Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL

DENGAN ASMA

A. DEFINISI
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi
reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap
stimuli. (Varney, Helen. 2003)
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang
reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel
mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-
kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris
Sinclair, 2001)
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel
mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma yang terkendali dengan baik
tidak memiliki efek yang berarti pada wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui.
Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil, tetapi pada
kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari
masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita
mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu yang tidak menderita
asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi
terbatas. Adalah penting untuk memiliki sebuah rancang tindak asma dan ini harus ditinjau
kembali secara teratur selama masa kehamilan.

B. ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi
alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak
berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang
yang peka. Allergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir
menjadi menebal.

1
Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi
membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang
diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila
penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik,
sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang
menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat
kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma
intrinsik dan asthma ektrinsik.
Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
Asma intrinsik (non atopi) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik
yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain.

Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi :


Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang
masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah
alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel
Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal
untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga
memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki
sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan
gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan

2
mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi
perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung
dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu
histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.
Hipereaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila
terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok /
dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan.
Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus
yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan
bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas
berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper
reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di
atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi.
Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronchus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam
darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan
untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi
pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronchial.

3
Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi
terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau
kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi
akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik
beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta
lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik
alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam
membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila
reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan
mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan
menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta
maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga
menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta.
Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut
sebagai faktor pencetus adalah :
Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan
asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora
jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga
penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas.

Stress

4
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam
darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan
untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi
pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan
olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah
menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced
asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja.

D. TANDA DAN GEJALA


Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
Nafas pendek
Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi
wising yang timbul saat menghembuskan nafas.
Kadang-kadang batuk kering menjadi salah satu penyebabnya
Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.

E. KOMPLIKASI
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan

5
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat
menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian
perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang
dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat
pengobatan asma, atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang
baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan 8772
wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan bahwa
asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti
kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama
kehamilan, perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar.
Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari
masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.

Efek pada ibu :


Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :
Abortus
Perdarahan vagina
Persalinan premature
Solusio plasenta 2,5%
Korioamnionitis 10,4%

Efek pada janin :


Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
Menurunnya aliran darah pada uterus
Menurunnya venous return ibu
Kurva dissosiasi oksi Hb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi adalah:
Menurunnya aliran darah ke tali pusat.
Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
Menurunnya cardiac output
Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah).
Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai

6
oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin
menjadi teganggu sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi
terhambat (IUGR).
Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi
selama kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan
seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap ibu dan janin pada
wanita hamil dengan asma.

Dampak Pada keluarga


Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit, tentang
penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi, akan menimbulkan kecemasan
pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit menimbulkan respon kehilangan pada
keluarga yang ditinggalkan. Peran klien dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan
terganggu karena klien tidak bisa masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang
tidak sedikit akan menjadi beban bagi keluarga.

F. PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus,
meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi
yang beragam misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara
dingin atau kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang
diperantai saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast terhadap
otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme itu penyempitan bronkiolus
meningjkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran gas,dan menyebabkan
terperangkapnya udara.Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan
hipoksemia, yang mula-mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang
ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen
yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi
itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain
akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel
plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).

7
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali
atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel
dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-
otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema
mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan
difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada
tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ).

G. POHON MASALAH

Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
pada permukaan sel mast atau basofil
Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

8
Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil


pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun


Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

9
Kadar CO2 dalam darah meningkat yang
memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi

H. PENATALAKSANAAN
Berikut beberapa hal yang harus dilakukan pada ibu hamil yang mengidap asma untuk
mencegah resiko gangguan pada janin :
Menghindari timbulnya serangan asma, dan hal yang memicu asma kambuh.
Misalnya, menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, membiasakan mencuci
tangan untuk mencegah infeksi akibat virus, dan melapisi bantal dengan sarung
yang tebal agar debu tidak beterbangan. Hindari juga ruangan lembab ataupun
berdebu.
Memeriksakan kehamilan secara teratur.
Mengunjungi dokter sedari awal untuk mengobati asma.
Melakukan latihan pernafasan/senam pernafasan saat kehamilan semakin besar,
sehingga bermanfaat untuk mengurangi rasa sesak.
Perhatikan obat-obatan asma yang dikonsumsi, karena berbagai obat dapat
menimbulkan efek samping pada janin ataupun sang ibu. Oleh karena itu,
konsultasikan dengan dokter kandungan Anda.
Mencegah timbulnya stress
Mencegah penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan
Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi
atau peroral seperti isoproterenol
Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup
misalnya isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada
paru-paru. Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian
infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.

10
Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk
mencegah serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan
oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas
(bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan
pengeluaran lender. Selain itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan
dan melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler
(Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena
efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya
lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.

Pengobatan non farmakologik


Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

Pengobatan farmakologik
Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
Metil Xantin

11
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200
mg empatkali sehari.
Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-
2 kapsul empat kali sehari.
Misalnya:
-Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
-Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
-Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1.Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2.Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3.Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4.Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5.Antibiotik spektrum luas.(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD
Dr Soetomo Surabaya ).

12
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses
keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.

1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan data.
1). dentitas klien.
Pengkajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status
asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non
atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma,
pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen.
Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa
medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
2). Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama
sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu :

13
Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis
serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3). Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi,
waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan
yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
4). Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada
penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
5).Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan
kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma.
yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa
menjalankan peranan seperti semula.
6).Riwayat Menstruasi
Pada riwayat menstruasi yang akan dikaji oleh perawat adalah mengenai menarche
usia, HPHT, siklus menstruasi, lamanya menstruasi, dan keluhan pada saat menstruasi. Hal
ini sangat perlu untuk dikaji oleh perawat untuk mengetahui adanya kelainan klien pada saat
kehamilan.
7). Riwayat Obstetri
Pada riwayat obstetric yang perlu di kaji adalah mengenai kelahiran yang ke berapa,
kehamilan meliputi : umur, penyulit, dan jenis, kemudian mengenai persalinan, serta
komplikasi saat nifas.
8). Pola fungsi kesehatan
Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien
dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak
terjadi serangan asthma.
Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya

14
kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju
metabolisme serta ansietas yang dialami klien.
Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur
dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak
dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.

Pola aktifitas dan latihan


Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas
lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan
Exerase Induced Asthma.
Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal.
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan
rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt
menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan
menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan
klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi
serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor
yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
Pola penangulangan stress

15
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma
maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan
klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri
pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
9).Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien.
Serta riwayat penyakit mata lainya.
Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori.
Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit
pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan
otot-otot pernafasan.
Thorak
o Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter

16
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
o Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
o Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.
o Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

Kardiovaskuler
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus
paradoksus.
Abdomen
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat
nutrisi.
Ekstrimitas
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena
dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).
10). Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spinometri
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asthma.
Tes provokasi brokial
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna
bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih
Pemeriksan tes kulit

17
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh
Laboratorium
Analisa gas darah (GDA)
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia,
hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas
akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang
berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang
dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat
akan mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari
35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai
akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi
menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang
meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain
asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama
untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.
Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk
melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 1500 /mm 3 baik
asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT
meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Radiologi

18
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu
atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain
Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena
hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi
sering terjadi pada asthma.

b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi
kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan
atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya
membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau
masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya.
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus
a.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan
produksi mukus dan bronkospasme.
b.Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan
akibat kerja pernafasan.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;200
d.Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2, peningkatan sekresi,
peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.
e.Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas.
f.Hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
g.Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kondisi dan perawatan diri saat pulang.

3. INTERVENSI

19
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis
keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat
rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan
masalah klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan
tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan.

Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

1.Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan
produksi mukus bronkospasme.
Tujuan :
Jalan napas menjadi efektif.
Kriteria Hasil :

a.menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.


b.dapat mendemontrasikan batuk efektif
c.dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
d.tidak ada suara nafas tambahan
Rencana tindakan
a.Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
R/ Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
b.Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
c.Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
R/ Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang
dapat menimbulkan atelektasis.
d.Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

20
R/ Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
e.Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
R/ Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
f.Dorong dan atau berikan perawatan mulut
R/ Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

2.Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan
kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
Tujuan :
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
a. Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
b. Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut.
Rencana tindakan
a. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R/ Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang
tidak efektif
b. Posisikan klien dada posisi semi fowler
R/ Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan
pada organ paru
c.Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara
bernafas efektif
R/ Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
d.Minimalkan distensi gaster
R/ Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
e. Kaji pernafasan selama tidur
R/ Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
f. Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
R/ Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.

3. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
Tujuan :
Asietas berkurang atau hilang.

21
Kriteria hasil :
a.Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
b. Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
c.Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
Rencana tindakan.
a. Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
R/ Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan
selanjutnya.
b. Kaji kebiasaan keterampilan koping.
R/ Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang
bisa di gunakan.
c. Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.
R/ Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
d. Implementasikan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan
e. Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
f. Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
R/ Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis

4.Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2, peningkatan sekresi,


peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
Kreteria hasil :
a.Frekuensi nafas 16 20 kali/menit
b.Frekuensi nadi 60 120 kali/menit
c.Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal
Rencana tindakan
a.Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
b. Tempatkan klien pada posisi semi fowler
R/ Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

22
c. Berikan terapi intravena sesuai anjuran
R/ Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk
pemberian obat obat darurat.
d. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
R/ Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan
e. Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda tanda toksisitas
R/ Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat .
Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan,fase pelaksanaan terdiri dari
beberapa kegiatan antara lain :

Validasi (pengesahan) rencana keperawatan


Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
Memberikan asuhan keperawatan
Melanjutkan pengumpulan data

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya.

Tujuan evaluasi adalah :


Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan
prilaku klien
Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan
tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak
seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

23
Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan
prilaku yang telah ditentukan.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=848_Ibu-Hamil-Penderita-
Asma
http://www.akhlakislam.com/religion/laporan-kasus-asma-bronkial.htm
http://ebdosama.blogspot.com/2009/03/asma-bronkial.html
http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-asma.html
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (2000). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial.
CV Infomedika Jakarta.
Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (2002). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press.
Lynda Juall Carpenito-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. EGC :
Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai