Formula
2. Specificity
3. Linearity
4. Precision
5. Accuracy
6. LOD dan LOQ
7. Robustness
Pertukaran udara
1. Pencegahan kontaminasi silang
2. Kecepatan menentukan pemulihan kondisi ruang dari kondisi
operasional kembali ke kondisi nonoperasional
3. Rule of thumb :
Ruang kelas D dan E : hingga 20 pertukaran udara/jam
Ruang kelas C : 20 hingga 40 pertukaran udara/jam
Ruang kelas 5 (kelas A) : udara laminar
4. Waktu pemulihan 15.20 menit
dalam 50 o C.
Padatan : Ketotifen fumarate stabil terhadap kelembaban foto
degradasi.
Kompatibilitas eksipien : Ketotifen Fumarate kompatibel dengan zat
pengoksidasi kuat dan asam kuat.
6. Bioekivalensi
a. Absorbsi
Absorbsi ketotifen dosis oral secara konvensional baik dalam bentuk
kapsul, tablet atau sirup dilaporkan 'hampir sempurna'; akan tetapi,
ketersediaan hayatinya hanya sekitar 50% dari dosis karena efek 'first
pass'. Dalam 2 sampai 4 jam setelah pemberian oral, konsentrasi plasma
maksimal (Cmax) tercapai. Pada kondisi steady-state, Cmax ketotifen
pada orang dewasa ditemukan 1 mg dua kali sehari menjadi 1,92 mg / L
dan konsentrasi area kurva waktu di bawah plasma (AUC) adalah 16,98
mg /L · h, kurang dari dosis yang sama diberikan pada anak.
b. Volume distribusi
c. Ikatan obat dengan protein
Ketotifen dilaporkan 75% terikat pada plasma protein.
d. Waktu paruh
Waktu paruh distribusi 3 jam. Waktu paruh rata-rata eliminasi ketotifen
berkisar dari sekitar 22 jam pada dewasa.
e. Metabolisme
Ketotifen secara ekstensif ditransformasi secara biotransformasi (gbr),
terutama dengan cara glukuronidasi menjadi metabolit tidak aktif
ketotifen- N-g1ucuronide, dan dengan demetilasi menjadi nor-ketotifen
(N-demethyl ketotifen) yang dilaporkan aktif secara farmakologis
sebagai obat induk (Kennedy 1982). Rute metabolisme lainnya pada
manusia adalah oksidasi dan reduksi (Le Bigot dkk. 1983, 1987).
Oksida-N metabolit (Le Bigot et al. 1983) dan glukuronida konjugat
(Kennedy 1982) dengan mudah mengalami hidrolisis ke obat induk.
4. Referensi
Yuliani SH, Putri DCA, Widayati A, danAbiyoga B.
Compounding practice in a developing
Country: A Case study of divided Powder
in Indonesia. Yogyakarta:
UniversitasSanata Dharma.
Yagi, N., Taniuchi, Y., Hamada, K., Sudo, J. I., & Sekikawa,
H. (2002). Pharmacokinetics of ketotifen
fumarate after intravenous, intranasal, oral
and rectal administration in rabbits.
Biological and Pharmaceutical Bulletin,
25(12), 1614-1618.