Anda di halaman 1dari 20

STUDI KASUS FARMASI PRAKTIS

KASUS 7
“Gangguan Syaraf Otak dan Telinga Berdenging”

Dosen Pengampu:
apt. Vivin Nopiyanti, M.Sc.

Disusun Oleh :

Riza Naury Hargiyati (2120414664)

PROGRAM PROFESI APOTEKER XLI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk kehidupan manusia.
Sistem keseimbangan membuat manusia mampu menyadari kedudukan terhadap ruangan
sekitar. Keseimbangan merupakan sebuah sistem yang saling berintegrasi yaitu sistem visual,
vestibular, sistem propioseptik dan cerebelar. Gangguan pada sistem keseimbangan tersebut
akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi berputar yang sering disebut
vertigo (Ramos ZR et al, 2016)
Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan
atau dunia sekelilingnya berputar-putar dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat
keseimbangan tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik Prevalensi vertigo
di Jerman, usia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan
vestibular. Penelitian di Prancis menemukan prevalensi vertigo 48% (Grennberg DA, et al,
2013)
Keluhan vertigo sering muncul pada berbagai kasus yang sering kita jumpai di kehidupan
seharihari diantaranya pada kasus cedera kepala .Distribusi cedera kepala terutama melibatkan
kelompok usia produktif antara 15-55 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.(Japardi, 2010)
Vertigo pasca cedera kepala bisa timbul pasca cedera, beberapa hari atau minggu pasca
cedera kepala ringan, sedang maupun berat. Angka kejadian vertigo pada pasien cedera kepala
berkisar 55%. Insiden vertigo yang terjadi setelah cedera kepala sekitar 40-60% biasanya
terjadi setelah cedera kepala ringan dan sedang.(Ramos ZR et al, 2016).
Telinga berdenging atau dikenal dalam bahasa medis sebagai tinitus, banyak dikeluhkan
sebagai suatu bising atau bunyi yang muncul di kepala tanpa adanya rangsangan dari luar.
Adapun keluhan yang dialami ini seperti bunyi mendengung, mendesis, menderu, atau
berbagai variasi bunyi yang lain. Tinitus bukanlah penyakit atau sindroma, tapi hanya
merupakan gejala yang mungkin berasal dari satu atau sejumlah kelainan. Tinitus kerap
diderita terutama orang pada kelompok usia pertengahan dan usia tua. (Agustini, 2016).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cedera Kepala


2.1.1 Definisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan dapat menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012)
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan Advenced Trauma Life Support (ATLS) tahun 2004, klasifikasi berdasarkan
mekanismenya, cedera kepala dibagi menjadi:
1. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
ataupun terkena pukulan benda tumpul.
2. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau luka tembak.
(American College Of Surgeon Commite on Trauma, 2014)
Berdasarkan morfologinya, cedera kepala dapat dibagi menjadi:
1. Fraktur Kranium Fraktur kranium diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomisnya,
dibedakan menjadi fraktur calvaria dan fraktur basis cranii.Berdasarkan keadaan
lukanya, dibedakan menjadi fraktur terbuka yaitu fraktur dengan luka tampak telah
menembus duramater, dan fraktur tertutup yaitu fraktur dengan fragmen tengkorak
yang masih intak.
2. Perdarahan Epidural Hematom epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
Biasanya terletak di area temporal atau temporo parietal yang disebabkan oleh
robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
3. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural. Robeknya venavena kecil di permukaan korteks cerebri merupakan penyebab
dari perdarahan subdural. Perdarahan ini biasanya menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak, dan kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk bila
dibandingkan dengan perdarahan epidural.
4. Contusio dan perdarahan intraserebral Contusio atau luka memar adalah apabila terjadi
kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah
meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna
merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak.
Contusio cerebri sering terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat
juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Contusio cerebri dapat terjadi dalam waktu
beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan
tindakan operasi.
5. Commotio cerebri Commusio cerebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yang
berlangsung kurang dari 10 menit setelah trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan
jaringan otak. Pasien mungkin akan mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah
dan pucat.
6. Fraktur basis cranii Hanya suatu cedera kepala yang benarbenar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit
dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat
berlangsung beberapa hari.
2.2. Definisi Vertigo
Vertigo merupakan sensasi berputar dan bergeraknya penglihatan baik secara subjektif
mupun objektif. Vertigo dengan perasaan subjektif terjadi bila seseorang mengalami bahwa
dirinya merasa bergerak, sedangkan vertigo dengan perasaan objesktif bila orang tersebut
merasa bahwa di sekitar orang tersebut bergerak. Vertigo sering terjadi pada orang tua.
Penyebab vertigo yaitu Benign Paroxymal Positional Vertigo (BPPV), Acute Vestibular
Neuronitis (AVN), dan peyakit Meniere.
2.3. Patofisiologi Vertigo
Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk sistem vestibular terdiri dari
vestibulum, proprioseptik dn mata, serta integrasi dari ketiga reseptor terkait dengan batang
otak serta serebelum.
Informasi yang berasal dari sistem vestibular 50 persen terdiri dari vestibulum, sisanya
dari mata dan proprioseptik. Adanya gangguan dari sistem vestibular menimbulkan berbagai
gejala antara lain vertigo, ystagmus, ataksia, mual muntah, berkeringat dan psikik. Gejala-
gejala tersebut dapat timbul scara bersamaan, sendiri atau terjadi bergantian. Gejala tersebut
dipengaruhi oleh derajat, sumber, maupu jenis dari rangsangan.

Fungsi sistem vestibular terletak pada kanalis semisirkularis yang berada pada dalam
apparatus vestibular, terisi cairan yang apabila bergetar berfungi mengirim informasi tentang
gerakan sirkular atau memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vesibulum yang
terletak berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari maa dan sistem vestibular
mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda terlihat dengan jelas ketika bergerak. Hal
ini disebut dengan reflek vestibular-okular.
Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis memberi pesan kepada otak bagaimana
kecepatan kepala otak bagaimana kecepatan kepala berotasi, ketika kepala mengangguk,
atau saat kepala menoleh. Setiap kanalis semisirkularis memiliki ujug yang menggembung
dn berisi sel rambut. Adanya rotasi kepala mengakibatkan gerakan aliran cairan yang akan
mengubah posisi pada bagian ujung sel rambut terbungkus jelly-like cupula. Selain kanalis
semisirkularis, termasuk organ yang termasuk dalam bagian sistem vestibuler, yaitu sakulus
dan untrikulus. Kedua organ tersebut termasuk dalam organ otolit. Organ otolit memiliki
otokonia yaitu sel rambut terbungkus jelly-like layer bertabur batuan kecil kalsium.
Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah, terjadinya pergeseran batuan
kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya, sel rambut mnejadi bengkok sehingga
terjadinya influx ion kalsium yang selanjutnya neurotransmitter keluar memasuki celan
sinap dan ditangkap oleh reseptor. Selanjutnya terjadi penjalaran impuls melalui nervus
vestibularis menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya sistem vestibular bekerja sama dengan
sistem visual dan proprioseptik membuat tubuh dapat mempetahankan orientasi atau
keseimbangan.
2.4 Tatalaksana Vertigo
Tatalaksana vertigo dibagi menjadi dua yaitu :
a. Non Farmakologi
Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus. Hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver
hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima
manuver yang dapat dilakukan, antara lain: (a) Manuver Epley, manuver Epley
adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk
menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien berbaring dengan kepala
tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90° ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-
60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke
posisi duduk secara perlahan. (b) Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk
pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien
diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan
vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi. (c) Manuver Lempert, manuver ini
dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360°
yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang
sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian
menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi
supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi. (d) Forced Prolonged
Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang
sakit dan dipertahankan selama 12 jam. (e) Brandt-Daroff exercise, manuver ini
dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh
pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver
Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa
posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.
b. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala
vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti
setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga
pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
(diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek
supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena
motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya
diminimalkan. Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik
dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan
manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi
untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai
klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan
intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy
(transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun
lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko
kehilangan pendengaran yang tinggi.
2.5 Telinga berdenging
Tinitus barasal dari bahasa Latin tinnire yang berarti menimbulkan suara atau dering.
Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran berupa keluhan perasaan pada saat mendengarkan
bunyi tanpa ada rangsangan bunyi atau suara dari luar. Adapun keluhan yang dialami ini
seperti bunyi mendengung, mendesis, menderu, atau berbagai variasi bunyi yang lain.
2.6 Macam Telinga Berdenging (Tinitus)
Tinitus ada 2 macam yang terbagi atas tinitus obyektif dan tinitus subjektif. Tinitus
obyektif terjadi apabila bunyi tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dapat juga
dengan auskultasi di sekitar telinga. Sifatnya adalah vibritorik yang berasal dari vibrasi atau
getaran sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Sedangkan tinitus subjektif
terjadi apabila suara hanya terdengar oleh pasien sendiri, dan jenis tinitus ini yang paling
sering terjadi. Sifat dari tinitus subjektif adalah nonvibratorik karena adanya proses iritatif
ataupun perubahan degenaratif pada traktus auditorius yang dimulai dari sel-sel rambut getar
koklea sampai pada pusat saraf dari pendengar
2.7 Penyebab Tinitus
Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya tinitus. Beberapa diantaranya adalah:
1. Kelainan vaskular baik pada arteri atau vena.
2. Kelainan muskular: klonus otot palatum atau tensor timpani.
3. Lesi pada saluran telinga dalam: Tumor saraf kedelapan.
4. Gangguan kokhlea: trauma akibat bising, trauma tulang temporal, penyakit Meniere’s,
presbikusis, tuli saraf mendadak, emisi otoakustik.
5. Ototoksisitas: aspirin, kuinin, dan antibiotika tertentu (aminoglikosida).
6. Kelainan telinga tengah: infeksi, sklerosis, gangguan tuba eustachi.
7. Lain-lain: serumen, benda asing pada saluran telinga luar dan penyakit sistemik seperti
anemia.
2.8 Patofisiologi Tinitus
Mekanisme terjadinya tinitus karena aktivitas elektrik di sekitar auditorius yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, tetapi impuls yang terjadi bukan berasal dari bunyi
eksternal atau dari luar yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls yang
abnormal di dalam tubuh penderita sendiri.
Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa
bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa
berdenyut atau pulsasi tinitus. Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis
media, otosklerosis, dan lain-lain. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan
denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga
mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba Eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan
muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada
gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis, maka suara aliran darah akan
mengakibatkan tinitus juga.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi. Pada intoksikasi
obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis,
kanamysin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul. Pada
hipertensi endolimfatik seperti penyakit Meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah dan
tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan tuli
sensorineural dan vertigo. Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien
yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan
hilang bila keadaannya sudah kembali normal
2.9 Tatalaksana Tinusitis
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena
psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahinya penyebab tinitus agar
dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Kadang-kadang penyebabnya itu sukar diketahui.
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas suara
yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa
penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas. Berbagai
penelitian untuk menemukan jenis obat masih terus dilakukan. Adapun jenis obat yang
dapat secara konsisten efektif pada pengobatan jangka panjang belum juga ditemukan.
Meski demikian pemakaian beberapa jenis obat sedikit banyak dapat memberikan
perbaikan pada pasien tinitus, seperti:
a) Vitamin B dan derivatnya: nicotinamide (vasodilator) yang secara empiris telah
digunakan secara luas untuk kelainan kokhlea (contoh: penyakit Meniere’s)
b) Trimetazidine: obat anti iskemia dengan antioksidan
c) Vitamin A: pada dosis tinggi dilaporkan memperbaiki ambang persepsi dan mencegah
tinnitus. Namun perhatian terhadap toksisitasnya dapat membatasi vitamin A dalam
penggunaan praktis.
d) Lidokain intravena: suatu golongan anestetik local amide dengan aktivitas system
saraf pusat, dilaporkan berguna dalam mengontrol tinnitus.
e) Tocainine: merupakan lidokain oral dengan waktu paruh yang panjang.
f) Trisiklik trimipramine: suatu anti depresan
4. Pembedahan juga berperan dalam penanganan tinnitus jika diaplikasikan untuk
mengoreksi sumber penyebab. Misalnya: stapedektomi untuk kelainan otosklerotik,
lainnya adalah koklear implant. Pertimbangan juga dapat diberikan untuk melakukan
terhadap pengikatan saraf ke-8 divisi koklearis, walaupun hasilnya tidak dapat
diprediksikan.. dan tentu saja hanya bisa dilakukan terhadap pasien yang memang fungsi
pendengarannya sudah rusak berat alias tuli berat yang tidak mungkin lagi dikoreksi.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KASUS 7
Bapak Eko Sunarjo datang ke apotik saudara dengan membawa resep setelah periksa dari
dokter spesialis penyakit dalam untuk menebus obat-obatnya, Bapak Eko didiagnosa menderita
gangguan pada syaraf otaknya karena trauma kepala akibat kecelakaan. Setelah kecelakaan itu
sering sakit kepala seperti berputar-putar dunianya dan telinga sering berdenging.
Setelah membaca resep, saudara selaku farmasis kemudian menghubungi dokternya
untuk menyampaikan permasalahan yang ada pada resep tersebut agar disamping resep tersebut
legal secara administratif juga obat yang diserahkan tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat cara
pemakaian dan tepat dosisnya.
Kajilah resep tersebut sehingga saudara tahu permasalahan yang tertulis dalam resep
tersebut, kemudian hubungi dokter penulis resepnya untuk mendiskusikan permasalahan
tersebut.
I. Skrinning Resep
1. Skrining Administrasi/ kelengkapan resep
a. Nama dokter : Ada
b. SIP : Ada
c. Alamat Dokter : Ada
d. No.telpon : Ada
e. Tempat Penulisan Resep : Ada
f. Tanggal Penulisan Resep : Tidak ada
g. Tanda R : Ada
h. Nama obat : Ada
i. Kekuatan obat : Tidak ada
j. Jumlah obat : Ada
k. Aturan Pakai : Ada
l. Nama Pasien : Ada
m. Umur Pasien : Ada
n. Alamat Pasien : Tidak ada
o. Paraf dokter : Ada
2. Skrining Farmasetis
a. Brainact
Kandungan Citicoline
Sediaan Lazim Tablet 500 mg; Tablet dispersibel oral 500 mg; Kaplet 1000
mg; Sachet 1000 mg
Dosis Lazim Tab/Kapl/Bubuk : 1000-2000 mg/hari dalam dosis terbagi
Tab dispersibel oral : 500 mg/hari

b. Meloxicam
Kandungan Meloxicam
Sediaan Lazim Tablet 7,5 mg; 15 mg; Supositoria 15 mg
Dosis Lazim Dewasa :
Rhematoid Artritis : 15 mg/hari. Dapat diturunkan menjadi
7,5 mg/hari
Osteoarthritis : 7,5 mg/hari. Dapat ditingkatkan s/d
15mg/hari
Pasien resiko tinggi : 7,5 mg 1 x sehari

c. Noverty
Kandungan Betahistine mesylate 6 mg
Sediaan Lazim Tablet 6 mg
Dosis Lazim Dewasa :
6-12 mg, 3 kali sehari

d. Amitriptyline
Kandungan Amitriptyline 25 mg
Sediaan Lazim Tablet 25 mg
Dosis Lazim Dewasa :
1x pakai : 25 mg
1 x hari : 100 mg
Dosis Maksimum Dewasa :
1 x pakai : 30 mg
1 x hari : 300 mg

3. Skrining Klinis
a. Brainact
Kandungan Indikasi Kontraindikasi Efek samping Interaksi
Citicoline Gangguan Hindari Gangguan Mempotensiasi
fungsi kognitif penggunaan pada epigastrium, mual, efek levodopa
pada lanjut usia. penderita kemerahan pada
hipertonia kulit sakit kepala,
(meningkatnya pusing
ketegangan otot)
pada sistem saraf
parasimpatis.

b. Meloxicam
Kandungan Indikasi Kontraindikasi Efek Interaksi
samping
Meloxicam untuk Tukak peptic aktif, Gangguan  Meningkatkan risiko
ulserasi
mengobati gangguan hati GI, anemia,
gastrointestinal atau
nyeri sendi, berat, gangguan gatal, perdarahan jika di
berikan bersamaan
seperti: ginjal, anak, remaja kemerahan
dengan antikoagulan
osteoarthritis < 15 tahun, hamil, pada kulit, (misalnya: Heparin,
warfarin), agen
(sendi-sendi laktasi, pendarahan sakit
antiplatelet, SSRI,
terasa sakit, GI, gangguan kepala, kortikosteroid
(misalnya:
kaku, dan pendarahan lain. edema,
Glukokortikoid),
bengkak), pusing. salisilat, NSAID lain
(termasuk aspirin).
rheumatoid
 Dapat mengurangi
arthritis (radang efek antihipertensi
sendi). diuretik, inhibitor
ACE, antagonis
angiotensin II, dan β-
blocker.
 Dapat meningkatkan
nefrotoksisitas dari
penghambat
kalsineurin (misalnya:
Ciclosporin,
tacrolimus).
 Meningkatkan
konsentrasi serum
lithium, digoxin dan
metotreksat.
 Meningkatkan
eliminasi jika di
berikan bersamaan
dengan colestyramine

c. Noverty
Kandungan Indikasi Kontraindikasi Efek samping Interaksi
Betahistine untuk  Pasien yang ruam, pruritus  Obat
memiliki riwayat golongan
mesylate mengobati (rasa gatal),
penyaki antihistamin
vertigo (Pusing phaeochromocyt sindrom dapat
oma (tumor mengurangi
yang diserati Stevens-Johnson
langka pada efek terapi.
rasa berputar- kelenjar adrenal) (kelainan  Betahis
 Pasien yang tine maleate
putar), pusing genetik),
memiliki riwayat dapat
dan sindrom hipersensitif urtikaria mengurangi
(respon berlebih efek
meniere (biduran),
ataus sangat bronkodilato
(gangguan sensitif) terhadap dyspepsia, mual, r agonis β2.
keseimbangan betahistine muntah, dan
mesilate
tubuh yang kembung, sakit
terjadi pada kepala,
gangguan kebingungan,
sirkulasi) kejang-kejang,
mengantuk,
halusinasi,
parestesia
(kesemutan),
hipotensi,
takikardia
(meningkatnya
irama detak
jantung), nyeri,
ulkus peptikum
(peradangan
diusus), sesak
napas

d. Amitriptyline
Kandungan Indikasi Kontraindikasi Efek samping Interaksi
Amitriptyline untuk  Penderit Penglihatan  Penggunaa
a insufisiensi kabur, Gelisah, n amitriptyline
mengatasi
depresi, arteri Diare, dengan linezolid,
koroner, Anoreksia, fentanyl, lithium,
meringankan
aritmia Kebotakan, tramadol, atau
kecemasan (gangguan Aritmia antidepresan
irama (gangguan dapat
sehingga pasien
jantung) irama jantung), meningkatkan
mudah  Penggun Tekanan darah risiko sindrom
aan bersama rendah, Gatal serotonin.
beristirahat.
MAOI dan biduran  Penggunaa
cisapride n amitriptyline
 Anak dengan
usia < 6 tahun methylphenidate,
 Penderit cimetidine,
a gangguan antipsikotik, dan
hati antagonis
kalsium dapat
meningkatkan
kadar obat dalam
darah.
 Penggunaa
n amitriptyline
dengan
barbiturat,
rifampicin, dan
antikonvulsan
dapat
mengurangi
kadar obat dalam
darah.

4. Permasalahan Resep Obat


Permasalahan Solusi
Pada resep tidak tercantum tanggal resep Bertanya kepada dokter
dan alamat pasien
Pada resep tidak tercantum dosis yang Bertanya pada dokter dosis yang diberikan
diberikan
Bentuk sediaan resep Brainact ada 2 jenis Bertanya pada dokter
tablet, sehingga perlu dipastikan tablet yang
apa yang dipilihkan dokter
Kandungan Meloxicam belum dituliskan Bertanya pada dokter terkait kandungan
dan aturan pakainya 1 kali sehari namun Meloxicam dan menyarankan dokter untuk
pada resep diresepkan untuk dibuat kapsul memisah obat meloxicam dan menyarankan
dicampur dengan obat noverty dengan aturan pakainya 1 kali sehari sebelum atau
aturan pakai pada resep 2 kali sehari sesudah makan
sebelum makan
Ada obat tanpa indikasi (Meloxicam) Menyarankan dokter untuk menghapus
resep Meloxicam
Noverty aturan pakainya tidak sesuai (2 x Menyaranakn dokter untuk Noverty dipisah
sehari sebelum makan) kemudian aturan pakainya 3 kali 1 tablet
sesudah makan
Kandungan Amitriptilin belum ada Bertanya pada dokter

Percakapan Apoteker dan Dokter

Apoteker (Menelpon tempat praktek dr. Handoyo)

Dokter (Mengangkat telpon) Hallo

Apoteker Hallo, Selamat sore saya apoteker Riza dari apotek Riza Farma. Apa benar ini
tempat praktik dokter Handoyo yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi No.
21 Solo ?
Dokter Iya benar dengan saya sendiri dr. Handoyo

Apoteker Maaf dok sebelumnya, apakah boleh saya meminta wakt dokter 5-10 menit
dok ?

Dokter Iya mbak bolehh

Apoteker Begini dok saya ingin mengkonfirmasi. Apa benar pasien atas nama Bapak
Eko Sunarjo usia 60 tahun yang mendapat resep Branicart, Meloxicam,
Noverty dan Amitriptyline adalah pasien dokter ?

Dokter Iya mbak benar itu pasien saya, ada apa ya mbak ?

Apoteker Begini dok setelah saya melakukan skrining resep ada beberapa keterangan
yang belum dituliskan di resep. Untuk penulisan resepnya ditulis tanggal
berapa ya dok ? dan alamat pasiennya dimana dok ?

Dokter Tanggal 22 Maret 2021 mbak. Alamatnya di Mojosongo Solo. Di resep belum
saya tuliskan ya mbak?

Apoteker Iya dok belum, maaf dok untuk diagnosa pasien apakah benar diagnosanya
pasien menderita gangguan pada syaraf otak karena trauma kepala akibat
kecelakaan. Pasien mengeluhkan pusing kepala berputar-putar dan telinganya
berdenging ya dok?

Dokter Iya mbak benar

Apoteker Baik dok, untuk resep brainartnya tabletnya dipilihkan tablet biasa 500 mg
atau tablet dispersibel 500 mg ya dok ?

Dokter Kasih tablet biasa aja mbak. Dosisnya 500 mg 2 kali sehari sesudah makan

Apoteker Kemudian dok untuk Meloxicam dan Noverty pada resep dibuat dicampur
dalam kapsul. Tapi dok untuk aturan pakai kedua obat tersebut berbeda. Untuk
obat meloxicam 1 kali sehari dan noverty 3 kali sehari dok. Jadi nggak bisa
dicampur dok. Kemudian meloxicam’nya dipilihkan sediaan tablet yang
berapa mg ya dok ? 7,5 mg atau 15 mg ?

Dokter Oh yaudah kalo gitu pisah aja mbak, Meloxicamnya kasih dosis 7,5 mg 1 kali
sehari sebelum makan. Untuk noverty 6 mg aturan pakai diganti 3 kali sehari
sesudah makan ya mbak berarti gausah dibuat kapsul.

Apoteker Untuk meloxicamnya digunakan untuk apa ya dok ? menurut literature yang
saya baca meloxicam indikasinya untuk nyeri sendi dok. Dan pada diagnosa
serta keluhan pasien tidak mengeluhkan nyeri sendi.

Dokter Oh iya mbak, meloxicam saya berikan karena pasien kan sudah usia lanjut
kemungkinan kan sering nyeri sendi jadi saya berikan meloxicam.

Apoteker Menurut saya meloxicam tidak perlu diberikan dok karena pasien tidak
mengeluhkan nyeri sendi. Dan agar tidak terlalu banyak obat yang dikonsumsi
pasien dok karena beliau sudah sepuh.

Dokter Menurut mbak nggakusah yaa. Baiklah mbak gausah dikasih meloxicam kalo
gituu

Apoteker Baik dok, kemudian untuk obat kandungan Amitriptilin diresep belum ada
dok, untuk sediaan lazimnya 25 mg dok, untuk diresep pasiennya diberi berapa
dosisnya ya dok?

Dokter Oh kalo gitu diberikan dosis segitu saja gapapa mbak. Saya acc diberikan 25
mg 2 kali sehari

Apoteker Saya konfirmasi ulang lagi perubahan resepnya ya dok, pasien Eko
mendapatkan resep Brainact tab 500 mg Nomero X diminum 2 kali sehari 1
tablet sesudah makan; Noverty tab 6 mg Nomero 15 diminum 3 kali sehari 1
tablet sesudah makan; selanjutnya resep ketiga Amitriptilin tab 25 mg Nomero
X diminum 2 kali sehari 1 tablet sesudah makan.

Dokter Iya mbakk betull begitu

Apoteker Baik terimakasih dok, mohon maaf telah mengganggu waktunya

Dokter Iya mbak sama-sama

DAFTAR PUSTAKA
Agustini D. P. 2016. Mengenali Gejala Tinitus dan Penatalaksanaannya. Jurnal Intisari Sains
Medis. 6(1):34 – 40.
DIH. Drug Information Handbook 2017.Aplikasi
MIMS. 2015. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer
Pionas. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Putri C.M. Rahayu. B. Sidharta. 2016.Hubungan Antara Cedera Kepala dan Terjadinya Vertigo
Di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. 12(1): 1-5.
Setiawati M. Susianti. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Jurnal Majority. Vol 5(4):91-
95.

Anda mungkin juga menyukai