Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH STUDI KASUS FARMASI RUMAH

SAKIT

Kasus 4
Dosen Pengampu:
Dr. apt. Samuel Budi Harsono, M. Si

Disusun oleh:
Refi Ady Kusumawardhani 2120414659
Riza Naury Hargiyati 2120414664

PROGRAM STUDI PROFFESI APOTEKER XLI


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Bekalang
Rumah sakit merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Rumah sakit menyediakan
pelayanan kuratif komplek. Pelayanan gawat darurat, pusat alih pengetahuan dan teknologi dan
berfungsi sebagai pusat rujukan. Rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
sesuai dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pemakai jasa. Dalam Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa
rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Dari Undang-
Undang tersebut diatas akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alas an agar mutu
dan kualitas diintregasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di rumah sakit. (Depkes,
2009)
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang dibentuk oleh Pemerintah dengan dasar
hukum pelaksanaan Akreditasi di Rumah Sakit adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan dan Peraturan yang terbaru
Permenkes No.34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi Rumah Sakit merupakan suatu pengakuan dari Pemerintah yang diberikan
kepada Rumah Sakit yang telah memenuhi standar. Tujuan Akreditasi untuk mencapai sejauh
mana Rumah Sakit dapat memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, sehingga peningkatan mutu terhadap pelayanan di Rumah Sakit dapat
ditingkatkan, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan. Manfaat Akreditasi untuk
meningkatkan mutu Rumah Sakit itu sendiri, pemilik, pasien dan lingkungan masyarakat yang
ada disekitarnya.
Menurut Joint Comission International (JCI) Tahun 2011, akkreditasi adalah proses
penilaian organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non
pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional yang telah
ditetapkan. Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Joint Comission Internasional (JCI) merupakan lembaga akreditasi internasional yang
berwenang melakukan akreditasi. Kementrian Kesehatan merupakan JCI sebagai lembaga atau
badan yang dapat melakukan akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam
Keputusan Menkes No.1195/MENKES/SK/VIII/2010.
Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada standar JCI,
yang dikelompokan menjadi empat bagian, yaitu (1) kelompok sasaran yang berfokus pada
pasien. (2) kelompok standar manajemen rumah sakit (3) kelompok keselamatan pasien dan (4)
sasaran MDGs.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Bagaimana dalam menjelaskan suatu kasus dirumah sakit?
2. Apakah yang harus dipersiapkan dalam menghadapi akreditasi baik akreditasi KARS
maupun JCI?
3. Bagaimana solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada ?
4. Bagaimana gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar
solusi yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui bahwa tujuan penulisan makalah
ini yaitu untuk :
1. Menjelaskan permasalahan kasus yang ada
2. Mengetahui apa saja yang perlu dipersiapkan dalam menyiapkan akreditasi baik KARS
maupun JCI
3. Mampu memberikan solusi yang ada
4. Mengetahui gambaran yang harus dilakukan oleh seorang apoteker
BAB III
KASUS 4 DAN PENYELESAIAN

Rumah sakit Medika adalah rumah sakit swasta tipe B dengan kepemilikan berdasarkan
yayasan. Rumah sakit ini telah mencapai tahap akreditasi versi KARS sebanyak 16 pelayanan.
Dan didalam program kedepan mereka akan berusaha mencapai akreditasi versi JCI. Untuk itu
mereka mencoba memenuhi persyaratan yang ada didalam JCI. RS ini memiliki jumlah apoteker
sebanyak 4 apoteker dengan 1 orang apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi RS dan 13 tenaga
TTK. Rumah sakit ini jumlah bed sebanyak 340 dan persentase BOR yang terisi adalah sebesar
83%.
Berdasarkan hasil evaluasi kerja dari inventory perbekalan farmasi untuk sediaan tablet di
Gudang Farmasi Medika triwulan I tahun 2009, didapatkan persentase ketidaksesuaian jumlah
obat yang ada di gudang dengan kartu stok dan komputer sebesar 15,38%, nilai TOR gudang
farmasi 18 kali per tahun, nilai stok akhir gudang farmasi 4,5 %, persentase obat ED pada
triwulan I tahun 2017 sebesar 2,89%, hampir mendekati nilai 0% namun belum 0% sehingga
dapat diartikan masih ditemukannya obat ED pada triwulan I tahun 2016. Hal ini menunjukkan
bahwa presisi data stok, persentase obat ED, nilai TOR dan nilai stok akhir tahun belum
memenuhi target rumah sakit. Persentase stok mati sebesar 3,43% sehingga harus ada beberapa
perbaikan jumlah stok.
Proses distribusi obat dari Instalasi Farmasi baik dari apotek sentral maupun depo farmasi
dilayani dengan menggunakan metode sistem ODD sedangkan untuk pasien rawat jalan
dilakukan dengan peresepan perorangan. Hal ini karena Instalasi Farmasi RS Medika memiliki
apotek sentral banyak melayani IGD, stoke center, dan OK sedangkan 3 depo farmasi yaitu depo
farmasi Instalasi Rawat Inap, depo farmasi Instalasi Rawat Jalan, depo Pelayanan Khusus (ICU,
ICCU, PICU, NICU dan Ruang Isolasi).
Formularium telah disusun dan masih aktif sampai sekarang. Formularium yang
digunakan adalah Formularium tahun 2015-2017 dan secara rutin dilakukan evaluasi oleh PFT
melalui rapat triwulan secara berkala. Pelaksanaan Farmasi Klinik di RS juga telah berjalan baik
di bangsal rawat inap maupun pasien rawat jalan walaupun belum bisa maksimal.

1. Jelaskan Permasalah kasus diatas ?


Permasalahan yang pertama dari kasus tersebut adalah untuk RS tipe B masih kurang memenuhi
syarat terkait jumlah personel kefarmasiannya. RS ini hanya memiliki jumlah apoteker sebanyak
4 apoteker dengan 1 orang apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi RS dan 13 tenaga TTK.
Menurut Permenkes Nomor 56 tahun 2014 pasal 32 ayat 3, tenaga kefarmasian paling
sedikit terdiri atas :
a. 1 orang apoteker sebagai kepala instalansi farmasi RS;
b. 4 orang apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 orang TTK;
c. 4 orang apoteker di rawat inap dibantu oleh paling sedikit 8 orang TTK;
d. 1 orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 orang TTK;
e. 1 orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 orang TTK;
f. 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga
teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
RS; dan
g. 1 orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian RS.
Permasalahan kedua yaitu ketidaksesuaian data antara kartu stok dan data komputer
karena data yang sesuai sangat diperlukan untuk memenuhi syarat akreditasi, sistem pengelolaan
yang masih kurang baik sehingga menyebabkan tidak tercapainya target rumah sakit yang
ditunjukkan dengan masih besarnya nilai stok akhir sedangkan efektivitas stok kosong yaitu
jumlah stok akhir adalah nol, bahkan nilai persentase obat ED yang cukup tinggi karena syarat
nilai persentase obat ED yaitu 0-0,25% (Pudjaningsih 2006). Nilai TOR yang cukup besar
menandakan bahwa perputaran obat cukup cepat dan formularium terus dievaluasi namun masih
menunjukkan data yang tidak memenuhi standar, hal ini kemungkinan karena banyak obat yang
tidak diresepkan sehingga terjadi penumpukan obat yang pada akhirnya menyebabkan banyak
obat-obat yg ED.

2. Apakah yang harus dipersiapkan dalam menghadapi akreditasi baik akreditasi KARS
maupun JCI?
Persyaratan kelayakan umum
Setiap rumah sakit dapat mengajukan survei akreditasi kepada Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) bila memenuhi semua kriteria sebagai berikut:
1. Rumah sakit berlokasi di wilayah Indonesia
2. Rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus untuk semua kelas rumah sakit
3. Izin operasional rumah sakit masih berlaku
4. Bila izin rumah sakit sudah habis masa berlakunya, pengajuan permohonan survei bisa
dilakukan, bila Dinas Kesehatan meminta syarat perpanjangan izin operasional harus
sudah terakreditasi. Untuk itu rumah sakit mengirimkan surat/ persyaratan dari Dinas
Kesehatan tersebut ke KARS dan survei dapat dilaksanakan. Hasil survei yang
diberikan berupa surat keterangan hasil akreditasi yang dapat dipergunakan untuk
mengurus izin operasional. Bila izin operasional sudah terbit, rumah sakit
mengirimkan dokumen izin tersebut ke dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit akan
memberikan sertifikat akreditasi kepada rumah sakit tersebut.
5. Direktur/Kepala rumah Sakit adalah tenaga medis (dokter atau dokter gigi)
6. Rumah sakit beroperasi penuh (full operation) dengan menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat secara paripurna selama 24 jam sehari dan 7 hari
seminggu.
7. Rumah sakit mempunyai izin Instalasi Pengelolaaan Limbah Cair (IPLC) yang masih
berlaku.
8. Rumah sakit mempunyai izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang
masih berlaku atau kerjasama dengan pihak ketiga yang mempunyai izin sebagai
pengolah limbah bahan beracun dan berbahaya yang masih berlaku dan atau izin
sebagai transporter yang masih berlaku.
9. Semua tenaga medis pemberi asuhan di rumah sakit telah mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
10.Rumah sakit melaksanakan atau bersedia melaksanakan kewajiban dalam
meningkatkan mutu asuhan dan keselamatan pasien.
Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah STANDAR
NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 yang terdiri dari 16 bab yaitu :
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10.Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11.Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12.Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13.Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)
14.Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
15.Program Nasional (menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan
angka kesehatan ibu dan bayi, menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS, menurunkan
angka kesakitan tuberkulosis, pengendalian resistensi antimikroba dan pelayanan
geriatri)
16.Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Dalam melaksanakan akreditasi tersebut dengan mengawasi beberapa hal menurut JCI
diantara lainnya
Standar yang berfokus ke pasien
1 Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP)
Akses ke Perawatan dan Kesinambungan Perawatan
2
(APKP)
3 Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4 Asesmen Pasien (AP)
5 Perawatan Pasien (PP)
6 Perawatan Anestesi dan Bedah (PAB)
7 Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan (MPO)
8 Penyuluhan Pasien dan Keluarga Pasien (PKPP)

Standar manajemen operasional pelayanan


kesehatan
Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien
1
(PMKP)
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2
(PPI)
Tata Kelola, Kepemimpinan dan Arah
3
(TKKA)
Manajemen dan Keamanan Fasilitas
4
(MKF)
5 Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
Manajemen Komunikasi dan Informasi
6
(MKI)

3. Bagaimana solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada ?


4. Bagaimana gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut

DAFTAR PUSTAKA
JCI. 2011. Joint Commission International Standar Akreditasi Rumah Sakit, Edisi ke-4.
Jakarta: PT Gramedia

Pudjaningsih, D. 2006. Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah


Sakit. Jurnal Logika, 3: 16-25.

Satibi. 2017. Manajemen Obat di Rumah Sakit edisi Ketiga. Ypgyakarta: Gadjah Mada
University Press

Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai