DOSEN
Septi Muharni, , M.Farm,Apt
DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul Terapiutic Drug
Monitoring, Total Parental, dan Handing Sitostatika
ini dengan baik.
Makalah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah banyak di kenal
masyarakat yang saya rangkum menjadi satu kesatuan. Makalah ini diharapkan mampu
membantu saya dan anda sekalian yang membacanya untuk memperdalam pemahaman tentang
1
interaksi antar hormon dan segala hal yang berkaitan dengan hormon. Selain itu, makalah ini
juga di harapkan dapat menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan untuk membaca
makalah ini dan untuk dosen pembimbing. Sebagai penyusun saya begitu berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu saya nantikan untuk pengembangan dan
kesempurnaan makalah ini agar menjadi layak untuk di pelajari.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
2
2.3 HANDLING SITOSTATIKA ........................................................................21
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................36
3.2 SARAN..........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
3
bermutu. Hal tersebut di perjelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333 /
Menkes / SK/ XII/ 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa
pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyedian obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang tejangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Therapeutic Drug Monitoring (TDM) juga dikenal dengan istilah Drug Therapy
Monitor yang artinya adalah Pengawasan terhadap kadar atau tingkatan obat didalam darah.
Tujuan dan tugas dari TDM adalah untuk mengukur kadar atau level obat yang ada di dalam
darah, dengan begitu, maka dosis obat yang efektif dalam darah dapat ditentukan, sehingga
dapat mencegah terjadinya keadaan toksik atau keracunan obat di dalam tubuh.
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan
makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan
nutrisi. Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi
dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S, 2004). Kekurangan nutrisi memberikan
efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem
tubuh (Suastika, 1992). Nutrisi Lengkap Parenteral atau Total Parenteral Nutrition (TPN)
adalah sediaan yang mengandung nutrient lengkap diberikan secara intravena untuk
mengembalikan berat badan dan keadaan anabolik, jika rute oral dan enteral tidak
memungkinkan karena saluran cerna tidak berfungsi (Wesly, 1990)
Sitostatika merupakan golongan obat yang digunakan dalam pengobatan kanker yang
paling banyak menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita kanker. Karena itu pula
harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek pengobatan dengan sitostatika terus
meningkat. Sejalan dengan harapan tersebut upaya menyembuhkan atau sekurangnya
mengecilkan ukuran kanker dengan sitostatika terus meluas. Selain untuk melindungi petugas
dan lingkungan dari keterpaparan obat kanker, preparasi obat sitostatika secara aseptis
(handling citotoxic) diperlukan untuk melindungi produk dari kontaminasi mikroba dengan
teknik aseptis, melindungi personal dan lingkungan yang terlibat dari exposure bahan
berbahaya.
4
a. Bagaimana Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?
b. Apa Itu Total Parenteral Nutrition (TPN)?
c. Apa itu hadling sitostatika?
1.1. Tujuan
a. untuk mengetahui bagaimana cara Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
b. untuk menegetahui Total Parenteral Nutrition (TPN)
c. untuk mengetahui apa itu hadling sitostatik
BAB II
PEMBAHASAN
5
ditentukan, sehingga dapat mencegah terjadinya keadaan toksik atau keracunan obat di
dalam tubuh. TDM ini juga seringkali dimanfaat kan untuk mengidentifikasi pasien atau
penderita yang tidak patuh (biasanya untuk pasien yang dengan alasan apapun berusaha
untuk tidak menaati dosis obat yang telah diberikan oleh dokter dengan tujuan
pengobatan).
6
Sebagian besar anggapan yang dibuat oleh praktisi menyatakan bahwa
konsentrasi obat dalam serum berkaitan dengan efek terapetik dan efek toksik obat.
Untuk banyak obat, studi klinik telah menunjukkan bahwa ada suatu rentang efektif
terapetik dari konsentrasi obat dalam serum. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak
memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu
efek yang tidak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan
ketelitian dari aturan dosis.
5. Penetapan kadar obat
Analisa obat biasanya dilakukan oleh laboratorium kimia klinik atau laboratorium
farmakukinetik klinik. Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat
dalam serum hendaknnya telah sahih, berkenaan dengan hal-hal seperti spesifitas,
linearitas, kepakaan, ketepatan, ketelitian, dan stabilitas.
6. Penilaian secara farmakokinetik
Setelah konsentrasi obat dalam serum dukur, ahli farmakokinetik hendaknya
menilai data secara tepat. Sebagian besar laboratorium melaporkan konsentrasi total
obat yaitu obat bebas dan obat yang terikat dalam serum. Ahli farmakokinetika
hendaknya mengetahui rentang terapeutik yang umum dari konsentrasi obat dalam
serum dari kepustakaan.
Hasil penetapan kadar dari laboratorium dapat menunjukkan bahwa kadar obat
dalam serum penderita lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan kadar serum yang
diharapkan. Ahli farmakokinetik hendaknya menilai hasil ini secara hati-hati dengan
memperimbangkan kondisi dan patofisologik penderita. Sebagai tambahan, keluhan
penderita adanya rangsangan yang berlebihan dan insomnia, mungkin juga berkaitan
dengan penemuan dari konsentrasi teofilin yang lebih tinggi daripada konsentrasi
teofilin dalam serum yang diharapkan. Oleh karena itu dokter atau ahli
farmakokinetik hendaknya menilai data dengan menggunakan pertimbangan medik.
7. Penyesuaian dosis
Dari data konsentrasi obat dalam serum dan observasi penderita, dokter atau ahli
farmakokinetika dapat menganjurkan adanya penyesuaian dalam aturan dosis. Secara
ideal aturan dosis yang baru hendaknya dihitung dengan menggunakan parameter-
parameter farmakokinetik yang didapat dari konsentrasi obat dalam serum penderita.
8. Pemantauan konsentrasi obat dalam serum
7
Dalam beberapa kasus, patofisiologi penderita mungkin tidak stabil, apakah
membaik atau memburuk. Sebagai contoh, terapi yang tepat untuk kegagalan jantung
congestive akan memperbaiki curah jantung dan perfusi ginjal, sehingga menaikkan
klirens ginjal dari obat. Oleh karena itu perlu pemantauan yang berkesinambungan
dari konsentrasi obat dalam serum untu meyakinkan terapi obat yang tepat pada
penderita. Untuk beberapa obat respons farmakologik akut dapat dipantau sebagai
pengganti konsentrasi obat dalam serum yang sebenarnya. Sebagai contoh, waktu
pembekuan protrombin mungkin berguna untuk pemantauan terapi antikoagualan dan
pemantauan tekananan darah untuk obat hipotensive.
9. Rekomendasi khusus
Pada suatau waktu karena faktor-faktor lain penderita mungkin tidak memberikan
reaksi terhadap terapi obat. Sebagai contoh, penderita tidak mematuhi intruksi
pengobatan (kepatuhan penderita). Penderita mungkin memakai obat setelah makan
yang seharusnya sebelum makan. Penderita tidak mematuhi diet khusus (misal,
rendah garam). Oleh karena itu, penderita mungkin membutuhkan instruksi khusus
yang sederhan dan mudah diikuti.
10. Aturan dosis secara individual
Pendekan yang paling teliti untuk racangan aturan dosis adalah perhitungan dosis
yang didasarkan atas farmakokinetik obat pada penderita. Pendekatan ini tidak
memungkinkan untuk perhitungan dosis awal. Segera sesudah penderita mendapat
pengobatan, penyesuaian kembali dosis dapat dihitung dengan menggunakan
parameter-parameter yang didapat dari pengukuran kadar obat dalam serum setelah
dosis awal.
11. Aturan dosis didasarkan atas harga rata-rata populasi
Dalam model yang pasti dianggap bahwa parameter farmakokinetik rata populasi
dapat digunakan secara langsung untuk menghitung aturan dosis penderita tanpa
suatu perubahan. Biasanya parameter farmakokinetik, seperti tetapan laju absorbsi,
faktor bioavaibilitas, volume distribusi dan tetapan laju eliminasi, dianggap tetap.
12. Penentuan dosis
Dosis suatu obat diperkirakan dengan tujuan dapat memberikan kadar terapetik
obat yang diinginkan dalam tubuh.
8
Besarnya suatu dosis obat sering dikaitkan dengan frekuensi pemberian obat.
Makin sering suatu obat diberikan, dosis harus lebih kecil. Pada umunya, jarak waktu
pemberian dosis untuk sebagian besar obat ditentukan oleh waktu paruh eliminasi.
14. Penentuan rute pemberian
Pemilihan rute pemberian yang tepat merupakan pertimbangan yang penting
dalam terapi dengan obat. Laju absorbsi dan lama kerja obat dipengaruhi oleh rute
pemberian obat. Lebih lanjut, sering ada pertimbangan fisiologik yang menghindari
penggunaan rute tertentu pemberian obat.
15. Pemberian dosis obat pada bayi
Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi
ginjal merupakan perbedaan yang potensial dalam farmakokinetika yang
berhubungan dengan umur.
Pada umumnya, fungsi hepatic belum tercapai sampai minggu ketiga. Bayi yang
baru lahir menunjukkan aktivitas ginjal hanya 30 50 %. Obat-obat yang sangat
bergantung pada ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu paruh eliminasi
yang tajam.
16. Pemberian dosis obat pada orang usia lanjut
Komposisi tubuh dari penderita usia lanjut berubah dalam banyak hal. jaringan
lemak naik dan proses metabolit lambat. Sebagai contoh obat-obat yang larut dalam
lemak dapat berubah volume distribusinya sehubungan dengan kenaikkan jumlah
jaringan lemak.
9
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat
yang tidak diabsorpsi maka tidak akan menimbulkan efek, Kecuali antasida dan obat
yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat,
misalnya melalui alat cerna, otot rangka, kulit dan sebagainya.
Absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yatu : Kelarutan obat,
Kemampuan difusi melintasi sel membrane, Konsentrasi obat, Sirkulasi pada letak
absorpsi, Luas permukaan kontak obat, Bentuk sediaan obat dan Cara pemakaian
obat.
b. Distribusi
Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan
tubuh baik inta maupun ekstra sel. sedangkan obat yang sulit menembus membran sel
maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel. kadang - kadang
beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa jaringan tertentu, karena
adanya proses transpor aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya larut yang
lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein
plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). selain itu ada beberapa
tempat lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi
sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat
dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Obat
yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.
c. Metabolisme (biotransformasi)
Tujuan biotransformasi obat adalah mengubahnya dengan cara sedemikian rupa
sehingga menjadi bentuk yang mudah dieksresi oleh ginjal, dalam hal ini
menjadikannya lebih hidrofil.
Hal - hal yang dapat mempengaruhi metabolisme adalah sebagai berikut :
1. Fungsi hati
2. Usia
3. Faktor genetik (turunan)
4. Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan
d. Eksresi
Pengeluaran obat maupun metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal
melalui air seni dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.
disamping itu ada pula cara lain yaitu :
1. Kulit, bersama keringat. Misal : paraldehid
2. Paru - paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum,
anestesi gas atau anestesi terbang
10
3. Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu
4. Air susu ibu, Misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloida
lain
5. Usus. misalnya sulfa dan preparat besi
11
Tim dari TDM antara lain ahli farmakologi klinik, farmasi klinik, ahli analisis dan
tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan pasien termasuk dokter
maupun perawat. Proses TDM terdiri dari empat komponen utama yang dimulai dan
diakhiri dengan pelayanan pasien (patient care). Komponen tersebut meliputi :
a. Pre analisis
Pre analisis terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dimulai dengan munculnya
pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi medis pasien, pertanyaan tersebut muncul
setelah klinisi melakukan observasi terhadap pasien. Tahap kedua, klinisi menentukan
tes yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, Tahap ketiga yaitu klinisi
meminta hasil tes dari pasien, dan tahap yang terakhir klinisi mengambil sampel dan
dikirim ke laboratorium klinis untuk dianalisis.
b. Analisis
Terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu preparasi sampel meliputi kegiatan
pengiriman sampel ke tempat analisis dan pemisahan serum atau plasma dari sel
darah untuk dianalisis. Tahap kedua, melakukan analisis dengan menggunakan
metode yang sesuai. Tahap ketiga yaitu memverifikasi hasil analisis obat.
c. post analisis
Komponen post analisis memiliki empat tahap. Tahap pertama, melaporkan hasil
berupa hardcopy atau softcopy atau dalam bentuk keduanya. Tahap kedua merupakan
tahap pendugaan terhadap hasil untuk memberikan solusi dari pertanyaan awal yang
muncul pada komponen pertama. Tahap ketiga yaitu klinisi mengambil tindakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pasien (patient care).
d. Pengaturan lingkungan
Pengaturan lingkungan merupakan kondisi dan atmosfer disekitar proses analisis.
Komponen analisis,
12
b. Bila therapeutic window suatu obat sempit, maka individualisasi dosis menjadi
sangat penting, karena perbedaan dosis yang kecil saja sudah dapat menimbulkan
perbedaan nyata dalam respon pasien.
c. Dalam beberapa kasus, patofisiologi penderita mungkin tidak stabil, apakah
membaik atau memburuk, misalnya klirens ginjal terhadap obat
d. Pasien dengan penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kadar obat di dalam
darah.
e. Jika pasien menggunakan obat tertentu.
13
TDM di indonesia belum bisa dilakukan di pelayanan kesehatan. Aktifitas TDM
yang ada seperti riset dan insidentil lainnya. Tidak hanya menetapkan kadar obat,
akan tetapi melakukan interpretasi data. Adapun kendala dilakukannya TDM di
Indonesia adalah harga dan kurangnya komunikasi dengan klinisi lainnya.
14
serta keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan
liver.
Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon
usus seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai
efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan
integritas usus,mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara
gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus
(Shike, 1996;Bruera, 2003; Rombeau, 2004; Trujillo, 2005; Boediwarsono, 2006).
c. Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung
melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan.Para peneliti sebelumnya
menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui
intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi
Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai istilah Nutrisi
Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh
darah.Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan
proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005;
Shike 1996;Mahon, 2004; Trujillo, 2005).
2.2.2 Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995):
a. Nutrisi Parenteral Sentral
Pemberian TPN melalui pembuluh darah peripheral memiliki keterbatasan karena
sifat dari pembuluh darah itu sendiri. Sediaan yang diberikan melalui rute ini
biasanya berupa larutan asam amino, dextrose dan mikronutrient. Sedangkan
pemberian emulsi lemak melalui rute ini dihindari karena dapat menyebabkan
embolik pembuluh darah (Dipiro, 1997).
Keuntungan penggunaan rute peripheral mencakup rendahnya resiko infeksi dari
luar, dan kesulitan-kesulitan metabolism bila dibandingkan pemberian lewat sentral.
Kesulitan dalam penggunaan rute ini terjadi pada pasien malnutrisi, pengobatan
15
khemoterapi dan pada pasien usia lanjut dimana pemberian nutrisi melalui pembuluha
darah peripheral terbatas. Selain itu pada pemberian melalui rute ini harus
diperhatikan tonisitas dari sediaan yang dibuat, yaitu isotonis, sediaan yang hipertonis
dapat menyebabkan tromboflebitis (Dipiro, 1997).
Penggunaan rute ini relative aman dan mudah dibandingkan rute sentral pada
pasien yang sesuai. Pasien yang dipilih haruslah pasien yang tidak memiliki
keterbatasan pada cairan tubuh, tidak memerlukan nutrisi dalam jumlah besar dan
fungsi saluran pencernaan diperkirakan akan membaik setelah 7-10 hari (Dipiro,
1997).
2.2.3 Tujuan
1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena,karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
2. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,pancreatitis,inflammatory
bowel syndrome,inflammatory bowel disease,ulcerative colitis,acute renal
failure,hepatic failure,cardiac disease,pembedahan dan cancer
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan
katabolisme energy
16
pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin.
Pada pasien yang diberikan TPN, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infuse secara
kontinyu dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan
secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN)
melalui vena sentral adalah infeksi (Ery Leksana, 2000)
TPN diberikan untuk penderita yang mengalami gangguan absorbsi, penyakit
kanker, ankreatis sedang sampai berat, malnutrisi berat, penyakit kritis, luka bakar dan
sepsis (Wesly, 1990).
2.2.8 Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-kondisi
klinis sebagai berikut :
a. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
b. Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
c. Pankreatitis akut ringan.
d. Kolitis akut.
e. AIDS.
f. Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
g. Luka bakar
h. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).
2.2.9 Komponen
TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan seperti pada
diet normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual.
TPN terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak, elektrolit, trace elements, dan vitamin.
Secara umum komponen TPN adalah :
a. Makronutrient
18
Karbohidrat sebagai sumber energy. Protein sebagai sintesis jaringan dan
fungsi sel serta bisa juga sebagai sumber energi. Miroemulsi parenteral
sebagai sumber energy dan asam lemak esensial seperti asam linoleat.
b. Mikronutrient
Vitamin, elektrolit-elektrolit dan unsure-unsur mineral yang mendukung
aktivitas metabolisme seluler, reaksi enzimatik, kesetimbangan asam basa
serta cairan elektrolit.
b. TPN terpisah
TPN terpisah merupakan sediaan yang nutrisi dimana larutan dekstrosa-
asam amino terpisah wadahnya dari emulsi lemak. Keuntungan dari sediaan bentuk
ini adalah stabilitas dari masing-masing komponen akan lebih lama dibandingkan
all-in-one admixture mencapai 24 bulan setelah pembuatan). Sedangkan krugian
19
dalam pembuatan sediaan metoda ini adalah penggunaan peralatan seperti pompa
infuse, tube dan lain-lainnya lebih banyak dibandingkan all-in-one admixture.
20
3. Pemantauan Rutin Seminggu Dua Kali : LFTs, bone, INR, Magnesium;
Osmolalitas serum & urin; Total protein; Albumin
4. Pemantauan Rutin Setiap Dua Minggu : Zinc
(Dartford & Gravesham NHS Trust, 2006)
21
Petugas ambulans dan driver
LPT =
Tinggi Badan x Berat Badan
3600
Terpaparnya obat sitostatika ke dalam tubuh dapat melalui inhalasi, absorpsi, atau
ingestion. Adapun tujuan Handling Cytotoxic yaitu :
a. Mencegah kontak langsung atau keterpaparan petugas kesehatan terhadap sitostatika
pada waktu pencampuran, pengoplosan ,dan pemberian kepada pasien.
b. Menjamin sterilitas produk akhir sitostatika setelah dicampur / dioplos
c. Menjamin keamanan buangan sisasitostatika dan material yang dipakai yang telah
terkontaminasi dengan sitostatika
23
Petugas wanita yang sedang hamil atau merencanakan untuk hamil tidak
dianjurkan untuk terlibat dalam rekonstitusi obat sitostatika.
Petugas wanita yang sedang menyusui tidak dianjurkan terlibat dalam rekonstitusi
obat sitostatika
Petugas yang sedang sakit atau mengalami infeksi pada kulit harus diistirahatkan
dari tugas ini
f. Adanya Prosedur Tetap
Laminar Air Flow Cabinet adalah alat yang memenuhi kriteria ruangan bersih kelas
100. LAFC memiliki sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat
tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen
dari udara, menjaga aliran udara tetap konstan dan laminar (teratur), serta mencegah
masuknya kontaminan ke dalam LAFC.
24
Tata letak ruangan
4. Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi : Alat Pelindung Diri (APD) . Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
dalam pencampuran sediaan steril meliputi : Baju Pelindung , Sarung tangan, Tutup
Kepala , Masker & Kaca mata dan Sepatu
25
b. Protap melaksanakan persiapan pencampuran sediaan sitostatika
1) Petugas tidak menggunakan perhiasan
2) Mencuci tangan dengan anti septic kemudian membersihkan kuku dengan sikat di
ruang cuci tangan.
3) Petugas menggunakan kelengkapan untuk pencampuran sitostatika di ruang transisi
(baju, topi, masker, sepatu, hanschoen)
4) Petugas masuk ke dalam clean room
5) Menyiapkan biological Safety Cabinet (BSC) membersihkan semua permukaan
BSC dengan alkohol 70 % dari bagian atas ke bawah.
6) Menunggu lima menit untuk menghilangkan residu
7) Memberi alas sitostatika pada meja kerja
8) Meletakkan kantong limbah disamping meja kerja (BSC).
c. PencampuranSediaan Sitostatika
Proses pencampuran sediaan sitotoksik sebagai berikut :
26
7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70%.
8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari passbox.
9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas meja BSC.
10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.
11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi sediaan
sitostatik
12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-obat yang harus
terlindung cahaya.
13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan khusus.
14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke dalam wadah
untuk pengiriman.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi N sediaan jadi melalui
pass box.
16. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap.
27
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.
28
g. Tutup wadah dan buang dalam wadah buangan akhir.
h. Tanggalkan APD dan buang sarung tangan, masker, dalam wadah buangan
akhir untuk dimusnahkan dengan inscenerator.
i. Cuci tangan.
c. Tertusuk jarum
Jangan segera mengangkat jarum. Tarik kembali plunge untuk menghisap
obat yang mungkin terinjeksi.
Angkat jarum dari kulit dan tutup jarum, kemudian buang.
Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk mengambil obat
dalam jaringan yang tertusuk.
Tanggalkan sarung tangan, bilas bagian yang tertusuk dengan air hangat.
Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat.
Tanggalkan semua APD.
Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi.
Laporkan ke supervisor.
Lengkapi format kecelakaan kerja.
29
Segera konsultasikan ke dokter.
2.3.10 Labelling
Etiket pada wadah produk parenteral harus mencantumkan: (1) nama sediaan;
(2) untuk sediaan cair, perbandingan kadar obat atau jumlah obat yang ada dalam volume
yang ditentukan, atau untuk sediaan obat kering, jumlah zat aktif yang ada dan volume
cairan yang harus ditambahkan ke sediaan kering untuk membentuk larutan atau
suspensi; (3) cara pemberian; (4) pernyataan kondisi penyimpanan dan kadaluarsa; (5)
nama pabrik atau penyalur; (6) nomor lot (batch) pembuatan di mana bila diminta untuk
menyatakan semua proses pembuatan sediaan tersebut.
Obat suntik untuk penggunaan pada hewan dinyatakan/ditulis untuk efek
tersebut. Sediaan yang ditujukan untuk kegunaan sebagai larutan dialisis, hemofiltrasi
atau irigasi harus memenuhi syarat-syarat untuk obat suntik, kecuali yang berhubungan
dengan volume yang terdapat pada wadah, dan harus memuat pernyataan yang
menunjukkan bahwa larutan bukan dimaksudkan untuk disuntikkan. Seluruh wadah
30
sesuai dengan label, harus masih ada di tempat, bagi wadah yang tidak ditutupi label
harus cukup besar bagi memanjang maupun melingkar agar memungkinkan pengamatan
isi wadah. Bila ada obat suntik yang secara pengamatan mata menampakkan partikel-
partikel lain, selain dari zat suspensi yang normal harus ada, obat tersebut harus
disingkirkan (Ansel, 2005).
Penyiapan sediaan sitostatik oleh farmasis akan mengikuti guideline labeling
berikut:
a. Instruksi dosis yang jelas (hindari penggunaan dari as directed sebagai sebuah
arahan menyeluruh).
b. Jika total dosis dibuat dari dua kekuatan yang berbeda, pada label harus dicantumkan
jumlah tablet dari masing-masing dosis maupun sebagai dosis total.
c. Periode yang dimaksudkan dari pengobatan (seperti jumlah harinya).
d. Tanggal memulai dan menghentikan untuk penggunaan singkat atau terapi
intermittent.
e. Dosis dari sitostatika yang dimaksudkan untuk digunakan dalam seminggu harus
spesifik disebutkansekali dalam seminggu dan hari pada saat dosis tersebut
digunakan.
f. Semua wadah harus diberikan label.
g. Label perhatian dan saran (termasuk syarat penyimpanan spesifik secara detail) harus
ditambahkan.
h. Ada stiker peringatan bahwa obat tersebut adalah sitostatika seperti misalnya
cytotoxic, handle with care, pada masing-masing wadah
Semua penyiapan sitostatika harus diberi label secara jelas dengan informasi yang
detail, akurat, dan tentunya terbaca. Label harus secara spesifik didesain dan harus
dikatakan bahwa ada substansi sitostatik dalam sediaan tersebut. Label spesial lainnya
juga harus dilampirkan, di tempat yang tepat, untuk menyampaikan informasi tambahan
atau saran Semua label harus diaplikasikan pada baik immediate container dan
packaging luarnya (seperti kantong yang berisi syringenya). Preparasi obat sitotoksik
yang akan diangkut ke rumah sakit lain harus diberi label menurut persyaratan dari NZS
5433:1988 Transport of hazardous substances on land. Sumber lain juga menyebutkan hal
yang sama dimana pengecekan harus selalu menjadi bagian integral dari prosedur
penanganan sitostatika ini dan label harus menyampaikan:
Terdapatnya substansi sitostatika dalam sediaan
31
Jumlah total dari obat dan total volume dari sediaan
Waktu dan tanggal saat sediaan tidak boleh digunakan lagi
Rekomendasi penyimpanan (Collett and Aulton, 1996).
Label yang disertakan harus menonjol. Umunya sitostatika diidentifikasi dengan
sebuah symbol ungu yang mewakili sebuah sel yang sedang berada pada telofase akhir
dan diletakkan pada kemasan luar.
Khusus untuk sediaan intratekal, label harus diletakkan pada syringe dan juga
pada kemasan luar yang berbunyi for intrathecal use only. Perusahaan harus
menerapkan prosedur yang ketat untuk menjamin produk ini mudah diidentifikasi dan
ditempatkan tersendiri dari produk lainnya.
Untuk pengangkutan, liquid-proof, shatterproof, dan easy-to-clean containers
(seperti box plastik) harus digunakan. Prosedur lokal sebaiknya juga harus dikembangkan
untuk menjamin keamanan transportasi dari sitostatika. Wadah yang didesain secara
spesial dapat digunakan. Jika diperlukan, suatu ketentuan juga harus dibuat untuk infuse
untuk melindungi dari cahaya selama administrasi (Collett and Aulton, 1996).
32
2.3.13 Pengelolaan Limbah Sitostatika
Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika (seperti:
bekas ampul,vial, spuit, needle,dll) harus dilakukan sedemikian rupa hingga tidak
menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan. Langkah langkah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk benda-bendatajam seperti
spuit vial, ampul, tempatkan di dalam wadahyang tidak tembus benda tajam, untuk
limbah lain tempatkan dalam kantong berwarna (standar internasional warna ungu)
dan berlogo sitostatika.
c. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.
d. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
e. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000C.
f. Cuci tangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
a. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) juga dikenal dengan istilah Drug Therapy Monitor
yang artinya adalah Pengawasan terhadap kadar atau tingkatan obat didalam darah.
33
b. Nutrisi Lengkap Parenteral atau Total Parenteral Nutrition (TPN) adalah sediaan yang
mengandung nutrient lengkap diberikan secara intravena untuk mengembalikan berat
badan dan keadaan anabolik, jika rute oral dan enteral tidak memungkinkan karena
saluran cerna tidak berfungsi
c. Handling cytotoxic drugs adalah penanganan penggunaan obat sitostatika. Hal ini perlu
dilakukan karena obat ini dikenal sangat beracun untuk sel, terutama melalui tindakan
mereka pada reproduksi sel. Banyak yang terbukti menjadi karsinogen, mutagen atau
teratogen
d. hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam TDM : Usia dan berat badan pasien, Rute
pemberian obat, Tingkat penyerapan obat, Laju ekskresi obat m Tingkat pelepasan obat,
dan dosis , Obat lain yang pasien miliki atau pengobatan lain yang sedang dijalani ,
Penyakit lain yang pasien rasakan atau yang diderita, Kepatuhan pasien mengenai
regimen pengobatan obat dan Metode laboratorium yang digunakan untuk menguji obat.
e. Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
f. Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel-sel secara fraksional (fraksi
tertentu mati), sehingga 90 % berhasil Tujuan penanganan bahan sitostatika adalah untuk
menjamin penanganannya yang tepat dan aman di rumah sakit.
3.2 SARAN
Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih mengetahui isi dari
makalah ini dan dapat lebih memahami serta dapat membandingkan dengan referensi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakti Husada, 2009, Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sarce, 2009, Proteksi Diri Perawat dalam Pemberian Sitostatika di Rumah Sakit Umum
DaerahPropinsi Sulawesi Tenggara, Artikel Riset Keperawatan, Universitas Diponegoro,
Semarang.
34
Dartford and Gravesham NHS Trust. Guidelines for Parenteral Nutrition for Adults. July 2006.
Lund, W. The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., London : The Pharmaceutical Press, 1994.
Rollins, C.J. Basic of Enteral and Parenteral Nutrition. In: Wolinsky, I. and Williams, L. (Eds.).
Nutrition in Pharmacy Practice. Washington D.C. : American harmaceutical Association, 2002.
The Joint Formulary Committee. British National Formulary 58.London : BMJ Group and RPS
Publishing, 2009.
35