2 Agonis
- Albuterol, salmeterol, Formoterol (Pada asma akut parah, agonis β2 aksi singkat (seperti,
albuterol) sebaiknya diberikan dalam dosis tinggi menggunakan nebulizer sesering
mungkin atau menggunakan metered dose inhaler (MDI)
- ES: Tremor, Gugup ( anak 2-6 tahun), Insomnia (6- 12 tahun), mual muntah, demam
2. Metylxanthin
3. Antikolinergik
- Ipratropium bromide dan atropine sulphate (sebagai terapi tambahan pada asma akut parah
yang tidak merespon penuh agonis β2)
- ES: Bronhitis, PPOK, Sinusitis
4. Natrium Cromolyn dan Natrium Nedocromil
- untuk pencegahan EIB dan bisa digunakan bersamaan dengan agonis β2
5. Glukokortikoid
- KI: penderita DM
- ES budesonide: Sakit kepala, Jerawat, Mual muntah
6. Leukotriene Modifier
- Zafirlukast (Accolate) dan montelukast (Singulair)
- ES: Sakit kepala
7. Terapi pengendali kombinasi
Pelayanan Informasi
Dalam pelayanan informasi obat terdapat beberapa yang disampaikan yaitu: nama obat, indikasi,
dosis, cara penggunaan, efek samping, dan terapi non farmakologi.

Terapi Non Farmakologi


- Hentikan merokok
- Rehabilitasi paru ( olah raga, latihan pernafasan, perawatan medis yang optimal, dukungan
psikososial, dan pendidikan kesehatan.)
- Vaksinasi ( Pneumokokus dan influenza)

Daftar Pustaka

Ditjen POM RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Menkes RI. 2016. PMK No 73 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Menkes RI.

Pharmpress. 2008. Chapter 1 Pharmaceutical Solutions for Oral Administration. Tersedia di


https://www.pharmpress.com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.pdf (diakses 23 Desember
2017)

Anda mungkin juga menyukai