Anda di halaman 1dari 37

Laporan Praktikum

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“LARGE VOLUME PARENTERAL CIPOROFLOXACIN
INJECTION”

OLEH

KELOMPOK III

A-S1 FARMASI 2016

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019

i
Lembar Pengesahan

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“LARGE VOLUME PARENTERAL CIPOROFLOXACIN
INJECTION”

OLEH

KELOMPOK III

KELAS A-S1 FARMASI 2016

SRI YANTI PADU 821416006

SRI ADENINGSIH ARDIN 821416007

ZULFA AMALIA ASTUTI 821416012

MELI CAHYANI DALU 821416015

HAYATI NURBAIT 821416019

ALVINA INDRIANI 821416026

SITIRA HAMZAH USMAN 821416031

Gorontalo, April 2019


NILAI
Mengetahui
Asisten

ADIVA SIDANGOLI
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa.
Karena dengan rahmat dan karuniannya kami dapat membuat laporan ini. Laporan
ini di tulis dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dalam
beberapa kajian tentang “Sediaan Steril Large Volume Parenteral Ciproflokxacin
Injection” pada mata kuliah teknologi sediaan steril . Laporan ini memuat
beberapa materi tentang teori, dan penjelasan tentang Sediaan Steril Sediaan Steril
Large Volume Parenteral Ciproflokxacin Injection. Penyusunan materi dalam
laporan ini kami tulis berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan.
Beberapa materi penyusun laporan ini kami kutip dari beberapa sumber.

Terima kasih kepada asisten yang telah membimbing kami dalam melakukan
kegiatan praktikum ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan. Semoga
laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari bahwa
laporan ini masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu,
kami menerima masukan dan kritikan yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan laporan ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, April 2019

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan .......................................................... 2

1.2.1 Maksud Percobaan ............................................................................. 2

1.2.2 Tujuan Percobaan ............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 Dasar Teori ......................................................................................... 3

2.1.1 Sterilisasi ............................................................................................ 3

2.1.2 Sediaan Large Volume Parenteral ..................................................... 3

2.1.3 Rute Pemberiab Sediaan Parenteral ................................................... 5

2.2 Studi Preformulasi Zat Aktif .............................................................. 8

BAB III PENDEKATAN FORMULA .......................................................... 10

3.1 Antioksidan ........................................................................................ 10

3.1.1 Natrium Metabisulfit .......................................................................... 10

3.2. Pengisotonis ....................................................................................... 10

3.2.1 NaCl ................................................................................................... 10

3.3 Pelarut................................................................................................. 11

3.3.1 Asam Laktat ....................................................................................... 11

3.4 Adjust pH ........................................................................................... 12

3.4.1 Asam Klorida ..................................................................................... 12

BAB IV FORMULASI DAN PERHITUNGAN ........................................... 13


4.1 Formula .............................................................................................. 13

4.2 Perhitungan......................................................................................... 13

BAB V CARA KERJA DAN EVALUASI .................................................. 16

5.1 Alat ..................................................................................................... 16

5.2 Bahan .................................................................................................. 16

5.3 Cara Kerja .......................................................................................... 16

5.4 Tabel Evaluasi .................................................................................... 16

BAB VI HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .......................... 17

6.1 Hasil Pengamatan ............................................................................... 17

6.2. Pembahasan ....................................................................................... 17

BAB VII PENUTUP ......................................................................................... 20

7.1 Kesimpulan......................................................................................... 20

7.2 Saran ................................................................................................... 20

7.2.1 Asisten ................................................................................................ 20

7.2.2 Jurusan................................................................................................ 20

7.2.3 Laboratorium ...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat dapat dibagi berdasarkan golongan, kegunaan, bentuk sediaan, cara
penggunaan, dan rute pemberian. Rute pemberian obat merupakan salah satu yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh ini dikarenakan oleh suplai
darah yang berbeda. Rute pemberian obat secara parenteral merupakan jalur dimana
obat dimasukan kedalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Rute parenteral
yang umum digunakan yaitu intradermal, intramuskular, subkutan, dan intravena
(Kamienski, 2015).
Obat-obat dengan rute parenteral harus dalam bentuk sediaan yang steril.
Sediaan steril adalah sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi, baik kontaminasi secara fisika, kimia atau mikrobiologis. Sedian
parenteral memasuki pertahan tubuh yang memiliki efisiensi tinggi yaitu kulit dan
membran mukosa sehingga sediaan harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-
bahan beracun, dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima (Kamienski,
2015;Priyambodo, 2007).
Penggunaan sedian steril banyak diapakai, terutama saat pasien dirawat di
rumah sakit. Pada sediaan ini, sterilitas sangat diperlukan atau sangat penting, karena
cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan yang berada dalam
tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah. Sediaan steril
sangan membantu pada saat pasien dioperasi, disuntik, mempunyai luka terbuka yang
harus diobati, diinfus dan sebagainya. Yang termasuk dalam sediaan steril yaitu
irigasi, obat tetes mata, obat tetes teling, obat semprot hidung, SVP (small volume
parenteral), LVP (large volume parenteral), dan sebagainya (Ansel, 1989).
Sediaan LVP (Large Volume Parenteral) merupaka salah satu sediaam steril
yang memiliki volume sediaan lebih dari 100 ml. LVP dikemas dalam dosis tunggal,
kemasan gelas atau plastik dengan ketentuan harus steril, bebas pirogen, dan bebas
partikulat. Karena volume pemberian besar, maka dalam sediaan LVP tidak boleh
ditambahkan zat pengawet, karena akan dapat menyebabkan toksisitas.
Berdasarkan latar belakang diatas, pada percobaan kali ini akan dibuat sediaan
LVP (large volume parenteral), dengan zat aktif Ciprofloksasin dan bahan tambahan
lainnya yang dilarutkan dengan air pro ijeksi dengan volume sediaan sebesar 100 mL
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui dan memahami studi formulasi, dan evaluasi sediaan steril dalam rute
intravena dalam bentuk sediaan LVP dengan zat aktif Ciprofloksasin.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mahasiswa dapat merancang formula injeksi Ciprofloksasin
2. Mahasiswa dapat menentukan hasil evaluasi sediaan injeksi Ciprofloksasin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Sediaan Large Volume Parenteral
Infus merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas
dalam
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia (Prasetia, 2016).
a. Steril
Sediaan steril adalah sediaan steril, bebas partikel dan bebas pirogen.
Dalam pengertian absolut, steril berarti bebas dari mikroorganisme baik dalam
bentuk vegetative maupun non vegetatatif. Sterilitas suatu sediaan steril akan
terjamin jika sediaan melalui proses sterilisasi yang valid dan kemudian
dikemas dalam bentuk dan kemasan yang mampu mempertahankan keadaan
steril ini (Prasetia, 2016).
b. Bebas partikel
Disamping steril, sediaan steril harus bebas partikulat. Partikulat yang
dimaksud adalah partikel bebas maupun substansi yang tidak larut yang
muncul dalam produk parenteral. Sumber partikulat adalah (1) larutan dan
bahan itu sendiri; (2) proses produksi misalnya lingkungan, peralatan dan
personil; (3) komponen wadah untuk mengemas sediaan; (4) alat yang
digunakan untuk penghantaran sediaan; dan (5) proses penyiapan campuran
sediaan steril. Contoh partikulat dapat berupa sellulosa, serat cotton, gelas,
logam dan plastic (Prasetia, 2016).
c. Bebas pirogen
Syarat lain dari sediaan steril adalah bebas pirogen. Pirogen atau
endotoksin adalah produk metabolisme mikroorganisme hidup, ataupun mati
yang menyebabkan respon piretik sperifik setelah penyuntikan sediaan steril.
Pirogen dapat bersumber dari air sebagai yang digunakan sebagai pelarut,
wadah yang digunakan dalam produksi, pengemasan, penyimpanan dan
penghantaran obat dan zat kimia yang digunakan untuk membuat larutan
(Prasetia, 2016).
d. Stabilitas
Obat dalam padatan lebih stabil dibandingkan larutan. Ketidakstabilan
sediaan dalam bentuk larutan ditandai dengan timbulnya endapan atau
perubahan warna selama penyimpanan. Dalam hal ini perlu diperhatikan
adalah pemilihan eksipien yang berfusngis untuk mempertahankan stabilitas
sediaan dan kemasan yang digunakan terutama untuk bahan yang sensitif
terhadap cahaya (Prasetia, 2016).

e. Tonisitas
Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh
suatu larutan dari zat atau zat padat yang terlarut. Jika sel dimasukkan ke
dalam larutan yang hipertonik, cairan di dalam sel akan keluar yang
ditunjukkan dengan pengkerutan sel tersebut. Sebaliknya jika sel diletakkan di
dalam larutan (Prasetia, 2016).
2.1.2 Rute Pemberian Sediaan Parenteral
Rute pemberian sediaan steril yang diberikan secara parenteral
meliputiintradermal, subkutan, intramuscular, intravena, intra arterial dan lain
sebagainya (Setyawan, 2016).
Gambar 2.1.3 Rute pemberian obat secara parenteral (Turco, S., 1987)
a. Intradermal
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan superficial kulit, disebut juga
intrakutan.Volume obat yang dapat diberikan melalui jalur ini adalah 0,1 ml
dan diperuntukkan untuk peyampaian agen diagnostic, antigen (tuberculin)
dan beberapa jenis vaksin . Absorpsi obat melalui rute ini berjalan lambat
sehingga memperlama munculnya onset obat.
b. Subkutan
Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit
(dermis). Penghantaran obat secara subkutan dilakukan jika pemberian obat
secara oral tidak dapat dilakukan. Onset yag ditimbulkan rute pemberian
dengan cara ini diharapkan lebih lambat jika dibandingkan dengan cara
pemberian intravena dan intramuskular.
c. Intramuskular
Obat diinjeksikan ke dalam massa otot. Volume yang dapat
diinjeksikan maksimal 5 ml. Absorpsi obat lebih cepat dibandingkan rute
subkutan, dan diperlambat atau diperpanjang jika sediaan dibuat dalam bentuk
suspensi atau pembawa yang digiunakan berupa minyak
d. Intravena
Larutan dalam jumlah kecil maupun besar disuntikkan ke dalam vena
untuk mendapatkan efek yang cepat. Pemberain secara intravena bertujuan
untuk:
1) menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam keadaan hipotenal atau
syok;
2) untuk mengembalikan segera keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh;
3) untuk mendapatkan efek farmakologis yang segera khususnya pada
keadaan darurat;
4) untuk pengobatan infeksi yang serius;
5) pemberian nutrisi secara kontinyu dan
6) untuk mencegah komplikasi yang dapat disebabkan oleh rute parenteral
lainnya
e. Intra-arterial
Rute pemberian ini jarang diaplikasikan untuk sediaan parenteral.
Injeksi intraarterial adalah injeksi yang dilakukan langsung ke dalam arteri
yang akan membeawa obat langsung ke organ sasaran
2.1.3 Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia dan metode mekanik
(Setyawan, 2016).
a. Metode Fisika
2. Sterilisasi dengan panas lembab
Sterilisasi ini mneggunakan uap jenuh dimana mekanisme
pembunuhannya adalah melalui perusakan mikroorganisme dengan
mendenaturasi protein penting untuk pertumbuhan dan atau reproduksi
mikroorganisme. Uap jenuh ini mempunyai aktivitas pembunuhan yang
tinggi dan dapat membunuh semua jenis mikroorganisme termasuk spora
yang resisten dalam waktu 15 menit pada temperature 1210C. Keunggulan
metode ini dibandingkan metode yang lain adalah sederhana dan relatif
murah. Namun banyak bahan yang sensitive terhadap panas lembab
(Setyawan, 2016)..
3. Sterilisasi dengan panas kering
Steriliasi panas kering digunakan untuk bahan yag tahan terhadap
panas misalnya logam, gelas, minyak dan lemak. Mekanisme pembunuhan
mikroorganisme dengan metode ini adalah melalui proses oksidasi
(Setyawan, 2016)
4. Sterilisasi dengan radiasi
Sterilisasi menggunakan radiasi antara lain menggunakan accelerated
electrons dan 60Co. Kerugian dari metode ini antara lain dapat
menyebabkan kerusakan prosuk, ongkos kapital awal yang tinggi dan
keamanannya (Setyawan, 2016).
b. Metode Mekanik
Filtrasi dengan menggunakaan pori yang berukuran maksimal 400 nm
dapat digunakan untuk memperoleh filtrat bebas bakteri. Metode ini
digunakan untuk larutan yang tidak dapat disterilisasi dengan panas
(Setyawan, 2016).
c. Metode Kimia
Senyawa kimia sdapat bersifat sebagai bakteriostatik maupun
bakterisidal. Logam berat mempunyai aktivitas yang tinggi terhadap gugus
sufhidril. Senyawa alkilasi seperti formaldehid dan etilen oksida dapat
mengganti atom H tidak stabil pada gugus –NH2, -OH, -COOH, dan –SH
(Setyawan, 2016).
2.2 Studi Preformulasi Zat Aktif
Nama Resmi : CIPROFLOXACIN
Nama Lain : 1-cyclopropyl-6-fluoro-4-oxo-7-piperazin-1-
ylquinoline-3-carboxylic acid
RM/BM : C17H18FN3O3/ 331.347g/mol
Struktur Molekul :

Pemerian : Ciprofloxacin adalah bubuk kristal berwarna kuning


pudar sampai terang dengan berat molekukul 33,14
g/mol (FDA, 2011)
Kelarutan : Ciprofloxacin larut dalam air, dengan 30.000 mg/L
pada suhu 20% (Nawara, 1997)
Stabilitas : Lindungi dari cahaya, panas berlebihan dan
pembekuan. Untuk menentukan stabilitas fisik dan
kimia siprofloksasin dilarutkan dalam dekstrosa 5%
atau NaCl 0,9% dan disimpan dalam PVC mini bag
berbagai suhu
Suhu : Simpan pada suhu terkendali (15-25°C)
Hidrolisis : Akan terhidrolisis jika adanya molekul oksigen atau
radikal (Doordoer, 2010)
pH : 3,5 – 4,5 (Fagron, 2015)
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan sodium benjoat, propil
paraben, dan metil paraben (Adam, 2012)
Farmakologi : Ciproflokxacin memiliki aktivitas in vitro terhadap
berbagai, mikroorganisme gram negatif. Bakteriasid
ciproflokxacin dicapai melalui penghambatan
topoisomerase II (DNA gyrose) dan topisomerase
IV yang diperlukan bakteri untuk replikasi,
transkripsi, perbaikan dan rekombinasi. Selain itu
ciprofloxacin juga mengganggu proses sintesis
protein pada bakteri (Nowara, 1997)
Kesimpulan : Berdasarkan uraian diatas sediaan ciproflokxacin
akan stabil jika dilarutkan kedalam dextrosa 5%
atau NaCl 0,9% oleh karena itu akan dibuat sediaan
Large Volume Parenteral (Donnely, 2011)
Berdasarkan stabilitasnya, lebih baik dilindungi dari
cahaya, panas berlebih, dan pembekuan kami
menambahkan antioksidan untuk mencegah
ciproflokxaciin beroksidasi. Ciproflokxacin
memilik stabilitas pH 2-4 atau dapat dikatakan
memiliki sehingga tidak diperlukan dapar.
Bentuk zat : Memiliki monogram dalam bentuk anhidrat
(Olivera, 2011)
Sterilisasi : Bahan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air
murni dan water for injection kemudian disterilisasi
menggunkan autoklaf selama 30 menit (Coleman,
2015)
Wadah : Ciproflokxacin akan stabil jika disimpan dalam
bahan yang mengandung PVC pada mini bag
dengan berbagai suhu (Ronald, 2014)
Dosis : Dosis untuk penyakit infeksi saluran kemih dengan
dosis infus intravena 200 mg/hari (Tjay, 2002)
BAB III
PENDEKATAN FO RMULA
3.1 Antioksidan
3.1.1 Natrium Metabisulfit (Basaria, 2014 ; Rowe, 2009)
Nama Resmi : Natrium Metabisulfite
Nama Lain : Disodium disulfite, disodium pyrosulfite, disulfurous
acid, disodium salt.
RM/BM : Na2 S2 O5 / 190,1
Struktur Kimia :

Pemerian : Kristal prismatik yang tidak berwarna atau putih.


Untuk bubuk kristal cream memiliki bau belerang
dioksida dan asam, rasa asin
Stabilitas : Natrium metabisulfit akan teroksidasi menjadi natrium
metabisulfit karena adanya paparan udara, dan adanya
kelembaban
Suhu : 37.000 – 71.000 oC atau 100 – 160 oC
Hidrolisis : Natrium metabisulfit dapat terhidrolisis dalam air
pH : 0.5
inkompatibilitas : Bereaksi dengan simpatomimetik dan lainnya, obat
yang merupakan turunan alkohol orto atau
parahidroksi benzil membentuk turunan asam sulfat
yang memiliki atau sedikit aktifitas farmakologis
Bentuk zat : Memiliki struktur kristal
Bentuk sediaan : Serbuk
Kesimpulan : Natrium metabisulfit digunakan untuk mencegah
adanya oksidasi dari zat aktif, pH yang dimiliki
natrium metabisulfit juga sesuai dengan pH zat aktif
dan tidak memiliki inkompatibilitas dengan zat aktif
Konsentrasi : 0,1 %
3.2 Pengisotonis
3.2.1 NaCl (Moeljanto, 1992 ; Rowe, 2009)
Nama Resmi : Natrium Chloridum
Nama Lain : Natrium klorida
RM/BM : NaCl/32,04
Struktur Kimia :
Na - Cl
Pemberian : Berbentuk bubuk kristal putih atau kristal tidak
berwarna pada kristalisasi tidak mengandung air
Kelarutan : Mudah larut dalam air1 dalam 2,8 bagian
Stabilitas : Stabil dalam larutan tetapi dapat menyebabkan
pemisahan partikel kaca pada jenis wadah kaca
tertentu
pH : 4,5-7
Suhu : Stabil sampai suhu 100 oC
Hidrolisis : Merupakan elektrolit kuat (bisa terhidrolisis)
Inkompatibilitas : Korosif terhadap besi dan bereaksi untuk membentuk
endapan dengan garam perak, timah, dan merkuri
Bentuk zat : Bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih
Bentuk sediaan : Larutan
Kesimpulan : Natrium klorida digunakan sebagai bahan pengisotonis
Konsentrasi : 0,794 %
3.3 Pelarut
3.3.1 Asam Laktat (Ferdaus, 2008 ; Lewis, 2007 ; Meds, 2015 ; Rowe, 2009)
Nama resmi : Asam Laktat
Nama Lain : lactic acid
RM/BM : C3H6O3 / 90,08
Struktur Kimia :

Pemerian : Asam laktat adalah cairan yang praktis tidak berbau,


tidak berwarna atau sedikit berwarna kuning, kental,
higroskopis dan tidak mudah menguap
Kelarutan : Larut dengan etanol (95%) eter dan air praktis tidak
larut dalam kloroform
Stabilitas : Asam laktat bersifat higroskopis dan akan membentuk
produk kondensasi seperti asam polilaktat yang kontak
dengan air. Pada suhu tinggi asam laktat membentuk
aktif yang siap dihidrolisis kembali menjadi asam
laktat
pH : < 1 OC
Suhu : Spesifik gravits 15 OC
Hidrolisis : Hidrolisis terjadi mulai pada suhu 30-400 OC
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan zat pengoksidasi iodida dan
albumin bereaksi hebat dengan asam fluorida dan
asam nitrat
Bentuk zat : Kristal berwarna kuning
Bentuk sediaan : Cairan yang tida berbau
Kesimpulan : Berdasarkan data diatas tidak terdapat inkompatibilitas
dengan zat aktif maupun bahan tambahan yang
digunakan
Konsentrasi : 0,1 %
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.1 Formula
4.1.1 Formula
R/
Ciprofloxacin 200 mg/100 mL

Natrium Metabisulit 0,1 %

Asam Laktat 0,09 %

NaCl 0,794 %

Water For Injection ad 100 %

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Dosis
Dosis untuk infeksi saluran kemih (ISK) adalah 200 mg/hari = 2 mg/24 jam =
8,3 mg/jam. Jika diibaratkan rata-rata berat badan 60 kg, maka :
200 mg
8,3 mg/jam x 100 mL = 16,6 mL/jam

= 0,27 mL/menit

1 mg 0,27 mL
= 20 tetes = x

x = 5 tetes/menit
4.2.2 Perhitungan Bahan
R/
Ciprofloxacin 200 mg/100 mL
Natrium Metabisulit 0,1 %
Asam Laktat 0,09 %
NaCl 0,794 %
HCl q.s
Water For Injection ad 100 %
 Volume WFI yang dilebihkan 100 + 2 %
200 mg
Ciprofloxacin x 100 mL = 0,1 gr
100 mL
0,1
Natrium Metabisulit x 100 mL = 0,1 gr
100
0,09
Asam Laktat x 100 mL = 0,09 gr
100
0,794
NaCl x 100 mL = 0,794 gr
100

Water For Injection ad = 100,02 – (0,1 + 0,1 + 0,09 + 0,794)


= 100,02 – 1,3

= 98,72 mL4.2.4

4.2.3 Perhitungan Tonisitas

1. C17H18FN2O3 = (Non-elektrolit)
tf = Liso x C
gr 1000
= 1,9 x mr x 1 V
10,2 1000
= 1,9 x 331,35 x 1 100

= 0,0114
Z.A = g/L x tf
= 2 gr x 0,0114
= 0,023

2. Na2S2O5
tf = Liso x C
gr 1000
= 3,4 x mr x 1 V
0,1
= 3,4 x 190,095 x 10

= 0,018
Z.A = g/L x tf
= 1 gr x 0,018
= 0,018

3. C3H6O3
tf = Liso x C
gr 1000
= 2,0 x mr x 1 V
0,1 1000
= 3,4 x 90,08 x 100

= 0,02

Z.A = g/L x tf


= 1 gr x 0,02
= 0,02

C17H18FN2O3 = 0,023
Na2S2O5 = 0,018
0,02
C3H6O3 = +
0,064

(Hipotonis)
4. NaCl = 0,52 – 0,061
= 0,495
0,495
NaCl = x 0,9 %
0,52

= 0,794 %
= 7,94 mg/mL
4.2.4 Perhitungan Osmolaritas
1. C17H18FN2O3 = C17H18+ + FN3O3-
(Ciprofloxacin BM = 331,35)
g

M Osmo / L = BMl x 1000 x 2
2
= 331,35 x 1000 x 2

= 12,07

C17H18+ FN3O3-
1⁄ x 22,17 = 6,03 1⁄ x 22,17 = 6,03
2 2
2. Na2S2O5 = 2Na + S2O52-
(Natrium Metabisulfit BM = 190,095)
g

M Osmo / L = BMl x 1000 x 4
1
= 190,095 x 1000 x 4

= 21,042

2Na2+ S2O52-
2⁄ x 21,04 = 10,52 2⁄ x 21,04 = 10,52
4 4
3. C3H6O3 = C3H6+ + O3-
(Asam Laktat BM = 90,08)
g

M Osmo / L = BMl x 1000 x 2
1
= 90,08 x 1000 x 2

= 22,2

C3H6+ C3 -
1⁄ x 22,2 = 11,1 1⁄ x 22,2 = 11,1
2 2
4. NaCl = Na+ + Cl-
(NaCl BM = 58,44)
g
⁄l
M Osmo / L = x 1000 x 2
BM
7,94
= 58,44 x 1000 x 2

= 271,173

Na+ Cl-
1⁄ x 271,173 = 135,9 1⁄ x 271,173 = 135,9
2 2

=
C17H18 6,03
N3O32- =
6,03
2Na+ =
10,52
S2O52- =
10,52
C3H6+ = 11,1
O32- = 11,1
Na+ = 135,9
135,9
Cl- = 326,48

(Isotonis)
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1 Cara Kerja
5.1.1 Grey Area
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Disterilkan alat dan bahan yang digunakan sesuai dengan cara sterilisasi
bahan yang sesuai
3. Gunting disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 160oC
4. Alat yang terbuat dari kaca disterilkan pada air mendididh 100oC selama 10-
20 menit
5. Spatula disterilkan menggunakan api bunsen hingga berwarna merah
6. Semua bahan yang digunakan ciprofloxacin, NaCl, asam laktat, dan HCL
disterilisasi dengan cara filtrasi. Dengan membasahi serbuk dengan air injeksi
murni
5. 1.2 Grey Area (Penimbangan)
1. Penimbangan bahan dilakukan dengan cara hati-hati karena bahan-bahan yang
digunakan telah disterilkan
2. Zat aktif ciprofloxacin ditimbang sebanyak 0,2 gram
3. Natrium metabisulfit ditimbang sebanyak 0,1 gram dan asam laktat sebanyak
0,1 gram
5.1.2 White Area
1. Dibuat larutan A ciprofloxacin dan asam laktat dan dilarutkan dalam air untuk
injeksi
2. Dibuat larutan B natrium klorida dalam jumlah yang telah ditimbang
dilarutkan dalam air untuk injeksi
3. Larutan A dicampur kedalam larutan B dan ditambahkan volume akhir air
injeksi
5.2 Evaluasi
5.2.1 Uji bahan partikulat
Memanfaatkan sinar penghamburan cahaya. Jika tidak memenuhi
batas yang diperlukan maka dilakukan pengujian mikroskopis. Pengujian
mikroskopis ini menghitung bahan partikulat subvibe, setelah dikumpulkan
pada penyaring membran. Syaratnya yaitu jumlah partikel : >50µm: negatif;
>25µm: 4000; >10µm: <10000
5.2.2 Penetapan pH
Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter)
yang telah dilakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur pH
sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang elektroda kaca
dan elektorda pembanding yang sesuai. Syaratnya yaitu pH sediaan sesuai
dengan syarat pH zat aktif
5.2.3 Uji kejernihan
Uji kejernihan untuk larutan steril dengan menggunakan latar belakang
putih dan hitam dibawah cahaya untuk melihat ada tidaknya partikel viabel.
Syaratnya yaitu tidak ditemukan adanya pengotor
5.2.4 Uji kebocoran
Untuk cairan bening tidak berwarna wadah tahapan tunggal yang
masih panas setelah disterilkan dimasukan kedalamlarutan metilen biru 0,1%.
Jika wadah bocor metilen biru akan masuk sehingga larutan akan berwarna
biru. Syaratnya yaitu sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak
menjadi biru dan kertas saring atau kapas tidak basah
5.2.5 Uji sterilitas
Dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi
bahan uji menggunakan cara inkubasi langsung atau filtrasi aseptik. Syaratnya
yaitu tidak ada pertumbuhan mikroba setelah inkubasi selama 14 hari.
5.2.6 Uji pirogen untuk volume penyuntikan >10 ml
Pengukuran suhu kelinci setelah penyuntikan larutan IV. Syaratnya
yaitu tidak ada kelinci menunjukan kenaikan suhu 0,5 oC atau lebih.
5.2.7 Penetapan potensi antibiotik
Untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil
Jenis
No Prinsip Hasil Syarat
Evaluasi
Pengukuran pH cairan uji
menggunakan potensiometri
(pH meter) yang telah
dilakukan sebagaimana
mestinya yang mampu Ph = 10 pH sediaan sesuai
Penetapan
1. mengukur pH sampai 0,02 dengan syarat pH
pH
unit pH menggunakan zat aktif
elektrode indikator yang
elektroda kaca dan
elektorda pembanding yang
sesuai.

uji kejernihan untuk larutan


steril dengan menggunakan Tidak adanya
Uji
latar belakang putih dan pengotor tidak ditemukan
2. kejerniha
hitam dibawah cahaya adanya pengotor
n
untuk melihat ada tidaknya
partikel viabel

untuk cairan bening tidak


berwarna wadah tahapan Sediaan
tunggal yang masih panas memenuhi syarat
Sediaan tidak
setelah disterilkan jika larutan dalam
Uji menjadi biru
3. dimasukan kedalamlarutan wadah tidak
kebocoran
metilen biru 0,1%. Jika menjadi biru dan
wadah bocor metilen biru kertas saring atau
akan masuk sehingga kapas tidak basah
larutan akan berwarna biru

6.2 Pembahasan
Menurut Lukas (2006) sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaaan
farmasi yang banyak dipakai, terutama saat pasien dirawat di rumah sakit. Sediaan
steril sangat membantu pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka
terbuka yang harus diobati, dan sebagainya. Salah satu sediaan steril yaitu sediaan
parenteral yang terdiri atas parenteral volume kecil (small volume parenteral) dan
parenteral volume besar (large volume parenteral). Sediaan parenteral adalah bentuk
sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Pada praktikum kali ini, dibuat sediaan parenteral volume besar yaitu infus
dengan zat aktif ciprofloxacin serta beberapa zat tambahan seperti natrium
metabisulfit sebagai antioksidan, asam laktat sebagai pelarut, NaCl sebagai
pengisotonis, HCl sebagai adjust pH dan air pro injeksi sebagai pembawa. Sediaan
yang telah diformulasikan kemudian dievaluasi menggunakan beberapa uji,
diantaranya uji penetapan pH, uji kejernihan serta uji kebocoran.
6.2.1 Penetapan pH
Menurut Dirjen POM (1995), penetapan pH dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Uji
penetapan dilakukan dengan mencelupkan kertas pH pada sediaan kemudian dilihat
apakah pH sediaan sesuai dengan pH zat aktif. Setelah dilakukan uji penetapan pH
diperoleh nilai pH yaitu 10. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pH zat aktif.
Dimana menurut Coolmand et al (2015), pH ciprofloxacin adalah 3,5-4,5. Adanya
ketidaksesuaian antara hasil evaluasi pH pada saat praktikum dengan literatur yang
ada, di sebabkan karena tidak adanya penggunaan dapar pada sediaan atau mungkin
terdapat beberapa faktor lain sehingga menjadikan pH dari sediaan ini tidak sesuai
dengan pH target.
6.2.2 Uji Kejernihan
Menurut Agoes (2009), uji kejernihan dilakukan dengan tujuan untuk
memastikan bahwa setiap sediaan harus jernih dan bebas pengotor. Uji kejernihan
dilakukan dengan cara wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki
pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor
berwarna. Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh tidak
ditemukan adanya pengotor. Hal ini sesuai dengan syarat uji kejernihan dimana
menurut Agoes (2009) memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
6.2.3 Uji kebocoran
Menurut Agoes (2009) uji kebocoran dilakukan dengan tujuan memeriksa
keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Uji
kebocoran dilakukan dengan memasukkan sediaan ke dalam larutan metilen biru
0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam
wadah karena adanya perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akan berubah menjadi warna biru. Dari hasil evaluasi
yang telah dilakukan, sediaan tidak berubah warna menjadi biru. Hal ini sesuai
dengan syarat uji kebocoran dimana menurut Agoes (2009) sediaan memenuhi syarat
jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa cara
pembuatan sediaan parenteral berupa sediaan LVP (large volume parenteral) dengan
menggunakan Ciprofloksasin sebagai zat aktif, dengan zat tambahan Natrium
metabisulfit, Asam laktat, NaCl dan pembawa Air pro injeksi dengan cara melakukan
sterilisasi alat dan bahan serta mengikuti prosedur kerja yang sesuai, kemudian
dimasukan kedalam wadah dan kemasan yang telah disediakan.
Hasil evaluasi sediaan diperoleh pH dari sediaan yaitu 10, hal ini tidak sesuai
dengan pH yang diinginkan dikarenakan oleh beberapa faktor kesalahan. Selain itu,
dari hasil uji kebocoran tidak terdapat kebocoran pada wadah sediaan. Pada uji
partikulat tidak ditemukan partikulat pada sediaan.
7.2 Saran
1. Asisten
Diharapkan asisten senantiasa mendampingi praktikan agar tidak terjadi
kesalahan pada saat praktikum berlangsung.
2. Laboratorium
Perlu adanya penambahan sarana dan prasarana laboratorium agar lebih
lengkap sehingga jalannya praktikum dapat efisien, baik dalam waktu maupun
hasilnya.
3. Jurusan
Perlu peningkatan fasilitas dan infrastruktur laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Elsadig. 2012. Stability Study of Coprofloxacin Hydrochloride. Pelagia
Research Library.
Agoes, G. 2009. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB, Bandung.

Ansel, H, C. 1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi, edisi ke-4. Jakarta: UI

Basaria, dkk. 2014. Berbagai cara pengawetan. Medan : ADKL

Colemand, et al. 2015. Sterilization Of Ciprfoloxacin Compositon. Us patent

Coolmand et al. 2015. Sterilization of Ciprofloxacin Composition. US Potent

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI
Donnelly, Ronald. 2011. Stability Of Ciprofloxacin Polivinylchloride Mini Bags.
CjHP Vol. 64 No.4
FDA. 2011. Ciprofloxacin For Intravenous Infusion.

Ferdaus, oku. 2008. Pengaruh pH, konsentrasi substrat penambahan kalsium


karbonat. Surabaya : Jurusan teknik kimia
Kamienski, M., Keogh, J., 2015, Farmakologi Demystrified, Diterjemahkan dari
Bahasa Inggris oleh Sandhi, A., Rapha Publishing, Yogyakarta, hal. 346-
356.
Lewis, R.J. 2007. Howlegs condensed chemical dictionsry 15 th edition. New york:
Inc ny
Lukas, Stefanus., 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: C.V. Andi Offset. Muchid,
Abdul.
Medscape. 2015. Medscape reference. Aplikasi medscape. Diakses bulan maret 2019

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan pengolahan hasil. Jakarta : Penebar Swadaya

Nowara, et al. 1997. Journal Agric Food Chem.


Olivera et al. 2011. Bioaver Monografi For Ciprofloxacin. Journal of
pharmacheutical
Priyambodo, B . 2007. Menejemen farmasi industri. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama
Rowe, R.C. et al. 2009. Handbook of pharmaceutical exipients 6 th edition. London :
The Pharmaceutical press
Lampiran Evaluasi

Uji pH Uji Kejernihan Uji Kebocoran


Lampiran Alat dan Bahan
1. Alat

Gelas Kimia Gelas Ukur Kaca Arloji

Lampu Bunsen Oven Penjepit kurs

Pipet Spatula Timbangan Neraca


Analitik
2. Bahan

Aqua Pro Injeksi Asam Laktat Ciproflokxacin

Natrium
Metabisulfit
Lampiran Diagram Alir
a. Cara Kerja
1. Grey Area

Grey Area

- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


- Disterilkan alat dan bahan yang digunakan sesuai dengan cara
sterilisasi bahan yang sesuai
- Disterilkan gunting dengan menggunakan oven pada suhu 160OC
- Dididihkan alat yang terbuat dari kaca disterilkan pada air mendidih
100OC selama 10-20 menit
- Disterilkan spatula menggunakan api bunsen hingga berwarna merah
- Diamati hewan coba selama 15 menit dan 30 menit
- Semua bahan yang digunakan ciprofloxacin, NaCl, asam laktat, dan
HCL disterilisasi dengan cara filtrasi. Dengan membasahi serbuk
dengan air injeksi murni

Hasil Sterilisasi

2. Grey Area (Penimbangan)

Grey Area
(Penimbangan)
 Penimbangan bahan dilakukan dengan cara hati-hati karena bahan-
bahan yang digunakan telah disterilkan
 Ditimbang zat aktif ciprofloxacin sebanyak 0,2 gram
 Ditimbang natrium metabisulfit sebanyak 0,1 gram dan asam laktat
sebanyak 0,1 gram

Hasil
Penimbangan
3. White Area

White Area

 Dibuat larutan A ciprofloxacin dan asam laktat dan dilarutkan dalam


air untuk injeksi
 Dibuat larutan B natrium klorida dalam jumlah yang telah ditimbang
dilarutkan dalam air untuk injeksi
 Dicampur larutan A kedalam larutan B dan ditambahkan volume akhir
air injeksi

Large Volume
Parenteral
(Ciprofloxacin)

Anda mungkin juga menyukai