PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan secara parenteral, disuntikan dengan cara menembus atau merobek
jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Phenobarbital Natrium merupakan golongan obat pendepresi susunan
syaraf pusat (SPP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan
yaitu menyebabkan tenang/ kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati. Pada dosis terapi, obat
sedative menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan
emosi, sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk, dan
mempermudah tidur serta memepertahankan tidur yang menyerupai tidur
fisiologis.
Phenobarbital Natrium ini selama beberapa waktu telah digunakan
secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang selain untuk
beberapa penggunaan yang spesifik , golongan obat ini telah digantikan oleh
benzodiazepin yang lebih aman. Dosis yang digunakan untuk Antikonvulsi,
intramuscular, intravena 1x = 200–320 mg, prn diulang/ 6jam; untuk Hipnotik
intramuscular, intravena 1x=130mg–200mg; dan untuk Sedativ intramuscular,
intravena 1x= 100mg-130mg , prn diulang/6jam.
1
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami karakteristik sediaan Injeksi Phenobarbital Natrium
2. Untuk memahami komponen dari formulasi sediaan Injeksi
Phenobarbital Natrium
3. Untuk memahami metode yang digunakan untuk membuat formulasi
sediaan Injeksi Phenobarbital Natrium
4. Untuk memahami evaluasi yang digunakan dalam sediaan Injeksi
Phenobarbital Natrium
5. Untuk memahami rancangan pada pembuataan sediaan Injeksi
Phenobarbital Natrium
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan
steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau melalui selaput lendir. (FI.III.1979)
3
dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba.(Lachman hal.1254).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan
injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau
merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
4
2.4 Penggolongan Injeksi
1. Injeksi subkutan ( s.c )
Umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih
dari 1 ml. Disuntikkan ke dalam “alveola”, kulit mula-mula diusap dengan
cairan desinfektan (etanol 70%).
2. Injeksi intrakutan atau intradermal ( i.c )
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan
sedikit (0,1 – 0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnostik. Biasanya yang
digunakan adalah ekstrak alergenik
3. Injeksi intramuskulus ( i.m )
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi.
Disuntikkan masuk ke dalam otot daging dan volume sedapat mungkin
tidak lebih dari 4ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih
dari 4 ml.
4. Injeksi intravena ( i.v )
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan
iritasi yang dapat bercampur dengan air,volume 1 ml sampai 10ml.
Larutan ini biasanya isotonus atau hipertonus. Larutan injeksi intravena
harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat
menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian.
5. Injeksi intraarterium ( i.a )
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat
bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1 ml sampai 10 ml dan
digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer.
Tidak boleh mengandung bakterisida
6. Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan
terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
7. Intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal
sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
5
8. Intraspinal
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat
dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti
leukemia.
9. Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies.
Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
10. Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat
antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
11. Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.
Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis
untuk injeksi.
12. Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar
oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal
biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan
dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi
untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh
pasien.
2.5 Komponen injeksi
1. Bahan obat / zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-
masing dalam Farmakope.
b. Pada etiketnya tercantum : p.i (pro injection)
c. Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi
terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk
injeksi.
6
2. Zat pembawa / pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
1) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula
digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus,
Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air,
menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus
memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl
dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali
dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan
untuk pengganti air untuk injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara
menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau
wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan
pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah
yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai
pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk
injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah
hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan
segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk
injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah
diwadahkan.
2) Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
Bahan obatnya sukar larut dalam air
Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air
Dikehendaki efek depo terapi.
7
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
8
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak
lebih dari 0,01
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari
0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau
Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari
0,2 %
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah
7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat
stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH
cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan
warna, efek terapi optimal obat, menghindari
kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu
disuntikkan.
9
Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai
kapasitas dapar.
Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan
injeksi menjadi hipertonis.
Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah
hilang, maka sebaiknya obat didapar pada pH yang
tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH
yang jauh dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah
didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan
kapasitas dapar.
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan
osmotis cairan tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata )
yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan
NaCl 0,9 % b/v.
Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan
tubuh, yaitu - 0,520C. Jika larutan injeksi mempunyai
tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 %
b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan
NaCl 0,9 % b/v disebut " hipotonis ".
10
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau
terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai
hipotonis.
11
Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran
berganda.
12
mengikat ion logam yang lepas dari gelas/wadah kaca
atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah
larutan dapar.
4) Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya
injeksi Luminal dalam Sol.Petit, penambahan
Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
2.6 Syarat Injeksi
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali
yang berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa
sakit dan penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan
tekanan osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak
menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis,
tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun
yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau
lebih sekali penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.
13
gelas ukur, pipet ukur, corong gelas + kertas saring lipat yang
terpasang, kapas dan kassa yang dibungkus dengan alumunium foil.
2. Uap Air Mengalir
Sediaan dibuat engan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat
dalam air untuk injeksi dengan penambahan klorkresol 0,2% b/v atau
menggunakan larutan bakterisida yang cocok, lalu diisikan dalam
wadah tertutup kedap. Untuk volume larutan tidak lebih dari 30 ml,
dipanaskan pada suhu 98 sampai 100 °C selama 30 menit.
3. Digodok Dalam Air
Tutup vial karet, tutup infus karet, pipet karet digodok dalam air suling
selama 30 menit.
4. Pasteurisasi
- Pada suhu 50° – 60 °C selama beberapa menit
- Pada suhu 62,8 °C selama 30 menit, lalu dinginkan.
- Pada suhu 70°C satu kali, mematikan bentuk vegetatif, khusus
untuk susu murni.
Kalor Kering
1. Pemijaran
2. Dibakar dengan api Bunsen
Biasa digunakan untuk spatel, sendok logam, porselen, kaca arloji,
pinset, batang pengaduk, cawan uap.
3. Dibakar dengan etanol 96%
Biasanya digunakan untuk lumpang dan alu.
4. Udara Panas
Sterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 150°C selama 1 jam
atau 250°C selama 15 menit. Digunakan untuk alat gelas non presisi
seperti erlenmeyer, gelas piala (mulut ditutup dengan al. foil), dan
untuk wadah seperti ampul, vial, botol tetes, flakon.
Penyaringan
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril dan diisikan ke dalam
wadah yang steril dan ditutup kedap menurut teknik aseptik. Macam-
14
macam bakteri filter yang digunakan adalah membran selulosa asetat,
nitrat, polyester, polivinil korida dengan porositas 0,2 μm.
Sterilisasi Gas
1. Untuk bahan yang tidak tahan suhu tinggi
2. Gas etilen oksida, untuk antibiotik dan hormone
3. Penicilin, tetracycline, erythromycin, enzim, talk.
Teknik Aseptik
- Digunakan dalam pembuatan injeksi yang obatnya tidak tahan
pemanasan.
- Cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
- Sediaan tidak disterilisasi akhir dalam otoklaf ataupun oven.
- Sediaan dibuat secara aseptik “Bahan steril” atau “Bahan yang
disterilisasi dengan penyaringan sebelum diisi ke dalam wadah steril”.
15
e. Penghilangan pirogen
f. Penyaringan
g. Pengukuran volume ( ad kan dengan API bebas pirogen )
h. Pengisian dengan buret
i. Pengisian dan penutupan botol.
2.9 Pengemasan
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui
berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat
mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam
kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,
penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat
mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap
sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal
10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di
dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan
perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan
sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen.
(Diktat Steril, hal 82)
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis
ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul
dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis
ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial
serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan.
Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe
army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar
dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar
mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar
seperti NaCl isotonis.
16
1) Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I,
Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang
paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon
dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam
dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih
disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan
beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat
dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan
alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda
lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan
parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk
dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII
memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Batas
Definisi
Tipe Test USP ml 0,02 N
Umum Ukuran (ml)
asam
I Paling Gelas Semua 1,0
resisten, gelas serbuk
borosilikat
II Gelas dibuat Attack 100 atau 0,7
dari soda water kurang
0,2
lime
17
lebih 100
III Gelas soda Gelas Semua 8,5
lime serbuk
IV Gelas soda Gelas Semua 15,0
lime-tujuan serbuk
umum
Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap
cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan
oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam
formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
18
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung,
misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set.
Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik
gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
2. Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil
untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan.
Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung
basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan
pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan,
dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak
dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari
masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti
gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet
untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan
karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
19
hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet
tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan
elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak
menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi
produksi kecepatan tinggi.
3. Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata
yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan
memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel.
Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi
lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas
dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik
dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan
kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan
cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling
umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen
densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain,
formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida,
polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti
etilen-vinil asetat).
20
4. Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral
volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan
besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan
parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena
masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing
pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas
dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan
ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan.
Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge
adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral
volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep
dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.
5. Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher
ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel
penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas
leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik
dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di
daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk
kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut
ditutup.
6. Cara Pengisian Ampul
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting
karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul
sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke
dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus
dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding
primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah
pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel.
2.10 Evaluasi
21
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket
dan dikemas
2.10.1 Evaluasi Fisika
Penetapan pH . (FI ed. IV, hal 1039-1040)
Bahan Partikulat dalam Injeksi ( FI ed IV, hal. 981-984).
Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah (FI ed. IV Hal 1044).
Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal.
19)
Uji Kejernihan Larutan (FI ED. IV, hal 998)
Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral)
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata
tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan.
22
warna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna
muda, sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran-
kotoran berwarna gelap.
2.11 Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera
persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian,
kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan
atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas.
Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat
pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi,
pengisian, pengemasan, dan penandaan.
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam
volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian
pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan
efek bahan tersebut
23
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum
digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang
dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi
tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian
singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal
kadualarsa. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga
sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah
pemeriksaan isi secara visual.
24
c. Efek Samping
Hang over/ after effects, berupa vertigo, mual, muntah, diare.
Kadang timbul kelainan emosional dan fobia jadi tambah hebat,
eksitasi paradoksal,rasa nyeri (myalgia, neuralgia, artrargia) ,
hipersensitivitas (alergi, dermatitis, erupsi, demam, delirium/
kerusakan degeneratif hati).
d. Interaksi Obat
Kombinasi dengan etanol akan meningkatkan efek depresinya.
Antihistamin, INH, Metilfenidat, penghambat MAO juga dapat
meningkatkan depresinya. Menghambat metabolisme obat
antidepresi trisiklik. Penggunaan absorbsi kumarol dan
griseovulvin.
e. Indikasi
Hipnotik sedativ, terapi darurat kejang (tetanus, eklamsia, status
epilepsi, perdarahan serebral, keracunan konvulsi), mengobati
hiperbilirubin dan kenicterus pada neunatus.
f. Kontra Indikasi
Pasien alergi barbiturat, penyakit hati dan ginjal, hipoksia, penyakit
parkinson, pasien psikoneuritik tertentu (Anonim,2007;148-152)
g. Dosis
Oral , i.m, i.v,
DM : 1x = 300mg, 1h= 600mg
DL : Antikonvulsi , im, iv 1x = 200 – 320 mg, prn diulang/ 6jam
Hipnotik im, iv 1x= 130mg – 200mg
Sedativ im, iv 1x= 100mg- 130mg , prn
diulang/6jam
25
Pemerian : hablur berlapis, atau hablur berbentuk granul, putih
atau serbuk putih higroskopis, tidak berbau, rasa pahit. Larutan
bersifat basa terhadap fenolftalein dan terurai bila dibiarkan.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air,larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam eter dan
kloroform(Anonim,1995;660).
b. Phenobarbital Natrii Injection
Adalah larutan steril Phenobarbital Natrium dalam pelarut yang
sesuai. Untuk mengatur pH , phenobarbital dapat diganti
dengan sejumlah setara Phenobarbital Natrium. Injeksi
Phenobarbital Natrium mengandung Phenobarbital Natrium
C12H11N2NAO3 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
pH : 9,2 – 10,2
Wadah : dalam wadah dosis tunggal/ ganda dan kaca tipe I
Khasiat :Antikonvulsi, sedatif,hipnotik (Anonim,1995;651)
2. Natrium Klorida (the handbook of pharmaceutical excipients hal 637) /
(FV hal 917)
Pemerian : Serbuk hablur putih/kristal tidak berwarna mempunyai rasa
asin
Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, mudah larut dalam air
Stabilitas : Tahan panas hingga suhu 8040C, harus terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai pengisotonis
Kemasan : Terlindung dari cahaya, kering dan tertutup rapat
26
Rotas Jenis : -102° sampai -105°; penetapan dilakukan menggunakan
2,0 b/v
Khasiat : Antitusivum, narkotikum, analgetikum
Dosis : sekali 30mg, sehari 100mg
4. Aqua Pro Injeksi (FI IV hal 112-113)
Pemerian : Air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan
cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba
atau bahan tambahan lain, cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau
Kelarutan : Bercampur dengan banyak pelarut polar
Stabilitas : Tahan panas hingga suhu 8040C, harus terlindung dari
cahaya
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Formulasi
27
Phenobarbital Natrium Pemerian : hablur berlapis, - Luminal
Natrium
atau hablur berbentuk
sifatnya sangat
granul, putih atau serbuk mudah larut
dalam air, maka
putih higroskopis, tidak
perlu dilarutkan
berbau, rasa pahit. Larutan dalam aqua pro
injeksi , dan
bersifat basa terhadap
propilenglikol
fenolftalein dan terurai bila tidak diperlukan
sebagai pelarut.
dibiarkan.
- Injeksi Luminal
Kelarutan : sangat mudah Na harus
larut dalam air,larut dalam memiliki pH 9,2
etanol, praktis tidak larut
– 10,2 maka
dalam eter dan kloroform
perlu
penambahan
larutan NaOH
untuk
membentuk
injeksi dengan
pH yang sesuai
dengan
monografi
(Penambahan
NaOH
secukupnya,
sampai masuk
rentang ph yang
dikendaki)
Perhitungan Isotonis:
R/ Na Phenobarbital 1g E= 0.24 ∆Tf 1%= 0.14
Etil Morfin HCL 0.3g E= 0.16 ∆Tf 1%= 0.09
Aqua ad 1ℓ
Cara satu :
1g
∆Tf Na = x 100 % = 0.1% → 0.14 x 0.1 =
1000 ml
0.014
0.5 g
∆Tf Etil = x 100 % = 0.05% → 0.05% x 0.09 =
1000 ml
28
0.0045
∆Tf Formula menjadi 0.014 + 0.0045 = 0.0185 < 0.52 Formula menjadi
R/ Na pheno 1gr
→ hipotonis, perlu ditambah Nacl Hingga ∆Tf Menjadi
Etil Morfin Hcl 0.5gr
0.52. ∆Tf 1% Nacl 0.58 Nacl yang diperlukan dalam Nacl 8.6gr
Aqua dest ad 1ℓ
100ml
0.52−0.085
x 1 g = 0.86g dalam 100ml → 0.86 x 10 =
0.58
8.6g dalam 1000ml
R/ Na Fenobarbital 1g
Etil Morfin HCl 0,5g
Aqua dest Ad 1 liter
Dik : senyawa BM Li50 E
Na Fenobarbital 232,23 0,24
Etil Morfin HCL 321,79 0,16
Dit : hitung tonisitas dengan kedua metode (metode kelas satu dan metode kelas
dua)
29
- Pipet : oven, 1700C, 1 jam : dibungkus kertas perkamen
- Batang pengaduk gelas : oven, 1700C, 1 jam : dibungkus kertas
perkamen
- Corong gelas : oven, 1700C, 1 jam : dibungkus kertas perkamen
- Gelas piala : autoklaf, 1210C, 15 menit : dibungkus kertas
perkamen
- Gelas ukur : autoklaf, 1210C, 15 menit : dibungkus kertas
perkamen
- Labu Erlenmeyer : autoklaf, 1210C, 15 menit : dibungkus
kertas perkamen
- Karet pipet : alcohol 70%, selama 24 jam : direndam
3.3 Cara pembuatan
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tara wadah sediaan (dilakukan sebelum disterilkan)
3. Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (Penimbangan dilebihkan
10%) dan zat ditambahkan lain jika ada
4. Zat aktif dimasukan kedalam gelas piala steril yang sudah
dikalibrasi sesuai dengan volume sediaan yang akan dibuat
5. Tuang aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk
membilas kaca arloji (begitu pula dengan zat tambahan) diaduk
dengan batang pengaduk gelas ad homogen
6. Panaskan larutan pada suhu 60-700C selama 15 menit (waktu
dihitung setelah dicapai suhu 60-700C) sambal diaduk, cek suhu
dengan thermometer
7. Siapkan Erlenmeyer steril bebas pyrogen, corong dn kertas saring
rangkap 2 yang telah terlipat dan dibasahi dengan air bebas
pyrogen
8. Saring larutan hangat-hangat kedalam Erlenmeyer
9. Tuang larutan kedalam kolom saringan dengan bantuan pompa
penghisap ( pori-pori kertas whattman 0.45µm)
10. Filtrat dari kolom ditampung kedalam wadah steril yang telah
ditara
30
11. Botol ditutup dengan flakon steril
3.4 Design kemasan
a) Kemasan Primer
A.KEMASAN PRIMER
Diproduksi oleh :
PT.CML Tbk.
Kupang,Indonesia
b) Kemasan sekunder
B. KEMASAN SEKUNDER K
INDIKASI,DOSIS,KONTARA
INDIKASI,EFEKSAMPING,PERHATIANDAN
INTRAKSI OBAT:
Keteranganlengkaplihat di brosur
K No. Reg : DKL0 60412080 4 A1
No. Batch : 2 3250821
K
TglProduksi : 12nove mber2014
Diproduksi oleh: Kadaluarsa : 25se pte mber 2015
PT.CMLTbk.
Kupang,Indonesia
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
31
prosedur umum pada media secara visual sesering mungkin.
Sekurang-kurangnya pada hari ke 3, 4 dan pada hari terakhir dari masa
uji. Syarat : Jika terjadi kekeruhan atau terdapat pertumbuhan pada
media maka sediaan tidak steril.
e. Uji keseragaman volume : Ambil 5 wadah/lebih dgn volume 3 ml /
kurang. Lalu diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering berukuran dan dilengkapi dengan jarum suntik no 2; pasang
tidak kurang dari 2,5 cm. Seetelah itu, isi larutan suntik dapat
dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, vol dalam
ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi BJ cairan. Isi
dari 2/lebih wadah 1ml / 2 ml dapat digabungkan utk mengukur dgn
menggunakan jarum suntik kering terpisah utk mengambil setiap
wadah. Syarat : vol tdk krg dr vol yang tertera pada wadah diuji satu
persatu vo yang tertera pada penandaan 5,0 ml vol yang dianjurkan
adalah 0,50 ml
f. Uji kebocoran : Ampul di benamkan dalam larutan zat warna ( 0,5 –
1,0 % metilen blue ), lalu diberikan tekanan atmosfer sehingga
menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam lubang. Kemudian
Cuci bagian luar ampul, lihat perubahan warna larutan dalam ampul.
Bila terjadi perubahan warna maka ampul bocor. Syaratnya: Ampul
yang tidak menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan
lain yang berbahaya dan isinya tidak bocor.
BAB IV
Kesimpulan
1. Formula yang kami gunakan adalah Na Fenobarbital 1g; Etil Morfin HCl
0,5g dan Aqua Pro Injeksi ad 1 liter
2. Metode pembuatan yang digunakan adalah injeksi volume besar, yaitu
sediaan steril berupa cairan volume besar yang diberikan secara intravena
(i.v) merupakan injeksi dosis tunggal yang mempunyai volume 50 sampai
2000 ml, sediaan injeksi yang kami buat sebanyak 1000ml.
32
3. Evaluasi IPC (In Process Control) yaitu berupa Uji pH dan Uji
Kejernihan; QC (Quality Control) yaitu berupa Uji pH, Uji kejernihan, Uji
keseragaman Volume, Uji kebocoran,Uji Sterilitas dan Uji pirogen; dan
OPC (Out Process Control) didapatkan dari hasil uji pH, uji kejernihan, uji
kebocoran, uji sterilitas, uji pirogen yang telah dilakukan selama in
process control.
4. Kemasan
Wadah : Wadah yang digunakan adalah ampul.
Etiket :
Diproduksi oleh :
PT.CML Tbk.
Kupang,Indonesia
Kemasan sekunder
B. KEMASAN SEKUNDER K
INDIKASI,DOSIS,KONTARA
INDIKASI,EFEKSAMPING,PERHATIANDAN
INTRAKSI OBAT:
Keteranganlengkaplihat di brosur
K No. Reg : DKL0604 120804A1
No.Batch : 2 3250821
K
TglProduksi : 12 november2 014
Diproduksi oleh: Kadaluarsa : 2 5september 2 015
PT.CMLTbk.
Kupang,Indonesia
HARUS DENGAN RESEP D OKTER
33
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi FKUI. 1995. Farmakologi Dan Terapi ,edisi 4. Jakarta: Gaya
Baru
Kozier, Barbara & Erb, Glenora dkk. 2002. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
34
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982.
Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press
Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1995. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition,
Pharmacy Press.
Lachman, L.., Lieberman H. A., Kanig, J. L.., 1994., Teori dan Praktek Farmasi
Industri, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, edisi III, Universitas Indonesia, Jakarta,
760-779.
35