TINJAUAN PUSTAKA
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu unit terpenting dalam
kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke
tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF harus mampu
melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Adapun kewajiban pedagang besar farmasi menurut SK Menkes 1191 tahun 2002 :
1. PBF dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu.
2. PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, dan alat kesehatan dari sumber yang
sah.
3. Setiap pergantian penanggung jawab wajib lapor (max 6 bulan) kepada Ka
Kanwil setempat.
4. PBF dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang
memadai untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
5. Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu dan
keamanannya.
6. PBF wajib melaksanakan dokumentasi selama kegiatan berjalan.
7. Untuk PBF penyalur BBO wajib menguasai laboratorium pengujian.
8. Untuk setiap perubahan kemasan BBO dari kemasan aslinya, wajib dilakukan
pengujian laboratorium.
9. Setiap pendirian cabang PBF di propinsi wajib lapor kepada Ka Kanwil
setempat dengan tembusan kepada Dit. Jend. Dan kepala BPOM.
Tugas Dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi Menurut Permenkes No. 34 Tahun
2014
Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sebagai berikut (Indah Puji, 2014:30):
1. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu dan kemana petugas dan
lingkungan dalam melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan tertentu.
2. Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, dan supervisor.
3. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian menghindari dan mengurangi
konflik), keraguan, duplikasi serta pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.
4. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan.
5. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien dan efektif.
6. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas yang terkait.
7. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksanaan proses kerja bila terjadi suatu
kesalahan atau dugaan mal praktek dan kesalahan administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi
rumah sakit dan petugas.
8. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan.
9. Sebagai dokumen sejarah bila telah di buat revisi SOP yang baru.
C. Fungsi SOP
1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
2. Sebagai dasar hokum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
Jenis-Jenis SOP
Berdasarkaan sifat kegiatannya, SOP dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu
1. SOP Teknis
SOP Teknis, adalah prosedur standar yang sangat rinci dari kegiatan yang dilakukan oleh satu
orang aparatur atau pelaksana dengan satu peran atau jabatan. Setiap prosedur diuraikan dengan
sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. SOP teknis ini biasanya
dilaksanakan oleh satu orang atau satu kesatuan tim kerja. SOP Teknis berisi langkah-langkah rinci
atau cara melakukan pekerjaan atau langkah detail melaksanakan pekerjaan. Dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan SOP teknis diterapkan pada bidang-bidang yang dilaksanakan oleh
pelaksana tunggal seperti: pemeliharaan sarana-prasarana, pemeriksaan keuangan, kearsipan,
korespondensi, dokumentasi dan lainnya.
2. SOP Administratif
SOP Administratif, adalah prosedur standar yang bersifat umum dan tidak rinci dari kegiatan
yang dilakukan oleh lebih dari satu orang aparatur atau pelaksana dengan lebih dari satu peran atau
jabatan.
Ciri-ciri SOP Administratif adalah sebagai berikut:
1. Pelaksana kegiatan berjumlah banyak atau lebih dari satu aparatur atau lebih dari satu jabatan dan
bukan merupakan satu kesatuan tunggal.
2. Berisi tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan atau langkah pelaksanaan kegiatan yang bersifat makro
ataupun mikro yang tidak menggambarkan cara melakukan kegiatan.
3. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan lingkup makro, SOP administratif dapat
digunakan untuk proses-proses perencanaan, penganggaran, dan lainnya, atau secara garis besar
proses-proses dalam siklus penyelenggaraan administrasi pemerintahan. SOP administratif dalam
lingkup mikro, disusun untuk proses-proses administratif dalam operasional seluruh instansi
pemerintah, dari mulai tingkatan unit organisasi yang paling kecil sampai pada tingkatan organisasi
yang tertinggi, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.