Anda di halaman 1dari 34

Makalah Anatomi Fisiologi Manusia II

Sistem Muskokeletal

DOSEN
Mira Febrina,M.Sc,Apt

DISUSUN OLEH:
1 Dhea Rizky Wannisah Putri ( 1501007 )
2 Idhadi Putra ( 1501021 )
3 Lovina Aldelyn ( 1501026 )
4 Mentari ( 1501029 )
5 Putri Lestari ( 1501036 )
6 Tiara Laras Suci ( 1501047)
7 Uswatun Hassanah ( 1501049 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke khadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan judul Sistem Muskokeletal ini
dengan baik
Karya ilmiah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah banyak
di kenal masyarakat yang kami rangkum menjadi satu kesatuan. Karya ini di harapkan
mampu membantu kami dan anda sekalian yang membacanya untuk memperdalam
pemahaman tentang sistem muskkokeletal dan segala yang bersangkutan dengannya. Selain
itu, karya ini juga di harapkan dapat menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan untuk
membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing kami. Sebagai penyusun kami begitu
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu kami nantikan untuk
pengembangan dan kesempurnaan makalah ini agar menjadi layak untuk di pelajari.

Pekanbaru, Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1........................................................................................................................................Latar
Belakang........................................................................................................................1
1.2........................................................................................................................................Rum
usan Masalah.................................................................................................................1
1.3........................................................................................................................................Tuju
an Penulisan...................................................................................................................2
BAB II ISI
2.1. Pengertian Sistem Muskokeletal..................................................................................3
2.2. Muskulus(Otot).............................................................................................................3
2.2.1. Otot....................................................................................................................3
2.2.2. Tendon...............................................................................................................7
2.2.3. Ligamen.............................................................................................................7
2.3. Skeletal(Rangka)
2.3.1. Fungsi Rangka...................................................................................................8
2.3.2. Klasifikasi Tulang..............................................................................................8
2.3.3. Histologi Tulang................................................................................................12
2.3.4. Sifat Dinamis Tulang.........................................................................................16
2.3.5. Perkembangan dan Pertumbuhan Tulang..........................................................22
2.3.6. Suplai Darah dan Persyarafan............................................................................26
2.3.7. Hubungan Antar Tulang.....................................................................................29
2.4. Kelainan Pada Sistem Muskokeletal............................................................................30
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................32
3.2. Saran.............................................................................................................................32
Daftar Pustaka......................................................................................................................33

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Baik disadari maupun tidak, tubuh manusia selalu melakukan gerak. Bahkan
seseorang yang memiliki ketidaksempurnaan alat gerak pun tetap melakukan gerak. Saat
tersenyum, mengedipkan mata, atau bernapas sesungguhnya telah terjadi gerak yang
disebabkan oleh kontraksi otot. Dalam satu hari, banyak aktivitas yang kita lakukan,
misalnya mandi, makan, berjalan, berlari, berolahraga, dan sebagainya. Manusia dapat
melakukan segala macam aktivitas bergerak itu karena dia memiliki sistem organ gerak
yaitu sistem muskuloskeletal.
Gerak adalah suatu tanggapan terhadap rangsangan baik dari dalam maupun dari luar.
Gerak tidak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melelui mekanisme yang rumit dan
melibatkan banyak bagian tubuh.
Gerak pada manusia disebabkan oleh kontraksi otot yang menggerakkan tulang. Jadi,
gerak merupakan kerjasama antara tulang dan otot. Maka dari itu, tubuh manusia terdapat
sistem muskuloskeletal yang berperan dalam situasi tersebut. Muskuloskeletal terdiri dari
otot dan tulang. Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot,
sedangkan otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang.
Susunan tulang atau skelet (kerangka) merupakan salah satu unsure sistem penegak
dan penggerak tulang-tulang manusia yang dihubungkan satu dengan yang lain melalui
sambungan dengan tulang atau persendian sehingga terbentuk kerangka yang merupakan
sistem lokomotor pasif, selanjutnya akan diatur oleh alat-alat lokomtif aktif dari otot.
Sistem skelet ini berfungsi untuk memberikan bentuk pada tubuh sehingga terlihat
bentuk yang sangat sempurna dibandingkan makhluk lain, menahan seluruh tubuh supaya
tidak roboh, dan tampak kuat dan kekar, melindungi alat yang lunak dan penting seperti
otak, jantung dan paru-paru, dan tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh dengan
perantaraan otot, serta tempat pembuatan sel darah merah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem muskokeletal?
2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari sistem muskokeletal?
3. Bagaimana Klasifikasi tulang?
4. Bagaiamana Histologi tulang?
5. Apa yang dimaksud dengan sifat dinamis tulang?

1
6. Apa yang dimaksud dengan sistem muskulus serta pembagiannya?
7. Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan tulang?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sistem muskokeletal
2. Untuk mengetahui anataomi dan fisiologi sistem muskokeletal
3. Untuk mengetahui klasifikasi tulang
4. Untuk mengetahui histologi tulang
5. Untuk mengetahui sifat dinamis tulang
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud sistem muskulus serta pembagiannya
7. Untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan tulang

BAB II
ISI
2.1. Pengertian Sistem Muskokeletal

Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh. Ilmu
yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot tubuh adalah Myologi.
Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang
muskulo atau jaringan otot-otot tubuh adalah Osteologi.

2
Sistem muskoletal adalah sistem yang memberikan dukungan bagi tubuh yang
bertanggung jawab terhadap pergerakan yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang
tulang yang membentuk rangka (skelet)
Muskuloskeletal terdiri atas :

Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen


Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi

2.2. Muskulus(otot)
Sistem musculus terbagi menjadi otot,tendon dan ligamen.
2.2.1. Otot
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
Otot membentuk 40-50% berat badan; kira-kira1/3-nya merupakan protein
tubuh dan -nya tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit.
Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari :
1. Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi
fascia yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot,
memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat
peredaran darah dan saraf.
2. Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung.
3. Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan ikat
dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan
sebagai berikut.
a. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi.
b. Inersio. Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika
otot berkontraksi.
A. Fungsi Sistem Otot

3
1. Pergerakan
Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat
dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur
Otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam
posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas
Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mepertahankan suhu tubuh normal.
B. Ciri-Ciri Sistem Otot
Otot memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika sedang
berelaksasi. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang melakukan kegiatan. Relaksasi
otot terjadi jika otot sedang beristirahat. Dengan demikian otot memiliki 3
karakter, yaitu:
1. Kontrakstilitas, yaitu serabut otot berkontraksi dan menegang, otot
menjadi lebih pendek dari ukuran semula.
2. Ekstensibilitas, yaitu serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks (memanjang).
3. Elastisitas, yaitu serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.

C. Jenis-Jenis Otot
1. Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
a. Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah
dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot paha,
otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat
Struktur mikroskopis otot skelet/rangka yaitu Memiliki bentuk sel yang
panjang seperti benang/filament. Setiap serabut memiliki banyak inti yang
terletak di tepi dan tersusun di bagian perifer. Serabut otot sangat panjang,
sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron
sampai 100 mikron.
b. Otot Polos

4
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga
seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada
sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi
darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos yaitu memiliki bentuk sel otot
seperti silindris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. Serabut sel ini
berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah).
Memiliki satu buah inti sel yang terletak di tengah sel otot dan mempunyai
permukaan sel otot yang polos dan halus/licin.
c. Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung. Bekerja
terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. Memilki banyak inti sel yang terletak di
tepi agak ke tengah. Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron dan
diameternya sekitar 15 mikron.

Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung

2. Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :


a. Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan. Contohnya:
1) Ekstensor (meluruskan) dengan fleksor (membengkokkan), misalnya otot
bisep dan otot trisep.
2) Depressor (gerakan ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas),
misalnya gerak kepala menunduk dan menengadah.
b. Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya pronator
teres dan pronator kuadrus

5
D. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi otot
yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa kontraksi
terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot kontraktil yang
berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai membentuk
miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot
berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak.
Saat berkontraksi, otot membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen
diberikan oleh darah, sedangkan energi diperoleh dari penguraian ATP (adenosin
trifosfat) dan kreatinfosfat. ATP terurai menjadi ADP (adenosin difosfat) +
Energi. Selanjutnya, ADP terurai menjadi AMP (adenosin monofosfat) + Energi.
Kreatinfosfat terurai menjadi kreatin + fosfat + energi. Energienergi ini semua
digunakan untuk kontraksi otot.
Kerja Otot

Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)


Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)
Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)
Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)
Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)
Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)

2.2.2. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat
dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau
otot dengan otot.

6
Tendon Tendon
2.2.3. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan
jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus
tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.

Beberapa tipe ligamen :

Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya
pergerakan
Ligamen jaringan elastik kuning.
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus
dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.

2.3. Skeletal(Rangka)

Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk
mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa
tulang.
2.3.1. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.

7
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
2.3.2. Klasifikasi Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
a) Tulang Rawan (kartilago)
Ada 3 macam tulang rawan, yaitu:
(1) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang pipa.
(2) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan (tl.
Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
(3) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan
faring.
b) Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis
tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas ke
dalam kanalikuli tulang kompak.
Secara mikroskopis tulang terdiri dari :
c) Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran
limfe
d) Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris
e) Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan-lempengan yang
mengandung sel tulang)
f) Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai
ke osteon)
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran panjangnya
terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan
ruas-ruas tulang belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar. Contohnya
os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk yang tak
tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
A. Rangka Aksia

8
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
1) Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8 tulang
kranial dan 14 tulang fasial.
Tulang kranial membungkus dan melindungi otak, terdiri dari:
Tulang baji (sfenoid) : 1 buah
Tulang tapis (etmoid) : 1 buah
Tulang pelipis (temporal) : 2 buah
Tulang dahi (frontal) : 1 buah
Tulang ubun-ubun (parietal) : 2 buah
Tulang kepala belakang (oksipital) : 1 buah
Tulang fasial membentuk wajah, terdiri dari:
Tulang rahang atas (maksila) : 2 buah
Tulang rahang bawah (mandibula) : 2 buah
Tulang pipi (zigomatikus) : 2 buah
Tulang langit-langit (palatinum) : 2 buah
Tulang hidung (nasale) : 2 buah
Tulang mata (lakrimalis) : 2 buah
Tulang pangkal lidah (Konka inferor) : 1 buah
2) Tulang Pendengaran (Auditory), terdiri dari:
Tulang martil (maleus) : 2 buah
Tulang landasan (inkus) : 2 buah
Tulang sanggurdi (stapes) : 2 buah
3) Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara laring
dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut dan lidah: 1
buah
4) Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan gerakan,
misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang berjumlah 26 buah
yang terdiri dari
Tulang leher (servikal) : 7 buah
Tulang punggung (dorsalis) : 12 buah
Tulang pinggang (lumbal) : 5 buah
Tulang kelangkang (sakrum) : 1 buah

9
Tulang ekor (koksigea) 4 ruas berfusi menjadi satu : 1 buah
5) Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan tulang
dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting yang terdapat di
dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga berhubungan dengan
tulang belakang, berjumlah 12 ruas, terdiri dari :
Tulang Rusuk Sejati (costae vera) : 7 pasang
Tulang Rusuk Palsu (costae spuria) : 3 pasang
Rusuk Melayang (costae fliktuantes) : 2 pasang
6) Tulang Dada (sternum) terdiri atas tulang-tulang yang berbentuk pipih,
antara lain:
Tulang hulu (manubrium) : 1 buah
Tulang badan (gladiolus) : 1 buah
Tulang bahu pedang (sifoid) : 1 buah
(ketiganya bergabung menjadi satu buah tulang dada)

B. Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-tulang
bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri atas 126
tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki.
Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian, yaitu :
1) Ektremitas Atas, yaitu terdiri dari tulang bahu dan tulang anggota gerak atas.
b) Tulang bahu, terdiri atas dua bagian:
Tulang belikat (skapula) : 2 buah
Tulang selangka (klavikula) : 2 buah
c) Tulang anggota gerak atas, terdiri dari:
Tulang lengan atas (humerus) : 2 buah
Tulang hasta (ulna) : 2 buah
Tulang pengumpil (radius) : 2 buah
Tulang pergelangan tangan (karpal) : 16 buah
(8 pada tiap tangan)
Tulang tapak tangan (metakarpal) : 10 buah
(5 pada tiap tangan)
Tulang jari-jari (phalanges) : 28 buah
(2 kali 14 ruas jari)
2) Ektremitas Bawah, yaitu terdiri dari tulang panggul dan tulang anggota gerak
bawah.
a) Tulang panggul (pelvis), terdiri atas tiga bagian:
Tulang usus (ileum) : 2 buah
Tulang duduk (iskhium) : 2 buah
Tulang kemaluan (pubis) : 2 buah

10
b) Tulang anggota gerak bawah, terdiri dari:
Tulang paha (femur) : 2 buah
Tulang tempurung lutut (patela) : 2 buah
Tulang betis (fibula) : 2 buah
Tulang kering (tibia) : 2 buah
Tulang pergelangan kaki (tarsal) : 14 buah
(7 pada tiap kaki)
Tulang tapak kaki (metatarsal) : 10 buah
(5 pada tiap kaki)
Tulang jari kaki (phalanges) : 28 buah
(2 kali 14 ruas jari)

2.3.3. Histologi Tulang


Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix
kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi
kaku dan kuat.
A. Sel Sel Penyusun Tulang
1) Osteobast, merupakan sel tulang muda yang menghasilkan jaringan
osteosit dan mengkresikan fosfatase dalam pengendapan kalsium dan
fosfat ke dalam matriks tulang.
2) Osteosit, yaitu sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukaran kimiawi melaui tulang yang padat
3) Osteoclast, yaitu sel-sel yang dapat mengabsorbsi mineral dan matriks
tulang.
4) Sel osteoprogenitor , sel mesenchimal primitive yang menghasilkan
osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada permukaan
dalam jaringan tulang.
Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana
otot-otot skeletal menempel sehingga memungkinkan terjadinya
pergerakan.
Tulang juga berperan dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium.
Kebanyakan tulang memiliki lapisan luar tulang kompak yang kaku
dan padat.
Tulang dan kartilago merupakan jaringan penyokong sebagai bagian
dari jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki perbedaan pokok
antara lain :
1. Tulang memiliki system kanalikuler yang menembus seluruh
substansi tulang.

11
2. Tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel
tulang.
3. Tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi. Substansi
interseluler tulang selalu mengalami pengapuran.
B. Struktur Makroskopik Tulang
Pada potongan tulang terdapat 2 macam struktur :
a. Substantia spongiosa (berongga)
b. Substantia compacta (padat)
Bagian diaphysis tulang panjang yang berbentuk sebagai pipa
dindingnya merupakan tulang padat, sedang ujung-ujungnya sebagian besar
merupakan tulang berongga yang dilapisi oleh tulang padat yang tipis.
Ruangan dari tulang berongga saling berhubungan dan juga dengan rongga
sumsum tulang.
C. Jenis Jaringan Tulang
Secara histologis tulang dibedakan menjadi 2 komponen utama, yaitu :
a. Tulang muda/tulang primer
b. Tulang dewasa/tulang sekunder
Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi tulang primer
mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang
sekunder tersusun secara teratur

a. Jaringan Tulang Primer


Dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan
kerusakan tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang
primer yang bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang
sekunder . Jaringan tulang ini berupa anyaman, sehingga disebut sebagai
woven bone. Merupakan komponen muda yang tersusun dari serat kolagen
yang tidak teratur pada osteoid. Woven bone terbentuk pada saat osteoblast
membentuk osteoid secara cepat seperti pada pembentukan tulang bayi dan
pada dewasa ketika terjadi pembentukan susunan tulang baru akibat keadaan
patologis.
Selain tidak teraturnya serabut-serabut kolagen, terdapat ciri lain untuk
jaringan tulang primer, yaitu sedikitnya kandungan garam mineral sehingga
mudah ditembus oleh sinar-X dan lebih banyak jumlah osteosit kalau
dibandingkan dengan jaringan tulang sekunder.

12
Jaringan tulang primer akhirnya akan mengalami remodeling menjadi
tulang sekunder (lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan
resilien.Karena itu pada tulang orang dewasa yang sehat itu hanya terdapat
lamella saja.

b. Jaringan Tulang Sekunder


Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga
sebagai lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan
paralel kolagen yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella.
Ciri khasnya : serabut-serabut kolagen yang tersusun dalam
lamellae(lapisan) setebal 3-7m yang sejajar satu sama lain dan melingkari
konsentris saluran di tengah yang dinamakan Canalis Haversi. Dalam Canalis
Haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf dan diisi oleh jaringan
pengikat longgar.
Keseluruhan struktur konsentris ini dinamai Systema Haversi atau
osteon. Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau
kadang-kadang di dalam lamella.
Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen berjalan sejajar secara
spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen yang berada dalam
lamellae di dekatnya arahnya menyilang.
Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf
yang merupakan bahan perekat. Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai
pola sebagai berikut :
Tersusun konsentris membentuk osteon.
Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema
interstitialis.
Lamellae yang melingkari pada permukaan luar membentuk lamellae
circumferentialis externa.
Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk
lamellae circumferentialis interna.

Peristoneum
Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan
pengikat pada fibrosa yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang

13
terdapat di bagian periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke
bagian dalam periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis
Volkmanni. Bagian dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik
karena memiliki potensi membentuk tulang. Oleh karena itu lapisan
osteogenik sangat penting dalam proses penyembuhan tulang.
Periosteum dapat melekat pada jaringan tulang karena :
Pembuluh-pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang.
terdapat serabut Sharpey ( serat kolagen ) yang masuk ke dalam tulang.
terdapat serabut elastis yang tidak sebanyak serabut Sharpey.

Endosteum
Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang
membatasi rongga sumsum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh rongga-
rongga dalam jaringan tulang termasuk Canalis Haversi dan Canalis
Volkmanni. Sebenarnya endosteum berasal dari jaringan sumsum tulang yang
berubah potensinya menjadi osteogenik.

D. Matriks Tulang
Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan substansi
interseluler terdiri dari 70% garam anorganik dan 30% matriks organic.
95% komponen organic dibentuk dari kolagen, sisanya terdiri dari substansi
dasar proteoglycan dan molekul-molekul non kolagen yang tampaknya terlibat
dalam pengaturan mineralisasi tulang. Kolagen yang dimiliki oleh tulang
adalah kurang lebih setengah dari total kolagen tubuh, strukturnya pun sama
dengan kolagen pada jaringan pengikat lainnya. Hampir seluruhnya adalah
fiber tipe I.
Ruang pada struktur tiga dimensinya yang disebut sebagai hole zones,
merupakan tempat bagi deposit mineral. Kontribusi substansi dasar
proteoglycan pada tulang memiliki proporsi yang jauh lebih kecil
dibandingkan pada kartilago, terutama terdiri atas chondroitin sulphate dan
asam hyaluronic. Substansi dasar mengontrol kandungan air dalam tulang, dan
kemungkinan terlibat dalam pengaturan pembentukan fiber kolagen.
Materi organik non kolagen terdiri dari osteocalcin (Osla protein) yang terlibat
dalam pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, osteonectin yang

14
berfungsi sebagai jembatan antara kolagen dan komponen mineral,
sialoprotein (kaya akan asam salisilat) dan beberapa protein.
Matriks anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian besar terdiri dari
kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal-kristal hydroxyapatite.
Kristal kristal tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen. Bahan
mineral lain : ion sitrat, karbonat, magnesium, natrium, dan potassium.
Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik dalam matriks,
sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari bahan-bahan organik
khususnya serabut kolagen.

2.3.4. Sifat Dinamis Tulang


1. Efek Latihan Pada Tulang
Walaupun tampak keras seperti batu, sebenarnya tulang adalah jaringan yang
hidup dan dinamis, yang terus-menerus mengalami proses regenerasi yang dikenal
sebagai remodelling. Tulang terdiri dari matriks protein, yang tertanam dalam
mineral seperti kalsium dan fosfor yang membuat tulang keras. Proses remodeling
mengikuti suatu siklus. Pada tahap pertama dari siklus, terjadi proses resorpsi
dimana sel memecah dan tulang mengalami demineralisasi. Setelah itu, sel-sel lain
dalam tulang akan mengalami remineralisasi dan membangun kembali tulang
dalam proses yang disebut formasi. Semua ini tidak terjadi dalam semalam. Siklus
remodeling biasanya memakan waktu berbulan-bulan, dan pada waktu tertentu, ada
daerah tertentu dalam tulang yang sama yang sedang diresorpsi, sementara daerah
lain dalam tahap pembentukan.
Tekanan untuk menopang berat badan dan beban dari tarikan mekanik
yang terjadi saat kontraksi otot selama latihan, merangsang proses remodeling
tulang. Sekitar periode pubertas (selama kira-kira 2 tahun), kepadatan mineral
tulang mencapai kurang lebih seperempat dari total kepadatan mineral dalam
tulang, dan sekitar 95 % dari massa tulang tercapai pada akhir masa remaja. Oleh
karena itu, ini merupakan windows of opportunity untuk meningkatkan massa
tulang. Studi menunjukkan bahwa latihan dengan intensitas tinggi, olahraga
ketahanan dan aktivitas olahraga sebelum dan selama masa pubertas adalah masa
paling efektif untuk membentuk tulang yang kuat. Kegiatan yang melibatkan
melompat akan sangat berguna. Dengan demikian, kunci penting untuk membantu
memastikan adanya tulang yang kuat seumur hidup, adalah dengan

15
memaksimalkan kepadatan mineral tulang selama masa pubertas saat remaja dan
masa dewasa awal. Caranya, dengan mendorong partisipasi remaja untuk
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik dan olahraga secara reguler.
Puncak massa tulang, biasanya terjadi pada dekade ketiga kehidupan.
Setalah masa itu, laju resorpsi dan pembentukan tulang relatif stabil. Namun ketika
berusia 40-an tahun, resorpsi mulai melampaui laju pembentukan dan mulai
mengalami penurunan massa tulang. Rata-rata usia menopause adalah sekitar 50
tahun, dan ini menandai saat ketika wanita kehilangan massa tulang dengan sangat
cepat.
Tingkat kecepatan kehilangan massa tulang terkait dengan penurunan
hormon estrogen yang bersirkulasi. Estrogen menghambat aktivitas sel-sel yang
memecah/ resorpsi tulang. Namun, dengan menurunnya kadar estrogen saat masa
menopause, aktivitas sel-sel yang memecah tulang tidak terhambat. Akibatnya,
tingkat resorpsi tulang meningkat sedangkan tingkat pembentukan tulang tidak bisa
mengikuti kecepatan resorpsi tulang. Hal tersebut sering berakhir dengan
penurunan tajam dalam massa tulang selama masa menopause.
Untungnya, olahraga tampaknya memiliki efek positif pada massa
tulang selama masa dewasa. Sebagian besar penelitian tentang hubungan antara
olahraga dan kepadatan mineral tulang, dilakukan pada wanita karena wanita
memiliki risiko lebih besar untuk menderita patah tulang seiring dengan
pertambahan usia, dibanding laki-laki. Studi menunjukkan bahwa latihan
ketahanan yang Anda lakukan, apakah berjalan, jogging, atau berlari, cenderung
berdampak positif pada massa tulang. Dan ini tampaknya benar bagi wanita
sebelum maupun sesudah menopause.
Pelatihan ketahanan secara progresif dengan menggunakan lift yang
memuat pinggul dan punggung, mungkin lebih efektif untuk membangun
kepadatan mineral tulang pada wanita premenopause dan postmenopause. Pada
wanita muda, pelatihan ketahanan secara progresif dan berlari meningkatkan
kepadatan mineral tulang di punggung bagian bawah. Dan meskipun belum banyak
penelitian pada pria terkait hal ini, efek serupa diprediksi juga dialami oleh pria.
Untuk orang dewasa, American College of Sports Medicine
merekomendasikan kombinasi latihan beban hampir setiap hari, dan latihan
resistensi progresif 2-3 kali per minggu. Dengan menerapkan latihan pada Tulang,
aktivitas enzim pada tulang meningkat serta kepadatan,kekuatan, dan besarnya

16
tulang juga meningkat, selain mencegah pengeroposan tulang. Permukaan tulang
juga akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus menerus.
2. Efek Nutrisi dan Hormon
Nutrisi dan hormone sangat berkaitan dengan proses remodeling tulang.
Berkaitan dengan nutrisi, Ternyata asupan kalori merupakan faktor penting dalam
memperkuat tulang. Beberapa atlet, khususnya wanita yang terlibat dalam olahraga
ketahanan seperti lari, atau olahraga dimana kerampingan dianggap ideal seperti
menari dan senam, membatasi asupan kalori sementara masih berlatih dan bersaing
dengan intensitas yang tinggi.
Tubuh menyesuaikan diri dengan keadaan kekurangan kalori, dan atlet ini
mungkin memiliki berat badan yang sangat stabil, meskipun mengkonsumsi asupan
rendah kalori. Tapi beban fisiologis terhadap keadaan ini, sangat tinggi. Kalori
berharga yang dikonsumsi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk
berlatih dan bersaing. Sayangnya, ini berarti tidak ada cukup kalori tersisa untuk
mendukung fungsi fisiologis normal lainnya. Fungsi reproduksi sering menjadi
korban akibat asupan kalori yang terlalu rendah. Seringkali, atlet ini berhenti
berovulasi dan berhenti mengalami menstruasi. Mungkin pertamanya hal ini tampak
sebgai sesuatu yang menyenangkan, tapi efek pada tulang sangat buruk.
Menstruasi berhenti, karena hormon yang terlibat dalam fungsi reproduksi,
seperti estrogen, jumlahnya berkurang karena tubuh kekurangan kalori untuk
membentuk estrogen. Namun, seperti pada orang yang menopause, ketika
mengambil efek estrogen sebagai penghambat sel-sel yang memecah tulang, tiba-
tiba kecepatan resorpsi tulang jauh melebihi kecepatan pembentukan tulang.
Sementara jumlah siklus menstruasi yang terlewati semakin bertambah, kepadatan
mineral tulang terus menurun yang menyebabkan tulang menjadi lemah. Bahkan,
wanita yang aktif secara fisik namun memiliki siklus mentruasi yang tidak teratur,
memiliki risiko patah tulang stres 2-4 kali lebih besar daripada wanita dengan siklus
menstruasi yang teratur.
Untungnya, siklus menstruasi dan fungsi reproduksi yang normal, dapat
dikembalikan dengan meningkatkan kalori yang tersedia, dan ini dapat menormalkan
proses remodeling tulang. Jadi, urutan pertama adalah meningkatkan ketersediaan
kalori. Lakukan ini dengan baik meningkatkan asupan kalori, mengurangi latihan ,
atau kombinasi keduanya. Apapun pendekatan yang ambil untuk meningkatkan
ketersediaan kalori demi mendukung fungsi fisiologis yang normal, pertahankan

17
hingga siklus menstruasi menjadi normal kembali dan lanjutkan terus saat berlatih
dan bersaing.
Selain menambah asupan kalori, pastikan bahwa menyediakan nutrisi penting
lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung remodeling tulang yang optimal,
termasuk kalsium, vitamin D, dan protein . Menurut American College of Sports
Medicine, jumlah harian yang dibutuhkan untuk membangun tulang adalah 1,000-
1,300 mg kalsium dan 400-800 IU vitamin D. Produk susu adalah sumber kalsium
dan vitamin D yang baik. Sebagai contoh, segelas susu menyediakan sekitar 300 mg
kalsium dan 100 IU vitamin D. Seporsi yogurt menyediakan sekitar 300 mg kalsium
dan 80 IU vitamin D. Produk lain yang kaya kalsium adalah keju, yogurt beku, es
krim dan tahu (menyediakan sekitar 150 mg kalsium per porsi). Jika ada pembatasan
asupan produk susu, suplemen kalsium dan vitamin D mungkin diperlukan untuk
secara konsisten mencapai asupan yang optimal bagi kesehatan tulang.
Rekomendasi harian untuk protein demi mendukung tulang yang kuat adalah
0,5-0,7 gram per lb (1,2-1,6 gram per kg) berat badan. Ini setara dengan sekitar 63-
88 gram protein setiap hari untuk atlet dengan berat badan 125 - pound (57 kg).
Asupan protein sebagian besar atlet adalah sekitar jumlah tersebut, meskipun atlet
vegetarian mungkin harus ekstra perhatian dalam memastikan kecukupan asupan
protein mereka. Akhirnya, nutrisi lain yang penting dalam proses remodeling tulang
adalah vitamin C, vitamin K, seng, tembaga, dan mangan. Dengan demikian,
mengkonsumsi berbagai macam makanan akan membantu memastikan kecukupan
berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang.
Berikut Penjabaran Faktor Genetik dan Hormon yang mempengaruhi Pertumbuhan
Tulang :
a. Herediter (genetic)
Tinggi badan anak secara umum bergantung pada orang tua, anak-anak dari
orang tua yang tinggi biasanya mempunyai badan yang tinggi juga.
b. Factor endokrin
Hormone paratiroid (PTH) satu sama lain saling berlawanan dalam
memelihara kadar kalsium darah. Sekresi PTH terjadi dengan cara:
o Merangsang osteoklas, reapsobsi tulang dan melepas kalsium ke dalam
darah.
o Merangsang absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
Tirokalsitonin, hormone yang dihasilkan dari sel-sel parafolikuler dari kelenjar
tiroid, cara kerjanya menghambat resorbsi tulang.

18
Hormone pertumbuhan yang di hasilkan hipofise anterior penting untuk
proliferasi (bertambah banyak) secara normal dari rawan epifisealis untuk
memelihara tinggi badan yang normal dari seseorang.
Tiroksi bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang yang layak, remodeling
tulang dan kematangan tulang.
HGH (Human Growth Hormone), yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary.
Semakin dewasa jumlah hormone ini semakin berkurang
Estrogen : mencegah proses perombakan tulang oleh osteoklas.
Progesteron : Pemberian terapi hormon estrogen disarankan tidak dipisahkan
dari terapi hormon progesteron. Memang estrogen akan mengurangi
perombakan tulang, tapi tidak meningkatkan pembentukan tulang baru.
Akibatnya, otot yang sudah tua dan rusak karena kerja fisik, tak diperbaharui.
Untuk itulah diperlukan progesteron, hormon yang berperan penting dalam
pembentukan tulang baru. Sebuah penilitian diketahui bahwa progesteron akan
terikat pada osteoblas, sel yang membuat tulang baru, dan membantu osteoblas
menangkal efek negative dari obat-obatan yang mengandung steroid.
3. Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan Fraktur secara garis besar terdiri atas 2 kombinasi proses yaitu
intermembranous dan endochondral. Proses endochondral dimulai ketika periosteum
robek ketika terjadi fraktur, sedangkan pada proses intramembranous dimulai
terbentuk soft callus hingga hard callus.
Berikut ini Proses Penyembuhan Fraktur / Patah tulang, berdasarkan Apley &
Solomon (1995: 240), adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan Hematom
Tahap ini dimulai setelah fraktur sampai hari ke 5 terjadi perdarahan, dalam 24
jam pertama terbentuk darah dan fibrin yang masuk ke daerah fraktur, setelah 24
jam pertama, suplai darah meningkat ke daerah fraktur dan terbentuk hematom.
Hematom berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Proliferasi Seluler
Tahap / proses ini terjadi sampai hari ke 12. Pada area fraktur, periosteum
endosteum dan sum-sum tulang yang mensuplai sel, berubah menjadi fibro
kartilago, kartilago hialan dan jaringan penunjang, fibrosa terjadinya osteogenesis
dengan cepat.
3. Tahap Pembentukan Kalus

19
Enam sampai sepuluh hari setelah fraktur / cidera, jaringan granulasi berubah
menjadi bentuk prakalus, prakalus menjadi puncak ukuran maksimal pada 14 21
hari setelah cidera.
4. Tahap Osifikasi Kalus
Tahap osifikasi kalus ini terjadi sampai minggu ke dua belas. Membentuk
osifikasi dan kalus intermediate pada minggu ke 3 sampai 10 kalus menutupi
tulang.
5. Tahap Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklast, kalus mengalami pembentukan
tulang sesuai dengan bentuk aslinya
6. Tahap Remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang. Pada fase remodeling ini
perlahan lahan terjadi resorpsi. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari
minggu ke 8 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

Gambar Proses Penyembuhan Fraktur

2.3.5. Perkembangan dan Pertumbuhan Tulang


Pada awal perkembangan janin manusia, kerangka seluruhnya terbuat
dari tulang rawan. Tulang rawan yang relatif lunak secara bertahap berubah
menjadi tulang keras melalui osifikasi.
1. Ossifikasi

20
Proses penulangan tulang dari tulang rawan menjadi tulang keras
disebut osifikasi. Proses ini dibedakan menjadi dua, yaitu osifikasi
intramembranosa dan osifikasi endocondral Osifikasi intramembranosa
disebut juga penulangan langsung (osifikasi primer). Proses ini terjadi
pada tulang pipih, misalnya tulang tengkorak. Penulangan ini terjadi secara
langsung dan tidak akan terulang lagi untuk selamanya. Contoh osifikasi
endocondral adalah pembentukan tulang pipa.
Tulang dewasa diklasifikasikan menurut bentuknya menjadi tulang
panjang (seperti femur), tulang pipih atau flat (seperti panggul), dan tulang
pendek (seperti tulang tangan dan kaki). Tulang panjang (dan beberapa
tulang pendek seperti tulang metakarpal) dibagi menjadi tiga wilayah
topografi: diafisis, epifisis, dan metafisis.
Diafisis merupakan bagian poros tulang. Epifisis tampak di kedua
ujung tulang dan sebagian tertutup oleh tulang rawan artikular. Metafisis
merupakan persambungan antara bagian diafisis dan epifisis. Dalam
perkembangan tulang, proses perkembangannya sendiri dimulai dari
lempeng epifisis (epifisis disk). Di tempat inilah di mana proses osifikasi
endokhondral terjadi, suatu proses pertumbuhan dimana terjadi secara
longitudinal, kolom tulang rawan diganti dengan massa tulang. Ketika
tulang telah mencapai panjang dewasa, proses ini berakhir, dan terjadi
penutupan bagian epifisis, sehingga tulang menjadi benar-benar kaku.
a. Ossifikasi Intramembranousa
Merupakan proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim
menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang
pipih. . Jaringan mesenkim berdiferensiasi menjadi osteoblas, lalu
osteoblas mensekresi matriks organik membentuk osteoid dan
terkalsifikasi. Osteoid membentuk tulang spongeus dan berkondensasi
menjadi periosteum. Mesenkim merupakan bagian dari lapisan
mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat dan
darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel mesenkim
melalui proses osifikasi intrammebrane.

21
Gambar Mekanisme Pembentukan Tulang melalui Osifikasi Intramembranosa

Osifikasi intramembranosa, sumber sebagian terbesar tulang


pipih.Osifikasi intramembranosa juga membantu pertumbuhan tulang
pendek dan penebalan tulang panjang. Di dalam lapisan lapisan
jatringan penyambung tersebut, titik permulaan osifikasi disebut
sebagai pusat osifikasi primer. Proses ini mulai ketika
kelompokkelompok sel yang menyerupai fibroblast muda
berdifferensiasi menjadi osteoblas. Kemudian terjadi sintesa osteoid
dan kalsifikasi, yang menyebabkan penyelubungan beberapa osteoblas
yang kemudian menjadi osteosit. Bagian lapisan jaringan penyambung
yang tidak mengalami osifikasi menghasilkan endosteum dan
periosteum tulang intramembranosa. Osifikasi intramembranosa
banyak terjadi pada tulang tengkorak.
Proses yang hanya terjadi pada tulang pipih tertentu, diringkas
dalam dua langkah dasar:
Tulang spons mulai berkembang di tempat-tempat di dalam membran
yang disebut pusat osifikasi.
Sumsum tulang merah terbentuk di dalam jaringan tulang spons, diikuti
oleh pembentukan tulang padat di luarnya.
b. Ossifikasi Endokhondral

22
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim
berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah
menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas
tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini bertanggungjawab pada
pemanjangan tulang dan pembentukan sebagian besar tulang manusia.
Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul di
bagian tengah dari tulang rawan yang disbeut center osifikasi. Osteoblas
selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam
dengan kuat pada mtariks tulang.
Osifikasi endokondral terjadi di dalam suatu potongan tulang
rawan hialin yang bentuknya mirip ukuran kecil tulang yang akan
dibentuk. Jenis osifikasi ini terutama bertanggung jawab untuk
pembentukan tulang pendek dan tulang panjang.
Tulang panjang dibentuk dari model tulang rawan dengan
pelebaran ujungujung (epifisis) suatu batang silindris (diafisis). Dalam
pertumbuhan jenis ini, urutan kejadian yang dapat diperhatikan adalah:
1. Kondrosit yang terdapat pada bagian tulang rawan hialin mengalami
hipertropik dan memulai sintesa kolagen X dan vascular endothelial
cell growth factor (VEGF)
2. Pembuluh darah pada perikondrium memasuki bagian tengah dari
tulang rawan, dimana matriks akan mengalami kalsifikasi, osifikasi
primer terbentuk
3. Sel-sel perikondrium bagian dalam membentuk bagian periosteal yang
tipis pada titik tengah poros tulang atau diafisis, periosteal (periosteum
yang membentuk dinding dari luar) akan membentuk tulang woven,
dengan pertumbuhan tulang intramembranosa yang nantinya akan
menjadi periosteum
4. Pembuluh darah menginvasi rongga yang sebelumnya dibentuk oleh
kondrosit yang hipertropik dan sel-sel osteoprogenitor, dan sel-sel
hematopoetik yang menembus jaringan perivaskular
5. Sel-sel osteoprogenitor yang berdifferensiasi menjadi osteoblas yang
tumbuh sejajar dengan kalsifikasi tulang rawan dan akan menempati
osteoid
Atau dengan penjabaran mekanisme berikut:
1. Pada tahap awal proses osifikasi, osteoblas akan membentuk suatu lapisan
kompak sehingga perikondrium berubah menjadi periosteum (selaput tulang
keras), setelah osteoblas mengisi jaringan sekelilingnya akan membentuk

23
osteosit (sel-sel tulang). Bersamaan dengan proses tersebut, pada bagian
tulang rawan di daerah diafisis atau pusat batang (pusat osifikasi primer),
sel-sel kondrosit membesar akhirnya pecah.
2. Sel-sel tulang dibentuk secara bertahap dari arah dalam ke arah luar
sehingga pembentukannya konsentris. Setiap sel-sel tulang ini melingkari
suatu pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut
sistem havers. Selain itu disekeliling sel-sel tulang ini terbentuk senyawa
protein pembentuk matriks tulang dan akan mengeras karena adanya garam
kapur dan garam fosfat. Hal ini mengganggu komponen nutrisi bagi sel-sel
kondrosit akhirnya mati.
3. Perikondrium yang mengelilingi diafisis di pusat osifikasi berubah menjadi
periosteum. Lapisan osteogenik didalam membentuk kolar tulang
(klavikula), dan kemudian mengelilingi kartilago yang telah terkalsifikasi.
4. Kondrosit (sel-sel kartilago) yang nutrisinya telah di putuskan oleh kolar
akan berdegenerasi dan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
matrik kartilago.
5. Kuncup periosteal mengandung pembuluh darah dan osteoblas yang masuk
ke dalam spikula kartilago terkalsifikasi melalui ruang yang di bentuk
osteoklas pada kolar tulang.
6. Jika kuncup periosteal mencapai puncak pertumbuhan akan menyebar dua
arah menuju epifisis.
7. Kemudian tumbuh pusat osifikasi sekunder dalam kartilago epifisis pada
kedua ujung tulang panjang.
8. Semua elongasi tulang yang terjadi selanjutnya adalah hasil dari
pembelahan selsel kartilago dalam lempeng epifisis.
9. Saat pertumbuhan seseorang penuh seluruh kartilago dalam lempeng
epifisis menjadi tulang dan akan berhenti.
2.3.6. Suplai Darah dan Persyarafan
1. Suplai Darah
Tulang-tulang panjang
a. Arteri nutrisia : arteri tunggal yang berbelok-belok masuk foramen
nutrisia oblik ke atas atau ke bawah menuju ke arah yang berlawwanan
untuk pertumbuhan tulang, satu arteri disertai dengan 1-2 buah vena
selama dalam korteks arteri memberikan cabang-cabang menuju
kanalis havers.
b. Arteri periosteale : arteri kecil yang menyuplai perousteum berjalan
sepanjang perlengketan otot. c. Arteri metapisiale : rangkaian yang
membentuk anastomosis di sekeliling sendi yang di sebut sirkulus

24
vaskulosus, cabangnya masuk melalui foramina vaskularis tempat
keluarnya vena-vena epifise.
Tulang-tulang gepeng. Arteri epifisiale sebuah arteri nutrisia tunggal dan
bercabang-cabang, sejumlah cabang menyuplai substansia spongeosa
dalam substansia kompakta tulang.
Tulang-tulang iga. Arteri nutrisia memasuki tulang distalis dari tuberkulum
kosta dan membagi diri menjadi cabang-cabang anterior longus dan
posterior brevis yang menyuplai seluruh bagian tulang iga.
Tulang-tulang vertebrae. Terdapat 2 arteri yang besar memasuki
permukaan posterior korpus vertebrae. Arkus neuralis disuplai oleh
pembuluh darah yang memasuki prosesus transversus, bercabang menuju
prosesus spinosus foramina ke vena vertebralis pada permukaan posterior
korpus vertebra
2. Aliran getah bening
Pada sum-sum tulang tidak terdapat aliran getah bening, tetapi periosteum
dan sistem havers mempunyai pembuluh getah bening yang berjalan sepanjang
pembuluh darah dan menyalurkan isinya menuju kelenjar getah bening regional
(daerah tertentu).
3. Persyararfan
Pada Manusia, khusus pada sum-sum tulang belakang merupakan
penghubung antara otak dan tubuh. Pada sum-sum tulang belakang terdapat 31
saraf yang di namakan saraf spinal. Selain pada sum-sum tulang belakang, saraf
juga terdapat di :
a. Persarafan pada tulang wajah
Foramen Supraorbital disarafi oleh nervus Supraorbitalis
Foramen Infraorbital disarafi oleh nervus Infraorbitalis
Os Mentalis disarafi oleh nervus Mentalis
Foramina fosa insisivus disarafi oleh nervus Nasopalatimus
Os maxilla disarafi oleh nervus maxilaris
Foramen mandibularis disarafi oleh nervus alveolaris inferior
Os zygomatikum disarafi oleh nervus infraorbitalis
Meatus auditori eksterna disarafi oleh nervus vestibulokoklearis

25
Gambar Letak Syaraf Pada Wajah

b. Persarafan pada tulang ekstermitas atas


Skapula disarafi oleh Nervus Dorsalis skapulae, nervus
supraskapularis,dan nervus subskapularis
Toraks disarafi oleh nervus Torakikus longus,nervus Pektoralis
medialis, nervus Torakodorsalis dan nervus Pektoralis lateralis.
Klavikula disarafi oleh nervus supraclavicularis
Humerus disarafi oleh nervus Aksilaris dan nervus Muskulokutaneus
Radius disarafi oleh nervus Radialis
Ulna disarafi oleh nervus ulnaris
Karpal disarafi oleh nervus interoseus posterior
c. Persarafan pada tulang ekstermitas bawah
illium disarafi oleh nervus ilioinguinalis.
Foramen obturatorium disarafi oleh nervus obturatorius
Femur disarafi oleh nervus nervus femoralis dan nervus iskiadikus
Tibia disarafi oleh nervus tibialis
Fibula disarafi oleh nervus fibularis
Tarsal disarafi oleh nervus fibularis profunda dan nervus fibularis
superfisialis
Phalanges disarafi oleh nervus plantaris medialis dan nervus plantaris
lateralis
2.3.7. Hubungan Antar Tulang
Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat
bergerak, diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Sendi yang
menyusun kerangka manusia terdapat di beberapa tempat

26
Terdapat tiga jenis hubungan antartulang, yaitu:
1. Sinartrosis
Sinartrosis disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara dua
tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali. Artikulasi ini tidak memiliki
celah sendi dan dihubungkan dengan jaringan serabut. Dijumpai pada
hubungan tulang pada tulang-tulang tengkorak yang disebut sutura/suture.
2. Amfiartosi
Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antara dua
tulang yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini dihubungkan
dengan kartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang belakang, tulang
rusuk dengan tulang belakang.
3. Diartosi
Diartosis disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan antara dua
tulang yang dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas. Untuk
melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian terdapat
rongga yang berisi minyak sendi/cairan synovial yang berfunggsi sebagai
pelumas sendi.
Diartosis dapat dibedakan menjadi:
a. Sendi Engsel
Sendi engsel yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
hanya satu arah saja. Dijumpai pada hubungan tulang Os. Humerus
dengan Os. Ulna dan Os. Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os.
Femur dengan Os. Tibia dan Os. Fibula/sendi pada lutut.
b. Sendi Putar
Sendi putar yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu
tulang berputar terhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai
pada hubungan antara Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius,
hubungan antar Os. Atlas dengan Os. Cranium.
c. Sendi Pelana/Sendi Sellari
Sendi pelana yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula
dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis
virilis.
d. Sendi Kondiloid atau Elipsoid

27
Sendi Kondiloid yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju
dan mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang satu
berbentuk oval dan masuk ke dalam suatu lekuk yang berbentuk elips.
Dijumpai pada hubungan Os. Radius dengan Os. Carpal.
e. Sendi Peluru
Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula
dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis
virilis.
f. Sendi Luncur
Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
badan melengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang serta
gerakan memutar (menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada
hubungan antarruas tulang belakang, persendian antara pergelangan
tangan dan tulang pengumpil.

2.4. Kelainan Pada Sistem Muskokeletal

Beberapa gangguan kesehatan dan kelainan yang terjadi sistem


muskuloskeletal adalah sebagai berikut.
1. Fraktura /patah tulang
Pada kelainan tulang ini, tulang mengalami retak/patah tulang akibat
mengalami benturan keras, misalnya karena kecelakaan. Pemulihan untuk
kelainan ini, yaitu dengan mengembalikan pada susunan semula secepat
mungkin. Pada kasus patah tulang, untuk menyambungkannya ditambahkan pen
atau platina. Setelah tulang mengalami pertumbuhan dan menyatu, pen/platina
akan diambil kembali.
2. Fisura/retak tulang
Fisura yaitu kelainan tulang yang menimbulkan keretakan pada tulang.
3. Gangguan yang Terjadi pada Tulang Belakang
Gangguan ini disebabkan karena kebiasaan tubuh yang salah, kelainan ini antara
lain seperti berikut.
a. Lordosis, yaitu keadaan tulang belakang yang melengkung ke depan.

28
b. Kifosis, adalah keadaan tulang belakang melengkung ke belakang, sehingga
badan terlihat bongkok.
c. Skoliosis, yaitu keadaan tulang belakang melengkung ke samping kiri atau
kanan.
4. Osteoporosis
Orang yang menderita kelainan ini, keadaan tulangnya akan rapuh dan
keropos. Ini disebabkan karena berkurangnya kadar kalsium dalam tulang.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar kalsium akan
berkurang sedikit demi sedikit.
5. Rakhitis
Penyakit ini menyebabkan kondisi tulang seseorang yang lunak. Hal ini
disebabkan dalam tubuh seseorang kekurangan vitamin D. Vitamin ini berfungsi
untuk mengabsorpsi fosfor dan berperan dalam metabolisme kalsium. Penderita
ini disarankan banyak mengkonsumsi telur, susu, dan minyak hati ikan. Selain itu,
pada pagi hari, penderita disarankan berjemur di bawah sinar matahari karena
sinar matahari pagi dapat membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh.
6. Kram
Kram merupakan keadaan otot berada dalam keadaan kejang. Keadaan ini
antara lain disebabkan karena terlalu lamanya aktivitas otot secara terus menerus.
7. Hipertropi
Suatu keadaan otot yang lebih besar dan lebih kuat. Hal ini disebabkan karena
otot sering dilatih bekerja dan berolahraga. Hipertrofi otot ini sering dimiliki oleh
atlet binaragawan.
8. Atrofi
Keadaan otot yang lebih kecil dan lemah kontraksinya. Kelainan ini
disebabkan karena infeksi virus polio. Pemulihannya dengan pemberian latihan
otot, pemberian stimulant listrik, atau dipijat dengan teknik tertentu.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Muskuloskeletal adalah suatu sistem pada tubuh manusia yang meliputi


sistem gerak yang terdiri dari otot dan tulang. Otot merupakan organ tubuh yang
mempunyai kemampuan berkontraksi untuk menggerakkan rangka. Sistem

29
rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan
(kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk
mempertahankan sikap dan posisi.
Otot merupakan alat gerak pasif dan memiliki karakteristik, antara lain
kontraktibilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas. Berdasarkan perlekatannya, otot
terdiri atas origo dan insersi. Jenis-jenis otot antara lain yaitu otot lurik, otot
polos, dan otot jantung.
Tulang dibedakan menjadi skeleton aksial dan skeleton apendikuler.
Skeleton aksial terdiri atas tulang-tulang tengkorak, ruas tulang belakang, tulang
iga atau rusuk, dan tulang dada, sedangkan skeleton apendikuler terdiri atas
tulang pinggul, bahu, lengan, telapak tangan, tungkai dan telapak kaki.
Berdasarkan jenisnya, tulang dibedakan menjadi 2, yaitu tulang rawan dan tulang
sejati. Tulang sejati, dilihat dari matriksnya terdiri atas tulang kompak dan tulang
spons. Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan menjadi 3, yaitu tulang pipa,
tulang pipih, dan tulang pendek. Hubungan antartulang disebut persendian atau
artikulasi. Sendi dibedakan menjadi 3, yaitu amfiartrosis, sinartrosis, dan
diartrosis.
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi,
atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

C.Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Ethel, Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2003.

30
Lewis, Heitkemper & Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing. Mosby. Philadelphia.

Pratiwi, D.A. 2000. Buku Penuntun Biologi untuk SMU kelas 2. Jakarta. Penerbit Erlangga.

31

Anda mungkin juga menyukai